Resources / Regulation / Surat Edaran Dirjen Anggaran

Surat Edaran Dirjen Anggaran – SE 85/A.6/2001

Dalam rangka pelaksanaan pemungutan PPN dan PPn BM yang dilakukan oleh KPKN dan Bendaharawan, bersama ini disampaikan rekaman/copy :

  1. Keputusan Menteri Keuangan RI Nomor : 547/KMK.04/2000 tanggal 22 Desember 2000 tentang Penunjukan Bendaharawan Pemerintah, Badan-badan Tertentu dan Instansi Pemerintah Tertentu untuk Memungut, Menyetor, dan Melaporkan Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah;

  2. Keputusan Menteri Keuangan RI Nomor : 548/KMK.04/2000 tanggal 22 Desember 2000 tentang Tata Cara Pemungutan, Penyetoran dan Pelaporan Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah oleh Bendaharawan Pemerintah sebagai Pemungut Pajak Pertambahan Nilai;

  3. Keputusan Menteri Keuangan RI Nomor : 549/KMK.04/2000 tanggal 22 Desember 2000 tentang Tata Cara Pemungutan, Penyetoran dan Pelaporan Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah oleh Badan-badan Tertentu sebagai pemungut Pajak Pertambahan Nilai;

  4. Keputusan Menteri Keuangan RI Nomor : 550/KMK.04/2000 tanggal 22 Desember 2000 tentang Tata Cara Pemungutan dan Pelaporan Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah oleh Kantor Perbendaharaan dan Kas Negara sebagai pemungut Pajak Pertambahan Nilai;

  5. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 25 Tahun 2001 Tentang Perubahan Ketiga atas Peraturan Pemerintah Nomor 42 Tahun 1995 tentang Bea Masuk, Bea Masuk Tambahan. Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah dan Pajak Penghasilan dalam Rangka Pelaksanaan Proyek Pemerintah yang dibiayai dengan Hibah atau Dana Pinjaman Luar Negeri;

Yang berlaku sejak 1 Januari 2001 (untuk ketentuan pada angka 1 s.d 4) dan 18 Mei 2001 (untuk ketentuan pada angka 5) untuk dipedomani dan dilaksanakan sebagaimana mestinya.

Sehubungan dengan hal tersebut, diminta perhatian Saudara akan hal sebagai berikut :

  1. Ruang Lingkup Pemungutan PPN
    KPKN dan Bendaharawan melakukan pemungutan PPN sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai atas Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2000.

  2. Penyerahan Barang/Jasa Kena PPN dan PPn BM-nya tidak perlu dipungut.
    KPKN dan Bendaharawan tidak perlu memungut PPN dan PPn BM terhadap Barang/ Jasa Kena Pajak yang terutang PPN, adalah sebagai berikut :
    1. Pembayaran untuk penyerahan barang atau jasa yang jumlahnya paling banyak Rp. 1.000.000,00 (satu juta rupiah) dan tidak merupakan pembayaran yang terpecah-pecah;
    2. Pembayaran untuk pembebasan tanah;
    3. Pembayaran atas penyerahan Barang Kena Pajak dan atau Jasa Kena Pajak yang menurut ketentuan perundang-undangan yang berlaku, mendapat fasilitas PPN tidak dipungut dan atau dibebaskan dari pengenaan PPN;
    4. Pembayaran atas penyerahan BBM dan bukan BBM oleh PERTAMINA;
    5. Pembayaran atas rekening telepon;
    6. Pembayaran atas jasa angkutan udara yang diserahkan oleh perusahaan penerbangan;
    7. Pembayaran lainnya untuk penyerahan barang atau jasa yang menurut ketentuan Perundangan-undangan yang berlaku tidak dikenakan PPN.

    Catatan :
    Penyerahan tersebut pada butir 2.a dipungut dan disetor oleh Pengusaha Kena Pajak rekanan Pemerintah sesuai dengan ketentuan yang berlaku umum, sedangkan penyerahan tersebut pada butir 2.g tidak perlu dipungut dan juga tidak diterbitkan Surat Keterangan Bebas PPN (SKB PPN).
    Apabila KPKN/Bendaharawan ragu-ragu memutuskan apakah atas penyerahan tersebut PPN/ PPn BM atau tidak, maka Pengusaha Kena Pajak rekanan Pemerintah harus meminta surat penegasan dari Kantor Pelayanan Pajak setempat.

  3. Dasar Pengenaan Pajak
    1. Dasar pengenaan pajak adalah jumlah pembayaran, baik dalam bentuk yang muka, atau pembayaran sebagian/seluruhnya yang dilakukan oleh KPKN atau Bendaharawan. Dalam jumlah pembayaran tersebut dianggap sudah termasuk jumlah PPN dan PPn BM yang terutang.
    2. KPKN wajib menolak Surat Permintaan Pembayaran (SPP) berikutnya yang diajukan Bendaharawan Pemerintah apabila Bendaharawan Pemerintah tidak melaksanakan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2, Pasal 5 dan Pasal 6 Keputusan Menteri Keuangan RI Nomor : 548/KMK.04/2000 tanggal 22 Desember 2000.
    3. Khusus untuk pembayaran kontrak-kontrak yang sebagian/seluruh dananya dari Pinjaman/Hibah Luar Negeri, sampai dengan tgl 17 Mei 2001 yang berlaku ketentuan/petunjuk yang ada (terakhir Surat Dirjen Anggaran tanggal 24 Januari 2001 Nomor S-256/A/2001 tentang Penerusan SK DJP tgl 17 Desember 2000 No. KEP-526/PJ/2000, Kep. Menkeu No. 486/KMK.04/2000 dan Peraturan Pemerintah No. 43 Tahun 2000). Terhitung mulai tanggal 18 Mei 2001 KPKN agar berpedoman pada Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2001.
  4. Faktur Pajak dan Surat Setoran Pajak
    1. Faktur Pajak dibuat oleh Pengusaha Kena Pajak rekanan Pemerintah;
    2. Surat Setoran Pajak (SSP) untuk PPN dan PPn BM yang dipungut oleh KPKN atau Bendaharawan dibuat atas nama, alamat dan NPWP PKP Rekanan Pemerintah. SSP ditandatangai oleh Kepala Seksi Perbendaharaan KPKN/ Bendaharawan pada ruang yang disediakan selaku penyetor.
  5. Laporan
    1. KPKN melaporkan daftar nama Bendaharawan dan perubahannya yang berada dalam wilayah kerjanya kepada Kantor Pelayanan Pajak (KPP) setempat;
    2. KPKN setiap hari kerja menyampaikan lembar ke-3 Faktur Pajak yang telah dibubuhi catatan nomor dan tanggal advis SPM kepada Kantor Pelayanan Pajak dengan Surat Pengantar, sebagaimana diatur dalam Keputusan Menteri Keuangan RI No. 550/KMK.04/2000 tanggal 22 Desember 2000. Apabila pada hari berkenaan tidak ada Faktur Pajak, maka Surat Pengantar diberi catatan “Faktur Pajak NIHIL”.
    3. Bendaharawan wajib melaporkan PPN dan PPn BM yang telah dipungut dan disetorkan, setiap bulan kepada KPKN dan KPP selambat-lambatnya 14 (empat belas hari) setelah bulan dilakukan pembayaran atas tagihan dengan menggunakan “Surat Pemberitahuan masa Bagi Pemungut PPN”.
  6. Sanksi
    Petugas/Pejabat KPKN yang ditunjuk dan Bendaharawan yang tidak memenuhi kewajiban sebagaimana diatur dalam Keputusan Menteri Keuangan tersebut di atas, dapat dikenakan sanksi berdasarkan ketentuan peraturan perundangan yang berlaku. Jika tindakan tersebut memenuhi unsur pidana dapat dikenakan sanksi pidana.

  7. Lain-lain
    1. Kepala KPKN dalam hal terjadi permasalahan dalam pelaksanaan surat edaran ini, agar menghubungi Kantor Pelayanan Pajak setempat.
    2. Kepala KPKN diinstruksikan agar segera menyampaikan ketentuan ini kepada Bendaharawan Rutin/Proyek di wilayah kerjanya;
    3. Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Anggaran diminta untuk mengawasi pelaksanaan surat edaran ini.
    4. Sejak berlakunya Surat Edaran Direktur Jenderal Anggaran ini, Surat Edaran Direktur Jenderal Anggaran Nomor SE-17/A/1989 tanggal 25 Januari 1989 tentang Petunjuk Pelaksanaan Pemungutan PPN dan PPn BM oleh KPKN dan Bendaharawan, dinyatakan tidak berlaku.

Demikian untuk dilaksanakan

Direktur Jenderal Anggaran

ttd

A. Anshari Ritonga
NIP. 060027032

Reading: Surat Edaran Dirjen Anggaran – SE 85/A.6/2001