Resources / Regulation / Surat Edaran Dirjen Pajak

Surat Edaran Dirjen Pajak – SE 01/PJ.75/2005

Berdasarkan evaluasi perkembangan tunggakan pajak sampai dengan 31 Desember 2004, terdapat saldo akhir tunggakan adalah sekitar Rp. 23,523 triliun dan USD 224 juta sehingga total saldo akhir tunggakan adalah sekitar Rp. 25,543 triliun. Dalam rangka mendukung tercapainya rencana penerimaan pajak nasional tahun 2005, perlu diupayakan pengurangan/pencairan tunggakan pajak secara optimal melalui peningkatan kegiatan operasional penagihan antara lain adalah sebagai berikut:

  1. Untuk mendukung tercapainya rencana penerimaan pajak tahun 2005 perlu dilaksanakan intensifikasi kegiatan penagihan pajak secara terpadu, profesional, terfokus, terukur dan konsisten serta sesuai dengan prosedur hukum yang berlaku.

  2. Rencana pencairan tunggakan pajak nasional ditetapkan sebagai berikut:
    1. Untuk tunggakan pajak atas ketetapan yang terbit sebelum tahun 2005, alokasi rencana pencairan tunggakan pajak per Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak dapat dilihat pada lampiran 1 Surat Edaran ini. Rencana ini ditetapkan berdasarkan sisa tunggakan dari ketetapan yang terbit dalam tahun 2004 dan sebelumnya.
    2. Untuk tunggakan pajak atas ketetapan yang terbit selama tahun 2005, rencana pencairan tunggakan pajaknya adalah minimal sebesar 50%.
  3. Standar prestasi pelaksanaan kegiatan penagihan pajak tahun 2005 adalah sebagai berikut:

    3.1.

    Penyampaian Surat Paksa : 12 SP per Jurusita per bulan

    3.2.

    Penyampaian SPMP : 3 SPMP per Jurusita per bulan

    3.3.

    Pelaksanaan Lelang : 1 lelang per Triwulan per KPP

    3.4.

    Pemblokiran rekening Bank : minimal 1 Wajib Pajak per bulan per KPP

    3.5.

    Pencegahan :

    3.5.a

    Bagi Kanwil DJP yang berada di Pulau Jawa : minimal 2 Wajib Pajak per Triwulan per Kanwil

    3.5.b

    Bagi Kansil DJP yang berada di luar Pulau Jawa : minimal 1 Wajib Pajak per Triwulan per Kanwil

    Apabila tempat pelaksanaan SP, SPMP, Lelang atau Pemblokiran berada di luar wilayah kerja Kantor Pelayanan Pajak (KPP)/Kantor Pelayanan Pajak Bumi dan Bangunan (KPPBB) yang menerbitkan surat ketetapan pajak, maka Kepala KPP/KPPBB yang bersangkutan meminta bantuan kepada Kepala KPP/KPPBB yang wilayah kerjanya meliputi tempat pelaksanaan SP, SPMP, Lelang atau Pemblokiran. Dalam hal satu kota terdapat beberapa KPP atau beberapa KPPBB maka pelaksanaannya mengikuti ketentuan yang diatur dalam Keputusan Menteri Keuangan Nomor : 564/KMK.04/2000 tanggal 26 Desember 2000. Standar prestasi pelaksanaan SP, SPMP, Lelang atau Pemblokiran tersebut diberikan kepada KPP/KPPBB yang meminta bantuan dan KPP/KPPBB yang memberikan bantuan

  4. Bagi KPP/ KPPBB yang mengalami kekurangan tenaga pelaksana juru sita pajak dapat menunjuk dan mengangkat juru sita yang telah menjabat sebagai Koordinator Pelaksana pada KPP/KPPBB pada umumnya atau Koordinator Pelaksana pada Seksi Penagihan pada khususnya, atau Kepala Seksi Penagihan atau Kepala KP4, sepanjang yang bersangkutan memenuhi ketentuan pasal 2 Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor : 562/KMK.04/2000 tentang Syarat-syarat, Tata Cara Pengangkatan dan Pemberhentian Juru sita Pajak (Lulusan Program Diploma III Spesialisasi Pajak, Diklat Teknis Substantif Dasar Pajak I atau Diklat Teknis Substantif Dasar Pajak II dianggap telah memiliki pendidikan dan sertifikat juru sita).

  5. Kepala Kantor Wilayah DJP memantau dan memastikan bahwa setiap Kantor Pelayanan Pajak/Kantor Pelayanan Pajak Bumi dan Bangunan di wilayah kerjanya mempunyai paling sedikit satu kendaraan operasional yang dapat digunakan untuk pelaksanaan kegiatan penagihan.

  6. Kantor Wilayah DJP/Kantor Pelayanan Pajak/Kantor Pelayanan Pajak Bumi dan Bangunan meningkatkan koordinasi regional/lokal dengan instansi terkait untuk kelancaran kegiatan penagihan berdasarkan prinsip kebersamaan tugas sebagaimana yang telah disepakati pada MOU antara Dirjen Pajak dengan POLRI /Menteri Kehakiman dan HAM RI /Gubernur/Walikota/Bupati serta kerja sama dengan pihak bank sesuai Surat Deputi Gubernur Bl No. 2/35/DpG/DHk tanggal 30 Mei 2000 (lampiran 2).

  7. Kantor Wilayah DJP perlu membentuk Bank Data atas semua harta kekayaan Wajib Pajak /Penanggung Pajak yang terdaftar di wilayahnya yang tersimpan pada bank sehingga memudahkan Kantor Pelayanan Pajak/Kantor Pelayanan Pajak Bumi dan Bangunan dalam melakukan pemblokiran dan penyitaan harta kekayaan Wajib Pajak /Penanggung Pajak yang tersimpan pada bank.

  8. Kantor Pelayanan Pajak/Kantor Pelayanan Pajak Bumi dan Bangunan melaksanakan pemantauan dan pengawasan tindakan penagihan pajak terhadap 100 Penunggak Pajak Terbesar yang ada di wilayah kerjanya. Hasil pemantauan dan pengawasan tersebut dilaporkan kepada Kepala Kantor Wilayah DJP atasannya setiap tanggal 10 bulan berikutnya. Berdasarkan laporan tersebut, Kantor Wilayah DJP melakukan analisa dan menyampaikan Laporan Analisa Pencairan Tunggakan Pajak 100 Wajib Pajak Penunggak Pajak Terbesar kepada Direktur Pemeriksaan, Penyidikan dan Penagihan c.q. Subdit Penagihan setiap tanggal 15 bulan berikutnya.

  9. Kantor Wilayah DJP/Kantor Pelayanan Pajak/Kantor Pelayanan Pajak Bumi dan Bangunan agar melakukan bedah tunggakan yang dilanjutkan dengan pemanggilan terhadap 20 Wajib Pajak Penunggak Pajak Terbesar di wilayah kerjanya setiap bulan untuk penyelesaian tunggakan pajak Wajib Pajak.

  10. Pelaksanaan penyitaan aset Wajib Pajak/Penanggung Pajak agar diprioritaskan atas kekayaan penanggung pajak berupa monetary assets seperti deposito berjangka, tabungan, saldo rekening koran, giro, piutang atau tagihan, obligasi, saham dan surat berharga lainnya. Khusus penyitaan atas harta kekayaan Penanggung Pajak yang tersimpan pada bank dilaksanakan dengan pemblokiran terlebih dahulu. Apabila dalam jangka waktu 14 (empat belas) hari sejak pelaksanaan sita, penanggung pajak tidak melunasi hutang pajak dan biaya penagihan pajak, Kepala Kantor Pelayanan Pajak/ Kepala Kantor Pelayanan Pajak Bumi dan Bangunan segera meminta kepada pimpinan bank untuk memindahbukukan harta kekayaan penanggung pajak yang tersimpan pada bank ke kas negara sesuai dengan Keputusan Menteri Keuangan Nomor : 563/KMK.04/2000 tanggal 26 Desember 2000 dan Keputusan Dirjen Pajak Nomor : KEP- 627/PJ./2001 tanggal 24 September 2001.

  11. Dalam hal Wajib Pajak/Penanggung Pajak sedang dalam pencegahan/penyanderaan, diminta agar Kantor Pelayanan Pajak/Kantor Pelayanan Pajak Bumi dan Bangunan tetap melakukan tindakan penagihan pajaknya secara aktif agar terjadi pembayaran/pelunasan hutang pajak wajib pajak yang sedang dalam pencegahan/penyanderaan tersebut.

  12. Sesuai dengan Pasal 11 ayat (1) Undang-Undang Republik lndonesia Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undangn-Undang Republik Indonesia Nomor 16 Tahun 2000 disebutkan bahwa apabila terdapat kelebihan pembayaran pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17, Pasal 17B, atau pasal 17C, maka kelebihan pembayaran tersebut dikembalikan kepada Wajib pajak, kecuali bila Wajib Pajak mempunyai utang pajak, maka kelebihan tersebut langsung diperhitungkan untuk melunasi terlebih dahulu utang pajak tersebut. Dalam hal ini utang pajak yang terlebih dahulu dilunasi atau dilakukan pemindahbukuan adalah utang pajak yang lebih dahulu diterbitkan, untuk mencegah daluwarsa penagihan.

  13. Dalam hal permohonan keberatan yang diajukan oleh Wajib Pajak diterima sebagian oleh unit yang menangani keberatan yaitu Kantor Pelayanan Pajak, Kantor Wilayah DJP atau Kantor Pusat DJP, maka atas keputusan keberatan tersebut diupayakan agar Kepala Kantor Pelayanan Pajak melakukan tindakan penagihan aktif semaksimal mungkin untuk pencairannya.

  14. Terhadap keberatan yang telah ada surat keputusan keberatannya, diminta agar unit yang menangani keberatan tersebut segera menyampaikan keputusan keberatan tersebut ke Kantor Pelayanan Pajak, dalam hal keberatan ditangani Kantor Wilayah DJP atau Kantor Pusat DJP. Apabila keberatan ditangani oleh Kantor Pelayanan Pajak maka Seksi Penerimaan/Keberatan segera menyampaikan keputusan keberatan tersebut kepada Seksi Penagihan.

  15. Kepala Kantor Pemeriksaan dan Penyidikan Pajak (Karikpa) turut bertanggung jawab dalam pencairan tunggakan atas surat ketetapan pajak hasil pemeriksaannya. Disamping itu, Kepala Karikpa membantu pencairan tunggakan pajak Wajib Pajak yang sedang diperiksa, yaitu dengan menghimbau Wajib Pajak untuk segera melunasi utang pajak yang telah dimiliki selama proses pemeriksaan tersebut berlangsung dan utang pajak tahun pajak yang diperiksa dengan pembayaran Sesuai dengan Pembahasan Akhir (SPA). Hasil pencairan tunggakan pajak oleh Karikpa agar dilaporkan kepada Kepala Kantor Wilayah DJP setiap tanggal 10 bulan berikutnya, dengan tembusan kepada Direktur Pemeriksaan, Penyidikan dan Penagihan Pajak.

  16. Apabila Wajib Pajak mengajukan gugatan terhadap pelaksanaan penagihan pajak ke Pengadilan Pajak atau Peninjauan Kembali ke Mahkamah Agung, dalam hal Kantor Pelayanan Pajak/Kantor Pelayanan Pajak Bumi dan Bangunan/Kantor Wilayah DJP memerlukan bantuan dari Direktorat Pemeriksaan, Penyidikan dan Penagihan Pajak, Kantor Pelayanan Pajak/Kantor Pelayanan Pajak Bumi dan Bangunan/Kantor Wilayah agar menyampaikan data dan bukti pendukung yang diperlukan sesegera mungkin kepada Direktorat Pemeriksaan, Penyidikan dan Penagihan Pajak dengan memperhatikan jadwal sidang dan/atau jatuh tempo penyampaian memori/kontra memori Peninjauan Kembali.

  17. Direktorat Pemeriksaan, Penyidikan dan Penagihan Pajak Kantor Pusat DJP melaksanakan pengawasan dan pembinaan tindakan penagihan pajak terhadap 1000 Penunggak Pajak Terbesar Nasional dan melaporkannya setiap bulan kepada Direktur Jenderal Pajak paling lambat tanggal 25 bulan berikutnya.

  18. Kepala Kantor Pelayanan Pajak/Kepala Kantor Pelayanan Pajak Bumi dan Bangunan mengupayakan agar semua biaya penagihan pajak termasuk biaya pelaksanaan SP SPMP, Pengumuman Lelang, Pembatalan Lelang, 1% dari pokok lelang atau dari hasil penjualan sebagaimana diatur dalam Pasal 28 ayat (la) dan Pasal 25 ayat (4) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 19 tahun 2000 tentang Penagihan Pajak dengan Surat Paksa, dan biaya-biaya lainnya sehubungan dengan penagihan pajak dibebankan kepada Wajib Pajak dan disetorkan ke Kas Negara dengan menggunakan formulir SSBP dan kode MAP 0555 sesuai surat Direktur Pemeriksaan, Penyidikan dan Penagihan Pajak Nomor : S-152/PJ.75/2004 tanggal 9 Juli 2004 (lampiran 3).

  19. Perlu dibentuk Tim Penagihan Pajak di tingkat Kantor Pelayanan Pajak/Kantor Wilayah/Kantor Pusat Direktorat Jenderal Pajak yang mempunyai tugas dan wewenang khusus untuk memantau dan menyelesaikan tunggakan pajak dari Wajib Pajak Penunggak Terbesar lokal, regional dan nasional. Tim Penagihan Pajak secara berjenjang melaporkan hasil pelaksanaan tugasnya kepada Kepala Kantor Pelayanan Pajak, Kepala Kantor Wilayah, dan Direktur Jenderal Pajak/Direktur Pemeriksaan Penyidikan dan Penagihan Pajak.

  20. Untuk mendukung kegiatan penagihan, Kepala Kantor Pelayanan Pajak/Kepala Kantor Pelayanan Pajak Bumi dan Bangunan membuat jadwal kegiatan penagihan selama tahun 2005 dengan menggunakan contoh seperti pada lampiran 4 surat edaran ini.

  21. Kebijakan penagihan yang telah diatur dalam surat edaran tentang kebijakan penagihan tahun-tahun sebelumnya, termasuk kebijakan pemberian reward, sepanjang tidak bertentangan dengan surat edaran ini dinyatakan tetap berlaku.

Demikian untuk dilaksanakan dengan sebaik-baiknya.

Ditetapkan Di Jakarta
Tanggal 3 Maret 2005
Direktur Jenderal Pajak

Ttd

HADI POERNOMO
NIP. 060027375

Tembusan :
1. Sekretaris Direktorat Jenderal Pajak;
2. Para Direktur dan Tenaga Pengkaji di lingkungan Direktorat Jenderal Pajak.

Reading: Surat Edaran Dirjen Pajak – SE 01/PJ.75/2005