Resources / Regulation / Surat Edaran Dirjen Pajak

Surat Edaran Dirjen Pajak – SE 03/PJ.31/1993

Terlampir disampaikan Keputusan Menteri Keuangan Nomor : 22/KMK.04/1993tanggal 5 Januari 1992 tentang Penghitungan sanksi administrasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (2) Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983. Sehubungan dengan itu, dengan ini diberikan petunjuk pelaksanaan sebagai berikut :

  1. Penghitungan sanksi administrasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 Keputusan Menteri Keuangan Nomor : 22/KMK.04/1993 hanya mencakup sanksi administrasi berupa bunga sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (2) Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983, yaitu sanksi bunga yang dikenakan dalam rangka penerbitan Surat Ketetapan Pajak (SKP) dan dalam hal ini hanya menyangkut SKP PPh, SKP PPN dan SKP PPn BM. Dengan demikian maka penghitungan sanksi bunga tersebut tidak diterapkan dalam penghitungan sanksi bunga lainnya sebagaimana dimaksud dalam 19 ayat (1), Pasal 19 ayat (2) Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983, dan juga tidak untuk jenis pajak PBB.

  2. Penghitungan sanksi administrasi dimaksud hanya dapat diterapkan apabila Wajib Pajak yang bersangkutan telah memenuhi persyaratan kumulatif yaitu :
    1. menyelenggarakan pembukuan sesuai dengan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983, dan
    2. pada waktu dilakukan pemeriksaan, atau penelitian, atau verifikasi, Wajib Pajak telah memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29 ayat (2) Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983, dan
    3. memasukkan SPT sesuai dengan batas waktu yang ditentukan, dan
    4. menyampaikan lampiran-lampiran SPT sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
    5. Wajib Pajak melunasi pokok pajak yang terutang sesuai hasil pemeriksaan/verifikasi lapangan/penelitian.
  3. Mengenai pembukuan, selain harus diperhatikan ketentuan dalam Pasal 28 Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 perlu diperhatikan pula ketentuan dalam Keputusan Menteri Keuangan Nomor : 444/KMK.04/1989 tanggal 5 Mei 1989 tentang Penggunaan Bahasa asing dalam pembukuan Wajib Pajak dan Keputusan Menteri Keuangan Nomor : 1171/KMK.04/1992 tanggal 5 November 1992 tentang Penyelenggaraan pembukuan dalam bahasa asing dan mata uang asing bagi perusahaan dalam rangka PMA, Kontrak Karya dan Kontrak Bagi Hasil.Berdasarkan Keputusan Menteri Keuangan Nomor : 444/KMK.04/1989 sebagaimana ditegaskan dalam Surat Edaran Menteri Muda Keuangan selaku Pgs. Direktur Jenderal Pajak Nomor : SE-27/PJ.4/1989 tanggal 23 Juni 1989, WP yang berusaha di bidang migas, pertambangan umum, PMA dan WP BUT yang ingin menggunakan Bahasa Inggris dalam menyelenggarakan pembukuannya wajib memberitahukan kepada Direktur Jenderal Pajak.Dalam Keputusan Menteri Keuangan Nomor : 1171/KMK.04/1992 diatur bahwa WP PMA, WP yang melakukan kegiatan di bidang pertambangan umum berdasarkan kontrak karya dan di bidang migas berdasarkan kontrak bagi hasil dapat mengajukan permohonan untuk menyelenggarakan pembukuan dalam bahasa Inggris dan mata uang Dollar Amerika Serikat.Dalam Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor : SE-01/PJ/1993 tanggal 23 Januari 1993 ditegaskan bahwa WP BUT diperkenankan untuk mengajukan permohonan untuk menyelenggarakan pembukuan dalam Bahasa Inggris dan mata uang Dollar Amerika Serikat.
    Mengingat ketentuan tersebut, maka bagi Wajib Pajak yang menggunakan Bahasa Inggris dan mata uang Dollar Amerika Serikat, izin Direktur Jenderal Pajak atas nama Menteri Keuangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 Keputusan Menteri Keuangan Nomor : 1171/KMK.04/1992, merupakan persyaratan sebagaimana dimaksud dalam angka 2 huruf a di atas.
    Mengenai pemasukkan SPT, apabila Wajib Pajak memperoleh izin penundaan pemasukan SPT dan Wajib Pajak memasukkan SPT sesuai dengan izin penundaan, maka Wajib Pajak tersebut memasukkan SPT sesuai dengan batas waktu yang ditentukan.

  4. Mengingat bahwa berdasarkan ketentuan Pasal 13 Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983, SKP dapat dikeluarkan berdasarkan hasil pemeriksaan atau berdasarkan keterangan lain, maka perlu diingatkan bahwa penerapan kebijaksanaan penghitungan sanksi administrasi Pasal 13 ayat (2) dapat dilakukan baik berdasarkan hasil pemeriksaan atau berdasarkan hasil penelitian atau verifikasi sepanjang Wajib Pajak memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud dalam butir 2 diatas.

  5. Penghitungan sanksi administrasi Pasal 13 ayat (2) Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 adalah sebagai
    berikut :-

    Besarnya % pokok pajak terutang dalam SPT Tahunan terhadap pokok pajak terutang menurut SKP Besarnya penghitungan sanksi administrasi Pasal 13 ayat (2) Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 dari jumlah sanksi administrasi yang seharusnya
    a. PPh.
    Lebih dari 90 % 10 %
    Lebih dari 80 % sampai dengan 90 % 30 %
    Lebih dari 70 % sampai dengan 80% 50 %
    60 % sampai dengan 70 % 70 %
    b. PPN dan PPn BM
    Lebih dari 90 % 20 %
    Lebih dari 80 % sampai dengan 90 % 40 %
    Lebih dari 70 % sampai dengan 80 % 60 %
    60 % sampai dengan 70 % 80 %
    Kurang dari 60 % 100 %
  6. Besarnya sanksi administrasi Pasal 13 ayat (2) Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 sebagaimana dimaksud dalam butir 4 dan butir 5 di atas langsung dicantumkan dalam SKP yang bersangkutan. Dengan demikian prosedur yang ditempuh bukan menghitung besarnya sanksi yang seharusnya dalam SKP dan kemudian dilakukan pengurangan besarnya sanksi administrasi secara jabatan berdasarkan ketentuan Pasal 36 ayat (1) huruf a Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983, tetapi besarnya sanksi administrasi tersebut langsung dihitung berdasarkan Keputusan Menteri Keuangan Nomor : 22/KMK.04/1993 dan dicantumkan dalam SKP berdasarkan persentase sebagaimana dimaksud dalam butir 5 di atas. Dalam SKP supaya dicantumkan : “Sanksi Pasal 13 ayat (2) Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 jo. Keputusan Menteri Keuangan Nomor : 22/KMK.04/1993.”

  7. SKP dengan penghitungan sanksi administrasi Pasal 13 ayat (2) Undang-UndangNomor 6 Tahun 1983 berdasarkan Keputusan Menteri Keuangan tersebut hanya dikeluarkan apabila WP terlebih dahulu telah melunasi jumlah PPh atau PPN/PPn BM yang kurang dibayar berdasarkan pemeriksaan atau keterangan lain sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 Undang-UndangNomor 6 Tahun 1983 sesuai dengan tata cara pembayaran sebagaimana telah diatur dalam Keputusan Menteri Keuangan Nomor : 679/KMK.04/1991 tentang Tata cara pembayaran pajak dan sanksi administrasi yang terutang sesuai hasil pemeriksaan dan pembayaran bunga dan denda (lihat ketentuan Pasal 3 Keputusan Menteri Keuangan No : 22/KMK.04/1993). Dalam hal ini agar diperhatikan tentang daluwarsa pengeluaran SKP sebagaimana dimaksud Pasal 13 Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 dan daluwarsa penagihan pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 yang mengatur jangka waktu yang sama antara daluwarsa hak untuk pengeluaran SKP dan daluwarsa hak untuk melakukan penagihan yaitu 5 (lima) tahun sesudah saat terutangnya pajak atau berakhirnya masa pajak, bagian tahun pajak atau tahun pajak yang bersangkutan. Dengan kata lain, dalam mengeluarkan SKP tersebut harus diperhatikan agar hak untuk mengeluarkan SKP dan hak untuk melakukan penagihan pajak tidak daluwarsa.

  8. Selaras dengan maksud dan tujuan dari kebijaksanaan penghitungan sanksi bunga Pasal 13 ayat (2) Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tersebut sebagaimana diatur dalam Keputusan Menteri Keuangan Nomor : 22/KMK.04/1993 tersebut, maka Wajib Pajak seharusnya segera melunasi terlebih dahulu jumlah pajak yang kurang dibayar berdasarkan hasil pemeriksaan/verifikasi lapangan/penelitian.
    Apabila setelah lewat jangka waktu 1 (satu) bulan setelah hasil pemeriksaan, penelitian, atau verifikasi diberitahukan kepada Wajib Pajak ternyata Wajib Pajak belum melunasi terlebih dahulu jumlah pajak yang kurang dibayar, maka SKP agar segera diterbitkan dengan sanksi administrasi Pasal 13 ayat (2) Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 dihitung sepenuhnya sesuai dengan ketentuan dalam Pasal tersebut.
    Dalam hal jangka waktu 1 (satu) bulan tersebut melewati batas waktu daluwarsa hak untuk mengeluarkan SKP dan hak melakukan penagihan pajak, maka Kepala KPP segera menerbitkan SKP sebelum batas waktu daluwarsa hak untuk mengeluarkan SKP dan hak melakukan penagihan pajak tersebut. Oleh karena itu, agar pelaksanaan pemeriksaan, penelitian dan verifikasi dilakukan dan diselesaikan secepatnya.

  9. Sesuai dengan ketentuan dalam Pasal 4 Keputusan Menteri Keuangan Nomor : 22/KMK.04/1993, apabila kepada WP yang penghitungan sanksi administrasi Pasal 13 ayat (2) Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 dilakukan berdasarkan penghitungan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 Keputusan Menteri Keuangan Nomor : 22/KMK.04/1993, kemudian diterbitkan SKPT atau dilakukan tindakan penyidikan mengenai adanya tindak pidana di bidang perpajakan untuk tahun pajak atau masa pajak diterapkannya penghitungan tersebut, maka penghitungan sanksi bunga tersebut tidak berlaku lagi dan sanksi administrasi Pasal 13 ayat (2) Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 perlu dihitung kembali sepenuhnya. Oleh karena itu, sebagai tindak lanjut penerbitan SKPT atau penyidikan tersebut, KPP agar menerbitkan STP untuk menagih kekurangan sanksi administrasi dimaksud.
    Untuk itu, apabila atas Wajib Pajak yang bersangkutan dilakukan tindakan penyidikan mengenai adanya tindak pidana di bidang perpajakan, maka Kepala Karikpa segera memberitahukan kepada Kepala KPP yang bersangkutan.

  10. Sesuai dengan ketentuan Pasal 6 Keputusan Menteri Keuangan Nomor : 22/KMK.04/1993, penghitungan sanksi administrasi Pasal 13 ayat (2) Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 sebagaimana dimaksud dalam butir 5 dan butir 6 di atas mulai dilakukan dalam pengeluaran SKP PPh untuk tahun pajak 1992 dan SKP PPN/PPn BM untuk masa pajak Januari 1993.

  11. Para Kepala Kantor Wilayah DJP agar melakukan bimbingan dan pengawasan atas pelaksanaan Keputusan Menteri Keuangan Nomor : 22/KMK.04/1993 tersebut oleh para Kepala KPP dalam lingkungan wilayah kerjanya masing-masing.
    Hal penting yang perlu mendapat perhatian adalah bahwa maksud diterbitkannya Keputusan Menteri Keuangan Nomor : 22/KMK.04/1993 tersebut adalah untuk mendorong para Wajib Pajak agar dalam mengisi SPT PPh mulai Tahun Pajak 1992 dan SPT PPN/ PPn BM mulai Masa Pajak Januari 1993 dan seterusnya lebih berhati-hati dan lebih bertanggung jawab, lebih sesuai dengan ketentuan dan kenyataan yang sebenarnya (meningkatkan voluntary compliance). Oleh karena itu ketentuan ini perlu disebarluaskan, dijelaskan dan disuluhkan kepada para Wajib Pajak terutama bersamaan dengan penyuluhan SPT PPh tahun 1992.

Demikian untuk dilaksanakan dengan sebaik-baiknya.

DIREKTUR JENDERAL PAJAK

ttd

Drs. MAR’IE MUHAMMAD

Reading: Surat Edaran Dirjen Pajak – SE 03/PJ.31/1993