Resources / Regulation / Surat Edaran Dirjen Pajak

Surat Edaran Dirjen Pajak – SE 03/PJ.33/1998

Sehubungan dengan telah diberlakukannya beberapa ketentuan tentang pembayaran Pajak Penghasilan atas penghasilan tertentu yang dikenakan secara final, dengan ini diberikan penegasan mengenai pengenaan sanksi bagi Wajib Pajak yang tidak memenuhi kewajiban memungut/memotong atau membayar PPh Final sebagai berikut :

  1. Pengenaan sanksi PPh final baik kepada Pemungut/Pemotong Pajak maupun kepada Wajib Pajak yang wajib membayar sendiri tunduk pada ketentuan pengenaan sanksi perpajakan dalam Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1994 (UU KUP).

  1. Sanksi bagi Pemungut/Pemotong Pajak.
    Pemungut/Pemotong PPh final berkewajiban untuk memungut/memotong, menyetor, dan melaporkan PPh yang terutang secara bulanan seperti halnya Pemotong PPh Pasal 23/26. Oleh karena itu Pemungut/Pemotong PPh final dapat dikenakan sanksi berupa bunga, denda, atau kenaikan dalam hal :
    1. Wajib Pajak terlambat menyetor diterbitkan STP (sanksi berupa bunga) berdasarkan Pasal 14 ayat (1) jo. Pasal 19 ayat (1) UU KUP.
    2. Wajib Pajak tidak atau terlambat menyampaikan laporan bulanan diterbitkan STP (sanksi berupa denda) berdasarkan Pasal 7 UU KUP.
    3. Wajib Pajak tidak atau kurang memungut/memotong, tidak atau kurang menyetor PPh final yang terutang namun menyampaikan laporan bulanan, diterbitkan SKPKB untuk bulan yang bersangkutan ditambah sanksi berupa bunga berdasarkan Pasal 13 ayat (2) UU KUP.
    4. Wajib Pajak tidak atau kurang menyetor PPh final dan tidak menyampaikan laporan bulanan walaupun telah ditegor, diterbitkan SKPKB untuk bulan yang bersangkutan ditambah sanksi berupa kenaikan berdasarkan Pasal 13 ayat (3) UU KUP.
    5. Apabila ditemukan data baru atau data yang belum terungkap, ternyata PPh final yang seharusnya terutang lebih besar dari SKPKB yang telah diterbitkan, maka diterbitkan SKPKBT ditambah sanksi administrasi berupa kenaikan berdasarkan Pasal 15 ayat (2) UU KUP.
  2. Sanksi bagi Wajib Pajak yang melakukan pembayaran sendiri atas PPh finalnya dan wajib melaporkan secara bulanan.
    Contoh golongan Wajib Pajak ini adalah : perusahaan real estat, perusahaan persewaan tanah dan/atau bangunan, perusahaan pelayaran. Terhadap Wajib Pajak golongan ini dapat dikenakan sanksi berupa bunga, denda, atau kenaikan dalam hal :
    1. Wajib Pajak terlambat membayar diterbitkan STP (sanksi berupa bunga) berdasarkan Pasal 14 ayat (1) jo. Pasal 19 ayat (1) UU KUP.
    2. Wajib Pajak tidak atau terlambat menyampaikan laporan bulanan diterbitkan STP (sanksi berupa denda) berdasarkan Pasal 7 UU KUP.
    3. Wajib Pajak tidak atau kurang membayar PPh final bulanan diterbitkan STP untuk bulan yang bersangkutan berdasarkan Pasal 14 ayat (1) huruf a jo. Pasal 19 ayat (1) UU KUP.
    4. Apabila dilakukan pemeriksaan ternyata kewajiban PPh final dalam satu tahun pajak kurang dibayar, diterbitkan SKPKB untuk tahun yang bersangkutan ditambah sanksi berupa bunga berdasarkan pasal 13 ayat (2) UU KUP.
    5. Apabila ditemukan data baru atau data yang belum terungkap, ternyata PPh final yang terutang lebih besar dari SKPKB yang telah diterbitkan, maka diterbitkan SKPKBT ditambah sanksi administrasi berupa kenaikan berdasarkan Pasal 15 ayat (2) UU KUP.
      Penerbitan SKPKB atau SKPKBT sebagaimana dimaksud pada huruf d dan e di atas dihitung atas semua penghasilan Wajib Pajak baik yang dikenakan PPh berdasarkan tarif umum maupun yang dikenakan PPh final.
  3. Sanksi bagi Wajib Pajak yang membayar sendiri PPh final tetapi tidak wajib melapor bulanan.
    1. Apabila Wajib Pajak terlambat membayar PPh Final yang terutang diterbitkan STP (sanksi berupa bunga) berdasarkan Pasal 14 ayat (1) jo. Pasal 19 ayat (1) UU KUP.
    2. Apabila Wajib Pajak tidak atau kurang membayar PPh Final yang terutang diterbitkan SKPKB untuk tahun yang bersangkutan ditambah sanksi berupa bunga berdasarkan Pasal 13 ayat (2) UU KUP.
    3. Apabila ditemukan data baru dan atau data yang belum terungkap ternyata PPh Final yang terutang lebih besar dari SKPKB yang telah diterbitkan, maka diterbitkan SKPKBT ditambah sanksi administrasi berupa kenaikan berdasarkan Pasal 15 ayat (2) UU KUP.
      Penerbitan SKPKB/SKPKBT sebagaimana dimaksud pada huruf b dan c dihitung atas semua penghasilan Wajib Pajak baik yang dikenakan PPh berdasarkan tarif umum maupun yang dikenakan PPh final. Untuk penerbitan SKPKB bagi Wajib Pajak yang belum terdaftar, agar diberikan NPWP terlebih dahulu.
  4. Penggunaan formulir penerbitan STP/SKPKB/SKPKBT.

    5.1. Penerbitan SKPKB/SKPKBT/SKPN agar menggunakan formulir sebagaimana ditetapkan dalam Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor : SE-01/PJ.43/1998 tanggal 9 Januari 1998.
    5.2. Pengenaan sanksi administrasi bagi Wajib Pajak Pemungut/Pemotong PPh final dan penerbitan STP yang tidak dapat menggunakan formulir pada angka 5.1., maka :
    1. Penerbitan STP/SKPKB/SKPKBT bagi Pemungut/Pemotong PPh final menggunakan formulir STP/SKPKB/SKPKBT PPh Pasal 23/26 dengan membubuhi cap “PPh FINAL” di atas PPh Pasal 23/26.
    2. Penerbitan STP bagi Wajib Pajak yang wajib membayar sendiri/melakukan pelaporan bulanan PPh final, menggunakan formulir STP PPh Pasal 25 dengan membubuhi cap “PPh FINAL” di atas PPh Pasal 25.

Demikian untuk dilaksanakan sebagaimana mestinya.

DIREKTUR JENDERAL PAJAK

ttd.

Drs. A. ANSHARI RITONGA

Reading: Surat Edaran Dirjen Pajak – SE 03/PJ.33/1998