Resources / Regulation / Keputusan Dirjen Bea dan Cukai

Keputusan Dirjen Bea dan Cukai – KEP 12/BC/2000

Menimbang :

  1. Bahwa dalam rangka pelaksanaan audit di bidang Kepabeanan dan Cukai telah diatur tatalaksananya berdasarkan Keputusan Direktur Jenderal Bea dan Cukai Nomor : Kep-35/BC/1997 tanggal 1 April 1997 tentang Tatalaksana Audit di bidang Kepabeanan dan Cukai pada Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Bea dan Cukai.
  2. Bahwa berdasarkan hasil Evaluasi Komprehensif dipandang perlu adanya perubahan terhadap Keputusan Direktur Jenderal Bea dan Cukai Nomor : Kep-35/BC/1997 tanggal 1 April 1997 tentang Tatalaksana Audit di Bidang Kepabeanan dan Cukai pada Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Bea dan Cukai.

Mengingat :

  1. Undang-undang Nomor 10 tahun 1995 tentang Kepabeanan (Lembaran Negara Tahun 1995 Nomor 75, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3612);
  2. Undang-undang Nomor 11 tahun 1995 tentang Cukai (Lembaran Negara Tahun 1995 Nomor 76, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3613);
  3. Peraturan Pemerintah Nomor 23 tahun 1996 tentang Penindakan di Bidang Cukai;
  4. Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor : 321/KMK.05/1996 tanggal 1 Mei 1996 tentang Pelaksanaan Audit di Bidang Cukai;
  5. Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor : 489/KMK.05/1996 tanggal 31 Juli 1996 tentang Pelaksanaan Audit di Bidang Kepabeanan;
  6. Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor : 30/KMK.05/1997 tanggal 16 Januari 1997 tentang Tatalaksana Penindakan di Bidang Kepabeanan;
  7. Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor : 32/KMK.01/1998 tanggal 4 Pebruari 1998 tentang Susunan Organisasi dan Tata Kerja Direktorat Jenderal Bea dan Cukai;
  8. Keputusan Direktur Jenderal Bea dan Cukai Nomor : Kep-33/BC/1997 tanggal 1 April 1997 tentang Standard Audit di Bidang Kepabeanan dan Cukai;
  9. Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor : 32/KMK.01/1998 tanggal 4 Pebruari 1998 tentang Susunan Organisasi dan Tata Kerja Direktorat Jenderal Bea dan Cukai;
  10. Keputusan Direktur Jenderal Bea dan Cukai Nomor : Kep-33/BC/1997 tanggal 1 April 1997 tentang Standard Audit di Bidang Kepabeanan dan Cukai;
  11. Keputusan Direktur Jenderal Bea dan Cukai Nomor : Kep-49/BC/1999 tanggal 16 Agustus 1999 tentang Sertifikasi Auditor, Pengendali Teknis Audit dan Pengawas Mutu Audit;
  12. Keputusan Direktur Jenderal Bea dan Cukai Nomor : Kep-63/BC/1999 tanggal 6 Oktober 1999 tentang Penyelenggaraan dan Penyimpanan Buku, Catatan dan Dokumen di Bidang Kepabeanan.

MEMUTUSKAN :

Menetapkan :

TATALAKSANA AUDIT DI BIDANG KEPABEANAN DAN CUKAI .

BAB I
KETENTUAN UMUM

Pasal 1

Dalam Keputusan ini yang dimaksud dengan :

1. Audit di bidang Kepabeanan dan Cukai adalah serangkaian kegiatan pemeriksaan buku, catatan dan dokumen serta sediaan barang Perusahaan dalam rangka pengawasan terhadap pemenuhan ketentuan di bidang kepabeanan dan cukai serta ketentuan lain yang pelaksanaannya dibebankan kepada Direktorat Jenderal Bea dan Cukai.
2. Auditor, Pengendali Teknis Audit (PTA) dan Pengawas Mutu Audit (PMA) adalah pegawai yang telah mendapatkan sertifikat sesuai ketentuan dalam Keputusan Direktur Jenderal Bea dan Cukai nomor : Kep-49/BC/1999 tanggal 16 Agustus 1999 tentang Sertifikasi Auditor, Pengendali Teknis Audit dan Pengawas Mutu Audit.
3. Daftar Rencana Obyek Audit (DROA) adalah daftar yang berisi nama -nama Perusahaan yang akan diaudit beserta alasan dan rencana waktu pelaksanaan audit.
4. Daftar Temuan Sementara (DTS) adalah daftar yang memuat kesimpulan sementara pelaksanaan audit.
5. Pembahasan Akhir adalah kegiatan pembahasan akhir yang dilakukan oleh Tim Audit dengan Perusahaan untuk membahas tanggapan perusahaan atas DTS.
6. Laporan Hasil Audit (LHA) adalah laporan tentang hasil audit yang disusun oleh Tim Audit.
7. Perusahaan adalah orang pribadi atau badan hukum yang melakukan kegiatan usaha.

BAB II
TUJUAN DAN OBYEK AUDIT

Pasal 2

Audit di bidang Kepabeanan dan Cukai bertujuan untuk mengamankan penerimaan negara serta untuk mengetahui dan menilai tingkat kepatuhan Perusahaan dimaksud dalam Pasal 3 terhadap peraturan perundang-undangan Kepabeanan, Cukai, peraturan lainnya yang pelaksanaannya dibebankan kepada Direktorat Jenderal Bea dan Cukai dan Standar Akuntansi Keuangan.

Pasal 3

Audit di bidang Kepabeanan dan Cukai dilakukan terhadap Perusahaan di bidang :
1. Impor;
2. Ekspor;
3. Pengurusan Jasa Kepabeanan;
4. Tempat Penimbunan Sementara;
5. Tempat Penimbunan Berikat;
6. Pengangkutan;
7. Pabrik Barang Kena Cukai;
8. Tempat Penyimpanan Barang Kena Cukai;
9. Tempat-tempat lain yang digunakan untuk menyimpan Barang Kena Cukai yang belum dilunasi cukainya atau memperoleh pembebasan cukai.

BAB III
ORGANISASI

Pasal 4

Audit di bidang Kepabenan dan Cukai dilaksanakan oleh Direktorat Verifikasi dan Audit atau Kantor Wilayah.

Pasal 5

(1) Tim Audit terdiri dari satu orang PMA, satu orang PTA dan tiga orang Auditor.
(2) Salah satu dari tiga orang Auditor dalam Tim Audit ditunjuk sebagai Ketua Auditor.

Pasal 6

(1) Tim Audit dapat diganti dalam hal Auditor, PTA atau PMA dialih tugaskan, dianggap tidak mampu atau atas permintaan yang bersangkutan.
(2) Jumlah Auditor dapat ditambah dalam hal volume pekerjaan dan tingkat kesulitan tinggi.

BAB IV
PELAKSANAAN AUDIT
Pasal 7

(1) Pelaksanaan audit di bidang Kepabenan dan Cukai dilakukan secara terencana dan insidentil.
(2) Pelaksanaan audit di bidang Kepabeanan dan Cukai secara terencana dilakukan sesuai DROA.
(3) Pelaksanaan audit di bidang Kepabeanan dan Cukai secara insidentil dilakukan berdasarkan perintah, permintaan atau informasi yang bersifat mendesak dari Direktur Jenderal Bea dan Cukai, Direktur Verifikasi dan Audit, Direktorat lain, Kepala Kantor Wilayah, masyarakat, Perusahaan atau instansi lain.

Pasal 8

(1) DROA wajib disusun oleh Direktorat Verifikasi dan Audit dan Kantor Wilayah setiap semester, dengan menggunakan formulir sesuai lampiran I;
(2) Dalam menyusun DROA sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib memprioritaskan :
a. Perusahaan yang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (3) yang berdasarkan sifatnya tidak mendesak.
b. Rekomendasi Sub Direktorat Verifikasi atau Bidang Verifikasi.
c. Rekomendasi Direktorat P2 atau Bidang P2.
(3) Kepala Kantor Wilayah wajib mengirim DROA kepada Direktur Verifikasi dan Audit selambat-lambatnya 30 (tiga puluh) hari sebelum periode DROA;
(4) Direktur Verifikasi dan Audit melakukan penilaian terhadap DROA sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dan memberikan persetujuan serta melakukan koreksi bila diperlukan.

Pasal 9

(1) Pelaksanaan audit wajib diselesaikan dalam jangka waktu paling lama 3 (tiga) bulan terhitung sejak tanggal Surat Tugas diterbitkan.
(2) Apabila pelaksanaan audit diperkirakan tidak dapat diselesaikan dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (1), maka selambatlambatnya 7 (tujuh) hari sebelum jangka waktu penyelesaian pemeriksaan berakhir PMA wajib mengajukan permohonan perpanjangan jangka waktu penyelesaian audit kepada Direktur Verifikasi dan Audit atau Kepala Kantor Wilayah dengan menggunakan formulir sesuai lampiran II.
(3) Berdasarkan permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) , Direktur Verifikasi dan Audit atau Kepala Kantor Wilayah dapat memberikan perpanjangan jangka waktu penyelesaian audit dengan menggunakan formulir sesuai lampiran III.
(4) Apabila permohonan perpanjangan jangka waktu penyelesaian audit diajukan setelah berakhirnya jangka waktu penyelesaian sebagaimana dimaksud pada ayat (1), maka PMA wajib memberikan penjelasan tertulis tentang alasan atas keterlambatan tersebut kepada Direktur Verifikasi dan Audit atau Kepala Kantor Wilayah.

Pasal 10

(1) Pelaksanaan audit di lapangan wajib diselesaikan dalam jangka waktu penugasan paling lama 30 (tiga puluh) hari kerja.
(2) Apabila pelaksanaan audit di lapangan diperkirakan tidak dapat diselesaikan dalam jangka waktu penugasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), maka selambat-lambatnya 7 (tujuh) hari sebelum jangka waktu penugasan berakhir PMA wajib mengajukan permohonan perpanjangan Surat Tugas kepada Direktur Verifikasi dan Audit atau Kepala Kantor Wilayah dengan menggunakan formulir sesuai lampiran IV.
(3) Berdasarkan permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) , Direktur Verifikasi dan Audit atau Kepala Kantor Wilayah dapat memberikan perpanjangan Surat Tugas dengan menggunakan formulir sesuai lampiran V.
(4) Apabila permohonan perpanjangan jangka waktu penyelesaian audit diajukan setelah berakhirnya jangka waktu penyelesaian sebagaimana dimaksud pada ayat (1), maka PMA wa jib memberikan penjelasan tertulis tentang alasan atas keterlambatan tersebut kepada Direktur Verifikasi dan Audit atau Kepala Kantor Wilayah.

Pasal 11

Perubahan periode audit maupun perluasan obyek audit terhadap Perusahaan lain yang terkait dengan Perusahaan yang sedang diaudit hanya dapat dilakukan berdasarkan instruksi atau persetujuan Direktur Verifikasi dan Audit atau Kepala Kantor Wilayah.

Pasal 12

(1) Setiap pelaksanaan audit dilaksanakan berdasarkan Surat Tugas yang diterbitkan dan ditandatangani oleh Direktur Verifikasi dan Audit atau Kepala Kantor Wilayah dengan menggunakan formulir sesuai lampiran VI.
(2) Apabila terdapat penggantian atau penambahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6, Direktur Verifikasi dan Audit atau Kepala Kantor Wilayah wajib menerbitkan Surat Tugas dengan menggunakan formulir sesuai lampiran VII.
(3) Penggantian sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan dengan membuat Berita Acara.
(4) Pelaksanaan audit terhadap Perusahaan yang sama, pada periode audit berikutnya harus dilakukan oleh Tim Audit yang berbeda.

Pasal 13

(1) Setiap penerbitan Surat Tugas harus diikuti dengan penerbitan Surat Pemberitahuan Pelaksanaan Audit kepada Perusahaan dengan menggunakan formulir sesuai lampiran VIII.
(2) Apabila audit dilaksanakan oleh Direktorat Verifikasi dan Audit maka Direktur Verifikasi dan Audit wajib menerbitkan Surat Pemberitahuan Pelaksanaan Audit kepada Kepala Kantor Wilayah DJBC terkait dengan menggunakan formulir sesuai lampiran IX.
(3) Apabila audit dilaksanakan oleh Kantor Wilayah maka Kepala Kantor Wilayah wajib menyampaikan tembusan Surat Tugas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) kepada Direktur Verifikasi dan Audit.

Pasal 14

(1) Setiap penerbitan Surat Tugas wajib diikuti dengan penerbitan Daftar Kuesioner untuk Perusahaan yang diaudit yang diterbitkan oleh Direktur Verifikasi dan Audit atau Kepala Kantor Wilayah dengan menggunakan formulir sesuai lampiran X.
(2) Daftar Kuesioner sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib diisi oleh Pimpinan Perusahaan yang diaudit atau yang mewakili dan mengirimkan kepada Direktur Verifikasi dan Audit atau Kepala Kantor Wilayah melalui Ketua Auditor dalam amplop tertutup yang disegel Perusahaan.
(3) Daftar Kuesioner sebagaimana dimaksud pada ayat (2) digunakan oleh Direktur Verifikasi dan Audit atau Kepala Kantor Wilayah untuk menilai kinerja Tim Audit dan Sistem Audit.

Pasal 15

(1) Direktur Verifikasi dan Audit atau Kepala Kantor Wilayah wajib memanggil Pimpinan Perusahaan yang akan diaudit atau yang mewakili untuk memberikan penjelasan perihal pelaksanaan audit yang akan dilaksanakan dengan menggunakan formulir sesuai lampiran XI.
(2) Dalam hal audit yang dilaksanakan bersifat investigasi maka pemanggilan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak dilakukan.
(3) Dalam hal Perusahaan tidak memenuhi panggilan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), maka audittetap dilaksanakan.

Pasal 16

Tim Audit bertanggung jawab terhadap :
a. Rencana Audit.
b. Program Audit.
c. Pelaksanaan Audit.
d. Pelaporan Hasil Audit.

Pasal 17

(1) Berdasarkan Surat Tugas, maka Tim Audit wajib segera menyusun Rencana Audit.
(2) Berdasarkan Rencana Audit sebagaimana dimaksud pada ayat (1) Tim Audit wajib menyusun Program Audit yang sekurang-kurangnya mencakup Prosedur Audit, Teknik Audit dan tanggung jawab PMA, PTA serta Auditor.

Pasal 18

(1) Pada hari pertama kunjungan ke Perusahaan, Tim Audit wajib melaksanakan hal-hal sebagai berikut :

a. Memperlihatkan Surat Tugas dan Tanda Pengenal kepada Pimpinan Perusahaan yang diaudit atau yang mewakili;
b. Menyerahkan Surat Pemberitahuan Pelaksanaan Audit dan Daftar Kuesioner kepada Perusahaan yang diaudit atau yang mewakili;
c. Menjelaskan tujuan pelaksanaan audit kepada Pimpinan Perusahaan yang diaudit atau yang mewakili;
d. Meminta Pimpinan Perusahaan yang diaudit atau yang mewakili untuk memberikan penjelasan tentang Sistem Pengendalian Intern (SPI) dan Sistem Akuntansi (SA) Perusahaan.
(2) Berdasarkan penjelasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) butir d, Tim Audit melakukan observasi dan pengujian terhadap pelaksanaan SPI dan SA guna penyempurnaan Program Audit.

Pasal 19

(1) Perusahaan yang menolak untuk diaudit wajib menandatangani Surat Pernyataan Penolakan Diaudit dengan menggunakan formulir sesuai lampiran XII.
(2) Pegawai Perusahaan yang menolak atau yang tidak membantu kelancaran audit wajib menandatangani Surat Pernyataan Penolakan atau Tidak Membantu Kelancaran Audit dengan menggunakan formulir sesuai lampiran XIII.
(3) Dalam hal Perusahaan menolak untuk menandatangani Surat Pernyataan Penolakan Diaudit atau pegawai Perusahaan menolak untuk menandatangani Surat Pernyataan Penolakan atau Tidak Membantu Kelancaran Audit, Tim Audit wajib membuat dan menandatangani Berita Acara Penolakan Diaudit/Berita Acara Penolakan atau Tidak Membantu Kelancaran Audit dengan menggunakan formulir sesuai lampiran XIV.
(4) Terhadap Perusahaan yang menolak untuk diaudit atau pegawai Perusahaan yang menolak atau tidak membantu kelancaran pelaksanaan audit direkomendasikan kepada Direktorat P2 atau Bidang P2 untuk dilakukan tindakan penolakan pelayanan Kepabeanan dan Cukai (pemblokiran) dari segala kegiatan di bidang kepabeanan dan cukai serta tindak lanjutnya sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

Pasal 20

(1) Perusahaan yang diaudit wajib memperlihatkan dan meminjamkan buku, catatan, dan dokumen.
(2) Peminjaman dan pengembalian buku, catatan, dan dokumen dilakukan dengan membuat Surat Peminjaman Buku, Catatan, dan Dokumen; dan Bukti Peminjaman dan Pengembalian Buku, Catatan, dan Dokumen, yang ditandatangani Ketua Auditor dengan menggunakan formulir masing masing sesuai lampiran XV dan XVI.
(3) Buku, catatan, dan dokumen yang dipinjam dapat berupa foto copy dan/atau copy/back up/extract file dengan ketentuan bahwa yang dipinjamkan kepada Tim Audit adalah sesuai dengan aslinya.

Pasal 21

(1) Batas waktu penyerahan buku, catatan, dan dokumen paling lambat 3 (tiga) hari sejak tanggal diterima Surat Peminjaman Buku, Catatan, dan Dokumen sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 ayat (2).
(2) Apabila setelah batas waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (1), perusahan belum dapat/tidak bersedia meminjamkan buku, catatan, dan dokumen, maka kepada Perusahaan yang bersangkutan diberikan Surat Peringatan I.
(3) Sebelum jangka waktu penyerahan yang telah ditentukan dalam Surat Peringatan I terlewati, Perusahaan dapat mengajukan permohonan perpanjangan secara tertulis kepada Direktur Verifikasi dan Audit atau Kepala Kantor Wilayah.
(4) Apabila jangka waktu penyerahan buku, catatan, dan dokumen yang telah ditentukan dalam Surat Peringatan I dan batas ijin perpanjangan waktu terlewati dan Perusahaan masih belum menyerahkannya, maka kepada Perusahaan yang bersangkutan diberikan Surat Peringatan II.
(5) Batas waktu yang diberikan untuk menyerahkan buku, catatan, dan dokumen dalam Surat Peringatan adalah 2 (dua) hari kerja sejak tanggal diterimanya masing-masing Surat Peringatan.
(6) Surat Peringatan I dan II diterbitkan dan ditandatangani oleh Pengawas Mutu Audit dengan menggunakan formulir sesuai lampiran XVII.
(7) Sebelum jangka waktu penyerahan yang telah ditentukan dalam Surat Peringatan II terlewati, Perusahaan dapat mengajukan permohonan perpanjangan secara tertulis kepada Direktur Verifikasi dan Audit atau Kepala Kantor Wilayah.
(8) Berdasarkan permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dan (7), Direktur Verifikasi dan Audit atau Kepala Kantor Wilayah dapat memberikan perpanjangan jangka waktu penyerahan dengan menggunakan formulir sesuai lampiran XVIII.
(9) Apabila jangka waktu penyerahan buku, catatan, dan dokumen yang telah ditentukan dalam Surat Peringatan II terlewati dan Perusahaan belum menyerahkannya tanpa adanya ijin perpanjangan jangka waktu penyerahan sebagaimana dimaksud pada ayat (8), maka Perusahaan dianggap menolak atau tidak membantu kelancaran audit serta dikenai sanksi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 ayat (4).

Pasal 22

Tim Audit dapat melaksanakan penindakan berupa penyegelan tempat atau ruangan dalam hal :

a. Semua upaya persuasif yang dilakukan untuk memasuki tempat atau ruangan yang diduga merupakan tempat penyimpanan buku, catatan, dan dokumen dan barang yang dapat memberikan petunjuk tentang keadaan usaha Perusahaan yang diaudit, tidak memberikan hasil;
b. Ditemukan adanya petunjuk terjadinya tindak pidana.

Pasal 23

(1) Tim Audit wajib membuat Kertas Kerja Audit (KKA).
(2) KKA sekurang-kurangnya memuat prosedur audit yang ditempuh, pengujian yang dilakukan, bukti dan keterangan yang dikumpulkannya dan kesimpulan yang diambilnya.
(3) Tim Audit menyusun DTS dengan menggunakan formulir sesuai lampiran XIX berdasarkan KKA.

Pasal 24

(1) Kepala Sub Direktorat Audit atau Kepala Bidang Audit mengirim DTS dengan Surat Pengantar kepada Perusahaan dengan menggunakan formulir sesuai lampiran XX, dengan disertai Lembar Pernyataan Persetujuan DTS dengan menggunakan formulir sesuai lampiran XXI.
(2) Perusahaan wajib menanggapi DTS secara tertulis dengan cara mengisi dan menandatangani pada kolom yang telah disediakan serta mengirimkan kembali kepada Tim Audit selambat-lambatnya 7 (tujuh) hari kerja terhitung sejak diterimanya Surat Pengantar sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
(3) Apabila diperlukan sebelum memberikan tanggapan, Perusahaan dapat meminta penjelasan secara tertulis atas DTS.
(4) Sebelum batas waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (2) terlewati, Perusahaan dapat mengajukan permohonan perpanjangan jangka waktu penyampaian tanggapan secara tertulis kepada Direktur Verifikasi dan Audit atau Kepala Kantor Wilayah.
(5) Berdasarkan permohonan Perusahaan sebagaimana dimaksud pada ayat (4), Direktur Verifikasi dan Audit atau Kepala Kantor Wilayah dapat memberikan perpanjangan waktu penyampaian tanggapan.
(6) Perpanjangan jangka waktu penyampaian tanggapan hanya diberikan 1 (satu) kali untuk jangka waktu paling lama 7 (tujuh) hari kerja sejak berakhirnya jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dengan menggunakan formulir sesuai lampiran XXII.
(7) Apabila batas waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan (6) terlewati, Perusahaan tetap tidak menyampaikan tanggapan maka Perusahaan dianggap menyetujui seluruh DTS.
(8) DTS sebagaimana dimaksud pada ayat (7) akan ditindaklanjuti dengan penyusunan LHA.

Pasal 25

Disamping mengirimkan tanggapan DTS sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24, Perusahaan wajib :

1. Mengisi dan menandatangani Lembar Pernyataan Persetujuan DTS dan mengirimkan kembali kepada Tim Audit, apabila Perusahaan setuju seluruh DTS.
2. Melampirkan bukti-bukti pendukungnya, apabila Perusahaan tidak setuju atas sebagian atau seluruh DTS.

Pasal 26

(1) Pembahasan Akhir dilakukan dalam hal Perusahaan tidak setuju atas sebagian atau seluruh DTS dan wajib dilaksanakan selambat-lambatnya 7 (tujuh) hari kerja setelah tanggal diterimanya tanggapan Perusahaan.
(2) Kepala Sub Direktorat Audit atau Kepala Bidang Audit mengundang Perusahaan untuk mengadakan Pembahasan Akhir dengan menggunakan formulir sesuai lampiran XXIII.
(3) Pembahasan Akhir dilakukan oleh Tim Audit dengan Pimpinan Perusahaan atau yang mewakili.
(4) Proses Pembahasan Akhir dituangkan dalam Risalah Pembahasan Akhir Hasil Audit dengan menggunakan formulir sesuai lampiran XXIV.
(5) Pembahasan Akhir ditutup dengan Berita Acara Hasil Audit dengan menggunakan formulir sesuai lampiran XXV.
(6) Risalah Pembahasan Akhir Hasil Audit merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Berita Acara Hasil Audit.

Pasal 27

(1) Berita Acara Hasil Audit sebagaimana dimaksud dalam pasal 26 ayat (5) dilampiri dengan :

a. Daftar Temuan Audit yang Dipertahankan dengan menggunakan formulir sesuai lampiran XXVI.
b. Daftar Temuan Audit yang Dibatalkan dengan menggunakan formulir sesuai lampiran XXVII.
c. Daftar Temuan Audit yang Disetujui dengan menggunakan formulir sesuai lampiran XXVIII.
(2) Daftar Temuan Audit yang Dipertahankan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a merupakan temuan audit yang tidak disetujui dan disanggah oleh Perusahaan, namun sanggahan tersebut tidak dapat diterima oleh Tim Audit.
(3) Daftar Temuan Audit yang Dibatalkan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b merupakan temuan audit yang tidak disetujui dan disanggah oleh Perusahaan dan sanggahan tersebut dapat diterima oleh Tim Audit.
(4) Daftar Temuan Audit yang Disetujui sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c merupakan temuan audit yang disetujui oleh Perusahaan.
(5) Perusahaan dan Tim Audit wajib menandatangani Berita Acara Hasil Audit beserta lampirannya sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
(6) Dalam hal Perusahaan menolak untuk menandatangani Berita Acara Hasil Audit sebagaimana dimaksud dalam pasal 26 ayat (5), Tim Audit membuat catatan pada Berita Acara Hasil Audit tentang penolakan dimaksud.

Pasal 28

(1) LHA disusun berdasarkan DTS, Lembar Pernyataan Persetujuan DTS atau Berita Acara Hasil Audit.
(2) LHA dibuat dalam bentuk pendek dan bentuk panjang.
(3) LHA bentuk panjang dibuat sebagaimana lampiran XXIX.
(4) LHA bentuk pendek terdiri dari Bab I LHA bentuk panjang dan KKA terkait untuk tindak lanjut oleh Kantor Pelayanan Bea dan Cukai.

Pasal 29

(1) Direktur Verifikasi dan Audit menerbitkan Surat Tindak Lanjut Hasil Audit atas hasil audit yang dilakukan oleh Direktorat Verifikasi dan Audit yang ditujukan kepada Kepala Kantor Wilayah, dengan menggunakan formulir sesuai lampiran XXX, tembusan kepada Kepala Kantor Pelayanan Bea dan Cukai dan Perusahaan dengan dilampiri LHA bentuk pendek.
(2) Kepala Kantor Wilayah wajib menindaklanjuti Surat Tindak Lanjut Hasil Audit sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dengan menerbitkan Nota Dinas Tindak Lanjut Hasil Audit.
(3) Kepala Kantor Wilayah menerbitkan Nota Dinas Tindak Lanjut Hasil Audit atas hasil audit yang dilakukan Kantor Wilayah yang ditujukan kepada Kepala Kantor Pelayanan Bea dan Cukai dengan tembusan kepada Perusahaan, dengan menggunakan formulir sesuai lampiran XXXI dan dilampiri LHA bentuk pendek.
(4) Tembusan Nota Dinas Tindak Lanjut sebagaimana dimaksud pada ayat (3) ditujukan kepada Direktur Verifikasi dan Audit dengan dilampiri LHA bentuk panjang.
(5) Kepala Kantor Pelayanan Bea dan Cukai wajib menindaklajuti Nota Dinas Tindak Lanjut sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan (3).
(6) Kepala Kantor Pelayanan Bea dan Cukai wajib menyampaikan laporan realisasi pelaksanaan tindak lanjut dimaksud pada ayat (5) kepada Direktur Verifikasi dan Audit serta Kepala Kantor Wilayah .

Pasal 30

(1) Direktorat Verifikasi dan Audit dan Bidang Audit wajib menatausahakan hasil audit serta memantau pelaksanaan tindak lanjutnya.
(2) Kepala Kantor Wilayah membuat Laporan Semester Pelaksanaan Audit dan mengirimkannya kepada Direktur Jenderal Bea dan Cukai u.p. Direktur Verifikasi dan Audit paling lambat 10 (sepuluh) hari sejak berakhirnya semester, dengan menggunakan formulir sesuai lampiran XXXII.

Pasal 31

Semua data dan informasi yang diperoleh dari Perusahaan merupakan rahasia jabatan.

BAB V
PENUTUP

Pasal 32

Dengan berlakunya keputusan ini, maka Keputusan Direktur Jenderal Bea dan Cukai Nomor : Kep-35/BC/1997 tanggal 1 April 1997 tentang Tata Laksana Audit di Bidang Kepabeanan dan Cukai pada Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Bea dan Cukai dinyatakan dicabut dan tidak berlaku lagi.

Pasal 33

(1) Hal-hal yang belum cukup diatur dalam keputusan ini, akan diatur lebih lanjut oleh Direktur Jenderal.
(2) Keputusan ini berlaku sejak tanggal ditetapkan dan apabila dikemudian hari ternyata terdapat kekeliruan, akan dilakukan perbaikan sebagaimana mestinya.

Ditetapkan di Jakarta
Pada tanggal 2000
Direktur Jenderal

Dr. R.B. Permana Agung D., MSc.
NIP. 060044475

Reading: Keputusan Dirjen Bea dan Cukai – KEP 12/BC/2000