Resources / Regulation / Peraturan Menteri Keuangan

Peraturan Menteri Keuangan – 15/PMK.02/2006

Menimbang :

  1. bahwa dalam rangka pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Tahun Anggaran 2006,dianggarkan subsidi Bahan Bakar Minyak (BBM) yang bertujuan untuk meringankan beban masyarakat;
  2. bahwa untuk memperlancar pembayaran subsidi BBM Jenis Bahan Bakar Minyak Tertentu diperlukantata cara penghitungan dan pembayarannya;
  3. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud huruf a dan b, perlu menetapkan PeraturanMenteri Keuangan tentang Tata Cara Penghitungan dan Pembayaran subsidi BBM Jenis Bahan BakarMinyak Tertentu Tahun Anggaran 2006.

Mengingat :

  1. Undang-undang Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi (Lembaran Negara RepublikIndonesia Tahun 2001 Nomor 136; Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4152);
  2. Undang-undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara (Lembaran Negara RepublikIndonesia Tahun 2003 Nomor 47; Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4286);
  3. Undang-undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara (Lembaran Negara RepublikIndonesia Tahun 2004 Nomor 5; Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4355);
  4. Undang-undang Nomor 13 Tahun 2005 tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara TahunAnggaran 2006 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 133; Tambahan LembaranNegara Republik Indonesia Nomor 4571);
  5. Peraturan Pemerintah Nomor 36 Tahun 2004 tentang Kegiatan Usaha Hilir Minyak dan Gas Bumi(Lembaran NegaraRepublik Indonesia Tahun 2004 Nomor 124, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4436);
  6. Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 55 tahun 2005 tentang Harga Jual Eceran Bahan BakarMinyak Dalam Negeri;
  7. Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 71 tahun 2005 tentang Penyediaan dan PendistribusianJenis Bahan Bakar Minyak Tertentu;
  8. Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 42 Tahun 2002 tentang Pedoman PelaksanaanAnggaran Pendapatan dan Belanja Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2002 Nomor73; Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4214) sebagaimana telah diubah denganKeputusan Presiden Nomor 72 Tahun 2004 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor92; Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4418);
  9. Keputusan Presiden Nomor 20/P Tahun 2005;
  10. Keputusan Menteri Keuangan Nomor 153/KMK.012/1982 tentang Nilai tukar rupiah terhadap DolarAmerika yang berlaku bagi perusahaan-perusahaan minyak dan gas bumi;
  11. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 08/PMK.02/2005 tentang Pengelolaan Bagian AnggaranPembiayaan dan Perhitungan;
  12. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 13/PMK.06/2005 tentang Bagan Perkiraan Standar;
  13. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 96/PMK.06/2005 tentang Petunjuk Penyusunan, Penelaahan,Pengesahan dan Revisi Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran (DIPA) Tahun Anggaran 2006;
  14. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 134/PMK.06/2005 tentang Pedoman Pembayaran dalamPelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Tahun 2006;

Memperhatikan :

  1. Peraturan Badan Pengatur Hilir Minyak dan Gas Bumi Nomor 09/P/BPH Migas/XII/2005 tentangPenugasan Badan Usaha untuk Penyediaan dan Pendistribusian Jenis Minyak Tertentu;
  2. Keputusan Kepala Badan Pengatur Hilir Minyak dan Gas Bumi Nomor 031/PSO/BPH/KOM/XII/2005tentang Penugasan PT Pertamina (Persero) untuk Mendistribusikan Jenis BBM Tertentu;

MEMUTUSKAN :

Menetapkan :

PERATURAN MENTERI KEUANGAN TENTANG TATA CARA PENGHITUNGAN DAN PEMBAYARAN SUBSIDI BAHAN BAKAR MINYAK JENIS BAHAN BAKAR MINYAK TERTENTU TAHUN ANGGARAN 2006.

Pasal 1

Dalam Peraturan Menteri Keuangan ini, yang dimaksud dengan :

  1. Jenis Bahan Bakar Minyak Tertentu yang selanjutnya disebut Jenis BBM Tertentu adalah bahan bakaryang berasal dan/atau diolah dari Minyak Bumi dengan jenis, standar dan mutu (spesifikasi), harga,volume, dan konsumen tertentu.
  2. Harga patokan adalah harga yang dihitung setiap bulan berdasarkan MOPS rata-rata pada periodesatu bulan sebelumnya ditambah biaya distribusi dan margin.
  3. Mid Oil Platt’s Singapore yang selanjutnya disebut MOPS adalah harga transaksi jual beli pada bursaminyak di Singapore.
  4. Laba Bersih Minyak Jenis BBM Tertentu adalah penerimaan negara yang dihitung dari selisih lebihantara harga jual eceran per liter Jenis BBM Tertentu setelah dikurangi Pajak Pertambahan Nilai (PPN)dan Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor (PBBKB), dengan harga patokan per liter Jenis BBMTertentu dikalikan dengan volume Jenis BBM Tertentu yang diserahkan kepada konsumen Jenis BBMTertentu pada titik serah yang ditetapkan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
  5. Badan Pengatur adalah suatu badan yang dibentuk untuk melakukan pengaturan dan pengawasanterhadap penyediaan dan pendistribusian Bahan Bakar Minyak dan Gas Bumi serta pengangkutan GasBumi melalui pipa pada kegiatan usaha hilir.
  6. Badan Usaha adalah perusahaan berbentuk badan hukum yang menjalankan jenis usaha bersifat tetap,terus-menerus dan didirikan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan serta bekerjadengan berkedudukan dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia yang mendapat penugasandari Pemerintah untuk melaksanakan kegiatan penyediaan dan pendistribusian Jenis BBM Tertentusesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Pasal 2

(1) Subsidi Jenis BBM Tertentu dihitung berdasarkan perkalian antara subsidi Jenis BBM Tertentu per literdengan volume Jenis BBM Tertentu yang diserahkan kepada konsumen Jenis BBM Tertentu pada titikserah yang ditetapkan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
(2) Subsidi Jenis BBM Tertentu per liter merupakan pengeluaran negara yang dihitung dari selisih kurangantara harga jual eceran per liter Jenis BBM Tertentu setelah dikurangi Pajak Pertambahan Nilai (PPN)dan Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor (PBBKB), dengan harga patokan per liter Jenis BBMTertentu.
(3) Harga Jual Eceran per liter Jenis BBM Tertentu merupakan harga jual eceran per liter Jenis BBMTertentu dalam negeri yang ditetapkan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
(4) Harga patokan per liter Jenis BBM Tertentu ditetapkan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Pasal 3

(1) Jenis BBM Tertentu yang dapat diberikan subsidi terdiri dari Jenis BBM Tertentu sebagaimanaditetapkan dalam ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
(2) Subsidi Jenis BBM Tertentu diberikan kepada konsumen Jenis BBM Tertentu sesuai ketentuan peraturanperundang-undangan yang berlaku.
(3) Pemberian subsidi Jenis BBM Tertentu kepada konsumen Jenis BBM Tertentu sebagaimana dimaksudpada ayat (2) dilaksanakan Pemerintah melalui Badan Usaha.

Pasal 4

(1) Direktur Jenderal Anggaran dan Perimbangan Keuangan menerbitkan Surat Penetapan SatuanAnggaran Per Satuan Kerja (SP-SAPSK) atas belanja subsidi Jenis BBM Tertentu yang besarnyamengacu pada jumlah pagu subsidi Jenis BBM Tertentu yang tersedia dalam APBN Tahun Anggaran2006 atau APBN-P Tahun Anggaran 2006.
(2) SP-SAPSK sebagaimana dimaksud pada ayat (1), digunakan sebagai dasar penerbitan konsep DIPA.
(3) Berdasarkan konsep DIPA sebagaimana dimaksud pada ayat (2) Direktur Jenderal Perbendaharaanmenerbitkan Surat Pengesahan DIPA.
(4) DIPA yang telah mendapat pengesahan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) merupakan pagutertinggi dan sebagai dasar pelaksanaan pembayaran subsidi Jenis BBM Tertentu.
(5) Dalam hal pagu DIPA atas belanja subsidi Jenis BBM Tertentu dalam satu tahun anggaran tidakmencukupi dari yang ditetapkan dalam APBN Tahun Anggaran 2006 atau APBN-P Tahun Anggaran2006, SP-SAPSK sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan DIPA sebagaimana dimaksud pada ayat(4) dapat direvisi setelah mendapat persetujuan Menteri Keuangan.

Pasal 5

(1) Berdasarkan DIPA sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4, Direksi Badan Usaha setiap bulanmengajukan permintaan pembayaran subsidi Jenis BBM Tertentu kepada Menteri Keuangan cq.Direktur Jenderal Anggaran dan Perimbangan Keuangan dengan tembusan kepada Direktur JenderalPerbendaharaan dan Badan Pengatur.
(2) Permintaan pembayaran subsidi Jenis BBM Tertentu untuk suatu bulan dapat disampaikan padatanggal 1 (satu) bulan berikutnya.

Pasal 6

(1) Berdasarkan permintaan pembayaran subsidi Jenis BBM Tertentu sebagaimana dimaksud dalam Pasal5, Direktorat Jenderal Anggaran dan Perimbangan Keuangan cq. Direktorat Penerimaan Negara BukanPajak dan Badan Layanan Umum melakukan penelitian dan verifikasi.
(2) Dalam melakukan penelitian dan verifikasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Direktorat JenderalAnggaran dan Perimbangan Keuangan cq. Direktorat Penerimaan Negara Bukan Pajak dan BadanLayanan Umum dapat membentuk tim.

Pasal 7

(1) Dalam rangka penelitian dan verifikasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6, Badan Usaha wajibmenyampaikan data pendukung bulan bersangkutan secara lengkap kepada Direktorat JenderalAnggaran dan Perimbangan Keuangan cq. Direktorat Penerimaan Negara Bukan Pajak dan BadanLayanan Umum.
(2) Data pendukung yang wajib disampaikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri dari :

  1. Laporan volume penjualan per Jenis BBM Tertentu di dalam negeri yang sekurang-kurangnyamemuat:
  1. Rekapitulasi volume penyerahan produk Jenis BBM Tertentu kepada konsumenpengguna; dan
  2. Volume penyerahan produk Jenis BBM Tertentu berdasarkan wilayah distribusi niaga;
  1. MOPS;
(3) Dalam rangka penelitian dan verifikasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), apabila diperlukanDirektorat Jenderal Anggaran dan Perimbangan Keuangan cq. Direktorat Penerimaan Negara BukanPajak dan Badan Layanan Umum dapat meminta data pendukung lainnya yang berkaitan denganpenghitungan subsidi Jenis BBM Tertentu kepada Badan Usaha.
(4) Badan Pengatur wajib memberikan rekomendasi kepada Direktorat Jenderal Anggaran danPerimbangan Keuangan cq. Direktorat Penerimaan Negara Bukan Pajak dan Badan Layanan Umummengenai data Volume penjualan per Jenis BBM Tertentu di dalam negeri.
(5) Rekomendasi sebagaimana dimaksud pada ayat (4), diterima oleh Direktorat Jenderal Anggaran danPerimbangan Keuangan cq. Direktorat Penerimaan Negara Bukan Pajak dan Badan Layanan Umumpaling lambat 3 (tiga) hari sejak diterimanya surat permintaan pembayaran subsidi Jenis BBM Tertentuyang disampaikan oleh Badan Usaha.

Pasal 8

(1) Data pendukung sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7, disampaikan oleh Direksi Badan Usahakepada Direktur Jenderal Anggaran dan Perimbangan Keuangan cq. Direktur Penerimaan Negara danBukan Pajak dan Badan Layanan Umum paling lambat 3 (tiga) hari sejak tanggal permintaanpembayaran subsidi Jenis BBM Tertentu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5.
(2) Dalam hal data yang disampaikan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (2) dianggap kuranglengkap, Pejabat Direktorat Jenderal Anggaran dan Perimbangan Keuangan cq. Direktorat PenerimaanNegara Bukan Pajak dan Badan Layanan Umum dapat melakukan penelitian langsung ke unit sumberdata.

Pasal 9

(1) Jumlah Subsidi Jenis BBM Tertentu yang dapat dibayar untuk setiap bulannya kepada Badan Usahapaling tinggi 95% (sembilan puluh lima persen) dari hasil perhitungan verifikasi.
(2) Subsidi Jenis BBM Tertentu yang dibayar dalam Tahun Anggaran 2006 dilaksanakan untuk bulanJanuari sampai dengan bulan Nopember.
(3) Subsidi Jenis BBM Tertentu untuk bulan Desember Tahun Anggaran 2006, pembayarannyadilaksanakan pada Tahun Anggaran 2007.

Pasal 10

(1) Berdasarkan hasil penelitian dan verifikasi atas permintaan pembayaran subsidi Jenis BBM Tertentusebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 dan jumlah subsidi Jenis BBM Tertentu yang dapat dibayarkansebagaimana dimaksud dalam Pasal 9, Direktorat Jenderal Anggaran dan Perimbangan Keuanganmenerbitkan SPM kepada Direktorat Jenderal Perbendaharaan yang jumlahnya secara keseluruhantidak melebihi DIPA sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4.
(2) Berdasarkan SPM sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Direktorat Jenderal Perbendaharaanmenerbitkan Surat Perintah Pencairan Dana (SP2D).

Pasal 11

(1) Koreksi terhadap jumlah subsidi Jenis BBM Tertentu yang telah dibayar kepada Badan Usahasebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 dilakukan secara triwulanan.
(2) Untuk pelaksanaan koreksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Badan Usaha wajib menyampaikanpermintaan subsidi Jenis BBM Tertentu secara triwulanan disertai dengan data pendukungsebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (2) kepada Menteri Keuangan cq. Direktur JenderalAnggaran dan Perimbangan Keuangan dengan tembusan kepada Direktur Jenderal Perbendaharaandan Badan Pengatur.
(3) Untuk pelaksanaan koreksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Badan Pengatur wajib memberikanrekomendasi kepada Direktorat Jenderal Anggaran dan Perimbangan Keuangan cq. DirektoratPenerimaan Negara Bukan Pajak dan Badan Layanan Umum mengenai data Volume penjualan perJenis BBM Tertentu di dalam negeri.
(4) Berdasarkan perhitungan subsidi Jenis BBM Tertentu secara triwulanan yang disampaikan oleh BadanUsaha sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Direktorat Jenderal Anggaran dan PerimbanganKeuangan cq. Direktorat Penerimaan Negara Bukan Pajak dan Badan Layanan Umum melakukanpenelitian dan verifikasi.
(5) Hasil penelitian dan verifikasi sebagaimana dimaksud pada ayat (4), digunakan sebagai dasar koreksipembayaran subsidi Jenis BBM Tertentu.
(6) Koreksi pembayaran subsidi Jenis BBM Tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (5), dilakukansetelah terlebih dahulu mendapatkan persetujuan dari Menteri Keuangan.
(7) Koreksi pembayaran subsidi Jenis BBM Tertentu sebagaimana pada ayat (6), diperhitungkan padapembayaran subsidi Jenis BBM Tertentu berikutnya.
(8) Pembayaran subsidi Jenis BBM Tertentu berdasarkan perhitungan subsidi Jenis BBM Tertentu yangtelah dikoreksi sebagaimana dimaksud pada ayat (6), merupakan pembayaran 100% (seratus persen).
(9) Pembayaran koreksi subsidi Jenis BBM Tertentu yang diperhitungkan dengan pembayaran subsidi JenisBBM Tertentu berikutnya sebagaimana dimaksud pada ayat (7), dilakukan dengan mekanismepembayaran subsidi Jenis BBM Tertentu sebagaimana diatur dalam Pasal 10.

Pasal 12

(1) Pembayaran subsidi Jenis BBM Tertentu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 serta Pasal 11 ayat (8)bersifat sementara.
(2) Besarnya subsidi Jenis BBM Tertentu dalam satu tahun anggaran secara final ditetapkan berdasarkanlaporan hasil audit yang disampaikan oleh auditor kepada Menteri Keuangan.
(3) Auditor sebagaimana dimaksud pada ayat (2) adalah instansi yang berwenang melakukan audit sesuaidengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku.

Pasal 13

(1) Dalam hal terdapat penerimaan negara yang berasal dari Laba Bersih Minyak (LBM), Badan Usahawajib menyetor LBM tersebut ke kas negara sesuai ketentuan perundang-undangan yang berlaku.
(2) Penyetoran LBM ke kas negara sebagaimana dimaksud pada ayat (1), merupakan Penerimaan NegaraBukan Pajak (PNBP).

Pasal 14

Apabila dalam Tahun Anggaran 2007 masih dianggarkan subsidi Jenis BBM Tertentu, Peraturan Menteri Keuangan ini masih berlaku sebagai acuan dalam Pembayaran subsidi Jenis BBM Tertentu Tahun Anggaran 2007 sampai dengan ditetapkannya pengganti Peraturan Menteri Keuangan ini.

Pasal 15

Peraturan Menteri Keuangan ini mulai berlaku sejak tanggal ditetapkan dan mempunyai daya laku surut terhitung sejak tanggal 1 Januari 2006.

Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Peraturan Menteri Keuangan ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.

Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 21 Februari 2006
MENTERI KEUANGAN,

ttd

SRI MULYANI INDRAWATI

Reading: Peraturan Menteri Keuangan – 15/PMK.02/2006