Resources / Regulation / Keputusan Menteri Keuangan

Keputusan Menteri Keuangan – 43/KMK.01/1996

Menimbang :

bahwa untuk lebih meningkatkan iklim investasi dan meningkatkan pertumbuhan industri dalam negeri serta mendorong ekspor non migas, dipandang perlu menyempurnakan Keputusan Menteri Keuangan Nomor : 855/KMK.01/1993 tanggal 23 Oktober 1993 yang telah diubah terakhir dengan Keputusan Menteri Keuangan Nomor : 88/KMK.01/1995 tanggal 14 Februari 1995;

Mengingat :

  1. Peraturan Pemerintah Nomor 3 Tahun 1996 tentang Perlakuan Perpajakan Bagi Pengusaha Kena Pajak Berstatus Entrepot Produksi Untuk Tujuan Ekspor (EPTE) Dan Perusahaan Pengolahan Di Kawasan Berikat (KB);

  2. Keputusan Menteri Keuangan Nomor : 855/KMK.01/1993 tentang Entrepot Produksi Untuk Tujuan Ekspor (EPTE) sebagaimana telah diubah terakhir dengan Keputusan Menteri Keuangan Nomor : 88/KMK.01/1995;

MEMUTUSKAN :

Menetapkan :

KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN TENTANG PERUBAHAN KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 855/KMK.01/1993 TENTANG ENTREPOT PRODUKSI UNTUK TUJUAN EKSPOR (EPTE) SEBAGAIMANA TELAH DIUBAH TERAKHIR DENGAN KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN NOMOR : 88/KMK.01/1995.

Pasal I

Mengubah beberapa ketentuan dalam Keputusan Menteri Keuangan Nomor : 855/KMK.01/1993sebagaimana telah diubah terakhir dengan Keputusan Menteri Keuangan Nomor : 88/KMK.01/1995sebagai berikut :

1. Mengubah Pasal 2 ayat (5), dan ayat (6), serta menambah ayat baru dengan ayat (8), yang berbunyi sebagai berikut :

“Pasal 2

(5) Pengeluaran barang dan/atau bahan dari EPTE ke perusahaan industri di DPIL atau EPTE lainnya atau Kawasan Berikat dalam rangka subkontrak, Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah (PPn BM) yang terutang tidak dipungut.
(6) Penyerahan kembali Barang Kena Pajak (BKP) hasil pekerjaan subkontrak oleh Pengusaha Kena Pajak (PKP) subkontrak sebagaimana dimaksud dalam ayat (5) kepada PKP EPTE, PPN dan PPnBM yang terutang tidak dipungut.
(8) Penyerahan barang hasil olahan produsen pengguna fasilitas Bapeksta Keuangan dari DPIL kepada perusahaan EPTE untuk diolah lebih lanjut, diberikan perlakuan perpajakan yang sama dengan perlakuan perpajakan terhadap barang yang diekspor”.
2. Menambah Pasal 13a, yang berbunyi sebagai berikut :

“Pasal 13a

(1) Penyerahan barang hasil olahan produsen pengguna fasilitas Bapeksta Keuangan dari DPIL kepada perusahaan EPTE untuk diolah lebih lanjut, menggunakan Formulir EPTE-7 yang diberi cap “Fasilitas Bapeksta Keuangan LPS-KB/EPTE Nomor …… tanggal …… dengan Kontrak Nomor …… tanggal ……….. “.
(2) Penyerahan barang oleh produsen pengguna fasilitas Bapeksta Keuangan dari dalam DPIL ke EPTE wajib disertai LPS-KB/EPTE yang diterbitkan oleh surveyor yang ditunjuk oleh Pemerintah.
(3) Formulir EPTE-7 sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diisi secara lengkap dan benar oleh Pengusaha EPTE dalam rangkap 4 untuk selanjutnya diajukan kepada Pejabat Hanggar di EPTE.
(4) Pejabat Hanggar di EPTE berdasarkan Formulir EPTE-7 memberikan persetujuan masuk pada Formulir EPTE-7 dan mendistribusikan untuk :
  1. Pejabat Hanggar EPTE;
  2. Pengusaha EPTE;
  3. Bapeksta Keuangan;
  4. Produsen pengguna fasilitas Bapeksta Keuangan”.
3. Mengubah Pasal 18, sehingga berbunyi sebagai berikut :

“Pasal 18

(1) Pengusaha EPTE dapat mensubkontrakkan sebagian dari kegiatan pengolahan kepada perusahaan industri yang berada di dalam DPIL, Pengusaha EPTE, Perusahaan Pengolahan Di Kawasan Berikat (PPDKB), kecuali pekerjaan pemeriksaan awal dan pemeriksaan akhir, sortasi dan pengepakan.
(2) Pekerjaan subkontrak sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) meliputi seluruh jenis produk dan harus diselesaikan selambat-lambatnya 60 (enam puluh) hari sejak dikeluarkannya barang dan/atau bahan dari EPTE.
(3) Pekerjaan subkontrak sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) harus dilakukan melalui kontrak yang sekurang-kurangnya memuat jangka waktu, jumlah barang dan/atau bahan yang diterima dari Pengusaha EPTE, dan jumlah hasil pekerjaan yang dikembalikan kepada Pengusaha EPTE. Khusus terhadap pekerjaan subkontrak kepada perusahaan industri yang berada di dalam DPIL harus mempertaruhkan jaminan yang diserahkan kepada Bendaharawan Kantor Inspeksi Direktorat Jenderal Bea dan Cukai yang mengawasi EPTE, berupa :
  1. Jaminan Bank; atau
  2. Surety Bond atau Custome Bond yang dikeluarkan oleh perusahaan asuransi yang disetujui Menteri Keuangan; atau
  3. Surat Sanggup Bayar (SSB) yang diendorse oleh Bank yang disetujui oleh Menteri Keuangan.
(4) Penyerahan barang dan/atau bahan dari Pengusaha EPTE kepada perusahaan industri pelaksana subkontrak di dalam DPIL dilakukan dengan menggunakan Formulir EPTE-11A sebagaimana contoh dalam Lampiran XI-A dalam rangkap dua. Pekerjaan sub kontrak dari Pengusaha EPTE ke Pengusaha EPTE lainnya atau PPDKB dilakukan dengan menggunakan Formulir EPTE-11A yang dilampiri Formulir EPTE-9 atau EPTE-10.
(5) Pengusaha EPTE mengajukan Formulir EPTE-11A untuk perusahaan subkontrak di DPIL atau EPTE-11A dilampiri EPTE-9/EPTE-10 untuk pengusaha EPTE/PPDKB penerima pekerjaan subkontrak yang telah diisi secara lengkap dan benar kepada Pejabat Hanggar di EPTE, untuk selanjutnya berdasarkan Formulir tersebut Pejabat Hanggar di EPTE melakukan pemeriksaan terhadap barang dan/atau bahan yang akan diserahkan kepada pelaksana subkontrak.
(6) Dalam hal hasil pemeriksaan kedapatan sesuai, Pejabat Hanggar di EPTE memberikan persetujuan pengeluaran pada Formulir EPTE-11A dan mendistribusikannya untuk :
  1. Pejabat Hanggar di EPTE;
  2. Pengusaha EPTE;
  3. Pelaksana pekerjaan subkontrak (dalam hal pelaksana pekerjaan subkontrak adalah pengusaha EPTE/PPDKB)
(7) Penyerahan kembali BKP hasil pekerjaan subkontrak oleh PKP subkontraktor di dalam DPIL kepada Pengusaha EPTE dilakukan dengan menggunakan Formulir EPTE-11-B sebagaimana contoh dalam Lampiran XIB dalam rangkap 2 (dua). Khusus penyerahan kembali BKP hasil pekerjaan subkontrak dari Pengusaha EPTE/PPDKB ke Pengusaha EPTE dilakukan dengan menggunakan Formulir EPTE-11B dengan dilampiri Formulir EPTE-9 atau KB-6.
(8) Pengusaha EPTE mengajukan Formulir EPTE-11B untuk perusahaan subkontrak di DPIL atau EPTE-11B dilampiri EPTE-9/KB-6 untuk perusahaan penerima pekerjaan subkontrak PPDKB yang telah diisi secara lengkap dan benar kepada Pejabat Hanggar di EPTE, untuk selanjutnya berdasarkan Formulir tersebut Pejabat Hanggar di EPTE melakukan pemeriksaan terhadap barang dan/atau bahan yang akan dimasukkan kembali ke dalam EPTE.
(9) Dalam hal hasil pemeriksaan kedapatan sesuai, Pejabat Hanggar di EPTE memberikan persetujuan masuk pada Formulir tersebut dan mendistribusikan untuk :
  1. Pejabat Hanggar di EPTE;
  2. Pengusaha EPTE;
  3. Pelaksana pekerjaan subkontrak (dalam hal pelaksana pekerjaan sub kontrak adalah pengusaha EPTE/PPDKB)”.
4. Mengubah Pasal 19, sehingga berbunyi sebagai berikut :

“Pasal 19

(1) Pengeluaran mesin dan/atau peralatan pabrik dari EPTE ke dalam DPIL atau EPTE lainnya atau Kawasan Berikat dengan tujuan reparasi dan/atau dipinjamkan kepada perusahaan industri/ sub-kontraktor sebagai alat produksi untuk membuat barang yang dipesan oleh perusahaan EPTE, dilakukan dengan menggunakan Formulir EPTE-12 untuk penerima subkontrak di DPIL atau EPTE-12 yang dilampiri EPTE-9/KB-7 untuk pengusaha EPTE/PPDKB penerima subkontrak. Formulir PTE-12 sebagaimana contoh Lampiran XII dalam rangkap 4 (empat) masing-masing untuk :
  1. Pejabat Hanggar EPTE;
  2. Pengusaha EPTE;
  3. Peminjam mesin di EPTE/PPDK (dalam hal pelaksana pekerjaan subkontrak adalah pengusaha EPTE/PPDKB);
  4. KPP tempat penerima pinjaman mesin terdaftar menjadi Wajib Pajak.
(2) Pengeluaran mesin dan/atau peralatan pabrik sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), Bea Masuk (BM), Bea Masuk Tambahan (BMT), Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 22 serta PPN dan PPn BM ditangguhkan. Khusus untuk DPIL dengan menyerahkan Jaminan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 ayat (3) kepada Bendaharawan Kantor Inspeksi Direktorat Jenderal Bea dan Cukai yang mengawasi EPTE asal mesin dan/atau peralatan pabrik.
(3) Pengeluaran sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diizinkan dalam jangka waktu paling lama:
  1. Untuk tujuan reparasi, 12 (dua belas) bulan sejak mesin dan/atau peralatan pabrik dikeluarkan dari EPTE;
  2. Untuk tujuan dipinjamkan, 24 (dua puluh empat) bulan sejak mesin dan/atau peralatan pabrik dikeluarkan dari EPTE.
(4) Pengeluaran mesin dan/atau peralatan pabrik dari EPTE ke DPIL atau EPTE lainnya atau Kawasan Berikat, dan pemasukannya kembali ke EPTE, dilakukan pemeriksaan oleh Direktorat Jenderal Bea dan Cukai.
(5) Pengeluaran mesin dan/atau peralatan pabrik dari EPTE ke luar negeri dengan tujuan reparasi dilakukan dengan menggunakan formulir EPTE-8″.
5. Menyempurnakan Formulir EPTE-12 sehingga menjadi sebagaimana dimaksud dalam lampiran Keputusan ini.
6. Mengubah Pasal 20 ayat (2) dan ayat (3), sehingga berbunyi sebagai berikut :

“Pasal 20

(2) Barang yang akan dikeluarkan ke dalam DPIL sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) sebanyak-banyaknya berjumlah 25% (dua puluh lima persen) dari nilai realisasi ekspor dan/atau pemindahan ke EPTE lainnya/PPDKB.
(3) Pengaturan jumlah pengeluaran barang sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) tidak berlaku terhadap pengiriman barang dalam rangka subkontrak.
7. Mengubah Pasal 28, sehingga berbunyi sebagai berikut :

“Pasal 28

Dalam hal diperlukan pengaturan teknis lebih lanjut atas Keputusan ini, pengaturannya ditetapkan oleh Direktur Jenderal Bea dan Cukai, Direktur Jenderal Pajak, Kepala Bapeksta Keuangan baik secara bersama-sama maupun sendiri-sendiri sesuai dengan bidang tugasnya masing-masing”.

Pasal II

Keputusan ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan.

Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Keputusan ini dengan penempatannya dalam Berita negara Republik Indonesia.

Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 25 Januari 1996
MENTERI KEUANGAN,

ttd

MAR’IE MUHAMMAD

Reading: Keputusan Menteri Keuangan – 43/KMK.01/1996