Resources / Regulation / Peraturan Menteri Keuangan

Peraturan Menteri Keuangan – 113/PMK.04/2007

Menimbang :

  1. bahwa berdasarkan Pasal 26 ayat (1) huruf f Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 tentangKepabeanan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2006, atas imporhasil laut yang ditangkap dengan sarana penangkap yang telah mendapat izin dapat diberikanpembebasan atau keringanan bea masuk;
  2. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan dalam rangkamelaksanakan ketentuan Pasal 26 ayat (3) Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanansebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 17 tahun 2006, perlu menetapkan PeraturanMenteri Keuangan tentang Pembebasan Bea Masuk atas Impor Hasil Laut yang Ditangkap DenganSarana Penangkap yang Telah Mendapat Izin;

Mengingat :

  1. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1983 tentang Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia (Lembaran NegaraRepublik Indonesia Tahun 1983 Nomor 44, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor3260);
  2. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan (Lembaran Negara Republik IndonesiaTahun 1995 Nomor 75, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3612) sebagaimanatelah diubah dengan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2006 (Lembaran Negara Republik IndonesiaTahun 2006 Nomor 93, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4661);
  3. Keputusan Presiden Nomor 20/P Tahun 2005;

MEMUTUSKAN :

Menetapkan :

PERATURAN MENTERI KEUANGAN TENTANG PEMBEBASAN BEA MASUK ATAS IMPOR HASIL LAUT YANG DITANGKAP DENGAN SARANA PENANGKAP YANG TELAH MENDAPAT IZIN.

Pasal 1

Dalam Peraturan Menteri Keuangan ini yang dimaksud dengan :

  1. Undang-Undang Kepabeanan adalah Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanansebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2006.
  2. Sarana penangkap adalah satu atau sekelompok kapal berbendera Indonesia atau berbendera asingyang mempunyai peralatan untuk menangkap atau mengambil hasil laut termasuk juga yangdidalamnya mempunyai peralatan pengolahan, serta telah memperoleh izin dari pemerintah Indonesiauntuk melakukan penangkapan atau pengambilan hasil laut.
  3. Hasil laut adalah semua jenis tumbuhan laut, ikan atau hewan laut yang layak untuk dimakan sepertiikan, udang, kerang dan kepiting yang belum atau sudah diolah dalam sarana penangkap.
  4. Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia adalah jalur di luar dan berbatasan dengan laut wilayah Indonesiasebagaimana ditetapkan berdasarkan undang-undang yang berlaku tentang perairan Indonesia yangmeliputi dasar laut, tanah dibawahnya dan air diatasnya dengan batas terluar 200 (dua ratus) mil laut diukur dari garis pangkal laut wilayah Indonesia.
  5. Kantor pabean adalah kantor dalam lingkungan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai tempat dipenuhinyakewajiban pabean sesuai dengan ketentuan Undang-Undang Kepabeanan.
  6. Menteri adalah Menteri Keuangan Republik Indonesia.
  7. Direktur Jenderal adalah Direktur Jenderal Bea dan Cukai.

Pasal 2

(1) Atas impor hasil laut yang ditangkap dan diambil dengan sarana penangkap dari Zona EkonomiEksklusif Indonesia, diberikan pembebasan bea masuk.
(2) Pembebasan bea masuk sebagaimana dimaksud pada ayat (1), diberikan kepada importir yang telahmemiliki izin usaha perikanan dan izin penangkapan hasil laut di Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia.
(3) Sarana penangkap sebagaimana dimaksud pada ayat (1), yang digunakan oleh importir sebagaimanadimaksud pada ayat (2), baik yang berbendera Indonesia maupun berbendera asing, wajib dilengkapidengan Surat Izin Penangkapan Ikan (SIPI) yang diterbitkan oleh instansi teknis terkait.

Pasal 3

(1) Untuk mendapatkan pembebasan bea masuk sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2, Importir harusmengajukan permohonan pembebasan bea masuk kepada Menteri melalui Direktur Jenderal.
(2) Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus dilampiri dengan :

  1. Surat izin usaha dari instansi terkait ( API dan izin usaha perikanan);
  2. Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) dan pengukuhan sebagai pengusaha Kena Pajak (PKP);
  3. Surat Izin Penangkapan Ikan (SIPI) dari instansi terkait;
  4. daftar sarana penangkap yang digunakan untuk usaha menangkap hasil laut; dan
  5. rincian jumlah dan perkiraan nilai pabean hasil laut yang akan diimpor serta pelabuhantempat pembongkarannya.

Pasal 4

(1) Atas permohonan pembebasan bea masuk sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 diberikanpersetujuan atau penolakan.
(2) Dalam hal permohonan pembebasan bea masuk sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 disetujui,Direktur Jenderal atas nama Menteri menerbitkan keputusan pembebasan bea masuk.
(3) Keputusan pembebasan bea masuk sebagaimana dimaksud pada ayat (2), memuat rincian jumlah danperkiraan nilai pabean atas hasil laut yang diberikan pembebasan bea masuk, serta penunjukanpelabuhan tempat pembongkaran.
(4) Dalam hal permohonan pembebasan bea masuk sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ditolak,Direktur Jenderal atau Pejabat yang ditunjuk membuat surat pemberitahuan penolakan ataspermohonan pembebasan bea masuk dengan menyebutkan alasan penolakan.

Pasal 5

Atas pemberian pembebasan bea masuk sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (2), apabila pada saat pengimporan hasil laut yang diimpor oleh Importir, tidak sesuai dengan jumlah yang tercantum dalam keputusan pembebasan bea masuk, maka atas perbedaannya dipungut bea masuk.

Pasal 6

Ketentuan mengenai tata cara pelaksanaan dan pengawasan terhadap pembebasan bea masuk atas impor hasil laut yang ditangkap dengan sarana penangkap yang telah mendapat izin di Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia diatur dengan Peraturan Direktur Jenderal

Pasal 7

Pada saat Peraturan Menteri Keuangan ini mulai berlaku, Keputusan Menteri Keuangan Nomor 134/KMK.05/1997 tentang Pembebasan atau Keringanan Bea Masuk atas Impor Hasil Laut yang Ditangkap dengan Sarana Penangkap yang telah Mendapat Izin, dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.

Pasal 8

Peraturan Menteri Keuangan ini mulai berlaku setelah 30 (tiga puluh) hari sejak tanggal ditetapkan.

Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Peraturan Menteri Keuangan ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.

Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 19 September 2007
MENTERI KEUANGAN

ttd.

SRI MULYANI INDRAWATI

Reading: Peraturan Menteri Keuangan – 113/PMK.04/2007