Resources / Regulation / Keputusan Menteri Keuangan

Keputusan Menteri Keuangan – 425/KMK.06/2003

Menimbang :

  1. bahwa dalam rangka menyesuaikan dengan perkembangan yang terjadi dalam industri perasuransian nasional, perlu dilakukan penyesuaian secara menyeluruh terhadap ketentuan mengenai Perizinan dan Penyelenggaraan Kegiatan Usaha Perusahaan Penunjang Usaha Asuransi sebagaimana diatur dalam Keputusan Menteri Keuangan Nomor 226/KMK.017/1993 Tahun 1993;
  2. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, perlu menetapkan Keputusan Menteri Keuangan tentang Perizinan dan Penyelenggaraan Kegiatan Usaha Perusahaan Penunjang Usaha Asuransi;

Mengingat :

  1. Undang-undang Nomor 2 Tahun 1992 tentang Usaha Perasuransian (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1992 Nomor 13, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3467);
  2. Peraturan Pemerintah Nomor 73 Tahun 1992 tentang Penyelenggaraan Usaha Perasuransian (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1992 Nomor 120, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3506) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 63 Tahun 1999 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 118, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3861);
  3. Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 228/M Tahun 2001;

MEMUTUSKAN:

Menetapkan :

KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN TENTANG PERIZINAN DAN PENYELENGGARAAN KEGIATAN USAHA PERUSAHAAN PENUNJANG USAHA ASURANSI.

BAB I
KETENTUAN UMUM

Pasal 1

Dalam Keputusan Menteri Keuangan ini, yang dimaksud dengan:

  1. Direksi adalah direksi pada perseroan terbatas atau persero, atau yang setara dengan itu untuk koperasi dan usaha bersama.
  2. Komisaris adalah komisaris pada perseroan terbatas atau persero, atau yang setara dengan itu untuk koperasi dan usaha bersama.
  3. Asosiasi adalah asosiasi dari perusahaan yang mempunyai lingkup usaha penunjang usaha asuransi atau profesi keahlian di lingkup usaha penunjang usaha asuransi.
  4. Menteri adalah Menteri Keuangan Republik Indonesia.

BAB II
IZIN USAHA

Bagian Pertama
Persyaratan dan Tata Cara Memperoleh Izin Usaha

Pasal 2

(1) Untuk mendapatkan izin usaha, Perusahaan Penunjang Usaha Asuransi harus mengajukan permohonan tertulis kepada Menteri dengan melampirkan hal-hal sebagai berikut:
  1. bukti pemenuhan persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 Peraturan Pemerintah Nomor 73 Tahun 1992 tentang Penyelenggaraan Usaha Perasuransian sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 63 Tahun 1999;
  2. dokumen pendukung lainnya yang meliputi:
    1) susunan organisasi dan kepengurusan, termasuk uraian tugas dan sistem pengolahan data;
    2) surat keterangan dari lembaga pembina dan pengawas usaha perbankan bahwa pemegang saham tidak termasuk dalam daftar orang tercela;
    3) neraca pembukaan yang dilengkapi dengan bukti pendukungnya;
    4) studi kelayakan usaha yang antara lain memuat rencana pengembangan usaha dan pengembangan sumber daya manusia;
    5) bukti mempekerjakan tenaga ahli;
    6) Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) perusahaan berikut NPWP dari Direksi, Komisaris, dan pemegang sahamnya;
    7) bukti identitas diri dan daftar riwayat hidup Direksi, Komisaris, pemegang saham, dan tenaga ahli yang dipekerjakan;
    8) pernyataan Direksi tidak merangkap jabatan pada perusahaan lain;
    9) pernyataan tenaga ahli tidak bekerja di perusahaan lain; dan
    10) bukti perjanjian keagenan dengan Perusahaan Asuransi, khusus bagi Agen Asuransi yang berbentuk badan hukum.
(2) Bagi Perusahaan Penunjang Usaha Asuransi yang terdapat kepemilikan pihak asing, selain harus memenuhi ketentuan ayat (1) harus pula menyampaikan dokumen sebagai berikut:
  1. referensi atau rekomendasi dari badan pembina dan pengawas usaha perasuransian pihak asing tempat yang bersangkutan berdomisili, yang sekurang-kurangnya menyatakan bahwa pihak asing tersebut memiliki izin usaha dan reputasi baik; dan
  2. perjanjian kerjasama antara pihak Indonesia dan pihak asing.

Pasal 3

Perjanjian kerjasama sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2) huruf b harus dibuat dalam bahasa Indonesia dan sekurang-kurangnya memuat:

  1. komposisi permodalan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (3) Peraturan Pemerintah Nomor 73 Tahun 1992 tentang Penyelenggaraan Usaha Perasuransian sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 63 Tahun 1999;
  2. susunan anggota dewan Direksi dan Komisaris sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (2) Peraturan Pemerintah Nomor 73 Tahun 1992 tentang Penyelenggaraan Usaha Perasuransian sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 63 Tahun 1999; dan
  3. kewajiban pihak asing untuk membuat dan melaksanakan program pendidikan dan pelatihan sesuai bidang keahliannya.

Bagian Kedua
Pemberian atau Penolakan Permohonan Izin Usaha

Pasal 4

(1)

Pemberian atau penolakan permohonan izin usaha bagi Perusahaan Penunjang Usaha Asuransi diberikan paling lambat 30 (tiga puluh) hari kerja sejak tanggal permohonan diterima secara lengkap.

(2) Setiap penolakan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) harus disertai dengan penjelasan secara tertulis.

BAB III
PERSYARATAN UMUM

Bagian Pertama
Susunan Organisasi

Pasal 5

Susunan organisasi Perusahaan Penunjang Usaha Asuransi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) huruf b angka 1 harus memenuhi ketentuan sebagai berikut:

  1. sekurang-kurangnya menggambarkan secara jelas adanya:
    1. fungsi pengelolaan keuangan dan fungsi pelayanan yang terpisah satu dengan yang lainnya, bagi Perusahaan Pialang Asuransi dan Perusahaan Pialang Reasuransi; dan
    2. fungsi teknis sesuai dengan bidang usaha yang diselenggarakannya, bagi Perusahaan Penilai Kerugian Asuransi, Perusahaan Konsultan Aktuaria, dan Perusahaan Agen Asuransi; dan
  2. dilengkapi dengan uraian tugas, wewenang, tanggung jawab, dan prosedur kerja dari masing-masing unit organisasi.

Bagian Kedua
Direksi, Komisaris, dan Pemegang Saham

Pasal 6

(1)

Setiap Direksi, Komisaris, dan pemegang saham Perusahaan Penunjang Usaha Asuransi setiap saat harus memenuhi ketentuan mengenai penilaian kemampuan dan kepatutan.

(2)

Dalam hal ketentuan mengenai penilaian kemampuan dan kepatutan bagi pemegang saham belum diberlakukan, pemegang saham dianggap memenuhi ketentuan mengenai penilaian kemampuan dan kepatutan apabila yang bersangkutan tidak termasuk dalam daftar orang tercela di bidang perbankan.

Bagian Ketiga
Tenaga Ahli

Pasal 7

(1) Perusahaan Penunjang Usaha Asuransi harus mengangkat tenaga ahli.
(2) Tenaga ahli sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) harus memenuhi persyaratan sebagai berikut:
  1. memiliki kualifikasi sebagai:
    1. ahli pialang asuransi bersertifikat dari Asosiasi Broker Asuransi Indonesia (ABAI), atau ajun ahli asuransi dari Asosiasi Ahli Manajemen Asuransi Indonesia (AAMAI), atau dari asosiasi sejenis di luar negeri setelah terlebih dahulu memperoleh pengakuan dari ABAI atau pengakuan dari AAMAI, bagi Perusahaan Pialang Asuransi;
    2. ahli asuransi bersertifikat dari Asosiasi Ahli Manajemen Asuransi Indonesia (AAMAI), atau dari asosiasi sejenis di luar negeri setelah terlebih dahulu memperoleh pengakuan dari AAMAI, bagi Perusahaan Pialang Reasuransi;
    3. adjuster bersertifikat dari Asosiasi Adjuster Asuransi Indonesia (AAAI) atau dari asosiasi sejenis di luar negeri setelah terlebih dahulu memperoleh pengakuan dari AAAI, bagi Perusahaan Penilai Kerugian Asuransi;
    4. aktuaris bersertifikat dari Persatuan Aktuaris Indonesia (PAI) atau dari asosiasi sejenis di luar negeri setelah terlebih dahulu memperoleh pengakuan dari PAI, bagi Perusahaan Konsultan Aktuaria;
    5. agen bersertifikat dari asosiasi industri asuransi sejenis di Indonesia, bagi Agen Asuransi;
  2. memiliki pengalaman kerja dalam bidang perasuransian sekurang-kurangnya 3 (tiga) tahun;
  3. tidak sedang dalam pengenaan sanksi dari asosiasi profesinya; dan
  4. terdaftar sebagai tenaga ahli di Direktorat Jenderal Lembaga Keuangan, Departemen Keuangan.
(3)

Perusahaan Penunjang Usaha Asuransi harus melaporkan pengangkatan tenaga ahli kepada Menteri, paling lambat 14 (empat belas) hari sejak tanggal pengangkatan.

Pasal 8

Tenaga ahli sebagaimana dimaksud pada Pasal 7 wajib melakukan tugasnya dengan berpedoman pada standar praktek dan kode etik profesi yang berlaku.

Pasal 9

(1)

Perusahaan Penunjang Usaha Asuransi wajib memberhentikan tenaga ahli yang melanggar peraturan perundang-undangan di bidang usaha perasuransian paling lambat 7 (tujuh) hari sejak ditemukannya pelanggaran.

(2)

Perusahaan Penunjang Usaha Asuransi yang memberhentikan tenaga ahli sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) wajib mengangkat tenaga ahli baru dan melaporkan kepada Menteri paling lambat 14 (empat belas) hari kerja sejak tanggal pemberhentian.

Pasal 10

Setiap tenaga ahli sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7, wajib mendaftarkan diri dengan mengajukan permohonan pendaftaran secara tertulis kepada Direktur Jenderal Lembaga Keuangan dengan melampirkan:

  1. daftar riwayat hidup yang dilengkapi dengan data pendukungnya;
  2. copy sertifikat gelar profesi; dan
  3. keterangan tidak sedang dalam pengenaan sanksi dari asosiasi profesi.

Pasal 11

Pendaftaran tenaga ahli sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 dapat dibatalkan apabila tenaga ahli dimaksud:

  1. dinyatakan melanggar kode etik dan standar praktek oleh asosiasi profesi tenaga ahli yang bersangkutan;
  2. dicabut gelar profesinya oleh asosiasi profesi yang mengeluarkan gelar tersebut;
  3. melakukan perbuatan tercela di bidang usaha perasuransian; atau
  4. tidak lulus pengujian kemampuan dan kepatutan karena faktor integritas, dalam hal tenaga ahli pernah mengikuti pengujian dimaksud.

Bagian Keempat
Sistem Administrasi dan Pengolahan Data

Pasal 12

Pengelolaan Perusahaan Penunjang Usaha Asuransi sekurang-kurangnya harus didukung dengan:

  1. sistem administrasi yang memenuhi fungsi pengendalian intern;
  2. sistem pengolahan data yang dapat menghasilkan informasi yang akurat dan dapat dipertanggungjawabkan dalam pengambilan keputusan; dan
  3. program pendidikan dan pelatihan sumber daya manusia.

Bagian Kelima
Penggunaan Tenaga Asing

Pasal 13

Perusahaan Penunjang Usaha Asuransi dapat mempekerjakan tenaga asing sebagai penasihat dengan ketentuan tenaga asing dimaksud:

  1. memiliki keahlian sesuai dengan bidang tugas yang akan menjadi tanggung jawabnya;
  2. memenuhi ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang ketenaga-kerjaan; dan
  3. memiliki program kerja sesuai dengan tugasnya.

Bagian Keenam
Dana Pendidikan dan Pelatihan

Pasal 14

(1)

Perusahaan Penunjang Usaha Asuransi wajib menganggarkan dana untuk pelaksanaan pendidikan dan pelatihan sekurang-kurangnya 5% (lima per seratus) dari jumlah biaya pegawai, Direksi dan Komisaris untuk meningkatkan keterampilan, pengetahuan, dan keahlian di bidang usaha asuransi bagi karyawannya.

(2)

Pelaksanaan pendidikan dan pelatihan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) untuk setiap tahun, wajib dilaporkan kepada Menteri paling lambat pada tanggal 31 Januari tahun berikutnya.

BAB IV
LAPORAN PERUBAHAN

Pasal 15

(1) Perusahaan Penunjang Usaha Asuransi wajib melaporkan kepada Menteri setiap perubahan mengenai:
  1. anggaran dasar;
  2. alamat kantor perusahaan; dan
  3. perjanjian keagenan dengan perusahaan asuransi, bagi Agen Asuransi yang berbentuk badan hukum.
(2)

Perusahaan Penunjang Usaha Asuransi yang melakukan perubahan anggaran dasar harus menyampaikan bukti persetujuan dari instansi yang berwenang kepada Menteri, paling lambat 14 (empat belas) hari kerja sejak tanggal diperoleh persetujuan dimaksud.

(3)

Dalam hal perubahan anggaran dasar tidak memerlukan persetujuan dari instansi yang berwenang, maka perubahan yang sudah dimuat dalam akta notaris disampaikan kepada Menteri paling lambat 14 (empat belas) hari kerja sejak tanggal perubahan.

BAB V
PENGGABUNGAN BADAN USAHA

Pasal 16

(1) Perusahaan Penunjang Usaha Asuransi dapat melakukan penggabungan badan usaha dengan Perusahaan Penunjang Usaha Asuransi sejenis.
(2)

Perusahaan Penunjang Usaha Asuransi yang akan melakukan penggabungan badan usaha wajib melaporkan rencana penggabungan dimaksud kepada Menteri untuk mendapat persetujuan.

(3)

Perusahaan Penunjang Usaha Asuransi wajib melaporkan kepada Menteri pelaksanaan penggabungan usaha dimaksud paling lambat 14 (empat belas) hari sejak tanggal penggabungan badan usaha.

BAB VI
PENYELENGGARAAN USAHA

Pasal 17

Dalam rangka menjaga perimbangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 ayat (2) Peraturan Pemerintah Nomor 73 Tahun 1992 tentang Penyelenggaraan Usaha Perasuransian sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 63 Tahun 1999, jumlah premi yang belum disetor oleh Perusahaan Pialang Asuransi kepada Perusahaan Asuransi senantiasa tidak boleh melebihi modal sendiri Perusahaan Pialang Asuransi yang bersangkutan.

BAB VII
LAPORAN OPERASIONAL DAN KEUANGAN

Pasal 18

(1)

Perusahaan Penilai Kerugian Asuransi dan Perusahaan Konsultan Aktuaria wajib menyampaikan kepada Menteri laporan operasional untuk kegiatan selama 1 (satu) tahun yang berakhir pada tanggal 31 Desember, paling lambat tanggal 30 April tahun berikutnya.

(2) Perusahaan Pialang Asuransi dan Perusahaan Pialang Reasuransi wajib menyampaikan kepada Menteri:
  1. laporan operasional tahunan yang berakhir pada tanggal 31 Desember yang disampaikan paling lambat tanggal 30 April tahun berikutnya;
  2. laporan keuangan tahunan yang berakhir pada tanggal 31 Desember yang dilampiri dengan laporan auditor independen, disampaikan paling lambat tanggal 30 April tahun berikutnya; dan
  3. laporan keuangan semesteran yang berakhir pada tanggal 30 Juni dan 31 Desember, yang disampaikan paling lambat 1 (satu) bulan sejak berakhirnya semester yang bersangkutan.
(3) Bentuk dan susunan laporan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) ditetapkan dengan Keputusan Direktur Jenderal.

BAB VIII
KETENTUAN LAIN

Pasal 19

(1) Setiap Perusahaan Penunjang Usaha Asuransi wajib menjadi anggota Asosiasi perusahaan sejenis.
(2) Asosiasi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), mempunyai tugas antara lain:
  1. mengkoordinir penyusunan standar praktek dan kode etik profesi usaha penunjang usaha asuransi;
  2. mengadakan pendidikan dan pelatihan yang berkelanjutan; dan
  3. melakukan pengendalian mutu terhadap tenaga ahli profesi usaha Penunjang Usaha Asuransi.
(3) Pelaksanaan kegiatan Asosiasi sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) dikonsultasikan secara berkala kepada Menteri.

Pasal 20

Setiap Perusahaan Penunjang Usaha Asuransi yang tidak menjalankan kegiatan usahanya selama 6 (enam) bulan dikenakan sanksi administratif sesuai ketentuan yang berlaku.

BAB IX
KETENTUAN PERALIHAN

Pasal 21

(1)

Setiap pihak yang telah mengajukan permohonan izin usaha Perusahaan Penunjang Usaha Asuransi sebelum Keputusan Menteri Keuangan ini ditetapkan, wajib mengajukan permohonan untuk memenuhi ketentuan mengenai penilaian kemampuan dan kepatutan paling lambat 3 (tiga) bulan sejak memperoleh izin usaha.

(2)

Setiap tenaga ahli dari Perusahaan Penunjang Usaha Asuransi wajib mendaftarkan diri kepada Direktur Jenderal Lembaga Keuangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 paling lambat 6 (enam) bulan sejak Keputusan Menteri Keuangan ini ditetapkan.

(3)

Perusahaan Penunjang Usaha Asuransi yang telah memperoleh izin usaha wajib menyesuaikan dengan Keputusan Menteri Keuangan ini paling lambat 1 (satu) tahun sejak Keputusan Menteri Keuangan ini ditetapkan.

BAB X
KETENTUAN PENUTUP

Pasal 22

Pada saat Keputusan Menteri Keuangan ini mulai berlaku, Keputusan Menteri Keuangan Nomorn 226/KMK.017/1993 tentang Perizinan dan Penyelenggaraan Kegiatan Usaha Perusahaan Penunjang Usaha Asuransi dinyatakan tidak berlaku.

Pasal 23

Keputusan Menteri Keuangan ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan.

Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Keputusan Menteri Keuangan ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.

Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 30 September 2003
MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA,

ttd

BOEDIONO

Reading: Keputusan Menteri Keuangan – 425/KMK.06/2003