Resources / Blog / PPN e-Faktur

Efisiensi PPN Atas Barang Modal

Ktentuan pengkreditan PPN atas barang modal ternyata dibatasi sebatas untuk PKP yang belum berproduksi. Seperti apa ketentuan selengkapnya? Baca penjelasannya di artikel ini

SPT Tahunan 2021: Hal yang Perlu Diperhatikan Saat Lapor Pajak

Efisiensi PPN

Pajak Pertambahan Nilai (PPN) merupakan salah satu jenis pajak konsumsi. Salah satu ciri khusus PPN adalah kewajiban pembayaran pajak yang dibebankan pada konsumen.

Dalam PPN, sangat lazim jika produsen secara ekonomis tidak menanggung beban PPN, khususnya apabila barang atau jasa yang dibeli/diperoleh berkaitan langsung dengan kegiatan usaha.

Salah satu bentuk pengeluaran berkaitan dengan kegiatan usaha yang patut menjadi perhatian adalah pengeluaran untuk perolehan barang modal. Perlakuan PPN atas pengeluaran untuk perolehan barang modal perlu menjadi perhatian karena perolehan barang modal biasanya memiliki nilai tinggi.

Selain itu, perolehan barang modal sering dilakukan ketika awal kegiatan usaha, sehingga mempengaruhi cash flow perusahaan. Ketentuan PPN atas barang modal memuat sejumlah peluang untuk efisiensi beban PPN, tetapi juga ada sejumlah ancaman yang harus diwaspadai di antaranya bagi Pengusaha Kena Pajak (PKP) yang mengalami kegagalan dalam berproduksi.

Ketentuan Bagi PKP yang Belum Berproduksi

Undang-Undang PPN memberikan kemudahan bagi PKP pada awal kegiatan usaha. Bagi PKP yang belum berproduksi sehingga belum melakukan penyerahan BKP/JKP yang terutang pajak, dapat mengkreditkan pajak masukan atas perolehan atau impor barang modal.

Perlakuan pengkreditan ini hanya boleh untuk barang modal saja, untuk perolehan Barang Kena Pajak selain barang modal atau Jasa Kena Pajak sebelum Pengusaha Kena Pajak berproduksi tidak boleh dikreditkan.

Salah satu hal yang sering menjadi pertanyaan adalah apa saja yang masuk dalam cakupan barang modal? Undang-Undang PPN tidak mendefinisikan pengertian barang modal.

Pengertian barang modal dapat ditemukan dalam PP No. 1 Tahun 2012 yaitu harta berwujud yang memiliki masa manfaat lebih dari satu tahun yang menurut tujuan semula tidak untuk diperjualbelikan, termasuk pengeluaran berkaitan dengan perolehan barang modal yang dikapitalisasi kedalam harga perolehan barang modal tersebut.

Ketentuan mengenai masa manfaat lebih dari satu tahun untuk barang modal mengacu pada ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang Pajak Penghasilan yang pembebanannya sebagai biaya dalam perhitungan Pajak Penghasilan harus melalui penyusutan. Pajak Masukan atas impor atau perolehan barang modal tersebut merupakan Pajak Masukan yang dapat dikreditkan.

Atas kelebihan pembayaran pajak akibat Pajak Masukan yang dikreditkan sebelum melakukan penyerahan, Pengusaha Kena Pajak boleh mengajukan restitusi atau mengkompensasikan ke masa pajak berikutnya.

Apabila Wajib Pajak mengajukan restitusi ada ancaman yang harus diwaspadai, ketentuan UU PPN mengatur bahwa Pajak Masukan yang telah dikreditkan dan telah diberikan restitusi wajib dibayar kembali oleh Pengusaha Kena Pajak dalam hal Pengusaha Kena Pajak tersebut mengalami keaadaan gagal produksi. Pajak Masukan yang wajib dibayar kembali, disetorkan paling lambat akhir bulan berikutnya setelah keadaan gagal berproduksi.

Pengertian Gagal Berproduksi

Selain itu Pengusaha Kena Pajak yang gagal produksi akan dikenai sanksi administrasi berupa bunga sebesar 2% per bulan dari jumlah pajak yang ditagih kembali, dihitung dari tanggal penerbitan Surat Keputusan Pengembalian Kelebihan Pembayaran Pajak sampai dengan tanggal penerbitan Surat Tagihan Pajak, dan bagian dari bulan dihitung penuh satu bulan.

Pengertian gagal produksi adalah suatu keadaan bagi Pengusaha Kena Pajak yang kegiatan usaha utamanya sebagai produsen yang menghasilkan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak, apabila dalam jangka waktu paling lama tiga tahun sejak pertama kali mengkreditkan Pajak Masukan tidak melakukan kegiatan:

  1. Penyerahan Barang Kena Pajak,
  2. Penyerahan Jasa Kena Pajak,
  3. Ekspor Barang Kena Pajak,
  4. Ekspor Jasa Kena Pajak, yang berasal dari hasil produksinya sendiri.

Sedangkan untuk Pengusaha Kena Pajak yang kegiatan usaha utamanya selain sebagai produsen jangka waktu ditetapkan paling lama satu tahun sejak pertama kali mengkeditkan Pajak Masukan.

Dalam hal gagal berproduksi disebabkan oleh bencana alam atau sebab lain diluar kekuasaan Pengusaha Kena Pajak (keadaaan kahar atau force majeure), Pengusaha Kena Pajak tidak wajib membayar kembali Pajak Masukan atas impor dan/atau perolehan barang modal yang dikreditkan dan telah diberikan restitusi.

Bencana alam atau sebab lain diluar kekuasaan Pengusaha Kena Pajak (keadaaan kahar atau force majeure) terdiri dari peperangan, kerusuhan, revolusi, pemogokan, kebakaran, dan bencana lainnya, yang harus dinyatakan oleh pejabat/instansi yang berwenang.

Berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan No. 31/PMK.03/2014 atas perolehan Barang Modal setelah batas waktu keadaan gagal berproduksi, dapat dikreditkan. Dan atas lebih bayar akibat Pajak Masukan yang dikreditkan tersebut dapat dikompensasikan ke masa pajak berikutnya atau dimintakan restitusi.

Namun perlu diingat bahwa kompensasi atau permohonan restitusi Pajak Masukan hanya dapat dilakukan sampai dengan jangka waktu paling lama dua tahun setelah masa pajak keadaan gagal produksi telah terlewati.

Terdapat beberapa ketentuan PPN yang memberikan efisiensi PPN atas barang modal dalam bentuk kemudahan dengan diperbolehkannya Pengusaha Kena Pajak mengkreditkan barang modal pada awal kegiatan usaha bahkan boleh mengajukan restitusi atas perolehan barang modal tersebut.

Namun ketentuan PPN juga memberikan ancaman bagi Pengusaha Kena Pajak yang mengajukan restitusi Pajak Masukan barang modal kemudian mengalami gagal produksi dengan  adanya sanksi administrasi 2% per bulan.

Reading: Efisiensi PPN Atas Barang Modal