Resources / Blog / Seputar e-Filing

Apa itu Pajak Konsumsi dan Bagaimana Cara Menghitungnya?

Merupakan bagian dari PPN, pajak konsumsi adalah pajak yang dikenakan atas setiap pertambahan nilai dari barang atau jasa dari produsen ke konsumen. Tergantung pada jenisnya, pajak konsumsi ini dapat berupa pajak restoran yang dikenakan pada saat seseorang membeli makanan di restoran, artinya seseorang akan dikenakan pajak restoran sebesar 10%. Namun jika seseorang melakukan pembelian katering untuk suatu acara dari penyelenggara katering, transaksi tersebut akan dikenakan pajak penghasilan pasal 23 dengan tarif yang telah ditentukan peraturan perundang-undangan berlaku.

Apa Itu Pajak Konsumsi?

Mendengar istilah pajak konsumsi, apa yang terngiang di kepala Anda? Apakah setiap Anda membeli makanan pasti dikenakan pajak? Jika iya, maka dikenakan pajak yang seperti apa?

Pada dasarnya, pajak konsumsi merupakan bagian dari Pajak Pertambahan Nilai (PPN), yaitu pajak yang dikenakan atas setiap pertambahan nilai dari barang atau jasa dari produsen ke konsumen.

Namun, perlu dipertegas kembali dikenakan pajak untuk konsumsi yang seperti apa. Jika Anda melakukan pembelian makanan di toko atau restoran, maka akan dikenakan pajak restoran sebesar 10% secara langsung. Lain ceritanya jika Anda menggunakan jasa boga atau katering.

Maka dari itu, yuk kita cari tahu lebih lanjut apa itu pajak konsumsi dan bagaimana menghitungnya pada artikel berikut ini!

Dasar Hukum Pajak Konsumsi

Dalam Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia No. 18/PMK/010/2015 Pasal 1 ayat 1 dan 2 disebutkan:

1. Jasa boga atau katering termasuk jenis jasa yang tidak dikenai Pajak Pertambahan Nilai.

2. Jasa boga atau katering merupakan jasa penyediaan makanan dan minuman yang dilengkapi dengan peralatan dan perlengkapan untuk proses pembuatan, penyimpanan, dan penyajian, untuk disajikan di lokasi yang diinginkan oleh pemesan.

Disebutkan bahwa jenis jasa ini tidak dikenai PPN. Selain itu, jasa boga atau katering yang dimaksud juga tidak melakukan penjualan di tempat seperti toko, kios, dan sejenisnya.

Ketentuan mengenai jasa boga atau katering tidak dikenakan PPN juga tertuang dalam UU No. 42 Tahun 2009 tentang PPN dan PPnBM pasal 4 A ayat 3 huruf q.

Sehingga, ketentuan pajak konsumsi mengacu pada Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No. 141/PMK.03/2015 pasal 1 ayat 6 huruf aj, yang mana menyebut jasa boga atau katering termasuk dalam jenis jasa yang dikenakan PPh Pasal 23.

Di sinilah yang menjadi kewajiban bendahara untuk memotong dan menyetorkan PPh Pasal 23 sebesar 2% dari jumlah jasa boga atau katering. Namun, jika Anda tidak memiliki NPWP, maka besaran yang harus dipotong mencapai 4% dari jumlah jasa boga atau katering.

Baca Juga: Mengenal Perbedaan PPN dan PPh

Cara Menghitung Pajak Konsumsi

PT A menyelenggarakan rapat kerja untuk 50 peserta dengan harga paket konsumsi sebesar Rp50.000 per orangnya.

Bagaimana perhitungan pajak konsumsinya?

Pertama, yang perlu dihitung adalah jumlah total pengeluaran untuk jasa boga atau katering:

Rp50.000 x 50 orang = Rp2.500.000

Dari jumlah total di atas, dikenakan potongan PPh Pasal 23 sebesar 2% karena PT A memiliki NPWP, maka perhitungannya:

Rp2.500.000 x 2% = Rp50.000

Namun, jika PT A tidak memiliki NPWP, besaran potongan PPh Pasal 23 sebesar 4%, sehingga perhitungannya menjadi:

Rp2.500.000 x 4% = Rp100.000

Baca Juga: PPh 23 – Hitung Setor dan Lapor Online

Hitung, Setor, dan Lapor Pajak Konsumsi di OnlinePajak

Pajak konsumsi dari jasa boga atau katering merupakan salah satu dari 62 jenis jasa yang termasuk objek PPh 23 yang tercantum dalam PMK No. 141/PMK.03/205. Anda bisa melakukan hitung, setor, dan lapor melalui aplikasi berbasis web di OnlinePajak.

OnlinePajak menawarkan pelaporan pajak melalui sistem e-Filing yang terintegrasi, mudah, otomatis, dan lebih cepat.

Pertama, buat ID biling terlebih dahulu, kemudian bayar melalui ATM, teller bank, fitur bayar pajak online di OnlinePajak, dll. Kedua, kirim bukti potong saat melakukan e-Filing. Ketiga, lakukan pelaporan dengan cara mengisi SPT Masa PPh Pasal 23. Semuanya bisa dilakukan dalam 1 aplikasi yang sudah terintegrasi sehingga memudahkan Anda dalam menyelesaikan laporan dan pembayaran pajak tepat waktu.

Bagaimana, mudah bukan? Seperti diketahui, jatuh tempo pembayaran adalah setiap tanggal 10 atau sebulan setelah bulan terutang pajak penghasilan 23. Sedangkan untuk pelaporan, jatuh temponya setiap tanggal 20 atau sebulan setelah bulan terutang pajak penghasilan 23. Jangan sampai telat bayar pajak, ya. Yuk, kita taat bayar pajak!

Referensi:

  • Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia No. 18/PMK/010/2015
  • UU No. 42 Tahun 2009 tentang PPN dan PPnBM
  • Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia No. 141/PMK.03/205
Reading: Apa itu Pajak Konsumsi dan Bagaimana Cara Menghitungnya?