Resources / Regulation / Keputusan Menteri Keuangan

Keputusan Menteri Keuangan – 376/KMK.01/1998

Menimbang :

  1. bahwa dalam upaya untuk lebih meningkatkan pengurusan Piutang Negara yang berhasil guna dan berdaya guna, Keputusan Menteri Keuangan Nomor 293/KMK.09/1993 tanggal 27 Februari 1993 tentang Pengurusan Piutang Negara, perlu ditinjau kembali karena sudah tidak sesuai lagi dengan perkembangan keadaan;
  2. bahwa sehubungan dengan hal tersebut di atas, dipandang perlu untuk mengatur dan menetapkan pelaksanaan Pengurusan Piutang Negara dengan Keputusan Menteri Keuangan;

Mengingat :

  1. Undang-Undang Nomor 49 Prp. Tahun 1960 tentang Panitia Urusan Piutang Negara (Lembaran Negara Tahun 1960 Nomor 156, Tambahan Lembaran Negara Nomor 2104);
  2. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan (Lembaran Negara Tahun 1992 Nomor 31, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3472);
  3. Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1992 tentang Keimigrasian (Lembaran Negara Tahun 1992 Nomor 33, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3437);
  4. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 1997 tentang Penerimaan Negara Bukan Pajak (Lembaran Negara Tahun 1997 Nomor 43, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3687);
  5. Keputusan Presiden Nomor 11 Tahun 1976 tentang Panitia Urusan Piutang Negara dan Badan Urusan Piutang Negara;
  6. Keputusan Presiden Nomor 21 Tahun 1991 tentang Badan Urusan Piutang dan lelang Negara;
  7. Keputusan Presiden Nomor 122/M Tahun 1998;
  8. Keputusan Menteri Keuangan Nomor 940/KMK.01/1991 tentang Organisasi dan Tata Kerja Badan Urusan Piutang dan Lelang Negara sebagaimana telah diubah dengan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 2/KMK.01/1997;

MEMUTUSKAN :

Menetapkan :

KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA TENTANG PENGURUSAN PIUTANG NEGARA.

BAB I
KETENTUAN UMUM

Pasal 1

Yang dimaksud dalam Keputusan ini dengan :

  1. Piutang Negara adalah sejumlah uang yang wajib dibayar kepada Negara atau Badan-badan baik secara langsung maupun tidak langsung dikuasai oleh Negara, berdasarkan suatu perjanjian, peraturan atau sebab apapun.
  2. Piutang Macet adalah piutang yang sampai pada suatu saat sejak piutang tersebut jatuh tempo tidak dilunasi oleh Penanggung Hutang sebagaimana mestinya sesuai dengan perjanjian, peraturan atau sebab apapun yang menimbulkan piutang tersebut.
  3. Badan adalah Badan Urusan Piutang dan Lelang Negara.
  4. Panitia adalah Panitia Urusan Piutang Negara.
  5. Kanwil adalah Kantor Wilayah Badan Urusan Piutang dan Lelang Negara.
  6. Kantor Pelayanan adalah Kantor Pelayanan Pengurusan Piutang Negara pada Badan Urusan Piutang dan Lelang.
  7. Penyerah Piutang adalah Instansi Pemerintah, Badan Negara baik tingkat Pusat maupun Daerah termasuk Pemerintah Daerah dan Badan Usaha yang jumlah sahamnya dimiliki Negara atau dimiliki Badan Usaha Milik Negara/Badan Usaha Milik Daerah (BUMN/BUMD) sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku.
  8. Penanggung Hutang adalah orang atau badan yang berhutang menurut perjanjian, peraturan atau sebab apapun yang menimbulkan hutang kepada Negara.
  9. Penjamin Hutang adalah orang atau badan yang menjamin penyelesaian sebagian atau seluruh hutang Penanggung Hutang.
  10. Surat Penerimaan Pengurusan Piutang Negara (SP3N) adalah surat yang ditandatangani oleh Ketua Panitia yang menyatakan penerimaan penyerahan pengurusan Piutang Negara dari Penyerah Piutang.
  11. Pernyataan Bersama adalah surat pernyataan pengukuhan hutang yang dibuat dan ditandatangani oleh Ketua Panitia dan Penanggung Hutang dan dapat dengan Penjamin Hutang yang berkepala Demi Keadilan Berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa yang memuat jumlah hutang yang wajib dibayar kepada Negara dan syarat-syarat penyelesaiannya.
  12. Surat Paksa adalah surat perintah yang berkepala Demi Keadilan Berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa yang dikeluarkan oleh Ketua Panitia kepada Penanggung Hutang/Penjamin Hutang untuk membayar sekaligus seluruh hutangnya kepada Negara berdasarkan Undang-Undang Nomor 49 Prp. Tahun 1960.
  13. Juru sita Piutang Negara adalah Pegawai Badan yang diangkat oleh atau atas kuasa Menteri Keuangan untuk melakukan tugas ke jurusitaan.
  14. Tim Penaksir adalah tim yang dibentuk dan ditetapkan oleh Kepala Kantor Pelayanan untuk melakukan penilaian dan menetapkan harga taksasi atas barang jaminan dan harta kekayaan lain milik Penanggung Hutang/Penjamin Hutang.
  15. Harga Taksasi adalah harga yang ditetapkan oleh Tim Penaksir atas suatu barang berdasarkan pedoman penetapan harga taksasi.
  16. Harga Limit adalah harga yang ditetapkan oleh Kepala Kantor Pelayanan berdasarkan Harga Taksasi yang dilakukan dan disampaikan oleh Tim Penaksir atau perusahaan jasa penilai dan merupakan harga yang mana barang yang dilelang dapat di lepas/dijual.

BAB II
PENYERAHAN, PENERIMAAN, PENOLAKAN DAN PENGEMBALIAN PENGURUSAN PIUTANG NEGARA

Bagian Pertama
Penyerahan Pengurusan Piutang Negara

Pasal 2

(1) Piutang yang telah jatuh tempo dari Penyerah Piutang pada tingkat pertama diselesaikan oleh Penyerah Piutang yang bersangkutan.
(2)

Dalam hal penyelesaian piutang sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) tidak berhasil Penyerah Piutang yang bersangkutan wajib menyerahkan pengurusan piutang tersebut kepada Panitia.

Pasal 3

Penyerahan pengurusan piutang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 disampaikan kepada Panitia melalui Badan disertai data/dokumen sebagai berikut :

  1. Penjelasan singkat mengenai piutang yang memuat identifikasi dan keadaan usaha Penanggung Hutang/Penjamin Hutang, Uraian singkat terjadinya piutang dan sebab-sebab kemacetannya, kondisi atau keadaan barang jaminan dan upaya-upaya penyelesaian piutang yang telah dilakukan sesuai dengan ketentuan yang berlaku;
  2. Perikatan, peraturan dan atau dokumen lainnya yang membuktikan adanya piutang;
  3. Rekening Koran, mutasi piutang atau dokumen lainnya yang memuat jumlah piutang dengan rincian hutang pokok, bunga, beban-beban dan atau kewajiban keuangan lainnya sesuai dengan ketentuan yang berlaku;
  4. Identitas Penanggung Hutang/Penjamin Hutang;
  5. Daftar dan dokumen barang jaminan serta pengikatannya dalam hal piutang yang diserahkan masih didukung oleh barang jaminan;
  6. Surat pemberitahuan kepada Penanggung Hutang/Penjamin Hutang yang menyatakan bahwa pengurusan hutangnya diserahkan kepada Panitia;
  7. Surat Pernyataan Kesanggupan/Kesediaan Penyerah Piutang untuk meroya hipotik/crediet verband/hak tanggungan;
  8. Data/dokumen lainnya yang dianggap perlu oleh Penyerah Piutang.

Pasal 4

Batas minimal besarnya Piutang Negara yang diserahkan pengurusannya kepada Panitia adalah Rp.2.000.000,00 (dua juta rupiah) untuk setiap kasus dengan ketentuan bahwa batas minimal dimaksud tidak berlaku bagi piutang Instansi Pemerintah dan Badan Negara baik tingkat Pusat maupun Daerah.

Bagian Kedua
Penerimaan dan Penolakan Pengurusan Piutang Negara

Pasal 5

(1)

Kantor Pelayanan meneliti syarat-syarat penyerahan pengurusan Piutang Macet yang harus dipenuhi oleh Penyerah Piutang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3.

(2)

Dalam hal hasil penelitian sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) memenuhi persyaratan atau dari data/dokumen yang diserahkan dapat dibuktikan adanya dan besarnya Piutang Negara, Panitia menerima penyerahan pengurusan Piutang Macet dari Penyerah Piutang dengan menerbitkan Surat Penerimaan Pengurusan Piutang Negara (SP3N).

(3)

Dalam hal kelengkapan syarat-syarat penyerahan pengurusan Piutang Negara tidak dapat dipenuhi oleh Penyerah Piutang sehingga tidak dapat dibuktikan adanya dan besarnya Piutang Negara, Kantor Pelayanan menolak untuk menerima penyerahan pengurusan Piutang Negara, dengan menerbitkan Surat Penolakan Pengurusan Piutang Negara.

Pasal 6

(1)

Dengan diterbitkan SP3N sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (2), pengurusan Piutang Negara beralih kepada Panitia dan penyelenggaraan pelaksanaan pengurusan Piutang Negara dimaksud dilakukan oleh Badan.

(2)

Dengan beralihnya pengurusan Piutang Negara kepada Panitia sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), Penyerah Piutang wajib menyerahkan semua dokumen asli kepemilikan barang jaminan dan pengikatannya kepada Kantor Pelayanan.

Bagian Ketiga
Pengembalian Pengurusan Piutang Negara

Pasal 7

(1)

Dalam hal terhadap kasus Piutang Negara yang sedang dilakukan pengurusan oleh Badan dalam perkembangan selanjutnya diselesaikan oleh instansi lain yang berwenang, maka atas pengurusan Piutang Negara tersebut menjadi tidak memenuhi syarat untuk dilanjutkan pengurusannya serta dikembalikan kepada Penyerah Piutang.

(2)

Sepanjang barang jaminan telah diikat secara sempurna, walaupun ada pernyataan pailit, pengurusan Piutang Negara tetap dilaksanakan seolah-olah tidak ada kepailitan.

BAB III
PELAKSANAAN PENGURUSAN PIUTANG NEGARA

Bagian Pertama
Penetapan Besarnya Piutang Negara

Pasal 8

Dalam menetapkan besarnya Piutang Negara, Kantor Pelayanan melakukan penelitian terhadap adanya dan besarnya Piutang Negara tersebut berdasarkan data/dokumen sebagaimana dimaksud dalam Pasal (3), serta melakukan penelitian terhadap Penanggung Hutang dan pihak-pihak yang mengikatkan diri sebagai Penjamin Hutang.

Pasal 9

(1) Penetapan besarnya Piutang Negara perbankan didasarkan atas peraturan kolektibilitas kredit perbankan yang berlaku.
(2) Dalam menetapkan besarnya Piutang Negara sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), maka :
  1. Pembayaran angsuran yang dilakukan oleh Penanggung Hutang setelah piutang dinyatakan macet diperhitungkan sebagai pengurangan;
  2. Biaya pengamanan barang jaminan berupa polis asuransi, pemasangan hipotik/crediet verband/hak tanggungan, perpanjangan hak atas tanah yang masa berlakunya telah habis, pengukuhan hak atas tanah dan biaya-biaya lainnya sesuai yang diperjanjikan diperhitungkan sebagai penambahan.

Pasal 10

(1)

Penetapan besarnya Piutang Negara non perbankan didasarkan atas perhitungan pada saat piutang tersebut jatuh tempo, dengan ketentuan dalam hal Penyerah Piutang memperhitungkan adanya bunga, denda dan/atau beban lainnya sesuai dengan perjanjian atau peraturan perundang-undangan yang berlaku, maka dalam penetapan besarnya Piutang Negara hanya dapat diperhitungkan pembebanan bunga, denda dan/atau beban lainnya paling lama 6 (enam) bulan setelah jatuh tempo, kecuali ditetapkan tersendiri berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan hal itu.

(2) Dalam menetapkan besarnya Piutang Negara sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), maka :
  1. Pembayaran angsuran yang dilakukan oleh Penanggung Hutang setelah piutang dinyatakan macet diperhitungkan sebagai pengurangan;
  2. Biaya pengamanan barang jaminan berupa polis asuransi, pemasangan hipotik/crediet verband/hak tanggungan, perpanjangan hak atas tanah yang masa berlakunya telah habis, pengukuhan hak atas tanah dan biaya-biaya lainnya sesuai yang diperjanjikan diperhitungkan sebagai penambahan.

Bagian Kedua
Panggilan

Pasal 11

(1) Kantor Pelayanan melakukan pemanggilan secara tertulis kepada Penanggung Hutang/Penjamin Hutang dalam rangka pembuatan Pernyataan Bersama.
(2)

Dalam hal Penanggung Hutang/Penjamin Hutang tidak memenuhi ketentuan yang ditetapkan dalam surat panggilan, Kantor Pelayanan melakukan panggilan kedua (terakhir).

Pasal 12

Dalam hal Penanggung Hutang/Penjamin Hutang menghilang atau tidak mempunyai tempat tinggal atau tempat kediaman yang dikenal di Indonesia, Kantor Pelayanan melakukan pemanggilan melalui surat kabar harian dan/atau media massa lainnya.

Bagian Ketiga
Pernyataan Bersama

Pasal 13

(1)

Untuk memperoleh kepastian besarnya Piutang Negara yang wajib diselesaikan Penanggung Hutang serta syarat-syarat penyelesaiannya, Kantor Pelayanan melakukan wawancara dengan Penanggung Hutang/Penjamin Hutang yang hasilnya dituangkan dalam Pernyataan Bersama yang ditandatangani oleh Panitia dan Penanggung Hutang dan dapat dengan Penjamin Hutang.

(2) Pernyataan Bersama mempunyai kekuatan pelaksanaan seperti suatu putusan hakim dalam perkara perdata yang mempunyai kekuatan hukum pasti.

(3) Jangka waktu penyelesaian hutang yang ditetapkan dalam Pernyataan Bersama paling lama 12 (dua belas) bulan.

(4)

Pengecualian atas jangka waktu sebagaimana dimaksud dalam ayat (3) hanya dapat dipertimbangkan bilamana Penanggung Hutang masih memiliki kemampuan untuk penyelesaian Piutang Negara berdasarkan persetujuan dari Kepala Kanwil.

(5)

Dalam hal Penanggung Hutang/Penjamin Hutang mengakui jumlah hutang namun tidak sanggup menyelesaikan hutang dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud dalam ayat (3), Pernyataan Bersama tetap dapat dibuat yang berisi tentang kepastian adanya dan besarnya piutang negara.

Pasal 14

Dalam hal Pernyataan Bersama tidak dapat dibuat karena Penanggung Hutang/Penjamin Hutang tidak memenuhi panggilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 atau Pasal 12 atau Penanggung Hutang/Penjamin Hutang menolak menandatangani Pernyataan Bersama tanpa alasan yang sah, Panitia menetapkan jumlah Piutang Negara yang wajib dilunasi oleh Penanggung Hutang/Penjamin Hutang dengan menerbitkan surat penetapan jumlah piutang negara.

Pasal 15

(1) Penyelesaian pembayaran Piutang Negara yang ditetapkan dalam Pernyataan Bersama dapat dilakukan dengan tunai atau dengan mengangsur.

(2) Dalam hal pembayaran dilakukan dengan cara mengangsur, pelaksanaan pembayaran dilakukan setiap bulan, setiap triwulan atau setiap semester.

(3)

Pelaksanaan pembayaran Piutang Negara dilakukan melalui Bank yang ditunjuk, kecuali Penanggung Hutang/Penjamin Hutang menghendaki melakukan pembayaran di Kantor Pelayanan setempat.

(4)

Dalam hal Penanggung Hutang/Penjamin Hutang tidak memenuhi ketentuan yang ditetapkan dalam pernyataan Bersama, Kantor Pelayanan memberikan peringatan tertulis kepada Penanggung Hutang/Penjamin Hutang untuk memenuhi kewajibannya yang ditetapkan dalam Pernyataan Bersama.

Pasal 16

(1)

Terhadap besarnya Piutang Negara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 dan Pasal 10 dapat diberikan pengecualian berupa pemberian keringanan baik yang menyangkut jumlah hutang atas bunga, denda dan biaya-biaya dan/atau jangka waktu pembayaran hutang melebihi dari 12 (dua belas) bulan.

(2)

Pemberian keringanan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) hanya diberikan apabila cara tersebut lebih menguntungkan daripada cara penyelesaian lainnya.

(3)

Pertimbangan yang lebih menguntungkan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) dapat diperoleh melalui penilaian atas kondisi usaha, nilai barang jaminan yang tidak menutup jumlah hutang serta cara pembayaran terhadap jumlah hutang.

(4)

Dalam hal usaha Penanggung Hutang masih berjalan dan mempunyai harapan untuk berkembang, maka dapat diberikan keringanan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dengan ketentuan Penanggung Hutang dapat menyelesaikan hutangnya.

(5)

Kepala Badan diberi kewenangan untuk memberikan keringanan hutang sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan wewenang tersebut dapat di delegasikan kepada Kepala Kanwil dan/atau Kepala Kantor Pelayanan.

Bagian Keempat
Barang Jaminan Yang Diikat Sempurna

Pasal 17

Dalam hal barang jaminan telah diikat secara sempurna, maka proses pengurusannya dapat dilaksanakan terlebih dahulu sesuai hukum pengikatan jaminan yang berlaku sebagai bagian penyelesaian dari seluruh hutang Penanggung Hutang tanpa menunggu diterbitkannya Pernyataan Bersama atau surat penetapan jumlah piutang negara.

Bagian Kelima
Penataan dan Pengamanan Barang Jaminan

Pasal 18

Kantor Pelayanan melakukan penataan dan pengamanan barang jaminan Piutang Negara baik fisik maupun dokumennya.

Pasal 19

(1)

Kantor Pelayanan dapat melakukan pemblokiran barang jaminan dan/atau harta kekayaan milik Penanggung Hutang/Penjamin Hutang melalui instansi yang berwenang.

(2)

Kantor Pelayanan mencabut pemblokiran barang jaminan dan/atau harta kekayaan milik Penanggung Hutang/Penjamin Hutang sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), dalam hal :

  1. Piutang Negara telah lunas; atau
  2. Pengurusan Piutang Negara dinyatakan selesai; atau
  3. Barang jaminan dan/atau harta kekayaan dimaksud tidak/atau tidak lagi menjadi milik Penanggung Hutang/Penjamin Hutang.

Bagian Keenam
Pencegahan Bepergian Ke Luar Negeri

Pasal 20

(1) Untuk pengamanan dan kelancaran pelaksanaan pengurusan Piutang Negara, penanggung Hutang/Penjamin Hutang dapat dicegah untuk bepergian ke luar negeri sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku.

(2) Tindakan pencegahan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan dengan mempertimbangkan segi efektifitas dan efisiensi dalam pengurusan piutang negara.

(3) Terhadap tindakan pencegahan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dapat diberikan penangguhan sementara dengan pertimbangan karena menjalankan tugas negara, melaksanakan ibadah agama atau karena adanya kebutuhan perawatan/pengobatan di luar negeri.

Bagian Ketujuh
Surat Paksa

Pasal 21

Penagihan sekaligus dengan Surat Paksa dilakukan dalam hal :

  1. Penanggung Hutang/Penjamin Hutang tidak memenuhi kewajiban yang ditetapkan dalam Pernyataan Bersama, setelah terlebih dahulu diberi peringatan tertulis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (4).
  2. Pernyataan Bersama tidak dapat dibuat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14.

Pasal 22

(1) Panitia menerbitkan Surat Paksa yang ditandatangani oleh Ketua Panitia.

(2)

Surat Paksa diberitahukan oleh Jurusita Piutang Negara kepada Penanggung Hutang/Penjamin Hutang di tempat tinggal atau tempat kediaman Penanggung Hutang/Penjamin Hutang.

(3)

Dalam Hal Penanggung Hutang/Penjamin Hutang tidak mempunyai tempat tinggal atau tempat kediaman yang dikenal di Indonesia atau menghilang, Surat Paksa diberitahukan dengan menempelkan salinan Surat Paksa tersebut pada pintu utama Kantor Pelayanan atau dimuat dalam surat kabar harian.

Bagian Kedelapan
Penyitaan

Pasal 23

(1) Panitia menerbitkan Surat Perintah Penyitaan yang ditanda tangani oleh Ketua Panitia.

(2)

Penyitaan atas barang jaminan dan/atau harta kekayaan milik Penanggung Hutang/Penjamin Hutang dilakukan apabila ketentuan dalam surat paksa tidak dipenuhi oleh Penanggung Hutang/Penjamin Hutang.

(3)

Penyitaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) dilaksanakan oleh Jurusita Piutang Negara dengan disaksikan oleh 2 (dua ) orang saksi yang telah berumur 21 (dua puluh satu) Tahun atau telah menikah dan dituangkan dalam berita acara penyitaan serta harus diumumkan sesuai dengan ketentuan sebagaimana diatur dalam Undang-undang Nomor 49 Prp. Tahun 1960.

Pasal 24

(1) Panitia menerbitkan surat perintah pengangkatan penyitaan yang ditandatangani oleh Ketua Panitia.
(2) Pengangkatan Penyitaan dilakukan dalam hal :
  1. Piutang Negara telah lunas; atau
  2. Pengurusan Piutang Negara dinyatakan selesai; atau
  3. Barang jaminan dan/atau harta kekayaan dimaksud tidak atau tidak lagi merupakan barang jaminan piutang negara.

Bagian Kesembilan
Pelelangan

Pasal 25

(1) Panitia menerbitkan surat perintah penjualan barang sitaan yang ditandatangani oleh Ketua Panitia.

(2)

Pelelangan barang sitaan dilakukan apabila Penanggung Hutang/Penjamin Hutang tidak menyelesaikan hutangnya kepada Negara, sebagaimana ditetapkan dalam berita acara penyitaan.

(3)

Pelelangan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) diumumkan dalam surat kabar harian dan/atau media massa lainnya serta dilaksanakan oleh Kantor Pelayanan melalui kantor lelang negara.

(4)

Dalam hal terdapat beberapa barang sitaan, yang diperkirakan nilai barang tersebut masing-masing akan terjual melebihi nilai piutang negara yang diurus, maka pelelangan atas barang-barang tersebut dilakukan sesuai dengan urutan-urutan yang diminta secara tertulis oleh Penanggung Hutang kepada Kantor Pelayanan sebelum pelaksanaan lelang.

(5)

Dalam hal Penanggung Hutang tidak mengajukan permintaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (4), Kantor Pelayanan dapat menentukan urutan-urutan pelelangan atas barang-barang dimaksud.

Pasal 26

Pelelangan barang sitaan pada prinsipnya tidak dapat ditunda kecuali adanya penetapan Pengadilan atau persyaratan lelang tidak dipenuhi atau adanya pertimbangan pembayaran dalam penyelesaian hutang yang besarnya ditetapkan oleh Kepala Badan dengan memperhatikan nilai barang jaminan.

Pasal 27

Pelaksanaan lelang barang jaminan pada prinsipnya tidak dapat dibatalkan kecuali Penanggung Hutang/Penjamin Hutang melunasi hutang atau barang yang akan dilelang disita pidana atau barang yang akan dilelang musnah atau barang jaminan telah dicairkan diluar lelang.

Pasal 28

(1)

Harga Limit barang sitaan yang akan dilelang ditetapkan oleh Kepala Kantor Pelayanan dengan berpedoman kepada harga taksasi yang dibuat oleh Tim Penaksir dengan memperhatikan kondisi dan perkembangan pasar barang jaminan yang bersangkutan.

(2)

Untuk barang-barang yang spesifik dan penilaiannya memerlukan keahlian khusus, Harga Limit sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) ditetapkan dengan berpedoman pada hasil penilaian perusahaan jasa penilai.

(3)

Dalam hal pelaksanaan ayat (1) dan ayat (2) di atas, Kepala Kantor Pelayanan melaporkan kegiatannya secara tertulis kepada Kepala Kanwil selaku atasan langsungnya.

Pasal 29

(1) Harga Taksasi dan Harga Limit hanya berlaku selama 6 (enam) bulan terhitung mulai tanggal ditetapkan oleh Tim Penaksir atau Perusahaan Jasa Penilai.

(2)

Harga Taksasi dan Harga Limit sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dapat diperpanjang oleh Kepala Kantor Pelayanan sampai dengan 1 (satu) tahun dengan pertimbangan karena belum ada perkembangan/perubahan harga yang berarti.

(3)

Harga Taksasi dan Harga Limit sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dapat ditinjau ulang oleh Kepala Kantor Pelayanan kurang dari 6 (enam) bulan bila dianggap perlu.

Bagian Kesepuluh
Pencairan dan Penebusan Barang Jaminan

Pasal 30

(1)

Penanggung Hutang dapat mencairkan/memindahtangankan barang jaminan untuk penyelesaian Piutang Negara dengan persetujuan Kepala Kantor Pelayanan.

(2)

Pencairan/pemindahtanganan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) berpedoman pada harga yang ditetapkan oleh Tim Penaksir atau perusahaan jasa penilai.

(3)

Dalam hal atas barang jaminan belum diterbitkan surat perintah penjualan barang sitaan, pencairan/pemindahtanganan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) harus memperoleh persetujuan terlebih dahulu dari Ketua Panitia.

Pasal 31

(1)

Pihak ketiga sebagai pemilik barang jaminan dapat melakukan pencairan/pemindahtanganan/penebusan barang miliknya yang diikat sebagai jaminan Piutang Negara, jika harga pencairan/pemindahtanganan/penebusan sebesar nilai pengikatan hipotik/crediet verband/hak tanggungan dan harus mendapat persetujuan Kepala Kantor Pelayanan.

(2)

Dalam hal pemilik barang jaminan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) telah melunasi harga penebusan, maka penyerah piutang wajib meroya hipotik/crediet verband/hak tanggungan.

(3)

Dalam hal penebusan dan/atau pencairan barang jaminan nilainya di bawah nilai hipotik/crediet verband/hak tanggungan pada prinsipnya ditolak kecuali dapat dibuktikan bahwa nilainya dibawah nilai hipotik/crediet verband/hak tanggungan berdasarkan hasil perhitungan Tim Penaksir atau perusahaan jasa penilai.

(4) Penebusan sebagaimana dimaksud dalam ayat (3) dilaksanakan dengan persetujuan Penyerah Piutang.

Bagian Kesebelas
Pernyataan Pelunasan dan Penyelesaian Pengurusan Piutang Negara

Pasal 32

Kepala Kantor Pelayanan segera menerbitkan surat pernyataan piutang negara lunas, jika Penanggung Hutang telah melunasi seluruh hutang yang wajib diselesaikan kepada Negara.

Pasal 33

Kepala Kantor Pelayanan segera menerbitkan surat pernyataan pengurusan piutang negara selesai dalam hal Penyerah Piutang menarik kembali pengurusan Piutang Negara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 37.

Bagian Keduabelas
Piutang Negara Yang Untuk Sementara Belum Dapat Ditagih

Pasal 34

(1)

Suatu Piutang Negara ditetapkan sebagai Piutang Negara yang untuk sementara belum dapat ditagih, jika setelah dilakukan pengurusan masih terdapat sisa Piutang Negara, namun Penanggung Hutang/Penjamin Hutang tidak mempunyai kemampuan untuk menyelesaikan sisa hutangnya dan barang jaminan tidak ada atau telah dicairkan/dilelang atau tidak lagi mempunyai nilai ekonomis atau bermasalah yang sulit diselesaikan.

(2)

Penetapan suatu piutang negara yang untuk sementara belum dapat ditagih, harus diberitahukan secara tertulis oleh Kepala Kantor Pelayanan kepada Penyerah Piutang.

(3)

Pengurusan piutang negara yang untuk sementara belum dapat ditagih akan dilanjutkan bilamana dalam perkembangan selanjutnya Penanggung Hutang/Penjamin Hutang memiliki kemampuan untuk menyelesaikan hutangnya dengan memperhatikan ketentuan perundang-undangan yang berlaku.

(4)

Penetapan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) dapat dipergunakan sebagai dasar bagi Penyerah Piutang untuk mengusulkan penghapus bukuan piutang dari pembukuan Penyerah Piutang sesuai prosedur yang berlaku bagi Penyerah Piutang yang bersangkutan.

Bagian Ketigabelas
Pengusutan

Pasal 35

(1)

Dalam upaya penyelesaian Piutang Negara, kantor Pelayanan dapat melakukan pengusutan untuk memperoleh informasi atas usaha dan/atau harta kekayaan atau kemampuan Penanggung Hutang.

(2) Pengusutan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilaksanakan dengan memperhatikan prinsip efisiensi dan efektivitasnya.

Bagian Keempatbelas
Penyanderaan (Gijzeling) atau Paksa Badan (Lijfsdwang)

Pasal 36

(1) Ketua Panitia dapat menerbitkan surat perintah penyanderaan (Gijzeling) atau paksa badan (Lijfsdwang).

(2)

Kantor Pelayanan atas dasar surat perintah penyanderaan atau paksa badan melakukan penyanderaan atau paksa badan terhadap diri Penanggung Hutang/Penjamin Hutang.

(3) Surat perintah penyanderaan atau paksa badan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) hanya dapat diterbitkan dalam hal :
  1. Jumlah Piutang Negara sekurang-kurangnya Rp. 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah),dan
  2. Hasil pengusutan Kantor Pelayanan menunjukkan bahwa Penanggung Hutang/Penjamin Hutang mempunyai kemampuan untuk menyelesaikan hutangnya, tetapi Penanggung Hutang/Penjamin Hutang nyata-nyata tidak memperlihatkan itikat baik untuk menyelesaikannya.
(4)

Surat perintah penyanderaan atau paksa badan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) harus terlebih dahulu memperoleh izin dari kepala kejaksaan tinggi setempat dan persetujuan dari Ketua Panitia Pusat.

Bagian Kelimabelas
Penarikan Kembali Piutang Negara

Pasal 37

(1) Penyerah Piutang dapat menarik kembali pengurusan Piutang Negara untuk menyehatkan usaha Penanggung Hutang dengan persetujuan Ketua Panitia.

(2)

Untuk penarikan kembali sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), Penyerah Piutang menyampaikan usul rencana penyehatan yang memuat analisis kelayakan usaha Penanggung Hutang dan kemampuan Penanggung Hutang untuk menyelesaikan hutang.

(3) Penarikan kembali pengurusan Piutang Negara sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) hanya dapat dilakukan 1 (satu) kali untuk setiap kasus Piutang Negara.

BAB IV
BIAYA ADMINISTRASI PENGURUSAN PIUTANG NEGARA

Pasal 38

(1) Setiap pengurusan Piutang Negara dipungut biaya administrasi pengurusan piutang negara.

(2)

Biaya administrasi pengurusan piutang negara dibebankan kepada Penanggung Hutang/Penjamin Hutang dan dikenakan terhitung mulai tanggal SP3N diterbitkan.

(3)

Biaya administrasi pengurusan piutang negara merupakan Penerimaan Negara Bukan Pajak dan harus disetorkan ke Kas Negara sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

(4)

Biaya administrasi pengurusan piutang negara dikenakan dari jumlah hutang yang wajib dilunasi/diselesaikan oleh Penanggung Hutang/Penjamin Hutang tidak termasuk biaya-biaya yang dikeluarkan sebagaimana dimaksud dalam pasal 10 ayat (2) huruf b dan pasal 11 ayat (2) huruf b.

Pasal 39

(1) Besarnya Biaya Administrasi Pengurusan Piutang Negara ditetapkan sebagai berikut :
  1. 1% (satu persen) dari jumlah hutang yang wajib dilunasi/diselesaikan, bagi Penanggung Hutang/Penjamin Hutang yang melunasi hutangnya paling lambat 3 (tiga) bulan terhitung mulai tanggal SP3N diterbitkan;
  2. 10% (sepuluh persen) dari jumlah hutang yang wajib dilunasi/diselesaikan, bagi Penanggung Hutang/Penjamin Hutang yang melunasi hutangnya melampaui 3 (tiga) bulan setelah SP3N diterbitkan.
(2)

Biaya Administrasi Pengurusan Piutang Negara dipungut dari setiap pembayaran yang dilakukan oleh Penanggung Hutang/Penjamin Hutang sesuai persentase sebagaimana dimaksud dalam ayat (1).

Pasal 40

(1)

Biaya Administrasi Pengurusan Piutang Negara untuk penarikan kembali pengurusan Piutang Negara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 37, ditetapkan sebesar 2 1/2 % (dua setengah persen) dari sisa jumlah hutang yang wajib dilunasi/diselesaikan oleh Penanggung Hutang/Penjamin Hutang.

(2) Pengembalian kasus sebagaimana dimaksud dalam pasal 7 tidak dikenakan biaya administrasi pengurusan piutang negara.

BAB V
PENGHAPUSAN PIUTANG NEGARA

Pasal 41

Kepala Badan dapat memberikan pertimbangan mengenai usul penghapusan Piutang Negara kepada instansi pemerintah dan/atau badan-badan negara yang bersangkutan berdasarkan peraturan perundangan-undangan yang berlaku serta kebijaksanaan yang ditetapkan Menteri Keuangan.

BAB VI
KERJASAMA DENGAN PIHAK KETIGA

Pasal 42

(1)

Dalam rangka melaksanakan tugasnya, Badan dapat melakukan kerjasama dengan instansi pemerintah dan pihak ketiga lainnya yang mempunyai keahlian di bidang pengelolaan asset yang meliputi :

  1. Pemeriksaan barang jaminan;
  2. Penilaian barang jaminan;
  3. Pengelolaan barang jaminan
  4. Pemasaran barang jaminan;
(2)

Selain kerjasama sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) Badan dapat melakukan kerjasama dalam bentuk lainnya yang berkaitan dengan pelayanan dan pengurusan piutang.

BAB VII
KETENTUAN PERALIHAN

Pasal 43

Terhadap kasus piutang negara yang pengurusannya belum selesai dilaksanakan, selanjutnya diselesaikan menurut ketentuan dalam keputusan ini.

BAB VIII
KETENTUAN PENUTUP

Pasal 44

Dengan berlakunya Keputusan ini, maka Keputusan Menteri Keuangan Nomor 293/KMK.09/1993 tanggal 27 Februari 1993 dan segala ketentuan pelaksanaannya yang bertentangan dengan Keputusan ini dinyatakan tidak berlaku.

Pasal 45

Pelaksanaan teknis Keputusan ini diatur oleh Ketua Panitia dan/atau Kepala Badan.

Pasal 46

Keputusan ini mulai berlaku sejak tanggal ditetapkan.

Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Keputusan ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.

Ditetapkan di Jakarta
Pada tanggal 31 Juli 1998
MENTERI KEUANGAN,

ttd

BAMBANG SUBIANTO

Reading: Keputusan Menteri Keuangan – 376/KMK.01/1998