Resources / Blog / PPN e-Faktur

Modus Penerbitan Faktur Pajak Fiktif

Faktur pajak fiktif ialah faktur yang dibuat tidak berdasar atas transaksi sebenarnya. Berikut indikator dan modus penerbit faktur pajak fiktif.

SPT Tahunan 2021: Hal yang Perlu Diperhatikan Saat Lapor Pajak

Sekilas Faktur Pajak Fiktif

Faktur pajak fiktif dapat diartikan sebagai faktur pajak yang dibuat tidak berdasarkan transaksi sebenarnya atau faktur pajak yang dibuat oleh pengusaha yang belum dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak (PKP).

Faktur pajak fiktif sering dibuat untuk mengambil keuntungan atas sistem, dimana ketika PKP memiliki faktur pajak ia dapat mengurangi kurang bayar yang harus disetor ke kas negara dan meminta restitusi kepada negara.

Nah, ketika PKP atau pengusaha menerbitkan faktur pajak fiktif, maka PKP tersebut mengurangi kewajiban menyetor pajak ke kas negara atau bahkan bisa meminta restitusi hanya dengan faktur pajak fiktif tersebut. Ini jelas sebuah perbuatan yang merugikan negara.

Kerugian yang Ditimbulkan Faktur Pajak Fiktif

Ada dua kerugian yang ditimbulkan faktur pajak fiktif. Pertama, dengan mengkreditkan faktur pajak yang tidak sah atau fiktif, oknum pelaku dapat mengurangi besarnya pajak yang harus disetorkan ke kas negara. Misalnya, ketika PKP seharusnya menyetorkan pajak kurang bayar Rp 500 juta. Ketika ditambahkan faktur pajak fiktif senilai Rp 400 juta, maka PKP tersebut hanya menyetoirkan sebesar Rp 100 juta saja.

Kedua, negara dirugikan ketika oknum pembuat faktur pajak fiktif sampai bisa melakukan restitusi dari negara. Misalnya, seorang eksportir yang memiliki faktur pajak yang seharusnya hanya bisa meminta restitusi Rp 100 juta. Namun ketika si eksportir tersebut mengreditkan faktur pajak fiktif senilai Rp 300 juta, maka ia bisa mencairkan restitusi pajak Rp 400 juta.

Indikator Penerbit Faktur Pajak Fiktif

Dalam menyingkap dan menanggulangi permasalahan faktur pajak fiktif, Direktorat Jenderal Pajak (DJP) telah memiliki sejumlah pedoman. Di antaranya adalah, membuat pedoman untuk melihat indikasi seorang Wajib Pajak (WP) melakukan tindakan pembuatan faktur pajak fiktif.

Pedoman tersebut antara lain:

1. WP belum dikukuhkan sebagai PKP, namun menerbitkan faktur pajak.

2. WP melakukan transaksi dengan WP terindikasi atau WP penerbit faktur pajak fiktif.

3. WP yang faktur pajak keluarannya belum atau tidak dilaporkan dalam Surat Pemberitahuan (SPT) masa PPN namun sudah dikreditkan oleh lawan transaksi.

4. WP yang akta dan waktu pendiriannya sebagai berikut:

  • Akta pendirian disahkan oleh dan dibuat di hadapan notaris yang sama dengan yang digunakan oleh WP terindikasi atau WP penerbit faktur pajak fiktif atau notaris yang sama dengan yang digunakan oleh satu atau beberapa WP lain.
  • Pendiriannya pada waktu yang bersamaan atau berdekatan dengan satu atau beberapa WP.
  • Memiliki alamat kedudukan atau kegiatan usaha yang sama dengan satu atau beberapa WP.
  • Memiliki pengurus yang sama dengan pengurus WP terindikasi atau WP penerbit faktur pajak fiktif atau pengurus yang sama dengan satu atau beberapa WP lain.

5. WP yang memiliki kegiatan usaha yang tidak wajar, dengan karakteristik sebagai berikut:

  • WP non-efektif tiba-tiba kegiatan usahanya aktif dan melakukan penyerahan yang terutang PPN dalam jumlah besar.
  • WP melakukan penyerahan terutang PPN yang tidak sebanding dengan jumlah modal atau jumlah harta perusahaan.
  • WP melakukan penyerahan terutang PPN yang tidak sebanding dengan jumlah karyawan yang bekerja pada perusahaan
  • WP melakukan penyerahan terutang PPN yang sangat beragam sehingga tidak diketahui dengan pasti kegiatan usaha utama WP tersebut.
  • WP yang sebagian besar pembeliannya adalah impor namun kegiatan penyerahannya tidak sesuai atau tidak berhubungan dengan barang yang diimpor.
  • WP yang melakukan penyerahan Barang Kena Pajak (BKP) namun tidak sesuai atau tidak berhubungan dengan barang yang dibeli.
  • WP yang memiliki rasio laba usaha bersih sangat kecil.

6. WP yang memiliki administrasi pelaporan pajak dengan karakteristik antara lain:

  • WP menyampaikan SPT masa PPN dengan status lebih bayar dan dikompensasikan ke masa pajak berikutnya secara terus-menerus, namun bukan WP yang baru berdiri, tidak sedang berinvestasi pada barang modal dan tidak terdapat peningkatan persediaan yang signifikan.
  • WP tidak melakukan atau melakukan dengan jumlah persentase yang kecil, atas penyerahan yang terutang PPN namun tidak dipungut, penyerahan ekspor dan/atau penyerahan kepada pemungut PPN.
  • WP memiliki penyerahan terutang PPN dalam jumlah besar namun secara konsisten PPN kurang bayar yang dibayar atau disetor kecil.
  • WP melakukan pembetulan SPT masa PPN yang mengakibatkan jumlah pajak keluaran menjadi lebih besar namun diimbangi juga dengan penambahan pajak masukan yang besar sehingga tidak mengubah PPN kurang bayar yang telah dilaporkan atau menambah PPN kurang bayar tetapi nilainya kecil.
  • WP rutin menyampaikan SPT masa PPN namun tidak atau kurang patuh dalam menyampaikan SPT masa Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 21, Pasal 23 dan/atau Pasal 26, Pasal 25, Pasal 4 ayat (2), dan/atau SPT Tahunan PPh.

7. Terdapat Informasi, Data, Laporan, dan Pengaduan (IDLP) yang mengindikasikan WP telah atau sedang atau akan menerbitkan faktur pajak tidak sah.

Modus Penerbitan Faktur Pajak Fiktif

Modus utama dalam faktur pajak fiktif adalah dengan mengkreditkan pajak masukan dengan bukti lembar faktur pajak fiktif, yang bukan berdasarkan transaksi sebenarnya, dalam SPT masa PPN.

Faktur pajak fiktif ini pada umumnya diperoleh dari pihak lain yang sengaja menjualnya. Dengan demikian, terdapat dua pihak pelaku utama kejahatan ini yaitu pihak penerbit faktur pajak fiktif yang menjual kepada pihak lain, dan pihak pengguna yang membeli dari penerbit dan kemudian mengkreditkannya dalam SPT masa PPN. Dengan demikian, pada umumnya modus pembobolan uang negara dengan cara ini dilakukan melibatkan beberapa pihak.

Contoh, penerbit/pemasok faktur pajak fiktif menerbitkan faktur pajak tanpa didasari dengan transaksi yang sebenarnya, dengan berdasarkan pesanan WP pembeli yang nantinya akan mengkreditkan dalam SPT masa PPN. Pembeli faktur pajak fiktif tersebut dapat memperoleh faktur pajak masukan dengan nilai penuh dengan hanya membeli faktur pajak fiktif sebesar 14%-30% dari nilai PPN yang tertera dalam faktur pajak tersebut.

Beberapa tujuan dari pemesanan faktur pajak fiktif tersebut adalah mengaburkan atau menyamarkan asal usul barang dan untuk memperoleh pajak masukan tanpa melakukan pembelian barang.

Berikutnya si pembeli faktur pajak fiktif memanipulasi laporan keuangan WP dan SPT WP pembeli dengan cara memanipulasi nilai pembelian atau kuantitas barang, yang juga membuat ia terlihat melakukan pembelian barang. Pada akhirnya, pembeli faktur pajak fiktif akan mengkreditkan dalam SPT masa PPN sehingga dapat mengurangi kurang bayar PPN dan dapat meminta restitusi PPN.

Contoh lainnya, ada PKP bertindak sebagai pemasok faktur pajak fiktif. PKP memperoleh faktur pajak masukan yang juga fiktif dari group perusahaan yang terdaftar di beberapa Kantor Pelayanan Pajak (KPP).

Dengan adanya pajak masukan ini, maka SPT masa PPN PKP tersebut akan menunjukkan kurang bayar. Setelah dilakukan pengamatan ternyata beberapa perusahaan dari group tersebut tidak melaporkan SPT masa PPN, sehingga atas faktur pajak keluaran. PKP tersebut kemudaian membuat faktur pajak keluaran untuk PKP diluar group dan untuk PKP di dalam group perusahaan.

Selanjutnya PKP di dalam group membuat faktur pajak keluaran untuk PKP di luar group. Pembeli faktur pajak fiktif dari PKP kemudian mengkreditkannya sebagai pajak masukan.

Pengkreditan faktur pajak masukan PKP tersebut hanya berupa angka dan pada penyerahan faktur pajak keluaran tidak dibarengi adanya transaksi jual beli yang sebenarnya, dalam arti tidak ada penyerahan barang dan tidak ada penerimaan uang.

Reading: Modus Penerbitan Faktur Pajak Fiktif