Resources / Regulation / Surat Edaran Dirjen Pajak

Surat Edaran Dirjen Pajak – SE 02/PJ.75/2004

Berdasarkan evaluasi perkembangan tunggakan pajak sampai dengan triwulan IV 2003, diperoleh saldo akhir sebesar Rp 25,571 triliun dan US$ 113.230.663 (total Rp 26,590 triliun), dengan realisasi pengurangan tunggakan pajak rata-rata sebesar 16,64 % dari saldo tunggakan awal setiap triwulan. Sementara itu, rencana pengurangan tunggakan pajak untuk tahun 2003 adalah sebesar 30% dari saldo tunggakan awal setiap triwulan dengan rencana saldo tunggakan akhir Desember 2003 sebesar Rp 19,26 triliun. Dengan demikian pengurangan tunggakan selama tahun 2003 dan saldo tunggakan pajak per 31 Desember 2003 ini jauh melebihi rencana yang telah ditetapkan.

Dalam rangka mendukung tercapainya rencana penerimaan pajak nasional untuk tahun 2004, perlu diupayakan pengurangan/pencairan tunggakan pajak secara optimal melalui peningkatan kegiatan operasional penagihan yang meliputi hal-hal sebagai berikut :

  1. Untuk mendukung tercapainya rencana penerimaan pajak tahun 2004 perlu dilaksanakan intensifikasi kegiatan penagihan pajak secara terpadu, profesional, terfokus, terukur dan konsisten serta sesuai dengan prosedur hukum yang berlaku.

  2. Rencana pencairan tunggakan pajak nasional ditetapkan sebagai berikut :
    1. Untuk tunggakan pajak atas ketetapan yang terbit sebelum tahun 2004, alokasi target pencairan tunggakan pajak per Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak dapat dilihat pada lampiran 1 surat edaran ini.
    2. Untuk tunggakan pajak atas ketetapan yang terbit selama tahun 2004, rencana pencairan tunggakan pajaknya adalah minimal sebesar 50%.
  3. Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak memantau dan memastikan bahwa setiap Kantor Pelayanan Pajak/Kantor Pelayanan Pajak Bumi dan Bangunan di wilayah kerjanya mempunyai paling sedikit satu Jurusita Pajak. Apabila terdapat Kantor Pelayanan Pajak/Kantor Pelayanan Pajak Bumi dan Bangunan yang tidak mempunyai Jurusita Pajak, maka Kepala Kantor Wilayah DJP agar menunjuk dan menempatkan paling sedikit satu Jurusita Pajak yang berasal dari kantor lain dalam wilayah Kantor Wilayah yang bersangkutan.

  4. Standar prestasi pelaksanaan kegiatan penagihan pajak tahun 2004 adalah sebagai berikut :
    1. Penyampaian Surat Paksa : 12 SP per Jurusita per bulan.
    2. Penyampaian SPMP : 3 SPMP per Jurusita per bulan.
    3. Pelaksanaan Lelang : 1 lelang per Triwulan per KPP.

    Apabila tempat pelaksanaan SP, SPMP dan Lelang berada di luar wilayah kerja Kantor Pelayanan Pajak/Kantor Pelayanan Pajak Bumi dan Bangunan yang menerbitkan surat ketetapan pajak, maka Kepala KPP/KPPBB yang bersangkutan wajib meminta bantuan kepada Kepala KPP/KPPBB yang wilayah kerjanya meliputi tempat pelaksanaan SP, SPMP dan Lelang. Standar prestasi atas pelaksanaan SP, SPMP dan Lelang tersebut diberikan kepada KPP/KPPBB yang meminta bantuan dan KPP/KPPBB yang memberikan bantuan.

  5. Dalam upaya mencapai target pengurangan tunggakan pajak 2004, perlu dilaksanakan langkah-langkah sebagai berikut :
    5.1. Kantor Pelayanan Pajak melaksanakan pemantauan tindakan penagihan pajak terhadap 100 Penunggak Pajak Terbesar, dan melaporkannya kepada Kepala Kantor Wilayah DJP setiap tanggal 10 bulan berikutnya dengan menggunakan formulir sesuai dengan Surat Direktur Pemeriksaan Penyidikan dan Penagihan Pajak (P4) Nomor S-30/PJ.75/2004 tanggal 24 Februari 2004 perihal Penyampaian Laporan Penagihan Tahun 2004 seperti pada lampiran 5. Khusus untuk Penunggak Pajak yang termasuk dalam Daftar Wajib Pajak 1000 Penunggak Pajak Terbesar Nasional di wilayah kerjanya dilaporkan setiap bulan kepada Direktur P4 paling lambat tanggal 15 bulan berikutnya dengan tembusan Kepala Kantor Wilayah DJP, dengan menggunakan formulir sebagaimana terdapat dalam Lampiran 2 surat edaran ini. Laporan tersebut dikirimkan dalam bentuk hard copy dan disket.

    5.2. Kantor Pelayanan Pajak/Kantor Pelayanan Pajak Bumi dan Bangunan mengupayakan agar pencairan atas tunggakan pajak baru yang besarnya Rp 100.000.000 (seratus juta rupiah) atau lebih dapat dibayar lunas dalam jangka waktu 60 (enam puluh) hari sejak surat ketetapan pajak diterbitkan. Apabila Wajib Pajak/Penanggung Pajak mengalami kesulitan likuiditas, maka pencairan tunggakan pajak tersebut sekurang-kurangnya sebesar 50% dari jumlah tunggakan pajak dan sisanya dapat dibayar dengan cara mengangsur.

    5.3. Kepala Kantor Pelayanan Pajak/Kantor Pelayanan Pajak Bumi dan Bangunan dan Kepala Kantor Wilayah DJP agar melakukan pemanggilan terhadap 20 Wajib Pajak Penunggak Pajak Terbesar di wilayahnya setiap bulan untuk penyelesaian tunggakan.

    5.4.

    Untuk mendapatkan dan melengkapi data tentang harta kekayaan Wajib Pajak/Penanggung Pajak, Kantor Pelayanan Pajak/Kantor Pemeriksaan dan Penyidikan Pajak melaksanakan Pemeriksaan untuk tujuan penagihan pajak (Delinquency Audit). Penugasan dan penentuan Unit Pelaksana Pemeriksa Pajak ditentukan sepenuhnya oleh Kepala Kantor Wilayah DJP.

    5.5. Kantor Pelayanan Pajak/Kantor Pelayanan Pajak Bumi dan Bangunan melaksanakan penagihan pajak dengan cara persuasif (soft collection), antara lain :
    – menghubungi Wajib Pajak/Penanggung Pajak melalui telepon,
    – mengundang Wajib Pajak/Penanggung Pajak untuk memperoleh kejelasan penyelesaian utang pajaknya,
    – mengirimkan surat pemberitahuan dan himbauan pelunasan utang pajak kepada Wajib Pajak/Penanggung Pajak, dan
    – meminta kepada Wajib Pajak/Penanggung Pajak agar secara sukarela menyerahkan harta kekayaannya untuk pelunasan pajak.

    5.6.

    Dari Hasil Penagihan Persuasif tersebut ditetapkan Wajib Pajak/Penanggung Pajak yang kooperatif dan non-kooperatif. Kepada Wajib Pajak/Penanggung Pajak yang kooperatif dapat diberikan reward sesuai ketentuan perpajakan yang berlaku, misalnya penghapusan sanksi administrasi, pembetulan SKP/STP, penjadwalan kembali pembayaran utang pajak dan sebagainya.

    Sedangkan terhadap Wajib Pajak/Penanggung Pajak yang non-kooperatif segera dilaksanakan tindakan keras (hard collection) mulai penerbitan Surat Perintah Penagihan Pajak Seketika dan Sekaligus, Surat Paksa, Surat Perintah Melaksanakan Penyitaan, pengumuman ke media masa, pelaksanaan pelelangan harta Wajib Pajak/Penanggung Pajak yang disita, pencegahan ke luar negeri, sampai pelaksanaan penyanderaan.

    5.7. Pelaksanaan Penyitaan aset Wajib Pajak/Penanggung Pajak diatur sebagai berikut :
    1. Terhadap Wajib Pajak/Penanggung Pajak yang mempunyai utang pajak yang besarnya lebih dari Rp 500.000,000 (lima ratus juta rupiah) dilaksanakan dalam tenggang waktu 14 (empat belas) hari setelah Surat Paksa diberitahukan kepada Wajib Pajak/Penanggung Pajak.
    2. Terhadap Wajib Pajak/Penanggung Pajak yang mempunyai utang pajak yang besarnya Rp 100.000.000 (seratus juta rupiah) sampai dengan Rp 500.000.000 (lima ratus juta rupiah) dilaksanakan dalam tenggang waktu 30 (tiga puluh) hari setelah Surat Paksa diberitahukan kepada Wajib Pajak/Penanggung pajak.
    3. Terhadap Wajib Pajak/Penanggung Pajak yang mempunyai utang pajak yang besarnya kurang dari Rp 100.000.000 (seratus juta rupiah) dilaksanakan dalam tenggang waktu 45 (empat puluh lima) hari setelah Surat Paksa diberitahukan kepada Wajib Pajak/Penanggung pajak.
    5.8.

    Penyitaan agar diprioritaskan atas kekayaan penanggung pajak berupa monetary assets seperti deposito berjangka, tabungan, saldo rekening koran, giro, piutang atau tagihan, obligasi, saham dan surat berharga lainnya. Khusus penyitaan atas harta kekayaan Penanggung Pajak yang tersimpan pada bank dilaksanakan dengan pemblokiran terlebih dahulu. Apabila dalam jangka waktu 14 (empat belas) hari sejak pelaksanaan sita, penanggung pajak tidak melunasi hutang pajak dan biaya penagihan pajak, Kepala Kantor Pelayanan Pajak/Kepala Kantor Pelayanan Pajak Bumi dan Bangunan segera meminta kepada pimpinan bank untuk memindahbukukan harta kekayaan penanggung pajak yang tersimpan pada bank ke kas negara sesuai dengan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 563/KMK.04/2000 tanggal 26 Desember 2000 dan Keputusan Dirjen Pajak Nomor KEP-627/PJ/2001 tanggal 24 September 2001.

    5.9. Usulan penyanderaan yang disampaikan Kepala Kantor Pelayanan Pajak/Kepala Kantor Pelayanan Pajak Bumi dan Bangunan atas Penunggak Pajak non kooperatif agar disesuaikan dengan Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor KEP-218/PJ/2003 tanggal 30 Juli 2003 serta memperhatikan potensi yang dimiliki Wajib Pajak/Penanggung Pajak untuk melunasi tunggakan pajaknya.

    5.10. Dalam hal Wajib Pajak/Penanggung Pajak sedang dalam pencegahan, penyanderaan, diminta agar Kantor Pelayanan Pajak/Kantor Pelayanan Pajak Bumi dan Bangunan tetap melakukan tindakan penagihan pajaknya secara aktif agar terjadi pembayaran/pelunasan hutang pajak wajib pajak yang sedang dalam pencegahan/penyanderaan tersebut.

    5.11. Sesuai dengan Pasal 11 ayat (1) UU KUP disebutkan bahwa apabila terdapat kelebihan pembayaran pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17, Pasal 17B, atau pasal 17C, maka kelebihan pembayaran tersebut dikembalikan kepada Wajib pajak, kecuali bila Wajib Pajak mempunyai utang pajak, maka kelebihan tersebut langsung diperhitungkan untuk melunasi terlebih dahulu utang pajak tersebut. Dalam hal ini utang pajak yang terlebih dahulu dilunasi atau dilakukan pemindahbukuan adalah utang pajak yang lebih dahulu diterbitkan, untuk mencegah daluwarsa penagihan.

    5.12.

    Dalam hal permohonan keberatan yang diajukan oleh Wajib Pajak diterima sebagian oleh unit yang menangani keberatan yaitu Kantor Pelayanan Pajak, Kantor Wilayah DJP atau Kantor Pusat DJP, maka atas sisa ketetapan yang diajukan keberatan tersebut diupayakan agar Kepala Kantor Pelayanan Pajak melakukan tindakan penagihan aktif semaksimal mungkin untuk pencairannya.

    5.13.

    Dalam rangka mendukung kegiatan penagihan pajak yang sudah dimulai sedini mungkin dan dilaksanakan oleh seluruh unsur Direktorat Jenderal Pajak melalui penagihan pajak persuasif, dengan ini diminta agar unit yang menangani keberatan Wajib Pajak yaitu seksi Penerimaan/Keberatan di KPP, Seksi Keberatan dan Banding PPh/PPN & PTLL di Kanwil dan Subdit Keberatan PPh/ PPN & PTLL di Kantor Pusat DJP turut membantu mencairkan utang pajak Wajib Pajak yang mengajukan keberatan dengan mempercepat proses penyelesaian keberatan dan menghimbau Wajib Pajak yang permohonan keberatannya diterima sebagian sebagaimana dimaksud butir 5.12 di atas untuk segera melunasi utang pajaknya.

    5.14.

    Terhadap keberatan yang telah ada surat keputusan keberatannya, diminta agar unit yang menangani keberatan tersebut segera menyampaikan keputusan keberatan tersebut ke Kantor Pelayanan Pajak, dalam hal keberatan ditangani Kantor Wilayah DJP atau Kantor Pusat DJP. Apabila keberatan ditangani oleh Kantor Pelayanan Pajak, maka Seksi Penerimaan/Keberatan segera menyampaikan keputusan keberatan tersebut kepada Seksi Penagihan di KPP.

    5.15.

    Kepala Kantor Pelayanan Pajak/Kepala Kantor Pelayanan Pajak Bumi dan Bangunan menyampaikan Daftar Usulan Penghapusan Piutang Pajak ke Kantor Wilayah DJP per semester paling lambat tanggal 10 Juli dan 10 Januari tahun berikutnya. Selanjutnya Kepala Kantor Wilayah DJP menyampaikan Daftar Usulan Penghapusan Piutang Pajak yang telah diteliti dan diketahui kepada Direktur Jenderal Pajak u.p. Direktur Pemeriksaan Penyidikan dan Penagihan Pajak paling lambat 20 hari sejak usulan tersebut diterima dari Kantor Pelayanan Pajak/Kantor Pelayanan Pajak Bumi dan Bangunan. Daftar Usulan Penghapusan Piutang Pajak/PBB dikirimkan dalam bentuk hard copy dan disket. Piutang pajak yang dapat dihapuskan adalah piutang pajak yang memenuhi kriteria sebagaimana dimaksud dalam Keputusan Menteri Keuangan Nomor 565/KMK.04/2000 tanggal 26 Desember 2000 tentang Tata Cara Penghapusan Piutang Pajak dan Penetapan Besarnya Penghapusan dan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 539/KMK.03/2002 tanggal 31 Desember 2002 tentang Perubahan Atas Keputusan Menteri Nomor 565/KMK.04/2000 tentang Tata Cara Penghapusan Piutang Pajak dan Penetapan Besarnya Penghapusan.

    5.16.

    Kepala Kantor Pemeriksaan dan Penyidikan Pajak (Karikpa) turut bertanggung jawab dalam pencairan tunggakan atas surat ketetapan pajak hasil pemeriksaannya dengan melaksanakan penagihan persuasif sebagaimana dimaksud dalam butir 5.5 surat edaran ini. Disamping itu, Kepala Karikpa membantu pencairan tunggakan pajak Wajib Pajak yang sedang diperiksa, yaitu dengan menghimbau Wajib Pajak untuk segera melunasi utang pajak yang telah dimiliki selama proses pemeriksaan tersebut berlangsung dan utang pajak tahun pajak yang diperiksa dengan pembayaran Sesuai dengan Pembahasan Akhir (SPA), Hasil pencairan tunggakan pajak oleh Karikpa agar dilaporkan kepada Kepala Kantor Wilayah DJP setiap tanggal 10 bulan berikutnya, dengan tembusan kepada Direktur Pemeriksaan, Penyidikan dan Penagihan Pajak. Bentuk laporan tersebut sesuai dengan Surat Direktur Pemeriksaan Penyidikan dan Penagihan Pajak Nomor S-30/PJ.75/2004 tanggal 24 Februari 2004 pada lampiran 12.

    5.17. Apabila Wajib Pajak mengajukan gugatan terhadap pelaksanaan penagihan pajak ke Pengadilan Pajak atau Peninjauan Kembali ke Mahkamah Agung, dalam hal Kantor Pelayanan Pajak/Kantor Pelayanan Pajak Bumi dan Bangunan/Kantor Wilayah DJP memerlukan bantuan dari Direktorat Pemeriksaan, Penyidikan dan Penagihan Pajak, Kantor Pelayanan Pajak/Kantor Pelayanan Pajak Bumi dan Bangunan/Kantor Wilayah agar menyampaikan data dan bukti pendukung yang diperlukan sesegera mungkin kepada Direktorat Pemeriksaan, Penyidikan dan Penagihan Pajak dengan memperhatikan jadwal sidang dan/atau jatuh tempo penyampaian memori/kontra memori Peninjauan Kembali.

    5.18. Direktorat Pemeriksaan, Penyidikan dan Penagihan Pajak Kantor Pusat DJP melaksanakan pengawasan dan pembinaan tindakan penagihan pajak terhadap 1000 Penunggak Pajak Terbesar Nasional dan melaporkannya setiap bulan kepada Direktur Jenderal Pajak paling lambat tanggal 25 bulan berikutnya.

    5.19. Bentuk, Jenis dan Kode Kartu, Formulir, Surat dan Buku yang digunakan dalam pelaksanaan Penagihan Pajak dengan Surat Paksa adalah berpedoman pada Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor KEP-645/PJ/2001 tanggal 4 Oktober 2001 sebagaimana telah diubah terakhir dengan KEP-474/PJ/2003 tanggal 12 Nopember 2003.

    5.20.

    Perlu dibentuk Tim Penagihan Pajak di tingkat Kantor Pelayanan Pajak/Kantor Pelayanan Pajak Bumi dan Bangunan/Kantor Wilayah/Kantor Pusat DJP yang mempunyai tugas dan wewenang khusus untuk memantau dan menyelesaikan tunggakan pajak (account officer) dari Wajib Pajak Penunggak Terbesar lokal, regional dan nasional. Pembentukan Tim Penagihan agar memperhatikan Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-02/PJ.75/2002 tanggal 22 April 2002.

Demikian untuk dilaksanakan dengan sebaik-baiknya.

DIREKTUR JENDERAL PAJAK

ttd

HADI POERNOMO

Reading: Surat Edaran Dirjen Pajak – SE 02/PJ.75/2004