Resources / Regulation / Surat Edaran Dirjen Pajak

Surat Edaran Dirjen Pajak – SE 03/PJ.1011/1998

Sehubungan dengan makin meningkatnya kegiatan usaha di Kawasan Kerjasama Zona A Celah Timor (selanjutnya disingkat sebagai Celah Timor) dan masih banyaknya pertanyaan mengenai perlakuan Pajak Penghasilan atas Penghasilan yang diterima atau diperoleh dari celah Timor oleh Wajib Pajak Badan dalam negeri atau Bentuk Usaha Tetap (BUT) dari perusahaan yang berdomisili di Australia atau di negara ketiga, maka dengan ini diberikan penegasan lebih lanjut atas SE-01/PJ.1012/1998 tanggal 3 Februari 1998 tentang Pajak Penghasilan atas Penghasilan yang diterima dan/atau Diperoleh dari Wilayah Kerjasama Zona A Celah Timor (Seri P3B No.3), sebagai berikut :

  1. Perlakuan Pajak Penghasilan Atas Laba/Rugi Usaha

    1. Wajib Pajak Badan Dalam Negeri

      1. Laba Usaha
        Terhadap penghasilan yang diterima atau diperoleh dari kegiatan usaha yang dilakukan oleh Wajib Pajak Badan dalam negeri di Celah Timor berupa Laba Usaha dikenakan pajak oleh negara Indonesia dan Australia, masing-masing sebesar 50% dari Laba Kena Pajak yang berasal dari Laba Usaha yang diterima atau diperoleh tersebut.
        Besarnya Laba Kena Pajak yang berasal dari Laba Usaha tersebut ditentukan/dihitung berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan yang berlaku di masing-masing negara yang bersangkutan.
        Bagian Laba Kena Pajak yang dikenakan pajak di Australia adalah merupakan penghasilan luar negeri yang harus dilaporkan oleh Wajib Pajak Badan dalam negeri tersebut dalam SPT Tahunan PPh-nya. Sedangkan pajak yang dibayar atau terutang di Australia atas bagian Laba Kena Pajak tersebut dapat diperhitungkan sebagai kredit pajak luar negeri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 Undang-undang Nomor 7 Tahun 1983 sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-undang Nomor 10 Tahun 1994 (selanjutnya disebut Undang-undang PPh).
        Apabila Wajib Pajak Badan dalam negeri tersebut menerima penghasilan lain selain dari penghasilan yang diterima atau diperoleh dari kegiatan usaha yang dilakukan di Celah Timor, maka besarnya Penghasilan Kena Pajak yang harus dilaporkan dalam SPT Tahunan PPh-nya adalah sebesar hasil penjumlahan (gunggungan) antara 50% dari Laba Kena Pajak atas kegiatan usaha di Celah Timor yang dikenakan pajak di Indonesia, bagian Laba Kena Pajak atas kegiatan usaha di Celah Timor yang dikenakan pajak di Australia dan penghasilan lainnya.
        Contoh :
        PT. A dalam tahun pajak 1997 memperoleh Laba Usaha (Komersial) dari Celah Timor sebesar Rp 400 juta. Dari jumlah laba Usaha tersebut setelah dihitung Laba Kena Pajak-nya berdasarkan ketentuan perundang-undangan perpajakan Indonesia adalah misalnya menjadi sebesar Rp 500 juta. Sedangkan penghasilan neto dalam negeri lainnya yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak dari kegiatan di luar Celah Timor adalah sebesar Rp 50 juta serta jumlah PPh Pasal 25 yang telah dibayar sebesar Rp 60 juta. Besarnya Laba Kena Pajak yang berasal dari Laba Usaha sebesar Rp 400 juta tersebut menurut ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan Australia misalnya adalah sebesar Rp 450 juta dan tarif pajak penghasilan yang berlaku di Australia adalah sebesar 36%.
        Penghitungan Pajak terhutang adalah sebagai berikut :

        Laba Kena Pajak tahun 1997 dari kegiatan usaha di Celah Timor (50% x Rp 500 juta) Rp 250.000.000
        Penghasilan Neto dalam negeri lainnya dari kegiatan diluar celah Timor Rp 50.000.000
        Jumlah Penghasilan Neto dalam negeri. Rp 300.000.000
        Penghasilan Neto luar negeri (50%xRp 450 juta) Rp 225.000.000
        Jumlah Penghasilan Kena Pajak tahun 1997 Rp 525.000.000
        Jumlah PPh terutang Rp 148.750.000
        Kredit Pajak :
        – PPh Pasal 24 = Rp 63.750.000
        – PPh Pasal 25 = Rp 60.000.000 +/+
        Rp 123.750.000
        Jumlah Pajak yang masih harus dibayar Rp 25.000.000
        Catatan :
        Pajak Penghasilan yang terutang di Australia adalah sebesar 36% x Rp 50% x Rp 450 juta = Rp 81 juta. Jumlah maksimum pajak yang dibayar di luar negeri yang dapat diperhitungkan sebagai kredit pajak luar negeri menurut Pasal 24 Undang-undang PPh adalah sebesar Rp 225.000.000/Rp 525.000.000 x Rp 148.750.000 = Rp 63.750.000.
      2. Rugi Usaha

        (i) Rugi Usaha yang diderita oleh Wajib Pajak Badan dalam negeri dari kegiatan usaha di Celah Timor hanya dapat kompensasikan dengan Laba Usaha dari kegiatan usaha di Celah Timor untuk tahun pajak berikutnya yaitu sebesar 50% dari jumlah Rugi Fiskal yang berasal dari Rugi Usaha tersebut.

        Contoh :
        PT. B dalam tahun pajak 1999 menderita Rugi Usaha (Komersial) dari kegiatan usaha di Celah Timor sebesar Rp 600 juta. Dari jumlah Rugi Usaha tersebut setelah dihitung berdasarkan ketentuan perundang-undangan perpajakan Indonesia ternyata menghasilkan Rugi Fiskal misalnya menjadi sebesar Rp 500 juta. Sedangkan untuk tahun pajak 2000 Wajib Pajak menerima atau memperoleh Laba Usaha (Komersial) dari kegiatan usaha di Celah Timor sebesar Rp 1,3 milyar, dan setelah dihitung Laba Kena Pajak-nya berdasarkan ketentuan perundang-undangan perpajakan Indonesia misalnya menjadi sebesar Rp 1,5 milyar.

        Perhitungan Kompensasi Kerugian : Laba Kena Pajak tahun 2000 dari kegiatan usaha di Celah Timor (50% x Rp 1,5 milyar) Rp 750.000.000
        Rugi Fiskal tahun 1999 dari kegiatan usaha di Celah Timor yang dapat dikompensasikan (50% x Rp500 juta) (Rp 250.000.000)
        Laba Kena Pajak tahun 2000 dari kegiatan usaha di Celah Timor setelah kompensasi kerugian Rp 500.000.000
        (ii)

        Rugi Usaha yang diderita Wajib Pajak Badan dalam negeri dari kegiatan usaha di Celah Timor tidak dapat dikompensasikan dengan Laba Usaha yang diterima atau diperoleh dari kegiatan usaha lain di Indonesia di luar Celah Timor atau sebaliknya.

        Contoh :

        1) PT. C dalam tahun pajak 1999 menderita Rugi Usaha (Komersial) dari kegiatan usaha di Celah Timor sebesar Rp 600 juta. Dari jumlah Rugi Usaha tersebut setelah dihitung berdasarkan ketentuan perundang-undangan perpajakan Indonesia ternyata menghasilkan Rugi Fiskal misalnya menjadi sebesar Rp 500 juta. Sedangkan untuk tahun pajak yang sama Wajib Pajak menerima atau memperoleh Laba Usaha (Komersial) dari kegiatan usaha di luar Celah Timor sebesar Rp 1,3 milyar, dan setelah dihitung Laba Kena Pajak-nya berdasarkan ketentuan perundang-undangan perpajakan misalnya menjadi sebesar Rp 1,5 milyar.

        Perhitungan Kompensasi Kerugian :

        Laba Kena Pajak tahun 1999 dari kegiatan usaha di luar Celah Timor Rp 1.500.000.000
        Rugi Fiskal tahun 1999 dari kegiatan usaha di Celah Timor sebesar Rp 250 juta (50% x Rp 500 juta) tidak dapat dikompensasikan Rp N I H I L
        Laba Kena Pajak tahun 1999 dari kegiatan usaha di luar Celah Timor setelah kompensasi kerugian Rp 1.500.000.000
        2) PT. D dalam tahun pajak 1999 menderita Rugi Usaha (Komersial) dari kegiatan usaha di luar Celah Timor sebesar Rp 600 juta. Dari jumlah Rugi Usaha tersebut setelah dihitung berdasarkan ketentuan perundang-undangan perpajakan ternyata menghasilkan Rugi Fiskal misalnya menjadi sebesar Rp 500 juta. Sedangkan untuk tahun pajak yang sama Wajib Pajak menerima atau memperoleh Laba Usaha (Komersial) dari kegiatan usaha di Celah Timor sebesar 1,3 milyar, dan setelah dihitung Laba Kena Pajaknya berdasarkan ketentuan perundang-undangan perpajakan Indonesia misalnya menjadi sebesar Rp 1,5 milyar.

        Perhitungan Kompensasi Kerugian :

        Laba Kena Pajak tahun 1999 dari kegiatan usaha di celah Timor (50% x Rp 1,5 milyar) Rp 750.000.000
        Rugi Fiskal tahun 1999 dari kegiatan usaha di luar Celah Timor sebesar Rp 500 juta tidak dapat dikompensasikan Rp N I H I L
        Laba Kena Pajak tahun 1999 dari kegiatan usaha di Celah Timor setelah kompensasi kerugian Rp 750.000.000
      3. Penghasilan dari usaha yang dikenakan pajak secara final
        Dalam hal penghasilan yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak Badan dalam negeri dari kegiatan usaha di Celah Timor termasuk dalam kategori penghasilan yang dikenakan PPh secara final di Indonesia, maka dasar pengenaan pajaknya adalah 50% dari penghasilan tersebut. Sedangkan penghasilan yang 50% lainnya yang dikenakan pajak di Australia adalah merupakan penghasilan luar negeri yang harus dilaporkan oleh Wajib Pajak Badan dalam negeri tersebut dalam SPT Tahunan PPh-nya dan pajak yang dibayar atau terutang di Australia atas penghasilan tersebut dapat diperhitungkan sebagai kredit pajak luar negeri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 Undang-undang PPh. Dengan demikian, bagian penghasilan yang dikenakan pajak di Australia tersebut tidak termasuk dalam kategori penghasilan yang dikenakan PPh secara final.

    2. BUT dari perusahaan yang berdomisili di Australia dan negara ketiga
      Penentuan BUT dalam peraturan ini mengacu sepenuhnya pada Undang-undang PPh.
      Dengan demikian ketentuan mengenai definisi BUT yang tercantum di dalam P3B baik antara Indonesia dengan Australia, maupun antara Indonesia dengan negara ketiga tidak berlaku.

      1. Laba Usaha
        Pada prinsipnya ketentuan mengenai perlakuan PPh terhadap Laba Usaha yang diterima atau diperoleh dari kegiatan usaha di Celah Timor oleh Wajib Pajak Badan dalam negeri sebagaimana dimaksud pada butir 1 huruf a berlaku juga terhadap Laba Usaha yang diterima atau diperoleh oleh BUT dari Australia atau negara ketiga, kecuali perlakuan terhadap bagian Laba Kena Pajak yang dikenakan pajak di Australia. Bagian Laba Kena Pajak tersebut tidak perlu digunggungkan dengan penghasilan lain yang diterima atau diperoleh di Indonesia di luar Celah Timor dan pajak atas bagian Laba Kena Pajak yang dibayar di Australia tidak dapat diperhitungkan sebagai kredit pajak luar negeri.
        Contoh :

        Laba Kena Pajak dari kegiatan usaha di Celah Timor Rp 500.000.000
        Penghasilan neto lainnya dari Indonesia di luar Celah Timor Rp 100.000.000
        Penghitungan Penghasilan Kena Pajak : Laba Kena Pajak dari kegiatan usaha di Celah Timor (50%) Rp 250.000.000
        Penghasilan neto lainnya dari Indonesia di luar Celah timor Rp 100.000.000
        Penghasilan Kena Pajak Rp 350.000.000
        Pajak Penghasilan terutang Rp 96.250.000
        Catatan :
        Wajib Pajak BUT tetap diwajibkan melunasi pajak atas laba bersih setelah pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 ayat (4) Undang-undang PPh.
        Dengan demikian jumlah PPh Pasal 26 ayat (4) yang terutang sebesar 20% x (350.000.000 – 96.250.000) = Rp 50.750.000.
      2. Rugi Usaha

        (i)

        Rugi Usaha yang diderita BUT dari kegiatan usaha di Celah Timor hanya dapat dikompensasikan dengan Laba Usaha dari kegiatan usaha di Celah Timor untuk tahun pajak berikutnya yaitu sebesar 50% dari jumlah Rugi Fiskal yang berasal dari Rugi Usaha tersebut.

        (ii)

        Rugi Usaha yang diderita BUT dari kegiatan usaha di Celah Timor tidak dapat dikompensasikan dengan Laba Usaha yang diterima atau diperoleh dari kegiatan usaha lain di Indonesia di luar Celah Timor atau sebaliknya.

        Contoh perhitungan kompensasi kerugian untuk (i) dan (ii) di atas masing-masing adalah sama dengan contoh perhitungan pada butir 1 huruf b (i) dan (ii).

      3. Penghasilan dari usaha yang dikenakan pajak secara final
        Dalam hal penghasilan yang diterima atau diperoleh BUT dari kegiatan usaha di Celah Timor termasuk dalam kategori penghasilan yang dikenakan PPh secara final di Indonesia, maka dasar pengenaan pajaknya adalah 50% dari penghasilan tersebut.
        Sedangkan penghasilan yang 50% lainnya yang dikenakan pajak di Australia tidak perlu dilaporkan oleh BUT tersebut dalam SPT Tahunan PPh-nya dan pajak yang dibayar atau terutang di Australia atas penghasilan tersebut tidak dapat diperhitungkan sebagai kredit pajak luar negeri.
        Contoh :
        Pablo Inc., sebuah BUT dari Amerika serikat, melakukan pekerjaan konstruksi di Celah Timor dengan nilai kontrak sebesar Rp 500.000.000,-. Maka PPh yang harus dipotong sebesar 2% sebagaimana diatur dalam PP No. 73/1996 diterapkan terhadap Rp 250.000.000,-.
        Dengan demikian perhitungan pajak finalnya adalah :
        Peredaran bruto Rp 500.000.000
        Dasar pengenaan pajak (50%) Rp 250.000.000
        PPh final (2%) Rp 5.000.000

  2. Kewajiban Wajib Pajak Badan Dalam Negeri dan BUT Sebagai Pemotong Pajak Penghasilan
    Wajib Pajak Badan dalam negeri dan BUT dari perusahaan yang berdomisili di Australia atau di negara ketiga sesuai dengan ketentuan perundang-undangan perpajakan yang berlaku adalah merupakan pemotong pajak. Sebagai pemotong pajak, Wajib Pajak Badan dalam negeri dan BUT tersebut mempunyai kewajiban untuk melakukan pemotongan, penyetoran dan pelaporan pajak atas penghasilan tertentu yang dibayarkan atau terutang kepada pihak lain dari kegiatan usaha atau pekerjaan yang dilakukan di Celah Timor dengan ketentuan sebagai berikut :

    1. Pemotongan pajak atas penghasilan yang dikenakan PPh secara final.
      Wajib Pajak Badan dalam negeri atau BUT yang melakukan pembayaran penghasilan yang dikenakan pajak secara final kepada pihak lain, wajib memotong PPh dengan dasar pengenaan pajak sebesar 50% dari jumlah bruto yang dibayarkan dan PPh yang dipotong tersebut wajib disetorkan serta dilaporkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
      Contoh :
      PT. ABC membayar imbalan jasa kepada PT. DEF atas pelaksanaan jasa konstruksi yang dilakukan di Celah Timor (yang berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 73 Tahun 1996 dikenakan pajak yang bersifat final sebesar 2%) dengan imbalan bruto sebesar Rp 100.000.000,-. Atas pembayaran imbalan jasa tersebut, PT. ABC wajib memotong PPh yang bersifat final sebesar Rp 1.000.000 (2% x 50% x Rp 100.000.000) dan wajib menyetorkan serta melaporkan pajak yang dipotong tersebut sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

    2. Pemotongan PPh Pasal 21/26 atas imbalan sehubungan dengan pekerjaan, jasa atau kegiatan yang dilakukan di Celah Timor.
      1. Wajib Pajak Badan dalam negeri atau BUT yang melakukan pembayaran imbalan sehubungan dengan pekerjaan, jasa atau kegiatan kepada Wajib Pajak Orang Pribadi yang berdomisili di Indonesia, wajib memotong PPh Pasal 21 yang dihitung berdasarkan Pasal 17 Undang-undang PPh atas seluruh jumlah bruto yang dibayarkan dan PPh yang dipotong tersebut wajib disetorkan serta dilaporkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
      2. Wajib Pajak Badan dalam negeri atau BUT yang melakukan pembayaran imbalan sehubungan dengan pekerjaan, jasa atau kegiatan kepada Wajib Pajak Orang Pribadi yang berdomisili di Australia tidak dipotong PPh.
      3. Wajib Pajak Badan dalam negeri atau BUT yang melakukan pembayaran imbalan sehubungan dengan pekerjaan, jasa atau kegiatan Wajib Pajak Orang Pribadi yang berdomisili di negara ketiga, wajib memotong PPh Pasal 21/26 sebesar 50% dari pajak yang terutang dan PPh yang dipotong tersebut wajib disetorkan serta dilaporkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

      Contoh :

      (i)

      PT. Elang membayar imbalan kepada Mr. Vijay, Wajib Pajak yang berdomisili di India, sehubungan dengan pekerjaan yang dilakukan di Celah Timor. Mr. Vijay dalam jangka waktu 12 bulan bekerja di Celah Timor untuk PT. Elang selama lebih dari 183 hari. Atas pembayaran imbalan tersebut, PT. Elang wajib memotong pajak sebesar 50% dari PPh Pasal 21 yang dihitung berdasarkan Pasal 17 Undang-undang PPh dan wajib menyetorkan serta melaporkan pajak yang dipotong tersebut sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

      (ii)

      PT. Rajawali membayar imbalan kepada Mr. Cha Bum Kum, Wajib Pajak yang berdomisili di Korea Selatan, sehubungan dengan pekerjaan yang dilakukan di Celah Timor. Mr. Cha Bum Kum dalam jangka waktu 12 bulan bekerja di Celah Timor untuk PT. Rajawali selama kurang dari 183 hari. Atas pembayaran imbalan tersebut PT Rajawali wajib memotong pajak sebesar 50% dari PPh Pasal 26 yang terutang, yaitu sebesar 50% x 20% x imbalan bruto yang dibayarkan tersebut.

      Catatan :
      Penghitungan PPh Pasal 26 yang terutang tersebut dilakukan tanpa memperhatikan adanya P3B antara Indonesia dan Korea Selatan.

    3. Pemotongan PPh Pasal 23/26 atas penghasilan tertentu yang berasal dari kegiatan usaha di Celah Timor.

      1. Dividen
        Apabila dividen yang seluruhnya atau sebagian berasal dari Laba Usaha yang diterima atau diperoleh dari kegiatan usaha di Celah Timor dibayarkan atau terutang oleh Wajib Pajak Badan dalam negeri kepada :

        (i)

        Perseroan terbatas (PT), koperasi, yayasan atau organisasi yang sejenis, BUMN atau BUMD, maka sesuai dengan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (3) huruf f Undang-undang PPh atas dividen tersebut tidak terutang PPh Pasal 23.
        Catatan :
        Dalam hal dividen tersebut dibayarkan atau terutang oleh Wajib Pajak Badan dalam negeri kepada Wajib Pajak Orang Pribadi dalam negeri, BUT dari negara ketiga, atau Wajib Pajak Badan dalam negeri selain tersebut di atas (seperti firma, CV dan kongsi), maka atas dividen tersebut terutang PPh Pasal 23.

        (ii)

        Wajib Pajak Australia, maka atas dividen tersebut tidak terutang PPh Pasal 26.

        (iii)

        Wajib Pajak dari negara ketiga, maka atas dividen tersebut terutang PPh Pasal 26 dengan dasar pengenaan pajak sebesar 50% dari dividen yang dibayar atau terutang tersebut.
        Catatan :
        Penghitungan PPh Pasal 26 yang terutang tersebut dilakukan tanpa memperhatikan adanya P3B antara Indonesia dan negara ketiga.
        Contoh :
        Mr. Smith, Wajib Pajak dari negara ketiga, menerima atau memperoleh dividen yang seluruhnya atau sebagian berasal dari Laba Usaha atas kegiatan usaha yang dilakukan oleh PT. Rajawali di Celah Timor sebesar Rp 10.000.000. Atas dividen tersebut, PT. Rajawali wajib memotong PPh Pasal 26 sebesar Rp 1.000.000 (20% x 50% x Rp 10.000.000).

      2. Bunga
        (i)

        Apabila bunga dibayarkan atau terutang oleh Wajib Pajak Badan dalam negeri atau BUT yang melakukan kegiatan usaha di Celah Timor kepada Wajib Pajak dalam negeri baik orang pribadi maupun badan (termasuk BUT), maka atas bunga tersebut terutang PPh Pasal 23.

        (ii)

        Apabila bunga dibayarkan atau terutang oleh Wajib Pajak Badan dalam negeri atau BUT yang melakukan kegiatan usaha di Celah Timor kepada Wajib Pajak Australia, maka atas bunga tersebut terutang PPh Pasal 26 sebesar 10% dari jumlah bruto.

        (iii)

        Apabila bunga dimaksud dibayarkan atau terutang oleh Wajib Pajak Badan dalam negeri atau BUT yang melakukan kegiatan usaha di Celah Timor kepada Wajib Pajak dari negara ketiga, maka atas bunga tersebut terutang PPh Pasal 26 sebesar 20% dengan dasar pengenaan pajak sebesar 50% dari jumlah bruto. Penerapan tarif sebesar 20% tersebut juga berlaku terhadap Wajib Pajak yang berdomisili di negara-negara ketiga yang mempunyai P3B dengan Indonesia.

      3. Royalti
        (i)

        Apabila royalti dibayarkan atau terutang oleh wajib Pajak Badan dalam negeri atau BUT yang melakukan kegiatan usaha di Celah Timor kepada Wajib Pajak dalam negeri baik orang pribadi maupun badan (termasuk BUT), maka atas royalti tersebut terutang PPh Pasal 23.

        (ii)

        Apabila royalti dibayarkan atau terutang oleh Wajib Pajak Badan dalam negeri atau BUT yang melakukan kegiatan usaha di Celah timor kepada Wajib Pajak Australia, maka atas royalti tersebut terutang PPh Pasal 26 sebesar 10% dari jumlah bruto.

        (iii)

        Apabila royalti dimaksud dibayarkan atau terutang oleh Wajib Pajak Badan dalam negeri atau BUT yang melakukan kegiatan usaha di Celah Timor kepada Wajib Pajak dari negara ketiga, maka atas royalti tersebut terutang PPh Pasal 26 sebesar 20% dengan dasar pengenaan pajak sebesar 50% dari jumlah bruto. Penerapan tarif sebesar 20% tersebut juga berlaku terhadap Wajib Pajak yang berdomisili di negara-negara ketiga yang mempunyai P3B dengan Indonesia.

  3. Kewajiban Lainnya

    1. Pembukuan atas kegiatan usaha yang dilakukan di Celah Timor oleh Wajib Pajak Badan dalam negeri atau BUT tersebut di atas, wajib diselenggarakan secara terpisah dari pembukuan atas kegiatan usaha yang dilakukan di luar Celah Timor. Pembukuan tersebut dapat dilakukan dalam bahasa Inggris dan mata uang dollar Amerika Serikat.

    2. Dalam hal pembukuan atas kegiatan usaha yang dilakukan di Celah Timor diselenggarakan dalam bahasa Inggris dan mata uang dollar Amerika Serikat, maka SPT Tahunan PPh WP Badan yang dibuat oleh Wajib Pajak Badan dalam negeri dan BUT disamping harus mencakup seluruh kegiatan usaha yang dilakukan oleh Wajib Pajak tersebut juga harus dilaporkan dengan menggunakan bahasa Indonesia dan dalam mata uang rupiah.

    3. Kewajiban umum lainnya dilaksanakan sesuai dengan ketentuan umum yang berlaku.

Demikian untuk dilaksanakan dengan sebaik-baiknya.

DIREKTUR JENDERAL

ttd

A. ANSHARI RITONGA

Reading: Surat Edaran Dirjen Pajak – SE 03/PJ.1011/1998