Resources / Regulation / Surat Edaran Dirjen Pajak

Surat Edaran Dirjen Pajak – SE 01/PJ.7/2006

Sehubungan dengan telah diterbitkannya Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-10/PJ.7/2004 tanggal 31 Desember 2004 tentang Kebijakan Pemeriksaan Pajak, dan adanya perubahan pendekatan pemeriksaan, perkembangan organisasi Direktorat Jenderal Pajak dan peningkatan hasil guna pemeriksaan, maka untuk tertib administrasi dengan ini disampaikan kebijakan umum pemeriksaan pajak sebagai berikut:

  1. Jangka Waktu Penyelesaian Pemeriksaan

    1. Pemeriksaan Lengkap (PL)
      1. PL harus diselesaikan dalam jangka waktu 2 (dua) bulan, terhitung sejak saat Surat Pemberitahuan Pemeriksaan Pajak diterima oleh Wajib Pajak dan dapat diperpanjang paling lama menjadi 8 (delapan) bulan;
      2. PL yang dilaksanakan berdasarkan instruksi dari Direktur Pemeriksaan, Penyidikan dan Penagihan Pajak (Direktur P4) harus diselesaikan dengan memperhatikan jangka waktu sebagaimana dimaksud dalam instruksi.
    2. Pemeriksaan Sederhana Lapangan (PSL)
      1. PSL harus diselesaikan dalam jangka waktu 1 (satu) bulan, terhitung sejak saat Surat Pemberitahuan Pemeriksaan Pajak diterima oleh Wajib Pajak dan dapat diperpanjang paling lama menjadi 2 (dua) bulan;
      2. PSL yang dilaksanakan berdasarkan instruksi dari Direktur P4 harus diselesaikan dengan memperhatikan jangka waktu sebagaimana dimaksud dalam instruksi.
    3. Pemeriksaan Sederhana Kantor (PSK)
      PSK harus diselesaikan dalam jangka waktu 4 (empat) minggu, terhitung sejak saat Surat Panggilan Pemeriksaan dikirimkan kepada Wajib Pajak dan dapat diperpanjang paling lama menjadi 6 (enam) minggu.
    4. Pemeriksaan dengan Korespondensi
      Pemeriksaan dengan Korespondensi harus diselesaikan dalam jangka waktu 4 (empat) minggu, terhitung sejak saat Surat Permintaan Keterangan dalam rangka Pemeriksaan dengan Korespondensi dikirimkan kepada Wajib Pajak dan dapat diperpanjang paling lama menjadi 6 (enam) minggu.
    5. Jangka waktu tersebut tidak dapat diubah meskipun terjadi pergantian Tim Pemeriksa Pajak.
    6. Surat Permintaan Perpanjangan Jangka Waktu Penyelesaian Pemeriksaan diajukan oleh:
      1. Kepala KPP atau Karikpa atau Ketua Kelompok pada Kelompok Fungsional Kanwil DJP kepada Kepala Kanwil DJP atasannya;
      2. Ketua Kelompok pada Kelompok Fungsional KPDJP kepada Direktur P4.

      dengan menggunakan Formulir Surat Permintaan Perpanjangan Jangka Waktu Penyelesaian Pemeriksaan seperti pada Lampiran 1 dan disertai Laporan Kemajuan Pemeriksaan.

    7. Berdasarkan permintaan dari Kepala UP3, Kepala Kanwil DJP atau Direktur P4 dapat memperpanjang jangka waktu penyelesaian pemeriksaan sepanjang diajukan sebelum jangka waktu penyelesaian pemeriksaan berakhir
    8. Khusus untuk pemeriksaan yang dilakukan berdasarkan Instruksi Direktur P4, Surat Permintaan Perpanjangan Jangka Waktu Penyelesaian Pemeriksaan diajukan oleh Kepala UP3 kepada Direktur P4.
    9. Perpanjangan dapat diberikan paling lama 6 (enam) bulan untuk PL atau 1 (satu) bulan untuk PSL atau 2 (dua) minggu untuk PSK dan Pemeriksaan dengan Korespondensi, kecuali terdapat indikasi transfer pricing, dengan menggunakan Formulir Surat Persetujuan atau Penolakan Perpanjangan Jangka Waktu Penyelesaian Pemeriksaan seperti pada Lampiran 2.
    10. Apabila terdapat indikasi transfer pricing, jangka waktu pemeriksaan dapat diperpanjang paling lama menjadi 2 (dua) tahun.
    11. Kepala Kanwil DJP harus mengawasi jangka waktu penyelesaian pemeriksaan yang dilakukan UP3 bawahannya melalui Sistem Informasi Manajemen Pemeriksaan Pajak (SIMPP) dan melakukan pembinaan kepada Kepala UPS yang melewati jangka waktu penyelesaian pemeriksaan.
    12. Apabila jangka waktu maksimal terlampaui, Kepala UP3 harus menentukan tindak lanjut pemeriksaan, baik dengan cara membuat laporan pemeriksaan sumir, penerbitan skp sesuai data atau ditingkatkan ke pemeriksaan bukti permulaan apabila terdapat indikasi tindak pidana di bidang perpajakan, dan terhadap pemeriksa dilakukan pembinaan.
  2. Perluasan Pemeriksaan

    1. Pemeriksaan diperluas dalam hal:
      1. SPT Tahunan PPh Wajib Pajak Orang Pribadi atau Badan tahun-tahun pajak sebelumnya menyatakan rugi tetapi belum dilakukan pemeriksaan;
      2. sebab-sebab lain berdasarkan pertimbangan Direktur P4.
    2. Perluasan pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada angka romawi IV butir 1 huruf a dilaksanakan setelah Kepala Kanwil DJP memberikan penugasan pemeriksaan rutin dan melakukan otorisasi penerbitan LP2 kepada Kepala UPS berdasarkan pemberitahuan tentang adanya SPT Tahunan PPh rugi tidak lebih bayar.
    3. Pemberitahuan perluasan pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada angka romawi IV butir 1 huruf a dilakukan oleh Kepala UP3 yang melakukan pemeriksaan untuk tahun pajak lainnya kepada Kepala Kanwil DJP atasannya dengan menggunakan formulir Surat Pemberitahuan Pemeriksaan atas SPT Tahunan PPh Rugi seperti pada Lampiran 3.
    4. Kode pemeriksaan atas perluasan pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada angka romawi IV butir 1 huruf a menggunakan kode pemeriksaan SPT Tahunan PPh rugi tidak lebih bayar.
    5. Usul perluasan pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada angka romawi IV butir 1 huruf b dapat disampaikan kepala UP3 dengan mengikuti prosedur tata cara pemeriksaan khusus.
    6. Instruksi/Persetujuan perluasan pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada angka romawi IV butir 1 huruf b diberikan apabila terdapat data untuk tahun atau tahun-tahun sebelum atau sesudah pemeriksaan.
  3. Pemeriksaan Ulang

    1. Pemeriksaan Ulang dapat dilaksanakan berdasarkan pertimbangan Direktur Jenderal Pajak dalam hal:
      1. terdapat data baru dan atau data yang semula belum terungkap yang mengakibatkan penambahan pajak terutang atau mengurangi kerugian yang dapat dikompensasikan; atau
      2. Wajib Pajak patut diduga melakukan tindak pidana di bidang perpajakan.
    2. Pemeriksaan Ulang termasuk dalam jenis pemeriksaan khusus atau pemeriksaan bukti permulaan dan dilaksanakan melalui Pemeriksaan Lapangan.
    3. Pemeriksaan Ulang dapat meliputi seluruh jenis pajak, beberapa jenis pajak atau satu jenis pajak walaupun data baru atau data yang belum terungkap atau data lain hanya mencakup jenis-jenis pajak tertentu saja.
    4. Setiap pengajuan usul untuk melakukan Pemeriksaan Ulang harus disertai dengan alasan yang jelas dan dilengkapi dengan bukti pendukung serta ringkasan hasil pemeriksaan yang telah dilakukan untuk tahun atau masa pajak yang sama, dengan menggunakan formulir seperti pada Lampiran 4 dan Lampiran 4.1.
    5. Berdasarkan usul Kepala KPP atau Karikpa atau usul dari Kepala Kanwil DJP sendiri, Kepala Kanwil DJP dapat mengajukan usul untuk melakukan Pemeriksaan Ulang kepada Direktur P4.
    6. Usul Pemeriksaan Ulang yang diajukan oleh Kepala Kanwil DJP dapat diteruskan kepada Direktur Jenderal Pajak untuk mendapat persetujuan dengan menggunakan formulir seperti pada Lampiran 5.
    7. Berdasarkan pertimbangan tertentu, Direktur Jenderal Pajak dapat memberikan instruksi untuk melakukan Pemeriksaan Ulang dengan menggunakan formulir seperti pada Lampiran 5.
    8. Dalam hal-hal tertentu, pemberian instruksi melakukan pemeriksaan ulang dapat dilimpahkan wewenangnya kepada Direktur P4 atau Kepala Kantor Wilayah DJP.
    9. Pemberitahuan Hasil Pemeriksaan kepada Wajib Pajak dan pembahasan akhir (closing conference) baru dapat dilakukan setelah hasil pemeriksaan tersebut ditelaah dan disetujui oleh Direktur P4.
  4. Pengalihan / Pembatalan Pemeriksaan

    1. Pengalihan/pembatalan pemeriksaan dapat dilakukan oleh:
      1. Direktur P4 untuk pemeriksaan yang dilakukan berdasarkan persetujuan/instruksi Direktur P4;
      2. Kepala Kantor Wilayah DJP untuk pemeriksaan yang dilakukan berdasarkan persetujuan/instruksi Kepala Kantor Wilayah DJP.
    2. Pengalihan/pembatalan pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada angka 1 harus dilakukan melalui SIMPP setelah ada surat pengalihan/pembatalan pemeriksaan dari Direktur P4 atau Kepala Kantor Wilayah DJP.
    3. Pengalihan UP3 hanya dapat dilakukan apabila surat pemberitahuan pemeriksaan pajak belum disampaikan kepada Wajib Pajak atau surat panggilan dalam rangka pemeriksaan/surat permintaan keterangan belum dikirimkan kepada Wajib Pajak, kecuali apabila pengalihan UP3 dilakukan karena adanya reorganisasi dalam unit-unit di Direktorat Jenderal Pajak.
  5. Pemeriksaan untuk Tahun Pajak Berjalan

    1. Pemeriksaan untuk tahun pajak berjalan adalah pemeriksaan yang dilakukan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan dalam tahun pajak berjalan tanpa perlu dikaitkan dengan pemeriksaan tahun pajak sebelumnya, dan dapat dilakukan dalam hal:
      1. Wajib Pajak melakukan penggabungan, pemekaran, likuidasi, penutupan usaha, atau akan meninggalkan Indonesia untuk selama-lamanya;
      2. Wajib Pajak menyampaikan SPT Masa PPM menyatakan Lebih Bayar;
      3. terjadi perubahan keadaan usaha atau kegiatan Wajib Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 ayat (6) huruf f Undang-undang PPh;
      4. terdapat data mikro terkait dengan kewajiban pajak tahun pajak berjalan
      5. Wajib Pajak memperoleh penghasilan tidak teratur, misalnya keuntungan selisih kurs dari utang atau piutang dalam mata uang asing, keuntungan dari pengalihan harta sepanjang bukan merupakan penghasilan dari usaha pokok;
      6. terjadi peningkatan pembayaran pajak yang kurang dibayar menurut SPT Tahunan PPh Pasal 21 tahun pajak sebelumnya yang cukup signifikan;
      7. terdapat potensi PPh dan PPN/PPnBM pada sektor usaha tertentu yang ditentukan oleh Kepala Kantor Wilayah DJP;
      8. terdapat data yang berasal dari pengaduan masyarakat sehubungan dengan kewajiban perpajakan untuk tahun pajak berjalan;
      9. Wajib Pajak diduga melakukan tindak pidana di bidang perpajakan ;
      10. dilakukan tindakan penagihan melalui deliquency audit,
      11. berdasarkan hal-hal lain sesuai instruksi Direktur P4.
    2. Pemeriksaan untuk tahun pajak berjalan dilakukan melalui Pemeriksaan Lapangan.
    3. Surat Perintah Pemeriksaan Pajak (SP3) diterbitkan setelah Lembar Penugasan Pemeriksaan (LP2) diotorisasi melalui SIMPP.
    4. Apabila dikaitkan dengan pemeriksaan tahun sebelumnya maka prosedur pemeriksaan untuk tahun pajak berjalan mengacu pada jenis pemeriksaan tahun sebelumnya, kecuali apabila pemeriksaan tahun sebelumnya adalah pemeriksaan kriteria seleksi maka prosedur pemeriksaan tahun berjalan mengacu pada prosedur pemeriksaan rutin.
    5. Khusus untuk jenis pajak PPh Pasal 25 dan atau PPh Pasal 21, masa pajak yang diperiksa maksimal hanya sampai 2 (dua) bulan sebelum tahun buku berakhir dan harus diselesaikan paling lambat 1 (satu) bulan sebelum tahun buku berakhir.
    6. Laporan Pemeriksaan Pajak Tahun pajak berjalan harus mencakup semua data perpajakan yang diperoleh sampai dengan masa pajak terakhir yang diperiksa sesuai yang tercantum dalam SP3, termasuk daftar harta/kekayaan Wajib Pajak/Penanggung Pajak.
  6. Pemeriksaan Lokasi

    1. Pemeriksaan terhadap Wajib Pajak Lokasi (WP lokasi) dilakukan apabila pabrik atau kegiatan usaha dominan Wajib Pajak terdapat atau dilakukan di lokasi, dan apabila terdapat data atau informasi perpajakan saat pemeriksaan Wajib Pajak Domisili (WP Domisili) untuk dikonfirmasikan ke WP lokasi.
    2. Permintaan pemeriksaan WP Lokasi oleh Kepala UP3 Domisili kepada Kepala UP3 Lokasi hanya dapat dilakukan apabila pemeriksaan WP Domisili dilakukan melalui Pemeriksaan Lapangan.
    3. Pemeriksa pada Direktorat P4, pemeriksa pada UP3 di lingkungan Kanwil DJP Wajib Pajak Besar dan Kanwil DJP Jakarta Khusus, dapat melakukan pemeriksaan lokasi sendiri atau meminta UP3 Lokasi melakukan pemeriksaan WP Lokasi. Dalam hal pemeriksaan dilakukan sendiri, maka pemberitahuan melakukan pemeriksaan lokasi harus dikirimkan ke KPP Lokasi agar terhadap Wajib Pajak dimaksud tidak dilakukan pemeriksaan.
    4. Penerbitan SP3 atas pemeriksaan Wajib Pajak Lokasi dilakukan berdasarkan Surat Permintaan Pemeriksaan dari Kepala UP3 Wajib Pajak Domisili dengan menggunakan Surat Permintaan Pemeriksaan Wajib Pajak Lokasi sesuai dengan formulir pada Lampiran 6.
    5. Dalam hal WP Lokasi telah selesai diperiksa, maka Kepala UP3 Lokasi harus mengirimkan fotokopi LPP sebagai tindak lanjut permintaan pemeriksaan WP Lokasi dari Kepala UP3 Domisili.
    6. Dalam hal WP Lokasi sedang dilakukan pemeriksaan atau SPT Tahunan PPh Pasal 21 dan atau SPT Masa PPN Wajib Pajak Lokasi menyatakan Lebih Bayar, maka pemeriksaan diselesaikan oleh Kepala UP3 Lokasi dan fotokopi LPP harus dikirimkan kepada Kepala UP3 Domisili untuk ditindaklanjuti sesuai ketentuan.
    7. Dalam hal terdapat permintaan pemeriksaan terhadap WP Lokasi maka LPP WP Domisili harus mencakup hasil pemeriksaan WP Lokasi, kecuali apabila:
      1. SPT Tahunan WP Domisili menunjukkan Lebih Bayar dan akan segera jatuh tempo;
      2. WP Lokasi dalam kondisi force majeur, misalnya kebakaran atau kebanjiran.
    8. Apabila UP3 Domisili menerima LPP WP Lokasi yang datanya belum diperhitungkan dalam LPP WP Domisili namun pemeriksaan WP Domisili telah selesai maka data yang belum diperhitungkan tersebut harus ditindaklanjuti sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
  7. Ketentuan Lain-lain

    1. Kepala Kantor Wilayah DJP harus mengawasi pelaksanaan pemeriksaan baik secara administratif maupun prosedural termasuk memastikan hasil pemeriksaan telah direkam dalam SIMPP.
    2. Dalam hal pemeriksaan dilakukan oleh KP4 sebagaimana diatur dalam Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak nomor SE-06/PJ.7/2002 tanggal 15 Juli 2002 maka penerbitan SP3, administrasi dan pengawasan pemeriksaan dilakukan oleh Kepala KPP atasannya.
    3. Dalam rangka pelayanan kepada Wajib Pajak, pemeriksaan oleh KPP yang belum menerapkan sistem administrasi perpajakan modern agar dilakukan secara terkoordinasi antar seksi untuk semua jenis pajak.
    4. Terhadap Wajib Pajak yang SPT Tahunan PPhnya selama 3 (tiga) tahun atau lebih telah diperiksa secara terus menerus, tidak dapat dilakukan pemeriksaan untuk tahun pajak berikutnya kecuali memenuhi kriteria sebagaimana diatur dalam Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak nomor SE-04/PJ.7/2004 tanggal 31 Mei 2004.
    5. Berkas Wajib Pajak dan Berkas Data yang dipinjam oleh UP3 dari KPP meliputi masa 3 (tiga) tahun terakhir (termasuk tahun pajak yang diperiksa) dan jangka waktu pengiriman berkas paling lambat 7 (tujuh) hari sejak tanggal diterimanya Surat Peminjaman Berkas Wajib Pajak dan Surat Peminjaman Berkas Data.
    6. Pemeriksa Pajak harus melakukan penelitian atas kebenaran KLU yang tercantum pada SPT Tahunan PPh, dan hasil penelitian tersebut harus dilampirkan pada LPP. Apabila ditemukan ketidaksesuaian KLU maka selain melampirkan dalam KPP, Pemeriksa Pajak juga harus mengirimkan hasil penelitian KLU kepada Kepala KPP yang bersangkutan u.p. Kepala Seksi TUP/Pelayanan sebelum KPP dibuat, dengan menggunakan formulir Laporan Penelitian KLU seperti contoh pada Lampiran 7 dan Lampiran 7.1.
    7. Semua hasil pemeriksaan dalam rangka menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan harus diberitahukan kepada Wajib Pajak secara tertulis.
    8. Surat Pemberitahuan Hasil Pemeriksaan (SPHP) dan Daftar Temuan Pemeriksaan harus ditandatangani Kepala UP3 dan hanya disampaikan/dikirimkan satu kali melalui kurir atau Pemeriksa Pajak, untuk daerah-daerah tertentu yang penyampaian dengan kurir atau Pemeriksa Pajak dianggap tidak efisien maka dikirimkan melalui faksimili atau pos tercatat.
    9. Perubahan koreksi hasil pemeriksaan yang tercantum pada SPHP hanya dapat dilakukan apabila Wajib Pajak memberikan tanggapan secara tertulis yang didukung bukti-bukti yang akurat sesuai dengan ketentuan perpajakan yang berlaku.
    10. Apabila masih terdapat perbedaan yang signifikan antara hasil pemeriksaan dengan tanggapan Wajib Pajak, Wajib Pajak dapat mengajukan permohonan agar perbedaan tersebut dibahas oleh Tim Pembahas dan hasilnya digunakan sebagai bahan pembahasan akhir antara tim pemeriksa dengan Wajib Pajak.
    11. Untuk meningkatkan pelayanan kepada Wajib Pajak, pengiriman LPP dan Nota Penghitungan Pajak (NPP) bersama-sama dengan berkas Wajib Pajak dan berkas data kepada Kepala KPP/Kepala Seksi TUP/Pelayanan paling lama 3 (tiga) hari setelah Pembahasan Akhir atau diterimanya Lembar Pernyataan Persetujuan Hasil Pemeriksaan.
    12. Setiap pemeriksa berkewajiban mengupayakan secara sungguh-sungguh dan maksimal agar surat ketetapan pajak (skp) yang terbit berdasarkan hasil pemeriksaan dibayar oleh wajib pajak selambat-lambatnya dalam jangka waktu 30 (tiga puluh) hari sejak tanggal skp terbit dan apabila dimungkinkan, wajib pajak dihimbau agar melakukan pembayaran sebelum skp terbit dengan mekanisme Sesuai Pembahasan Akhir (SPA).
    13. Untuk membantu pelaksanaan penagihan aktif, pemeriksa pajak harus membuat Daftar Harta Kekayaan Wajib Pajak/Penanggung Pajak terutama yang berupa monetary assets sebagaimana dimaksud dalam Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak nomor SE-02/PJ.75/2002 tanggal 22 April 2002. Daftar harta tersebut selain dilampirkan dalam LPP juga harus dikirimkan kepada Kepala KPP yang bersangkutan u.p. Kepala Seksi Penagihan sebelum LPP dibuat.
    14. Untuk membantu pencairan tunggakan PBB, maka Pemeriksa Pajak menghimbau Wajib Pajak untuk melunasi tunggakan PBB dan mengirimkan data berupa fotokopi ikhtisar hasil pemeriksaan kepada KPP PBB terkait.
    15. Dalam hal Wajib Pajak mengajukan keberatan/banding atas surat ketetapan pajak yang timbul akibat pemeriksaan, Kepala KPP terkait harus mengirimkan fotokopi uraian keputusan keberatan/putusan banding kepada Kepala UP3 yang melakukan pemeriksaan, sebagai bahan analisis dan evaluasi hasil pemeriksaan yang telah dilakukan serta peningkatan kualitas pemeriksaan yang akan dilaksanakan. Analisis dan evaluasi tersebut harus dilaporkan secara triwulanan kepada Kepala Kanwil DJP sebagai bahan pembinaan.
    16. Kantor Pusat dan Kantor Wilayah DJP dapat melakukan peer review secara uji petik terhadap semua LPP yang telah diselesaikan. Pedoman peer review merujuk pada Lampiran II Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak nomor SE-06/PJ.7/1999 tanggal 11 Agustus 1999 dan Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak nomor SE-04/PJ.7/2004 tanggal 31 Mei 2004.
  8. Dengan diterbitkannya Surat Edaran ini maka Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak nomor SE-01/PJ.7/2003 tanggal 1 April 2003 tentang Kebijakan Pemeriksaan Pajak, SE-03/PJ.7/2003 tanggal tanggal 14 Agustus 2003 tentang Sistem Pengawasan Administrasi Pemeriksaan Pajak (SPAP), dan SE-05/PJ.7/2003 tanggal 26 September 2003 tentang Beberapa Penegasan Kebijakan Pemeriksaan Pajak, dinyatakan tidak berlaku.

Demikian Surat Edaran ini disampaikan untuk dilaksanakan dengan sebaik-baiknya.

Ditetapkan di Jakarta
Pada tanggal 15 Maret 2006
Direktur Jenderal,

ttd

Hadi Poernomo
NIP 060027375

Reading: Surat Edaran Dirjen Pajak – SE 01/PJ.7/2006