Resources / Regulation / Surat Edaran Dirjen Pajak

Surat Edaran Dirjen Pajak – SE 04/PJ.7/2000

Sehubungan dengan pelaksanaan pemeriksaan dalam tahun 2000 dan tahun-tahun berikutnya, maka kebijaksanaan pemeriksaan diatur sebagai berikut :

I.

Umum

1.1. Jenis dan Prioritas Pemeriksaan
a. Jenis pemeriksaan terdiri dari :
1)

Pemeriksaan Rutin, yaitu pemeriksaan yang bersifat rutin dilakukan terhadap Wajib Pajak sehubungan dengan pemenuhan hak dan kewajiban perpajakan Wajib Pajak yang bersangkutan yang pemilihannya terutama berdasarkan Sistem Kriteria Seleksi SPT untuk Diperiksa;

2)

Pemeriksaan Khusus, yaitu pemeriksaan yang dilakukan terhadap Wajib Pajak berkenaan dengan adanya masalah yang secara khusus berkaitan dengan Wajib Pajak yang bersangkutan;

3)

Pemeriksaan Bukti Permulaan, yaitu pemeriksaan yang dilakukan untuk mendapatkan bukti permulaan tentang adanya dugaan telah terjadi tindak pidana dibidang perpajakan;

4)

Pemeriksaan Wajib Pajak Lokasi, yaitu pemeriksaan yang dilakukan terhadap cabang, perwakilan , pabrik dan atau tempat usaha dari Wajib Pajak Domisili, berdasarkan permintaan dari Unit Pelaksana Pemeriksaan Wajib Pajak Domisili karena cabang, perwakilan, pabrik dan atau tempat usaha tersebut berada di luar wilayah wewenang Unit Pelaksana Pemeriksaan Wajib Pajak Domisili;

5)

Pemeriksaan Tahun Berjalan, yaitu pemeriksaan terhadap Wajib Pajak yang dilakukan dalam tahun berjalan untuk jenis-jenis pajak tertentu dan untuk mengumpulkan data atau keterangan atas kewajiban pajak lainnya.

b. Prioritas Pemeriksaan ditetapkan sebagai berikut :
1)

Pemeriksaan Rutin terhadap SPT Tahunan PPh Wajib Pajak Orang Pribadi atau Badan yang berdasarkan sistem kriteria seleksi memperoleh skor 700 atau lebih (menyatakan lebih bayar) dan atau SPT Tahunan PPh Pasal 21 yang menyatakan lebih bayar dan atau SPT Masa PPN yang menyatakan meminta pengembalian kelebihan pembayaran pajak;

2) Pemeriksaan Bukti Permulaan;
3) Pemeriksaan Wajib Pajak Lokasi;
4) Pemeriksaan Khusus;
5)

Pemeriksaan Rutin selain Pemeriksaan Rutin sebagaimana dimaksud pada angka 1) diatas;

6) Pemeriksaan Tahun Berjalan.
1.2. Ruang Lingkup dan Jangka Waktu Penyelesaian Pemeriksaan
a. Ruang lingkup pemeriksaan terdiri dari:
1)

Pemeriksaan Sederhana adalah pemeriksaan yang dilakukan terhadap Wajib Pajak, termasuk kerjasama operasi dan konsorsium, untuk seluruh jenis pajak (all taxes) atau jenis-jenis pajak tertentu, termasuk Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB), dan atau untuk tujuan lain, baik untuk tahun berjalan dan atau tahun-tahun sebelumnya yang dilakukan dengan menerapkan teknik-teknik pemeriksaan dengan bobot dan kedalaman yang sederhana. Pemeriksaan Sederhana terdiri dari :

1.1)

Pemeriksaan Sederhana Kantor (PSK) adalah Pemeriksaan Sederhana yang dilakukan di Kantor Direktorat Jenderal Pajak, untuk jenis-jenis pajak tertentu, baik untuk tahun berjalan dan atau tahun-tahun sebelumnya;

1.2)

Pemeriksaan Sederhana Lapangan (PSL) adalah Pemeriksaan Sederhana yang dilakukan dilapangan dan di kantor Direktorat Jenderal Pajak, untuk seluruh jenis pajak (all taxes) atau jenis-jenis pajak tertentu dan atau untuk tujuan lain, baik untuk tahun berjalan dan atau tahun-tahun sebelumnya.

2)

Pemeriksaan Lengkap (PL) adalah pemeriksaan yang dilakukan terhadap Wajib Pajak, termasuk kerjasama operasi dan konsorsium, dilapangan dan dikantor Direktorat Jenderal Pajak, untuk seluruh jenis pajak (all taxes), termasuk Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB), dan atau untuk tujuan lain, baik untuk tahun berjalan dan atau tahun-tahun sebelumnya yang dilakukan dengan menerapkan teknik-teknik pemeriksaan yang lazim digunakan dalam pemeriksaan pada umumnya.

b. Jangka waktu penyelesaian pemeriksaan ditetapkan sebagai berikut :
1)

PSK harus diselesaikan dalam jangka waktu 2 (dua ) minggu, terhitung sejak saat Surat Panggilan dikirimkan kepada Wajib Pajak, kecuali PSK terhadap SPT Masa PPN yang menyatakan meminta pengembalian kelebihan pembayaran pajak yang diajukan oleh Pengusaha Kena Pajak Eksportir Tertentu (PET).

2)

PSL harus diselesaikan dalam jangka waktu 1 (satu) bulan, terhitung sejak saat Surat Pemberitahuan Pemeriksaan Pajak (Pemeriksaan Sederhana Lapangan) disampaikan kepada Wajib Pajak, kecuali PSL sehubungan dengan pelaksanaan Pemeriksaan Wajib Pajak Lokasi dan Pemeriksaan Tahun Berjalan.

3)

PL harus diselesaikan dalam jangka waktu 2 (dua) bulan, terhitung sejak saat Surat Pemberitahuan Pemeriksaan Pajak (Pemeriksaan Lengkap) disampaikan kepada Wajib Pajak, kecuali PL sehubungan dengan pelaksanaan Pemeriksaan Wajib Pajak Lokasi.

4)

PSK terhadap SPT Masa PPN yang menyatakan meminta pengembalian kelebihan pembayaran pajak yang diajukan oleh Pengusaha Kena Pajak Eksportir Tertentu (PET) harus diselesaikan dalam jangka waktu paling lama 6 (enam) hari, terhitung sejak tanggal permohonan diterima, dan jangka waktu tersebut tidak dapat diperpanjang.

5)

PSL sehubungan dengan pelaksanaan Pemeriksaan Wajib Pajak Lokasi harus diselesaikan dalam jangka waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari, terhitung sejak tanggal Surat Perintah Pemeriksaan Pajak (SP3) Wajib Pajak Lokasi diterbitkan, dan jangka waktu tersebut tidak dapat diperpanjang.

6)

PL sehubungan dengan pelaksanaan Pemeriksaan Wajib Pajak Lokasi harus diselesaikan dalam jangka waktu paling lama 45 (empat puluh lima) hari, terhitung sejak tanggal Surat Perintah Pemeriksaan Pajak (SP3) Wajib Pajak Lokasi diterbitkan, dan jangka waktu tersebut tidak dapat diperpanjang.

7)

PSL atau PL sehubungan dengan pelaksanaan Pemeriksaan Tahun Berjalan harus diselesaikan dalam jangka waktu 1 (satu) bulan, terhitung sejak saat Surat Pemberitahuan Pemeriksaan Pajak disampaikan kepada Wajib Pajak, dan jangka waktu tersebut tidak dapat diperpanjang.

8)

PSL atau PL sehubungan dengan pelaksanaan Pemeriksaan Khusus berdasarkan instruksi dari Direktur Pemeriksaan Pajak harus diselesaikan dengan memperhatikan jangka waktu yang tertera pada instruksi Pemeriksaan khusus tersebut.

9)

PL sehubungan dengan pelaksanaan Pemeriksaan Bukti Permulaan berdasarkan instruksi dari Direktur Pemeriksaan Pajak atau Kepala Kantor Wilayah DJP harus diselesaikan dengan memperhatikan jangka waktu yang tertera pada instruksi Pemeriksaan Bukti Permulaan tersebut.

Jangka waktu penyelesaian pemeriksaan tersebut di atas tidak berubah meskipun terjadi pergantian Pemeriksa Pajak.

c.

Perpanjangan jangka waktu penyelesaian pemeriksaan diatur sebagai berikut :

1)

Apabila karena suatu alasan tertentu pemeriksaan diperkirakan tidak dapat diselesaikan sesuai dengan jangka waktu sebagaimana dimaksud pada butir 1.2 huruf b angka 1), 2) dan angka 3), maka Kepala Unit Pelaksana Pemeriksaan Pajak harus memberitahukan mengenai perpanjangan jangka waktu penyelesaian pemeriksaan disertai dengan alasan kepada Direktur Pemeriksaan Pajak atau Kepala Kantor Wilayah DJP atasannya paling lambat :
– 3 (tiga) hari sebelum jangka waktu penyelesaian PSK berakhir;
– 7 (tujuh) hari sebelum jangka waktu penyelesaian PSL atau PL berakhir,
dengan menggunakan formulir Surat Pemberitahuan Perpanjangan Jangka Waktu Pemeriksaan seperti pada Lampiran 1.
Perpanjangan jangka waktu penyelesaian pemeriksaan diberikan paling lama :
– 3 (tiga) minggu untuk PSK, dan tidak dapat diperpanjang lagi;
– 1 (satu) bulan untuk PSL, dan tidak dapat diperpanjang lagi; atau
– 2 (dua) bulan untuk PL.

2)

Apabila PL diperkirakan tidak dapat diselesaikan juga sesuai dengan jangka waktu yang telah ditentukan dalam Surat Pemberitahuan Perpanjangan Jangka Waktu Pemeriksaan, maka paling lambat 7 (tujuh) hari sebelum jangka waktu penyelesaian PL berakhir, Kepala Unit Pelaksana Pemeriksaan Lengkap harus mengajukan permohonan (pertama) perpanjangan jangka waktu penyelesaian PL disertai dengan alasan dan laporan kemajuan pemeriksaan (audit progress report) kepada Direktur Pemeriksaan Pajak atau Kepala Kantor Wilayah DJP atasannya dengan menggunakan formulir Surat Permohonan Perpanjangan Jangka Waktu Pemeriksaan seperti pada Lampiran 2.

3)

Direktur Pemeriksaan Pajak atau Kepala Kantor Wilayah DJP dapat menyetujui permohonan (pertama) tersebut untuk jangka waktu paling lama 2 (dua) bulan atau menolaknya dengan menggunakan Surat Persetujuan atau Penolakan Perpanjangan Jangka Waktu Pemeriksaan seperti pada Lampiran 3.

4)

Apabila PL diperkirakan tidak dapat diselesaikan juga sesuai dengan jangka waktu yang telah disetujui dalam Surat Persetujuan Perpanjangan Jangka Waktu Pemeriksaan, maka paling lambat 7 (tujuh) hari sebelum jangka waktu penyelesaian PL berakhir, Kepala Unit Pelaksana Pemeriksaan Lengkap harus mengajukan permohonan (kedua) perpanjangan jangka waktu penyelesaian PL disertai dengan alasan dan laporan kemajuan pemeriksaan (audit progress report) kepada Direktur Pemeriksaan Pajak atau Kepala Kantor Wilayah DJP atasannya dengan menggunakan formulir pada Lampiran 2.

5)

Direktur Pemeriksaan Pajak atau Kepala Kantor Wilayah DJP dapat menyetujui permohonan (kedua) tersebut untuk jangka waktu paling lama 2 (dua) bulan atau menolaknya dengan menggunakan formulir pada Lampiran 3.

6)

Apabila Pemeriksaan Bukti Permulaan atau Pemeriksaan Khusus berdasarkan instruksi dari Direktur Pemeriksaan Pajak diperkirakan tidak dapat diselesaikan sesuai dengan jangka waktu yang tercantum dalam instruksi yang bersangkutan, maka paling lambat 7 (tujuh) hari sebelum jangka waktu penyelesaian pemeriksaan berakhir, Kepala Unit Pelaksana Pemeriksaan Pajak harus mengajukan permohonan (bukan pemberitahuan) perpanjangan jangka waktu penyelesaian pemeriksaan disertai dengan alasan dan laporan kemajuan pemeriksaan (audit progress report) kepada Direktur Pemeriksaan Pajak atau Kepala Kantor Wilayah DJP atasannya dengan menggunakan formulir pada Lampiran 2.

7)

Persetujuan dan penentuan lamanya perpanjangan jangka waktu penyelesaian Pemeriksaan Bukti Permulaan atau Pemeriksaan Khusus berdasarkan instruksi dari Direktur Pemeriksaan Pajak diserahkan sepenuhnya kepada Direktur Pemeriksaan Pajak atau Kepala Kantor Wilayah DJP yang bersangkutan dengan menggunakan formulir pada Lampiran 3 atau surat menyurat biasa.

8)

Belum diterimanya hasil Pemeriksaan Wajib Pajak Lokasi oleh Unit Pelaksana Pemeriksaan Wajib Pajak Domisili tidak boleh dijadikan alasan dalam meminta perpanjangan jangka waktu penyelesaian pemeriksaan.

9)

Apabila pemberitahuan perpanjangan jangka waktu penyelesaian pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada angka 1) diajukan setelah berakhirnya jangka waktu pemeriksaan, maka Kepala Unit Pelaksana Pemeriksaan Pajak harus menjelaskan secara tertulis alasan atas keterlambatan pemberitahuan tersebut kepada Direktur Pemeriksaan Pajak atau Kepala Kantor Wilayah DJP atasannya.

10)

Mekanisme perpanjangan jangka waktu penyelesaian pemeriksaan tersebut di atas tidak berlaku sepenuhnya apabila jangka waktu penanganan penyelesaian SPT lebih bayar lebih singkat daripada jangka waktu penyelesaian pemeriksaan termasuk jangka waktu perpanjangannya.

d.

Ruang Lingkup dan Jangka Waktu Pemeriksaan berdasarkan golongan Wajib Pajak
Dalam rangka meningkatkan pelayanan dan produktivitas di bidang pemeriksaan, terhadap Wajib Pajak dilakukan pemeriksaan dengan ruang lingkup dan jangka waktu penyelesaian sebagai berikut :

No. Golongan Wajib Pajak Ruang Lingkup Pemeriksaan Jangka Waktu Pemeriksaan
1. WP Badan Khusus :
  1. Wp Masuk Bursa
  2. Bentuk Usaha Tetap Bank
  3. BUMN/BUMD
PSK
PSK
PSK
2 minggu
2 minggu
2 minggu
2. WP Orang Pribadi dan WP Badan Besar lainnya PL/PSL/PSK 2 bulan/1 bulan/2 minggu
3. WP Orang Pribadi dan WP Badan Menengah, termasuk para profesional PL/PSL/PSK 2 bulan/1 bulan/2 minggu
4. WP Kecil dan WP Orang Pribadi tidak menjalan usaha atau pekerjaan bebas PSL/PSK 1 bulan/2 minggu

Terhadap Wajib Pajak yang termasuk dalam golongan Wajib Pajak Badan Khusus (butir 1), Pemeriksaan Sederhana Kantor (PSK) sedapat mungkin dilakukan untuk seluruh jenis pajak (all taxes) dengan jangka waktu penyelesaian pemeriksaan selama 3 (tiga) minggu dan jangka waktu perpanjangannya selama 3 (tiga) minggu. Berdasarkan instruksi Direktur Pemeriksaan Pajak atau Kepala Kantor Wilayah DJP terkait, Pemeriksaan Sederhana Lapangan (PSL) atau Pemeriksaan Lengkap (PL) dapat pula dilakukan terhadap Wajib Pajak Badan Khusus yang patut dapat diduga tidak memenuhi kewajiban perpajakannya sebagaimana semestinya. Dalam hal ditemukan data baru dan atau data yang semula belum terungkap, maka walaupun sudah dilakukan pemeriksaan masih terbuka kesempatan untuk dilakukan pemeriksaan ulang melalui Pemeriksaan Lengkap (PL) sesuai dengan ketentuan. Oleh karena itu terhadap Wajib Pajak perlu diberitahukan agar menyelenggarakan pembukuannya secara transparan dan mematuhi ketentuan yang berlaku.

Wajib Pajak Orang Pribadi dan Badan Besar Lainnya (butir 2) terdiri dari Wajib Pajak PMA, Wajib Pajak Badora selain BUT Bank, dan Wajib Pajak Orang Pribadi dan Badan terbesar pada masing-masing Kantor Pelayanan Pajak.

Wajib Pajak Orang Pribadi dan Badan Menengah, Kecil serta Wajib Pajak Orang Pribadi yang tidak menjalankan usaha atau pekerjaan bebas (butir 2 dan 3), kriterianya ditentukan oleh Kepala Kantor Wilayah DJP atau Direktur Pemeriksaan Pajak berdasarkan peredaran usaha atau penghasilan yang diterima/diperoleh dalam suatu tahun pajak.

1.3.

Lembar Penugasan Pemeriksaan (LP2) dan Daftar Kesimpulan Hasil Pemeriksaan (DKHP)

a.

Lembar Penugasan Pemeriksaan (LP2) diatur sebagai berikut :

1)

Pada prinsipnya setiap pemeriksaan, baik Pemeriksaan Lengkap (PL) maupun Pemeriksaan Sederhana (PSK/PSL) harus dilaksanakan berdasarkan Lembar Penugasan Pemeriksaan (LP2). Namun pemeriksaan yang tidak mencakup SPT Tahunan PPh Wajib Pajak Orang Pribadi atau Badan, atau pemeriksaan yang tidak akan diikuti dengan penerbitan surat ketetapan pajak PPh Orang Pribadi atau Badan, dapat dilaksanakan tanpa berdasarkan LP2. Pemeriksaan yang dilaksanakan tanpa LP2, antara lain pemeriksaan terhadap :

bentuk kerjasama operasi (KSO) dan sejenisnya;

Wajib Pajak yang menyampaikan SPT Tahunan PPh Pasal 21 yang menyatakan lebih bayar;

Wajib Pajak yang menyampaikan SPT Masa PPN masa pajak terakhir dari suatu tahun pajak yang menyatakan lebih bayar (baik meminta restitusi maupun kompensasi);

Wajib Pajak sehubungan dengan adanya kegiatan membangun sendiri yang pemenuhan kewajiban PPN atas kegiatan tersebut patut diduga tidak dilaksanakan sebagaimana mestinya;

Wajib Pajak yang tidak menyampaikan SPT Tahunan PPh Pasal 21 selama 2 (dua) tahun berturut-turut;

Wajib Pajak yang tidak menyampaikan SPT Masa PPN dalam tahun berjalan selama 3 (tiga) bulan berturut-turut dari suatu tahun pajak;

Wajib Pajak yang menyampaikan SPT Masa PPN (dalam tahun berjalan) yang menyatakan meminta pengembalian kelebihan pembayaran pajak (restitusi) sehubungan dengan penyerahan ekspor dan atau penyerahan kepada badan pemungut PPN;

Wajib Pajak sehubungan dengan adanya data, termasuk data PBB dan atau BPHTB, yang dapat dimanfaatkan untuk ekstensifikasi Wajib Pajak dan atau Pengusaha Kena Pajak (PKP);

Wajib Pajak yang mengajukan permohonan sehubungan dengan pelaksanaan kewajiban perpajakannya, antara lain permohonan pemberian NPWP, pengukuhan pengusaha kena pajak (PKP), keberatan atau banding, penentuan Wajib Pajak berlokasi di daerah terpencil, pemusatan tempat terutang PPh Pasal 21, dan pemusatan tempat terutang PPN, serta untuk tujuan lain seperti : penentuan jumlah angsuran pajak dalam suatu masa pajak bagi Wajib Pajak baru, pengumpulan bahan guna penyusunan Norma Penghitungan, pencocokan data dan atau alat keterangan;

Wajib Pajak (lokasi) yang menyampaikan SPT Tahunan PPh Pasal 21 setelah berakhirnya jangka waktu penyampaian SPT yang ditetapkan dalam Surat Teguran sehingga SPT Tahunan PPh Pasal 21 tersebut dianggap sebagai data;

Wajib Pajak yang belum memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP);

Wajib Pajak sehubungan dengan Pemeriksaan Wajib Pajak Lokasi dan Pemeriksaan Tahun Berjalan.

2)

Oleh karena Kantor Wilayah DJP belum seluruhnya dapat terhubung (on line) dengan Kantor Pusat, maka untuk sementara waktu seluruh LP2 diterbitkan oleh Direktorat Pemeriksaan Pajak.

3)

Penerbitan LP2 dilakukan melalui program Aplikasi Penerbitan LP2 yang ditentukan oleh Kantor Pusat Direktorat Jenderal Pajak

4)

LP2 diterbitkan dalam rangkap 4 (empat) dan seluruhnya dikirimkan ke Unit Pelaksana Pemeriksaan Pajak yang akan melaksanakan pemeriksaan dengan menggunakan Surat Pengantar Pengiriman LP2.

5)

Surat Pengantar Pengiriman LP2 dibuat dalam rangkap 5 (lima) dan dikirimkan ke :

Unit Pelaksana Pemeriksaan Pajak dalam 2 (dua) rangkap, dan 1 (satu) rangkap berfungsi sebagai tanda terima yang dikembalikan kepada Direktorat Pemeriksaan Pajak;

KPP dan atau Karikpa terkait;

Kantor Wilayah DJP, dalam hal Unit Pelaksana Pemeriksaan Pajak adalah bukan Kantor Wilayah DJP yang bersangkutan;

Arsip Direktorat Pemeriksaan Pajak.
6)

Petunjuk dan tata cara penerbitan LP2 akan diuraikan pada masing-masing jenis pemeriksaan.

7)

Dalam hal terjadi pengalihan atau pembatalan pemeriksaan, maka LP2 yang telah diterima untuk pemeriksaan dimaksud harus dikembalikan ke penerbit LP2.

b. Daftar Kesimpulan Hasil Pemeriksaan (DKHP)
1)

Kesimpulan hasil pemeriksaan harus dituangkan dalam Daftar Kesimpulan Hasil Pemeriksaan (DKHP).

2)

Pembuatan DKHP dilakukan dengan mengisi LP2 secara lengkap dan benar pada kolom yang telah ditentukan sesuai dengan LPP, dan DKHP harus ditandatangani oleh Supervisor pada Unit Pelaksana Pemeriksaan Lengkap atau Kepala Seksi pada KPP yang bertanggungjawab atas pelaksanaan pemeriksaan pajak yang bersangkutan.

3)

Pembuatan DKHP dilakukan segera setelah LPP diselesaikan dan lembar asli DKHP harus dikirim kepada Direktorat Pemeriksaan Pajak dan Kantor Wilayah DJP atasannya paling lambat tanggal 10 bulan berikutnya setelah bulan diselesaikannya LPP dengan menggunakan Surat Pengantar Pengiriman DKHP.

4)

Surat Pengantar Pengiriman DKHP sebagaimana dimaksud pada angka 3) di atas berfungsi pula sebagai laporan bulanan mengenai realisasi pembuatan dan pengiriman DKHP. Dengan demikian, walaupun dalam suatu bulan laporan tidak ada DKHP yang harus dikirimkan, Surat Pengantar Pengiriman DKHP tersebut tetap harus dikirimkan dalam batas waktu yang ditentukan dengan diisi Nihil.

5)

Pembuatan dan pengiriman DKHP harus dilakukan sesuai dengan petunjuk dan tata cara seperti pada Lampiran 4.

1.4. Pemeriksaan Ulang dan Perluasan Pemeriksaan
a. Pemeriksaan ulang diatur sebagai berikut :
1)

Pemeriksaan ulang hanya dapat dilakukan berdasarkan instruksi atau persetujuan Direktur Jenderal Pajak.

2)

Instruksi atau persetujuan dari Direktur Jenderal Pajak untuk melaksanakan pemeriksaan ulang dapat diberikan apabila :

terdapat indikasi bahwa Wajib Pajak melakukan tindak pidana di bidang perpajakan;

terdapat data baru dan atau data yang semula belum terungkap yang dapat mengakibatkan penambahan pajak terutang; atau

terdapat sebab-sebab lain berdasarkan instruksi Direktur Jenderal Pajak.

3)

Sesuai dengan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (1) Undang-undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 9 Tahun 1994, yang dimaksud dengan data baru adalah data yang belum dilaporkan oleh Wajib Pajak dalam Surat Pemberitahuannya, sedangkan data yang semula belum terungkap adalah data yang sudah dilaporkan oleh Wajib Pajak dalam Surat Pemberitahuan namun tidak diungkapkan secara jelas.

4)

Pemeriksaan ulang merupakan Pemeriksaan Bukti Permulaan atau Pemeriksaan Khusus sesuai dengan kriteria dilakukannya pemeriksaan ulang tersebut.

b. Perluasan pemeriksaan diatur sebagai berikut :
1)

Perluasan pemeriksaan dilakukan berdasarkan instruksi atau persetujuan Direktur Pemeriksaan Pajak dalam rangka pelaksanaan Pemeriksaan Khusus atau Pemeriksaan bukti Permulaan.

2)

Instruksi atau persetujuan perluasan pemeriksaan dapat diberikan dalam hal :

terdapat indikasi bahwa Wajib Pajak melakukan tindak pidana di bidang perpajakan;

terdapat sebab-sebab lain berdasarkan instruksi Direktur Jenderal Pajak.

3)

Perluasan pemeriksaan merupakan Pemeriksaan Bukti Permulaan atau Pemeriksaan Khusus sesuai dengan kriteria dilakukannya perluasan pemeriksaan tersebut.

1.5.

Pendekatan Pemeriksaan dan Pengembangan Program Pemeriksaan

Dalam melaksanakan pemeriksaan, setiap Pemeriksa Pajak harus menguasai masalah yang terjadi di luar teknik maupun prosedur pemeriksaan, terutama terhadap hal-hal yang berkaitan dengan pola usaha Wajib Pajak. Penguasaan masalah tersebut dan ketajaman dalam membuat analisis angka-angka SPT dan laporan keuangan Wajib Pajak, akan mempengaruhi kualitas program pemeriksaan yang disusun dalam rangka menguji kepatuhan Wajib Pajak. Pemeriksaan harus difokuskan pada pos penjualan dan pos-pos lain yang diperkirakan akan memperoleh koreksi yang cukup material sebagai hasil analisis pada tahap persiapan pemeriksaan. Dalam pelaksanaan pemeriksaan agar digunakan pendekatan analisis sebagai berikut :

a.

Pemeriksaan Sederhana Kantor (PSK)
Pemeriksaan ini biasanya dilakukan untuk tahun atau masa pajak yang telah lewat, umumnya setelah SPT Tahunan PPh atau SPT Masa PPN disampaikan oleh Wajib Pajak. Pendekatan pemeriksaan minimal yang disarankan antara lain berupa :

menilai dan menganalisis SPT Tahunan PPh atau SPT Masa PPN;

menganalisis prosentase laba kotor secara horizontal dan membandingkannya dengan perusahaan lain yang sejenis;

menganalisis ratio biaya pegawai terhadap peredaran usaha (omzet) secara horizontal;

menganalisis sumber dan penggunaan dana;

melakukan cross-check data/informasi yang relevan pada SPT Tahunan PPh Wajib Pajak Orang Pribadi atau Badan, SPT Tahunan PPh Pasal 21, SPT Masa PPN dan bila perlu meminta konfirmasi kepada instansi lain, seperti Direktorat Jenderal Bea dan Cukai.

PSK dapat pula dilaksanakan tanpa meminjam buku dari Wajib Pajak sepanjang memenuhi ketentuan PSK dengan menerapkan audit program khusus.

b.

Pemeriksaan Sederhana Lapangan (PSL) dan Pemeriksaan Lengkap (PL) untuk seluruh jenis pajak
Pemeriksaan ini umumnya dilaksanakan oleh KPP, Karikpa dan Kantor Wilayah DJP terutama terhadap Wajib Pajak Menengah dan Besar, serta meliputi seluruh jenis pajak yang menjadi kewajibannya. Adapun pendekatan pemeriksaan yang disarankan adalah :

menilai dan menganalisis SPT Tahunan PPh dan SPT Masa PPN;

menganalisis prosentase laba kotor secara horizontal dan membandingkan dengan perusahaan lain yang sejenis;

menganalisis ratio biaya pegawai terhadap peredaran usaha (omzet) secara horizontal;

menganalisis sumber dan penggunaan dana;

melakukan cross-check data/informasi yang relevan pada SPT Tahunan PPh Wajib Pajak Orang Pribadi atau Badan, SPT Tahunan PPh Pasal 21, SPT Masa PPN dan bila perlu meminta konfirmasi kepada instansi lain, seperti Direktorat Jenderal Bea dan Cukai;

melakukan pengujian arus uang, arus piutang, arus utang dan arus barang dalam rangka menentukan kewajiban atas penjualan;

melakukan cross-check antara Pajak Masukan yang dikreditkan dengan jumlah pembelian yang dilaporkan dalam Daftar Perhitungan Rugi Laba dan Neraca, misalnya pembelian bahan baku/pembantu dan pembelian aktiva tetap atau lainnya;

melakukan cross-check antara komponen-komponen penghasilan karyawan dan pihak ketiga yang menjadi dasar penghitungan PPh Pasal 21 dengan biaya-biaya yang relevan yang dibebankan dalam Daftar Perhitungan Rugi Laba;

melakukan cross-check antara peredaran usaha (omzet) PPh dan Dasar Pengenaan Pajak (penyerahan) PPN;

melakukan penghitungan kapasitas produksi atau occupation rate;

melakukan perhitungan rendemen/formula pemakaian bahan baku dibandingkan dengan volume produksi, yang dipakai untuk pendekatan terhadap kewajaran atas laporan produksi;

melakukan analisis dengan seksama perhitungan-perhitungan yang berkenaan dengan pengurang laba kotor, misalnya :

beban bunga dengan besarnya utang;
biaya leasing (angsuran + bunga) dengan jumlah penyusutan;
kerugian selisih kurs dengan pinjaman valas.
1.6.

Standar Prestasi
Standar prestasi setiap pemeriksa per tahun ditetapkan sebagai berikut :

a.

6 (enam) Laporan Pemeriksaan Pajak untuk Pejabat Fungsional Pemeriksa Pajak pada Unit Pelaksana Pemeriksaan Lengkap dilingkungan Kantor Wilayah VI DJP dan Kantor Pusat DJP;

b.

8 (delapan) Laporan Pemeriksaan Pajak untuk Pejabat Fungsional Pemeriksa Pajak pada Unit Pelaksana Pemeriksaan Lengkap di lingkungan Kantor Wilayah DJP lainnya;

c.

20 (dua puluh) Laporan Pemeriksaan Sederhana untuk Pemeriksa Pajak pada Unit Pelaksana Pemeriksaan Sederhana dilingkungan Kantor Wilayah VI DJP;

d.

25 (dua puluh lima) Laporan Pemeriksaan Sederhana untuk Pemeriksa Pajak pada Unit Pelaksana Pemeriksaan Sederhana dilingkungan Kantor Wilayah DJP lainnya.

Standar prestasi tersebut di atas akan dievaluasi setiap tahun sesuai dengan kebutuhan.

II. Pemeriksaan Rutin
2.1.

Cakupan Pemeriksaan Cakupan Pemeriksaan Rutin ditentukan sebagai berikut :

a. Kriteria Seleksi
Pemeriksaan Rutin – Kriteria Seleksi dilaksanakan apabila :
1)

SPT Tahunan PPh Wajib Pajak Orang Pribadi atau Badan terpilih untuk diperiksa berdasarkan sistem kriteria seleksi;

2)

Wajib Pajak lainnya memenuhi kriteria pemeriksaan berdasarkan uji petik yang ditetapkan oleh Direktur Pemeriksaan Pajak.

Oleh karena program aplikasi Sistem Kriteria Seleksi belum dapat dijalankan sebagaimana mestinya dan mengingat pemeriksaan terhadap SPT Tahunan PPh Wajib Pajak Orang Pribadi atau Badan yang (sebelum proses editing) menyatakan lebih bayar (termasuk pada angka 1 di atas) harus segera dilaksanakan, maka Kepala Kantor Wilayah DJP diminta agar segera menetapkan Unit Pelaksana Pemeriksaan Pajak untuk melakukan pemeriksaan terhadap SPT Tahunan PPh Wajib Pajak Orang Pribadi atau Badan yang menyatakan lebih bayar tersebut berdasarkan #daftar nominatif SPT lebih bayar# yang disampaikan oleh Kepala Kantor Pelayanan Pajak, dan pemeriksaan dapat dilaksanakan terlebih dahulu tanpa menunggu diterbitkannya LP2 oleh Direktorat Pemeriksaan Pajak.

b. Bukan Kriteria Seleksi
Pemeriksaan Rutin – Bukan Kriteria Seleksi dilaksanakan apabila :
1) terdapat kerjasama operasi (KSO) atau konsorsium;
2) Wajib Pajak Orang Pribadi atau Badan menyampaikan :
SPT Tahunan PPh Pasal 21 yang menyatakan lebih bayar;

SPT Masa PPN masa pajak terakhir dari suatu tahun pajak yang menyatakan lebih bayar (baik meminta restitusi maupun kompensasi);

3) Wajib Pajak Orang Pribadi atau Badan menyampaikan :

SPT Tahunan PPh untuk bagian tahun pajak sebagai akibat adanya perubahan tahun buku yang telah disetujui oleh Direktur Jenderal Pajak;

SPT Tahunan PPh untuk tahun pajak saat Wajib Pajak melakukan penilaian kembali aktiva tetap yang telah disetujui oleh Direktur Jenderal Pajak;

SPT Tahunan PPh untuk tahun pajak saat Wajib Pajak melakukan penggabungan, pemekaran atau pengambil alihan usaha, atau likuidasi (Wajib Pajak yang mengajukan permohonan pembubaran dengan melampirkan Laporan Keuangan Likuidasi atau diketahui dari media massa bahwa Wajib Pajak akan melakukan likuidasi);

4)

Wajib Pajak Orang Pribadi menyampaikan SPT Tahunan PPh yang menyalahi ketentuan penggunaan Norma Penghitungan Penghasilan Netto;

5)

Wajib Pajak Orang Pribadi yang menjalankan usaha atau pekerjaan bebas atau Wajib Pajak Badan, mengajukan permohonan :

a). pencabutan NPWP; atau
b). pindah tempat terdaftarnya Wajib Pajak;
6)

Wajib Pajak tidak menyampaikan SPT Tahunan PPh, termasuk SPT kembali pos (kempos) dan Wajib Pajak kelompok Non Efektif (NE);

7)

Wajib Pajak melakukan kegiatan membangun sendiri yang pemenuhan kewajiban PPN atas kegiatan tersebut patut diduga tidak dilaksanakan sebagaimana mestinya;

8) Wajib Pajak tidak menyampaikan :

SPT Tahunan PPh Pasal 21 selama 2 (dua) tahun berturut-turut;

SPT Masa PPN dalam tahun berjalan selama 3 (tiga) bulan berturut-turut dari suatu tahun pajak;

9)

Wajib Pajak menyampaikan SPT Masa PPN (dalam tahun berjalan) yang menyatakan meminta pengembalian kelebihan pembayaran pajak (restitusi) sehubungan dengan penyerahan ekspor dan atau penyerahan kepada badan pemungut PPN;

10)

SPT Tahunan PPh Wajib Pajak yang menyatakan rugi (apabila SPT Tahunan PPh Wajib Pajak tersebut tidak termasuk dalam Pemeriksaan Rutin berdasarkan kriteria seleksi) yang pelaksanaan pemeriksaannya dikaitkan dengan pelaksanaan Pemeriksaan Rutin untuk tahun pajak lainnya.

c.

Tujuan Lain
Pemeriksaan Rutin – Tujuan Lain dilaksanakan apabila :

1)

terdapat data, termasuk data PBB dan atau BPHTB, yang dapat dimanfaatkan untuk ekstensifikasi Wajib Pajak dan atau Pengusaha Kena Pajak (PKP);

2)

Wajib Pajak yang mengajukan permohonan sehubungan dengan pelaksanaan kewajiban perpajakannya, antara lain permohonan pemberian NPWP, pengukuhan pengusaha kena pajak (PKP), keberatan atau banding, penentuan Wajib Pajak berlokasi di daerah terpencil, pemusatan tempat terutang PPh Pasal 21, dan pemusatan tempat terutang PPN, serta untuk tujuan lain seperti : penentuan jumlah angsuran pajak dalam suatu masa pajak bagi Wajib Pajak baru, pengumpulan bahan guna penyusunan Norma Penghitungan, pencocokan data dan atau alat keterangan.

2.2.

Daftar Nominatif Wajib Pajak
Kepala Kantor Pelayanan Pajak (KPP) membuat Daftar Nominatif Wajib Pajak (yang akan diperiksa), baik yang pemeriksaannya akan dilakukan melalui Pemeriksaan Lengkap maupun Pemeriksaan Sederhana, yang meliputi Pemeriksaan Rutin sebagaimana dimaksud pada butir 2.1 huruf b dan huruf c, dengan menggunakan formulir Daftar Nominatif Wajib Pajak seperti pada Lampiran 5. Pembuatan Daftar Nominatif Wajib Pajak tersebut dilakukan secara bulanan dan harus dikirimkan kepada Kepala Kantor Wilayah DJP atasannya dengan tembusan kepada Direktur Pemeriksaan Pajak dan Kepala Kantor Pemeriksaan dan Penyidikan Pajak (Karikpa) terkait paling lambat setiap tanggal 15 bulan berikutnya. Disamping membuat Daftar Nominatif Wajib Pajak tersebut diatas, untuk sementara waktu Kepala Kantor Pelayanan Pajak diminta juga untuk membuat #daftar nominatif SPT lebih bayar# yang dapat berupa register SPT Tahunan PPh Wajib Pajak Orang Pribadi atau Badan yang menyatakan lebih bayar hasil print-out komputer di tempat Pelayanan Terpadu (TPT) dengan menambahkan keterangan lain yang diperlukan seperti jumlah peredaran bruto, atau dibuat secara manual. Pencetakan atau pembuatan #daftar nominatif SPT lebih bayar# tersebut dilakukan secara bulanan dan harus dikirimkan kepada Kepala Kantor Wilayah DJP atasannya dengan tembusan kepada Direktur Pemeriksaan Pajak dan Kepala Kantor Pemeriksaan dan Penyidikan Pajak (Karikpa) terkait paling lambat setiap tanggal 15 bulan berikutnya.

2.3. Unit Pelaksana Pemeriksaan Pajak
a.

Unit Pelaksana Pemeriksaan Pajak untuk Pemeriksaan Rutin terhadap SPT Tahunan PPh Wajib Pajak Orang Pribadi (yang menjalankan usaha atau pekerjaan bebas) atau Badan yang terpilih untuk diperiksa berdasarkan sistem kriteria seleksi (butir 2.1 huruf a angka 1), dan kerjasama operasi (KSO) serta konsorsium (butir 2.1 huruf b angka 1) ditentukan sepenuhnya oleh Kepala Kantor Wilayah DJP atasannya dengan memperhatikan volume pekerjaan pada masing-masing Unit Pelaksana Pemeriksaan Pajak yang bersangkutan.

b.

pemeriksaan terhadap SPT Tahunan PPh Wajib Pajak Orang Pribadi yang tidak menjalankan usaha atau pekerjaan bebas yang berdasarkan sistem kriteria seleksi (butir 2.1 huruf a angka 1) terpilih untuk diperiksa dilaksanakan melalui Pemeriksaan Sederhana Kantor (PSK) oleh Unit Pelaksana Pemeriksaan Sederhana, kecuali Kepala Kantor Wilayah DJP atasannya menentukan lain.

c.

Pemeriksaan Rutin terhadap Wajib Pajak lainnya yang memenuhi kriteria pemeriksaan berdasarkan uji petik yang ditetapkan oleh Direktur Pemeriksaan Pajak (butir 2.1 huruf a angka 2) dilaksanakan oleh Unit Pelaksana Pemeriksaan Lengkap yang ditentukan oleh Direktur Pemeriksaan Pajak.

d.

Pemeriksaan Rutin terhadap Wajib Pajak yang menyampaikan SPT Tahunan PPh Pasal 21 dan atau SPT Masa PPN masa pajak terakhir dari suatu tahun pajak yang menyatakan lebih bayar (butir 2.1 huruf b angka 2) dilaksanakan melalui Pemeriksaan Sederhana Lapangan (PSL), meliputi satu tahun pajak atau seluruh masa pajak dalam tahun pajak yang bersangkutan.

e.

Dalam hal Wajib Pajak (domisili), disamping menyampaikan SPT Tahunan PPh Pasal 21 dan atau SPT Masa PPN masa pajak terakhir dari suatu tahun pajak yang menyatakan lebih bayar (butir 2.1 huruf b angka 2), memenuhi juga ketentuan Pemeriksaan Rutin sebagaimana dimaksud pada butir 2.1 huruf b angka 3, maka pemeriksaannya harus dilakukan terhadap seluruh jenis pajak (all taxes) untuk tahun pajak yang bersangkutan melalui Pemeriksaan Lengkap (PL) yang unit pelaksananya ditentukan oleh Kepala Kantor Wilayah DJP atasannya.

f.

Dalam hal Wajib Pajak (domisili), di samping menyampaikan SPT Tahunan PPh Pasal 21 dan atau SPT Masa PPN masa pajak terakhir dari suatu tahun pajak yang menyatakan lebih bayar (butir 2.1 huruf b angka 2), memenuhi juga ketentuan Pemeriksaan Rutin sebagaimana dimaksud pada butir 2.1 huruf a angka 1 dan atau butir 2.1 huruf b angka 4, maka pemeriksaannya harus dilakukan terhadap seluruh jenis pajak (all taxes) untuk tahun pajak yang bersangkutan melalui Pemeriksaan Sederhana Lapangan (PSL) atau pemeriksaan Lengkap (PL) yang unit pelaksananya ditentukan oleh Kepala Kantor Wilayah DJP atasannya.

g.

Pemeriksaan Rutin terhadap Wajib Pajak yang menyampaikan SPT Tahunan PPh untuk (butir 2.1 huruf b angka 3) :

bagian tahun pajak sebagai akibat adanya perubahan tahun buku yang telah disetujui oleh Direktur Jenderal Pajak;

tahun pajak saat Wajib Pajak melakukan penilaian kembali aktiva tetap yang telah disetujui oleh Direktur Jenderal Pajak; dan atau

tahun pajak saat Wajib Pajak melakukan penggabungan, pemekaran atau pengambilalihan usaha, atau likuidasi yaitu Wajib Pajak yang mengajukan permohonan pembubaran dengan melampirkan Laporan Keuangan Likuidasi atau diketahui dari media massa bahwa Wajib Pajak melakukan likuidasi, dilaksanakan oleh unit Pelaksana Pemeriksaan Lengkap, kecuali untuk pemeriksaan yang berkenaan dengan likuidasi perusahaan yang tidak berbentuk perseroan terbatas, unit pelaksananya ditentukan oleh Kepala Kantor Wilayah DJP atasannya.

h.

Dalam hal Wajib Pajak di samping memenuhi ketentuan Pemeriksaan Rutin sebagaimana dimaksud pada butir 2.1 huruf b angka 3, memenuhi juga ketentuan Pemeriksaan Rutin sebagaimana dimaksud pada butir 2.1 huruf a angka 1, maka pemeriksaannya harus dilaksanakan oleh Unit Pelaksana Pemeriksaan Lengkap yang ditentukan oleh Kepala Kantor Wilayah DJP atasannya.

i. Pemeriksaan Rutin terhadap :

Wajib Pajak Orang Pribadi yang menyampaikan SPT Tahunan PPh yang menyalahi ketentuan penggunaan Norma Penghitungan Penghasilan Neto (butir 2.1 huruf b angka 4);

Wajib Pajak Orang Pribadi yang menjalankan usaha atau pekerjaan bebas atau Wajib Pajak Badan, yang mengajukan permohonan pencabutan NPWP (butir 2.1 huruf b angka 5a); atau

Wajib Pajak yang tidak menyampaikan SPT Tahunan PPh dalam jangka waktu sebagaimana yang tercantum dalam Surat Teguran, termasuk SPT kembali pos (kempos) dan Wajib Pajak kelompok Non Efektif (butir 2.1 huruf b angka 6), dilaksanakan melalui Pemeriksaan Sederhana Lapangan (PSL) oleh Unit Pelaksana Pemeriksaan Sederhana, kecuali Kepala Kantor Wilayah DJP atasannya menentukan lain.

j.

Pemeriksaan Rutin terhadap Wajib Pajak sehubungan dengan adanya kegiatan membangun sendiri yang pemenuhan kewajiban PPN atas kegiatan tersebut patut dapat diduga tidak dilaksanakan sebagaimana mestinya (butir 2.1 huruf b angka 7) dilakukan melalui Pemeriksaan Sederhana Lapangan (PSL) oleh Unit Pelaksana Pemeriksaan Sederhana yang wilayah wewenangnya meliputi tempat bangunan tersebut berada.

k. Pemeriksaan Rutin terhadap :

Wajib Pajak Orang Pribadi yang menjalankan usaha atau pekerjaan bebas atau Wajib Pajak Badan, yang mengajukan permohonan pindah tempat terdaftarnya Wajib Pajak (butir 2.1 huruf b angka 5b);

Wajib Pajak yang tidak menyampaikan SPT Tahunan PPh Pasal 21 selama 2 (dua) tahun berturut-turut atau Wajib Pajak yang tidak menyampaikan SPT Masa PPN dalam tahun berjalan selama 3 (tiga) bulan berturut-turut dari suatu tahun pajak (butir 2.1 huruf b angka 8);

Wajib Pajak sehubungan dengan adanya data, termasuk data PBB dan atau BPHTB, yang dapat dimanfaatkan untuk ekstensifikasi Wajib Pajak dan atau Pengusaha Kena Pajak (butir 2.1 huruf c angka 1); atau

Wajib Pajak yang mengajukan permohonan sehubungan dengan pelaksanaan kewajiban perpajakannya, antara lain permohonan pemusatan tempat terutang PPh Pasal 21, pemusatan tempat terutang PPN, pengukuhan Pengusaha Kena Pajak, dan penentuan daerah terpencil (butir 2.1 huruf b angka 2), dilaksanakan melalui Pemeriksaan Sederhana Lapangan (PSL) oleh Unit Pelaksana Pemeriksaan Sederhana.

l. Pemeriksaan Rutin terhadap :

Wajib Pajak (lokasi) yang menyampaikan SPT Tahunan PPh Pasal 21 yang menyatakan lebih bayar atau Wajib Pajak (lokasi) yang menyampaikan SPT Masa PPN masa pajak terakhir dari suatu tahun pajak yang menyatakan lebih bayar, baik meminta restitusi maupun kompensasi (butir 2.1 huruf b angka 2); atau

Wajib Pajak yang menyampaikan SPT Masa PPN (dalam tahun berjalan) yang menyatakan meminta restitusi sehubungan dengan penyerahan ekspor dan atau penyerahan kepada badan pemungut PPN (butir 2.1 huruf b angka 9), dilaksanakan oleh Unit Pelaksana Pemeriksaan Sederhana.

m.

Pemeriksaan Rutin terhadap SPT Tahunan PPh Wajib Pajak yang menyatakan rugi (apabila SPT Tahunan PPh Wajib Pajak tersebut tidak termasuk dalam Pemeriksaan Rutin berdasarkan kriteria seleksi) yang pelaksanaan pemeriksaannya dikaitkan dengan pelaksanaan Pemeriksaan Rutin untuk tahun pajak lainnya (butir 2.1 huruf b angka 10) dilaksanakan oleh Unit Pelaksana Pemeriksaan Pajak yang melakukan pemeriksaan untuk tahun pajak lainnya tersebut.

n.

Pemeriksaan terhadap Wajib Pajak Masuk Bursa, Bentuk Usaha Tetap (BUT) Bank dan Badan Usaha Milik Negara/Badan Usaha Milik Daerah (BUMN/BUMD) dilakukan oleh Unit Pelaksana Pemeriksaan Sederhana melalui Pemeriksaan Sederhana Kantor (PSK). Namun terhadap Wajib Pajak tersebut di atas berdasarkan pertimbangan Direktur Pemeriksaan Pajak atau Kepala kantor Wilayah DJP terkait dimungkinkan pula untuk diperiksa melalui Pemeriksaan Sederhana Lapangan (PSL) atau Pemeriksaan Lengkap (PL). Dalam hal ditemukan data baru dan atau data yang semula belum terungkap, maka terhadap Wajib Pajak Masih terbuka kesempatan untuk dilakukan pemeriksaan ulang melalui Pemeriksaan Lengkap (PL) sesuai dengan ketentuan.

2.4.

SPT Tahunan PPh dengan Skor 700 atau lebih, dan SPT Tahunan PPh Pasal 21 serta SPT Masa PPN yang menyatakan Lebih Bayar

a.

Pemeriksaan Rutin terhadap SPT Tahunan PPh yang berdasarkan sistem kriteria seleksi (butir 2.1 huruf a) memperoleh skor 700 atau lebih (menyatakan lebih bayar), SPT Tahunan PPh Pasal 21 dan SPT Masa PPN yang menyatakan lebih bayar harus diprioritaskan dan diselesaikan pelaksanaannya paling lambat 8 (delapan) bulan sejak tanggal diterimanya SPT Tahunan PPh Wajib Pajak Orang Pribadi atau Badan, SPT Tahunan PPh Pasal 21 dan atau SPT Masa PPN yang bersangkutan dari Wajib Pajak.

b.

Khusus untuk SPT Masa PPN (masa pajak dalam tahun berjalan) yang menyatakan meminta pengembalian kelebihan pembayaran pajak (restitusi) sehubungan dengan penyerahan ekspor dan atau penyerahan kepada badan pemungut PPN harus diselesaikan sesuai dengan jangka waktu yang telah ditetapkan.

c.

Walaupun jangka waktu penyelesaian pemeriksaan dapat diperpanjang, namun Pemeriksa Pajak harus mengupayakan agar pemeriksaan dimaksud dapat diselesaikan sesuai dengan jangka waktu yang telah ditentukan (tanpa perpanjangan) dengan tetap mempertahankan kualitas pemeriksaan. Oleh karena itu, para Kepala Kantor Wilayah DJP diminta untuk melakukan koordinasi dan pengawasan yang sebaik-baiknya agar pelaksanaan Pemeriksaan Rutin dimaksud dapat segera diselesaikan sesuai dengan tujuan atau sasaran yang telah ditetapkan.

2.5.

Pemeriksaan Sederhana Kantor dengan menerapkan Audit Program Khusus
Dalam rangka meningkatkan pelayanan kepada Wajib Pajak Badan yang menyampaikan SPT Tahunan PPh yang berdasarkan sistem kriteria seleksi memperoleh skor 700 atau lebih (menyatakan lebih bayar), dan apabila Kepala Kantor Wilayah DJP terkait telah menentukan bahwa terhadap SPT Tahunan PPh Wajib Pajak Badan tersebut diperiksa melalui Pemeriksaan Sederhana oleh KPP, maka pemeriksaan terhadap SPT Tahunan PPh Wajib Pajak Badan dimaksud dapat dilakukan melalui PSK dengan menerapkan audit program khusus apabila Wajib Pajak memenuhi semua syarat-syarat sebagai berikut :

a.

Laporan Keuangan Wajib Pajak diaudit oleh Akuntan Publik yang telah mendapat izin dari Direktorat Jenderal Lembaga Keuangan (DJLK) dan Akuntan Publik tersebut tidak sedang dalam pembinaan oleh DJLK, dengan pendapat Wajar Tanpa Pengecualian (unqualified opinion);

b.

SPT disampaikan tepat waktu, baik melalui perpanjangan waktu maupun tidak;

c.

Wajib Pajak tidak mempunyai tunggakan pajak yang jumlahnya signifikan;

d.

Jumlah koreksi yang telah dilakukan dalam pemeriksaan terhadap SPT Tahunan PPh Wajib Pajak Badan tahun atau tahun-tahun pajak sebelumnya tidak signifikan;

e.

Semua SPT Tahunan PPh Wajib Pajak Badan yang menyatakan rugi pada tahun atau tahun-tahun pajak sebelumnya telah selesai diperiksa dan telah diterbitkan surat ketetapan pajak;

f.

Lokasi usaha (bukan cabang), seperti lokasi pabrik, pertambangan dan lain-lain terletak di wilayah Kantor Pelayanan Pajak (KPP) yang sama. PSK dengan menerapkan audit program khusus dapat pula dilakukan terhadap SPT Tahunan PPh Wajib Pajak Orang Pribadi yang tidak menjalankan usaha atau pekerjaan bebas sebagaimana dimaksud pada butir 2.3 huruf b. Untuk dapat melaksanakan PSK dengan menerapkan audit program khusus terhadap Wajib Pajak Badan atau Orang Pribadi yang tidak menjalankan usaha atau pekerjaan bebas, maka Kepala KPP harus memberitahukan PSK dimaksud kepada Kepala Kantor Wilayah DJP atasannya dengan menggunakan formulir seperti pada Lampiran 6. PSK tersebut dilaksanakan sesuai dengan audit program khusus untuk Pemeriksaan Sederhana Kantor (PSK) sebagaimana tercantum pada Lampiran 7.

2.6.

Pemeriksaan Sederhana Lapangan terhadap Wajib Pajak yang tempat terdaftarnya berpindah dari KPP tempat Wajib Pajak semula terdaftar ke KPP lainnya.

a.

Terhadap Wajib Pajak yang berpindah tempat terdaftarnya dari KPP tempat Wajib Pajak semula terdaftar (KPP lama) ke KPP lainnya (KPP baru) baik sebagai akibat dari berubahnya status Wajib Pajak (misalnya Wajib Pajak Penanaman Modal Asing berubah menjadi Wajib Pajak Masuk Bursa) maupun karena berpindahnya alamat Wajib Pajak, perlu dilakukan pemeriksaan melalui Pemeriksaan Sederhana Lapangan (PSL) oleh KPP lama.

b.

Wajib Pajak yang harus dilakukan PSL adalah Wajib Pajak Badan atau Wajib Pajak Orang Pribadi yang menjalankan usaha atau melakukan pekerjaan bebas, dan PSL hanya dilakukan untuk tahun atau tahun-tahun pajak yang belum diperiksa.

c.

Adapun terhadap Wajib Pajak Orang Pribadi yang tidak menjalankan usaha atau pekerjaan bebas, tidak perlu dilakukan pemeriksaan.

d.

PSL dilakukan berdasarkan LP2 melalui Daftar Nominatif yang isinya bersumber pada :

1)

Surat Pemberitahuan Pindah (KP.PDIP.4.4-95) yang disampaikan oleh Wajib Pajak yang bersangkutan ke KPP lama; atau

2)

Tembusan Surat Pemberitahuan Pindah (KP.PDIP.4.4-95) dalam hal Surat Pemberitahuan Pindah tersebut disampaikan langsung oleh Wajib Pajak yang bersangkutan ke KPP baru.

e.

Tujuan dilakukannya pemeriksaan adalah untuk menguji kepatuhan Wajib Pajak dalam memenuhi semua kewajiban perpajakannya selama terdaftar sebagai Wajib Pajak di KPP lama sampai dengan tahun pajak atau masa pajak terakhir sebelum tahun atau masa pajak berpindahnya tempat terdaftar Wajib Pajak.

f.

Sebelum pemeriksaan dilaksanakan, KPP lama terlebih dahulu harus melakukan hal-hal sebagai berikut :

1)

Menerbitkan dan mengirimkan (kepada KPP baru) Surat Perpindahan Wajib Pajak (KP.PDIP.4.25-95) dan atau Surat Pencabutan Nomor Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak (KP.PDIP.4.24-95) berdasarkan Surat Pemberitahuan Pindah atau tembusan Surat Pemberitahuan Pindah.

2)

Melakukan penelitian terhadap kelengkapan berkas Wajib Pajak yang bersangkutan.

g.

Hasil PSL oleh KPP lama dituangkan dalam Laporan Pemeriksaan Pajak (LPP) dan Nota Penghitungan Pajak (NPP) dan ditindaklanjuti dengan :

1)

Mengirimkan LPP dan NPP tersebut ke KPP baru untuk ditindaklanjuti dengan penerbitan surat ketetapan pajak, dalam jangka waktu 3 (tiga) hari setelah tanggal pembahasan akhir, dalam hal Surat Pemberitahuan Telah Terdaftar di KPP Baru (KP.PDIP.4.26-95) telah diterima dari KPP baru sebelum LPP dan NPP selesai dibuat, dan pengiriman LPP dan NPP ke KPP baru tersebut dilakukan dengan menggunakan Surat Pengantar sesuai dengan contoh pada Lampiran 8; atau

2)

Menerbitkan surat ketetapan pajak segera setelah LPP dan NPP selesai dibuat, dalam hal sampai dengan LPP dan NPP selesai dibuat, Surat Pemberitahuan Telah Terdaftar di KPP Baru (KP.PDIP.4.26-95) belum diterima dari KPP baru.

h.

KPP baru harus menerbitkan surat ketetapan pajak sesuai dengan ketentuan, dalam jangka waktu 3 (tiga) hari setelah tanggal penerimaan LPP dan NPP dari KPP lama sebagaimana dimaksud pada huruf g tersebut di atas.

i.

Hal-hal lain yang perlu dilakukan oleh KPP lama sebagai tindak lanjut atas pelaksanaan PSL tersebut adalah sebagai berikut :

1)

Mempersiapkan berkas atas nama Wajib Pajak yang bersangkutan.

2)

Membuat uraian singkat mengenai hal-hal yang dianggap perlu.

3)

Pengiriman berkas Wajib Pajak dan uraian singkat tersebut di atas kepada KPP baru, harus dilaksanakan setelah diterimanya Surat Pemberitahuan Telah Terdaftar di KPP Baru (KP.PDIP.4.26-95) dengan ketentuan sebagai berikut :

a)

pengiriman tersebut harus dilaksanakan paling lama 1 (satu) bulan setelah diterimanya Surat Pemberitahuan Telah Terdaftar di KPP Baru (KP.PDIP.4.26-95) dalam hal terhadap Wajib Pajak yang pindah tersebut sesuai dengan ketentuan sebagaimana dimaksud pada huruf c di atas tidak perlu dilakukan pemeriksaan;

b)

pengiriman tersebut harus sudah dilaksanakan paling lambat 15 (lima belas) hari setelah PSL selesai dilaksanakan, dalam hal Wajib Pajak yang pindah KPP tersebut, sesuai dengan ketentuan sebagaimana dimaksud pada huruf a diatas harus dilakukan PSL.

2.7. Pemeriksaan PPN
a.

Pemeriksaan Rutin terhadap Wajib Pajak yang menyampaikan SPT Masa PPN masa pajak terakhir dari suatu tahun pajak yang menyatakan lebih bayar (baik meminta restitusi maupun kompensasi) sebagaimana dimaksud pada butir 2.1 huruf b angka 2 harus meliputi seluruh masa pajak dalam tahun pajak yang bersangkutan (12 bulan).

b.

Dalam hal Wajib Pajak yang menyampaikan SPT Masa PPN sebagaimana dimaksud pada huruf a adalah Pengusaha Eksportir Tertentu (PET), maka pemeriksaan terlebih dahulu dilakukan hanya untuk masa pajak terakhir dari suatu tahun pajak, sesuai dengan ketentuan yang menyangkut Wajib Pajak PET. Selanjutnya, pemeriksaan dilaksanakan untuk seluruh masa pajak dalam tahun pajak yang bersangkutan (12 bulan), dengan memperhatikan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam butir 2.12 huruf a angka 2 dan angka 3 bagi Wajib Pajak domisili.

c.

Dalam melaksanakan pemeriksaan PPN, para pemeriksa pajak harus berpedoman pada Pedoman Pelaksanaan Pemeriksaan Sederhana PPN untuk PET dan Bukan PET yang dapat dilihat masing-masing pada Lampiran 9 dan Lampiran 10.

2.8. Kegiatan Membangun Sendiri
a.

Apabila dalam pelaksanaan pemeriksaan (Pemeriksaan Rutin, Pemeriksaan Khusus atau pemeriksaan lainnya) ditemukan adanya objek PPN sehubungan dengan kegiatan membangun sendiri tidak dalam lingkungan perusahaan atau pekerjaan Wajib Pajak, maka pemeriksaan tersebut harus mencakup pula objek PPN yang terutang atas kegiatan membangun sendiri dimaksud.

b.

Terhadap Wajib Pajak Orang Pribadi atau Badan yang melakukan kegiatan membangun sendiri tidak dalam lingkungan perusahaan atau pekerjaan dapat dilakukan pemeriksaan melalui PSL apabila pemenuhan kewajiban PPN atas kegiatan tersebut patut diduga tidak dilaksanakan sebagaimana mestinya.

c.

PSL yang dilakukan oleh KPP yang wilayah wewenangnya meliputi tempat bangunan tersebut berada bertujuan untuk menguji pemenuhan kewajiban PPN atas kegiatan membangun sendiri tersebut (yang diakhiri dengan penerbitan surat ketetapan pajak).

d.

Dalam melaksanakan PSL, pemeriksa diminta untuk memproduksi data yang dapat dipergunakan untuk ekstensifikasi Wajib Pajak atau intensifikasi penerimaan pajak.

e.

Dalam hal Wajib Pajak belum memiliki NPWP dan berdasarkan hasil pemeriksaan diketahui bahwa Wajib Pajak seharusnya wajib memiliki NPWP, maka Kepala KPP :

1)

memberikan NPWP secara jabatan, apabila Wajib Pajak bertempat tinggal atau berkedudukan dalam wilayah wewenang KPP yang bersangkutan dan Wajib Pajak telah dihimbau untuk mendaftarkan diri sebagai Wajib Pajak;

2)

mengirimkan Laporan Pemeriksaan Pajak (LPP) ke KPP lain, apabila Wajib Pajak bertempat tinggal atau berkedudukan dalam wilayah wewenang KPP lain tersebut.

2.9. Penetapan Pemusatan Tempat Terutang PPh Pasal 21
a.

Kepala Kantor Wilayah DJP yang membawahi KPP tempat pemusatan PPh Pasal 21 terutang akan dilaksanakan mengirimkan permintaan Pemeriksaan Sederhana Lapangan (PSL) kepada Kepala KPP terkait (termasuk Kepala KPP di luar wilayah wewenang Kantor Wilayah DJP tersebut) dengan menggunakan formulir Surat Permintaan Pemeriksaan Sederhana Lapangan seperti pada Lampiran 11.

b.

Kepala KPP terkait harus melaksanakan PSL segera setelah menerima Surat Permintaan Pemeriksaan Sederhana Lapangan. Pemeriksaan ini lebih bersifat kunjungan ke tempat usaha Wajib Pajak, untuk mengetahui dengan jelas status dari kantor atau perwakilan atau cabang dari Wajib Pajak yang bersangkutan. Informasi yang disarankan untuk digali antara lain adalah :

pelajari akte pendirian kantor cabang/kantor perwakilan/kantor proyek.

yakini bahwa penghitungan gaji dan PPh Pasal 21 untuk seluruh karyawan (baik pusat maupun lokasi) dilakukan oleh kantor pusat.

yakini bahwa di lokasi tidak terdapat pegawai yang secara khusus menghitung gaji dan PPh Pasal 21.

dapatkan bukti transfer gaji dari kantor pusat melalui bank.

yakini bahwa administrasi penggajian atau pemotongan PPh Pasal 21 tidak terjadi di lokasi.

teliti buku kas kecil dan cocokkan dengan transfer gaji dari kantor pusat.

c.

Laporan Pemeriksaan Pajak (LPP) untuk pemusatan tempat terutang PPh Pasal 21 dibuat dengan menggunakan formulir seperti contoh pada Lampiran 12.

d.

LPP harus disampaikan kepada Kepala Kantor Wilayah DJP yang meminta PSL selambat-lambatnya 15 (lima belas) hari sejak tanggal diterimanya Surat Permintaan Pemeriksaan Sederhana Lapangan.

e.

Apabila LPP belum diterima juga dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud pada huruf d di atas, Kepala Kantor Wilayah DJP mengirimkan permintaan kedua yang sekaligus merupakan teguran kepada Kepala KPP yang bersangkutan dengan tembusan kepada Direktur PPh, dengan menggunakan formulir Surat Permintaan Kedua PSL seperti pada Lampiran 13.

2.10.

Pengukuhan PKP dan Penetapan Pemusatan Tempat Terutang PPN

a.

KPP yang wilayah wewenangnya meliputi tempat usaha Wajib Pajak melakukan PSL berdasarkan permohonan Wajib Pajak untuk dikukuhkan sebagai pengusaha kena pajak (PKP). Pemeriksaan ini lebih bersifat kunjungan ke tempat usaha Wajib Pajak untuk mengetahui kebenaran alamat calon PKP. Pada saat kunjungan, Pemeriksa Pajak diminta untuk memberi penjelasan kepada calon PKP tersebut tentang kewajiban-kewajiban pajaknya yang meliputi PPN, PPh dan PPh Pemotongan atau Pemungutan (withholding tax). Di samping itu, Pemeriksa Pajak diminta pula untuk menjelaskan tentang buku atau catatan yang harus diselenggarakan, serta faktur komersial/faktur pajak yang harus diterbitkan dan Faktur Pajak Masukan yang dapat dikreditkan.

b.

Kepala Kantor Wilayah DJP yang membawahi KPP tempat pemusatan PPN terutang akan dilaksanakan mengirimkan permintaan Pemeriksaan Sederhana Lapangan (PSL) kepada Kepala KPP terkait (termasuk Kepala KPP di luar wilayah wewenang Kantor Wilayah DJP tersebut) dengan menggunakan formulir Surat Permintaan Pemeriksaan Sederhana Lapangan seperti pada Lampiran 14.

c.

Kepala KPP Terkait harus melaksanakan PSL segera setelah menerima Surat Permintaan Pemeriksaan Sederhana Lapangan. Pemeriksaan ini lebih bersifat kunjungan ke tempat usaha Wajib Pajak, untuk mengetahui dengan jelas status dari kantor atau perwakilan atau cabang dari Wajib Pajak yang bersangkutan. Informasi yang disarankan untuk digali antara lain adalah :

Pelajari akte pendirian kantor cabang/kantor perwakilan/kantor proyek.

Yakini bahwa kantor lokasi tidak :

melakukan kegiatan penjualan, dan semua kegiatan penjualan dan administrasi penjualan hanya dilakukan di tempat usaha yang dipilih sebagai tempat pajak terutang;

membuat Faktur Pajak baik atas nama lokasi/cabang maupun atas nama kantor pusatnya;

memiliki wewenang untuk menyelenggarakan administrasi keuangan.

Yakini bahwa kantor perwakilan hanya merupakan agen penjualan dan pelayanan purna jual dan tidak bersifat niaga mandiri. Dengan demikian fungsinya hanya menyimpan persediaan dan menyerahkannya kepada pembeli atas perintah kantor pusatnya.

Teliti surat kuasa khusus dari direksi (kantor pusat) apabila pimpinan cabang diberi wewenang menandatangani Faktur Pajak asli, sehubungan dengan pengoperasian Sistem komunikasi Stasiun Bumi Mikro.

d.

Laporan Pemeriksaan Pajak (LPP) untuk pemusatan tempat terutang PPN dibuat dengan menggunakan formulir seperti contoh pada Lampiran 15.

e.

LPP harus disampaikan kepada kepala Kantor Wilayah DJP yang meminta PSL paling lambat 15 (lima belas) hari sejak tanggal diterimanya Surat Permintaan Pemeriksaan Sederhana Lapangan.

d.

Apabila LPP belum diterima juga dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud pada huruf e tersebut di atas, Kepala Kantor Wilayah DJP mengirimkan permintaan kedua yang sekaligus merupakan teguran kepada Kepala KPP yang bersangkutan dengan tembusan kepada Direktur PPN dan PTLL, dengan menggunakan formulir Surat Permintaan Kedua PSL seperti pada Lampiran 16.

2.11.

Pemberian Izin Penggabungan, Pemekaran atau Pengambilalihan
Usaha Sehubungan dengan dilaksanakannya program pemerintah mengenai restruksturisasi perusahaan, maka terhadap Wajib Pajak yang mengajukan permohonan izin dalam rangka penggabungan, pemekaran atau pengambilalihan usaha, Kepala Kantor Wilayah DJP segera meminta Unit Pelaksana Pemeriksaan Lengkap (di bawah wewenangnya) untuk melakukan Pemeriksaan Rutin sebagaimana dimaksud butir 2.1 huruf b angka 3. Dalam hal saat pengajuan izin penggabungan, pemekaran atau pengambilalihan usaha Wajib Pajak yang bersangkutan sedang dilakukan pemeriksaan, maka proses pemeriksaan harus dipercepat penyelesaiannya. Pemberian izin penggabungan, pemekaran atau pengambilalihan usaha tidak perlu menunggu selesainya pemeriksaan. Hal-hal yang minimal perlu diperhatikan dalam pemeriksaan ini adalah :

Pengalihan harta yang terjadi dicatat berdasarkan nilai buku aktiva tetap, yang disusutkan sesuai dengan ketentuan yuridis fiskal.

Daftar aktiva tetap yang dicatat berdasarkan nilai buku tersebut disandingkan dengan harga pasarnya. Informasi mengenai harga pasar ini sangat diperlukan apabila terjadi pembatalan atas penggunaan nilai buku atas pengalihan harta di kemudian hari.

Teliti dengan cermat harga perolehan dari harta yang dialihkan. Yakinkan bahwa tidak terjadi mark-up dalam perolehan harta tersebut melalui pengujian dokumen (kontrak, invoice, transfer dan sebagainya).

Periksa eksistensi dari harta yang dialihkan.

Teliti perhitungan penyusutan fiskalnya, sehingga pemeriksa meyakini kecermatan penggunaan nilai buku fiskalnya.

Teliti metode pembukuan yang dianut oleh Wajib Pajak yang mengalihkan harta dengan pihak Wajib Pajak yang menerima pengalihan harta.

Teliti kebenaran jumlah dan keabsahan kewajiban dan modal perusahaan.

Teliti kewajiban perpajakannya sejak terjadinya penggabungan, pemekaran maupun pengambilalihan usaha.

Penerapan teknik dan prosedur pemeriksaan lainnya disesuaikan dengan kondisi yang dihadapi di lapangan.

2.12. Ketentuan Lainnya
a.

Sepanjang Kepala Kantor Wilayah DJP atasannya tidak berpendapat lain, Kepala KPP langsung dapat melaksanakan PSK atau PSL untuk Pemeriksaan Rutin yang tanpa berdasarkan LP2 sebagaimana dimaksud pada butir 1.3 huruf a angka 1 terhadap Wajib Pajak yang telah tercantum dalam Daftar nominatif Wajib Pajak, kecuali pemeriksaan terhadap :

1)

bentuk kerjasama operasi (KSO) dan konsorsium, Unit Pelaksana Pemeriksaan Pajak ditetapkan oleh Kepala Kantor Wilayah DJP atasannya;

2)

Wajib Pajak (domisili) yang menyampaikan SPT Tahunan PPh Pasal 21 dan atau SPT Masa PPN masa pajak terakhir dari suatu tahun pajak yang menyatakan lebih bayar (butir 2.1 huruf b angka 2), dan Wajib Pajak tersebut sekaligus memenuhi juga ketentuan Pemeriksaan Rutin sebagaimana dimaksud pada butir 2.1 huruf b angka 3 (lihat butir 2.3 huruf e), maka pemeriksaannya harus dilakukan berdasarkan LP2 terhadap seluruh jenis pajak (all taxes) untuk tahun pajak yang bersangkutan melalui Pemeriksaan Lengkap (PL) yang unit pelaksananya ditentukan oleh Kepala Kantor Wilayah DJP atasannya;

3)

Wajib Pajak (domisili) yang menyampaikan SPT Tahunan PPh Pasal 21 dan atau SPT Masa PPN masa pajak terakhir dari suatu tahun pajak yang menyatakan lebih bayar (butir 2.1 huruf b angka 2), dan Wajib Pajak tersebut sekaligus memenuhi juga ketentuan Pemeriksaan Rutin sebagaimana dimaksud pada butir 2.1 huruf a dan atau butir 2.1 huruf b angka 4 (lihat butir 2.3 huruf f), maka pemeriksaannya harus dilakukan berdasarkan LP2 terhadap seluruh jenis pajak (all taxes) untuk tahun pajak yang bersangkutan melalui Pemeriksaan Sederhana Lapangan (PSL) atau Pemeriksaan Lengkap (PL) yang unit pelaksananya ditentukan oleh Kepala Kantor Wilayah DJP atasannya;

4)

Wajib Pajak (PET) yang menyampaikan SPT Masa PPN (dalam tahun berjalan) yang menyatakan meminta pengembalian kelebihan pembayaran pajak (restitusi) sehubungan dengan penyerahan ekspor, pemeriksaannya harus langsung dilaksanakan melalui PSK dan kemudian Wajib Pajak tersebut dicantumkan dalam Daftar Nominatif Wajib Pajak pada periode yang bersangkutan.

b.

Sehubungan dengan pelaksanaan Pemeriksaan Rutin (all taxes) sebagaimana dimaksud pada huruf a angka 2 dan angka 3, Kepala KPP diminta untuk melakukan pengawasan terhadap proses pengolahan SPT sehingga perbedaan antara jangka waktu penyampaian SPT Tahunan PPh Wajib Pajak dan SPT Tahunan PPh Pasal 21 atau SPT Masa PPN masa pajak terakhir dari suatu tahun pajak tidak menjadi hambatan dalam penanganan SPT Lebih Bayar. Dalam hal perbedaan jangka waktu penyampaian SPT tersebut diperkirakan cukup lama (lebih dari 3 bulan), maka terhadap Wajib Pajak (domisili) yang telah menyampaikan SPT Tahunan PPh Pasal 21 dan atau SPT Masa PPN masa pajak terakhir dari suatu tahun pajak yang menyatakan lebih bayar agar dilakukan pemeriksaan terlebih dahulu (tanpa berdasarkan LP2) melalui PSK atau PSL tanpa menunggu disampaikannya SPT Tahunan PPh Wajib Pajak Orang Pribadi atau Badan.

c.

Penerbitan LP2 untuk Pemeriksaan Rutin dilakukan sesuai dengan petunjuk dan tata cara sebagaimana tercantum pada Lampiran 17.

d.

Laporan Pemeriksaan Pajak (LPP) atas Pemeriksaan Rutin terhadap kerjasama operasi (KSO) dan konsorsium (butir 2.1 huruf b angka 1) agar disampaikan juga kepada semua Kepala KPP tempat para anggota kerjasama operasi terdaftar sebagai Wajib Pajak (KPP Domisili).

e.

Pemeriksaan Rutin terhadap SPT Tahunan PPh Wajib Pajak yang menyatakan rugi (apabila SPT Tahunnan PPh Wajib Pajak tersebut tidak termasuk dalam Pemeriksaan Rutin berdasarkan kriteria seleksi) yang pelaksanaan pemeriksaannya dikaitkan dengan pelaksanaan Pemeriksaan Rutin untuk tahun pajak lainnya (butir 2.1 huruf b angka 10) baru dapat dilaksanakan setelah Direktur Pemeriksaan Pajak menerbitkan LP2 berdasarkan pemberitahuan tentang adanya SPT Tahunan PPh Wajib Pajak yang menyatakan rugi dan belum pernah diperiksa. Pemberitahuan dilakukan oleh Unit Pelaksana Pemeriksaan Pajak yang melakukan pemeriksaan untuk tahun pajak lainnya dengan menggunakan formulir Surat Pemberitahuan Pemeriksaan Rutin atas SPT Tahunan PPh – Rugi seperti pada Lampiran 18.

III. Pemeriksaan Khusus
3.1.

Kriteria Pemeriksaan Khusus
Pemeriksaan Khusus harus dilakukan untuk seluruh jenis pajak (all taxes) dan dilaksanakan terhadap:

a.

Wajib Pajak yang patut diduga melakukan tindak pidana di bidang perpajakan;

b.

Wajib Pajak berdasarkan adanya pengaduan masyarakat;

c.

Wajib Pajak berdasarkan persetujuan atau instruksi Direktur Pemeriksaan Pajak dalam rangka pemeriksaan untuk tujuan lain, misalnya :

(1)

Wajib Pajak (domisili) menyampaikan SPT Tahunan PPh Wajib Pajak Orang Pribadi/Badan dan atau SPT Tahunan PPh Pasal 21 setelah berakhirnya jangka waktu penyampaian SPT yang ditetapkan dalam Surat Teguran sehingga SPT Tahunan tersebut dianggap sebagai data;

(2)

Wajib Pajak (lokasi) menyampaikan SPT Tahunan PPh Pasal 21 setelah berakhirnya jangka waktu penyampaian SPT yang ditetapkan dalam Surat Teguran sehingga SPT Tahunan PPh Pasal 21 tersebut dianggap sebagai data;

(3)

terdapat data prioritas;

(4)

berdasarkan hasil pemeriksaan terhadap SPT Masa PPN untuk suatu tahun pajak diketahui bahwa terdapat perbedaan jumlah peredaran usaha antara SPT Tahunan PPh dan seluruh SPT Masa PPN tahun pajak yang bersangkutan (equalisasi PPh dan PPN);

(5)

berdasarkan analisis terhadap surat pemberitahuan dan atau data/keterangan lainnya;

d.

Wajib Pajak tertentu berdasarkan pertimbangan Direktur Jenderal Pajak.

3.2. Usul Permintaan Pemeriksaan Khusus
a.

Kepala KPP atau Karikpa dapat mengajukan usul untuk melakukan Pemeriksaan Khusus yang memenuhi kriteria Pemeriksaan Khusus sebagaimana dimaksud pada butir 3.1 huruf a, b dan huruf c kepada Kepala Kantor Wilayah DJP atasannya.

b.

Apabila sependapat dengan usul yang diajukan oleh KPP atau Karikpa, dan apabila ada usul dari Kantor Wilayah DJP sendiri, kepala Kantor Wilayah DJP mengajukan usul untuk melakukan Pemeriksaan Khusus kepada Direktur Pemeriksaan Pajak.

c.

usul untuk melakukan Pemeriksaan Khusus sebagaimana dimaksud pada butir 3.1 huruf c angka (5) hanya dapat diajukan apabila terhadap SPT Tahunan PPh Wajib Pajak Orang Pribadi atau Badan tahun pajak sebelumnya belum pernah diperiksa.

d.

Setiap pengajuan usul untuk melakukan Pemeriksaan Khusus harus disertai dengan alasan yang jelas dan dilengkapi dengan bukti pendukungnya (seperti surat pengaduan masyarakat atau data prioritas) dengan menggunakan formulir seperti pada Lampiran 19.

e.

Kepala Kantor Wilayah DJP dapat pula mengajukan usul kepada Direktur Pemeriksaan Pajak agar terhadap Wajib Pajak yang berdomisili di luar wilayah kewenangan Kantor Wilayah DJP yang bersangkutan dilakukan Pemeriksaan Khusus dengan menggunakan formulir seperti pada Lampiran 20.

3.3.

Persetujuan Pemeriksaan Khusus
Persetujuan untuk melakukan Pemeriksaan Khusus diberikan oleh Direktur Pemeriksaan Pajak kepada unit pengusul atau unit Pelaksana Pemeriksaan Pajak lain dengan mempertimbangkan bobot masalah penyebab diajukannya usul Pemeriksaan Khusus tersebut, kecuali Pemeriksaan Khusus sebagaimana dimaksud pada butir 3.1 huruf c angka (2) dan angka (5). Persetujuan untuk melakukan Pemeriksaan Khusus dimaksud harus diberikan kepada unit pengusul. Persetujuan Direktur Pemeriksaan Pajak kepada Kepala KPP untuk melakukan Pemeriksaan Khusus sebagaimana dimaksud pada butir 3.1 huruf c angka (5) hanya dapat diberikan setelah bulan September. Surat Persetujuan untuk melakukan Pemeriksaan Khusus diberikan dengan menggunakan formulir seperti pada Lampiran 21.

3.4. Instruksi Pemeriksaan Khusus
a.

Pemeriksaan Khusus dapat dilakukan berdasarkan instruksi dari Direktur Pemeriksaan Pajak apabila :

1)

Wajib Pajak patut diduga melakukan tindak pidana di bidang perpajakan;

2)

terdapat pengaduan masyarakat kepada Direktur Jenderal Pajak, termasuk pengaduan masyarakat melalui Kotak Pos 5000;

3)

Direktur Pemeriksaan Pajak menganggap perlu melakukan pemeriksaan untuk tujuan lain;

4) berdasarkan pertimbangan Direktur Jenderal Pajak.
b.

Direktur Pemeriksaan Pajak dapat pula memberikan instruksi Pemeriksaan Khusus kepada Kepala KPP, Karikpa atau Kantor Wilayah DJP terkait sehubungan dengan usul Kepala Kantor Wilayah DJP lain agar melakukan Pemeriksaan Khusus terhadap Wajib Pajak yang berdomisili di luar wilayah kewenangan Kantor Wilayah DJP yang bersangkutan (lihat butir 3.2 huruf e diatas).

c.

Instruksi Pemeriksaan Khusus harus memuat antara lain saat pemeriksaan harus diselesaikan Pemeriksaan Khusus diberikan dengan menggunakan formulir seperti pada Lampiran 22.

3.5. Ruang Lingkup Pemeriksaan dan Tahun Pajak
a.

Pada prinsipnya Pemeriksaan Khusus harus meliputi seluruh jenis pajak (all taxes) sehingga pemeriksaan harus dilaksanakan melalui Pemeriksaan Sederhana Lapangan (PSL) atau Pemeriksaan Lengkap (PL). Namun Pemeriksaan Khusus sebagaimana dimaksud pada butir 3.1 huruf c angka (2) hanya meliputi seluruh jenis pajak yang menjadi kewajiban Wajib Pajak Lokasi yang bersangkutan.

b.

Pada umumnya tahun pajak yang diperiksa dibatasi hanya 1 (satu) tahun pajak. Namun apabila Pemeriksaan Khusus sehubungan dengan pengaduan masyarakat melalui Kotak Pos 5000 yang informasinya secara kuantitatif meliputi lebih dari 1 (satu) tahun pajak, maka pemeriksaan dapat dilakukan terhadap seluruh tahun-tahun pajak tersebut.

c.

Unit Pelaksana Pemeriksaan Pajak dapat melakukan perluasan tahun pajak yang diperiksa dengan tahun-tahun pajak sebelum dan atau sesudah tahun pajak yang sedang diperiksa, dalam hal :

1)

terdapat dugaan bahwa Wajib Pajak melakukan tindak pidana di bidang perpajakan;

2)

hasil pemeriksaan untuk tahun pajak yang diperluas diperkirakan dapat menambah jumlah pajak yang terutang dengan jumlah yang signifikan; atau

3)

terdapat sebab-sebab lain berdasarkan instruksi Direktur Jenderal Pajak. Pengajuan usul dan persetujuan serta instruksi perluasan Pemeriksaan Khusus dilakukan sesuai dengan ketentuan sebagaimana dimaksud pada butir 3.2, 3.3 dan butir 3.4 tersebut di atas.

d.

Perluasan tahun pajak yang diperiksa dapat pula dilakukan terhadap tahun-tahun pajak sebelumnya yang SPT Tahunan PPh-nya menyatakan rugi dan atas kerugian tersebut belum dilakukan pemeriksaan. Kepala Unit Pelaksana Pemeriksaan Pajak memberitahukan kepada Direktur Pemeriksaan Pajak tentang adanya SPT Tahunan PPh yang menyatakan rugi dengan menggunakan formulir Surat Pemberitahuan Pemeriksaan Khusus atas SPT Tahunan PPh – Rugi seperti pada Lampiran 23.

3.6.

Pemberitahuan Hasil Pemeriksaan dan Pembahasan Akhir

a.

Pemberitahuan hasil pemeriksaan kepada Wajib Pajak dan pembahasan akhir (clossing conference) baru dapat dilakukan setelah hasil pemeriksaan tersebut dibahas (review) dan disetujui oleh Direktur Pemeriksaan Pajak yang bersangkutan, dalam hal :

1)

Pemeriksaan Khusus yang instruksinya diberikan sehubungan dengan dugaan bahwa Wajib Pajak melakukan tindak pidana di bidang perpajakan; atau

2)

Pemeriksaan Khusus yang instruksinya diberikan berdasarkan adanya pengaduan masyarakat, baik melalui Kotak Pos 5000 maupun tidak; atau

3)

Pemeriksaan Khusus berdasarkan instruksi dari Direktur Pemeriksaan Pajak karena alasan lainnya, kecuali Pemeriksaan Khusus berdasarkan instruksi dari Direktur Pemeriksaan Pajak sehubungan dengan usul dari Kepala Kantor Wilayah DJP terhadap Wajib Pajak yang berdomisili di luar wilayah kewenangannya (lihat butir 3.2 huruf e dan butir 3.4 huruf b diatas).

b.

Untuk tujuan pembahasan, konsep Laporan Pemeriksaan Pajak (LPP) yang dikirimkan kepada Direktur Pemeriksaan Pajak tidak perlu diberi nomor dan tanggal laporan. Namun dalam Surat Pengantar harus dinyatakan secara jelas bahwa LPP dikirim untuk dibahas (review) oleh Direktur Pemeriksaan Pajak.

c.

Dalam hal Unit Pelaksana Pemeriksaan Wajib Pajak Domisili meminta Pemeriksaan Wajib Pajak Lokasi sehubungan dengan pelaksanaan Pemeriksaan Khusus sebagaimana dimaksud pada huruf a angka 1 dan angka 2, maka Permintaan Pemeriksaan Wajib Pajak Lokasi harus mencantumkan tanggal saat konsep Laporan Pemeriksaan Pajak atas Pemeriksaan Khusus terhadap Wajib Pajak Domisili akan dikirim untuk dibahas (review) dan disetujui oleh Direktur Pemeriksaan Pajak.

d.

Konsep Laporan Pemeriksaan Pajak (LPP) atas Pemeriksaan Wajib Pajak Lokasi sehubungan dengan pelaksanaan Pemeriksaan Khusus sebagaimana dimaksud pada huruf a angka 1 dan angka 2 harus dikirimkan terlebih dahulu ke Unit Pelaksana Pemeriksaan Wajib Pajak Domisili untuk dipergunakan sebagai bahan pertimbangan dalam menentukan tindak lanjut.

e.

Unit Pelaksana Pemeriksaan Wajib Pajak Domisili harus memberitahu Unit Pelaksana Pemeriksaan Wajib Pajak Lokasi tentang tindak lanjut yang diambil dalam menyelesaikan Pemeriksaan Khusus dengan menggunakan formulir Surat Pemberitahuan Tindak Lanjut Pemeriksaan Khusus seperti pada Lampiran 24.

f.

Dalam hal tindak lanjut Pemeriksaan Khusus adalah berupa penerbitan surat ketetapan pajak (bukan berupa tindakan penyidikan), maka Unit Pelaksana Pemeriksaan Wajib Pajak Lokasi menyelesaikan Laporan Pemeriksaan Pajak (mengadakan Pembahasan Akhir Hasil Pemeriksaan – clossing conference) berdasarkan konsep Laporan yang telah dikirimkan ke Unit Pelaksana Pemeriksaan Wajib Pajak Domisili, kemudian membuat Nota Penghitungan Pajak untuk diterbitkan surat ketetapan pajak. Laporan Pemeriksaan Pajak dikirimkan pula ke Unit Pelaksana Pemeriksaan Wajib Pajak Domisili.

g.

Dalam hal tindak lanjut Pemeriksaan Khusus adalah berupa tindakan penyidikan, maka Unit Pelaksana Pemeriksaan Wajib Pajak Lokasi menyelesaikan Laporan Pemeriksaan Pajak berupa laporan sumier, dan kemudian mengirimkannya ke Unit Pelaksana Pemeriksaan Wajib Pajak Domisili disertai dengan kertas kerja pemeriksaan (KKP).

3.7. Ketentuan Lainnya
a.

Penerbitan LP2 untuk Pemeriksaan Khusus dilakukan sesuai dengan prosedur dan tata cara sebagaimana tercantum pada Lampiran 25.

b.

Pelaksanaan Pemeriksaan Khusus sebagaimana dimaksud pada butir 3.1 huruf c angka 1 dan angka 2 harus diselesaikan pelaksanaannya paling lambat 8 (delapan) bulan sejak tanggal diterimanya SPT yang dianggap sebagai data, dan untuk pemeriksaan Khusus sebagaimana dimaksud pada butir 3.1 huruf c angka 1 dapat dilaksanakan terlebih dahulu tanpa menunggu diterbitkannya LP2, setelah usul diajukan oleh Kepala Kantor Wilayah DJP ke Direktorat Pemeriksaan Pajak.

c.

Laporan Pemeriksaan Pajak (LPP) harus memuat penjelasan mengenai terbukti atau tidaknya alasan yang menjadi dasar diterbitkannya persetujuan atau instruksi Pemeriksaan Khusus sehubungan dengan adanya pengaduan masyarakat.

d.

Untuk memantau apakah alasan pemeriksaan atau perluasan pemeriksaan sebagaimana dimaksud masing-masing pada butir 3.2 huruf d, 3.4 huruf a dan butir 3.5 huruf c dapat dipenuhi, maka hasil Pemeriksaan Khusus harus dilaporkan kepada Direktur Pemeriksaan Pajak dan Kepala Kantor Wilayah DJP atasannya dengan cara membuat Laporan Ikhtisar Hasil Pemeriksaan Khusus dengan menggunakan formulir seperti pada Lampiran 26.

e.

Laporan Ikhtisar Hasil Pemeriksaan Khusus sebagaimana dimaksud pada huruf b di atas merupakan bahan pertimbangan bagi Direktur Pemeriksaan Pajak dan atau Kepala Kantor Wilayah DJP atasannya dalam melakukan pembinaan terhadap Kepala Unit Pelaksana Pemeriksaan Pajak dan para Pemeriksa Pajak yang bersangkutan.

f.

Laporan Ikhtisar Hasil Pemeriksaan Khusus dapat dipergunakan juga sebagai bahan pertimbangan dalam memberikan persetujuan atau instruksi pemeriksaan Khusus terhadap Wajib Pajak lainnya untuk Unit Pelaksana Pemeriksaan Khusus yang bersangkutan.

g.

Pemeriksaan Khusus sehubungan dengan adanya perluasan tahun pajak yang diperiksa baru dapat dilaksanakan setelah Direktur Pemeriksaan Pajak menerbitkan LP2 berdasarkan persetujuan, instruksi atau pemberitahuan tentang adanya perluasan Pemeriksaan Khusus sebagaimana dimaksud pada butir 3.5 huruf c dan huruf d tersebut di atas. Untuk keperluan administrasi pemeriksaan, kriteria Pemeriksaan Khusus tahun perluasan dianggap sama dengan kriteria Pemeriksaan Khusus tahun yang diperluas.
Contoh :
Pemeriksaan Khusus tahun pajak 1999 dilaksanakan berdasarkan pengaduan masyarakat. Pemeriksaan Khusus diperluas dengan tahun pajak 1997 dan 1998 masing-masing karena SPT Tahunan PPh Wajib Pajak menyatakan rugi dan terdapat indikasi bahwa Wajib Pajak melakukan tindak pidana di bidang perpajakan. Kriteria Pemeriksaan Khusus untuk tahun pajak 1997 dan 1998 dianggap sama dengan kriteria Pemeriksaan Khusus untuk tahun pajak 1999, yaitu pengaduan masyarakat (bukan dengan kriteria rugi atau tindak pidana di bidang perpajakan).

IV. Pemeriksaan Wajib Pajak Lokasi
4.1.

Pemeriksaan terhadap Wajib Pajak Lokasi dapat dilaksanakan sehubungan dengan :

a.

SPT Tahunan PPh Pasal 21 dan atau SPT Masa PPN yang menyatakan lebih bayar sebagaimana dimaksud pada butir 2.1 huruf b angka 2 dan angka 9 (termasuk dalam Pemeriksaan Rutin);

b.

SPT Tahunan PPh Pasal 21 dan atau SPT Masa PPN tidak disampaikan masing-masing selama 2 (dua) tahun berturut-turut atau 3 (tiga) bulan berturut-turut dari suatu tahun pajak sebagaimana dimaksud pada butir 2.1 huruf b angka 8 (termasuk dalam Pemeriksaan Rutin);

c.

permohonan pemusatan tempat terutang PPh Pasal 21, pemusatan tempat terutang PPN, dan permohonan lainnya sebagaimana dimaksud pada butir 2.1 huruf c angka 2 (termasuk dalam Pemeriksaan Rutin);

d.

SPT Tahunan PPh Pasal 21 disampaikan setelah berakhirnya jangka waktu penyampaian SPT yang ditetapkan dalam Surat Teguran sehingga SPT Tahunan PPh Pasal 21 tersebut dianggap sebagai data sebagaimana dimaksud pada butir 3.1 huruf c angka 2 (termasuk dalam Pemeriksaan Khusus);

e.

permintaan dari Unit Pelaksana Pemeriksaan Wajib Pajak Domisili (disebut Pemeriksaan Wajib Pajak Lokasi);

f.

pemeriksaan tahun berjalan terhadap Wajib Pajak Lokasi yang bergerak di sektor usaha tertentu yang ditentukan oleh Kepala Kantor Wilayah DJP, khususnya terhadap PPh Pasal 23, PPh Pasal 26, PPn dan PPnBM (termasuk dalam Pemeriksaan Tahun Berjalan)

4.2.

Unit Pelaksana Pemeriksaan Wajib Pajak Domisili harus meminta Unit Pelaksana Pemeriksaan Wajib Pajak Lokasi untuk melakukan Pemeriksaan Wajib Pajak Lokasi, kecuali terhadap Wajib Pajak Bank, Lembaga Pembiayaan dan Asuransi, serta Wajib Pajak yang telah memperoleh izin pemusatan tempat terutang PPh Pasal 21 dan PPN.

4.3.

Dalam hal terhadap SPT Tahunan PPh Pasal 21 dan atau SPT Masa PPN yang menyatakan lebih bayar dilakukan Pemeriksaan Rutin oleh Unit Pelaksana Pemeriksaan Wajib Pajak Lokasi dan pada saat bersamaan diperiksa juga oleh Unit Pelaksana Pemeriksaan Wajib Pajak Domisili, maka pemeriksaan oleh Unit Pelaksana Pemeriksaan Wajib Pajak Lokasi diteruskan sepanjang Unit Pelaksana Pemeriksaan Wajib Pajak Domisili tidak meminta kepada Unit Pelaksana Pemeriksaan Wajib Pajak Lokasi untuk menghentikan pemeriksaan tersebut karena Unit Pelaksana Pemeriksaan Wajib Pajak Domisili berwenang untuk melakukan pemeriksaan sampai dengan ke lokasi Wajib Pajak yang bersangkutan, seperti : unit Pelaksana Pemeriksaan Wajib Pajak Domisili dilingkungan Kantor Wilayah VI DJP Jakarta Raya Khusus terhadap KPP Wajib Pajak Lokasi di seluruh Indonesia, Kantor Wilayah DJP lainnya terhadap KPP Wajib Pajak Lokasi di wilayah wewenangnya, dan Karikpa Wajib Pajak Domisili terhadap KPP Wajib Pajak Lokasi di wilayah kerjanya.

4.4.

Pemeriksaan Wajib Pajak Lokasi untuk Wajib Pajak Bank, Lembaga Pembiayaan dan Asuransi harus dilakukan oleh Unit Pelaksana Pemeriksaan Wajib Pajak Domisili di Kantor Pusat Wajib Pajak Bank, Lembaga Pembiayaan dan Asuransi yang bersangkutan, kecuali atas pertimbangan Kepala Kantor Wilayah DJP atau Direktur Pemeriksaan Pajak pemeriksaan terhadap Wajib Pajak Lokasi dimaksud harus dilakukan oleh Unit Pelaksana Pemeriksaan Wajib Pajak Lokasi yang terkait.

4.5.

Permintaan pemeriksaan Wajib Pajak Lokasi harus dilakukan paling lambat 3 (tiga) hari setelah Surat Pemberitahuan Pemeriksaan Pajak disampaikan kepada Wajib Pajak Domisili, dengan menggunakan Surat Permintaan Pemeriksaan Wajib Pajak Lokasi sesuai dengan contoh formulir pada Lampiran 27.

4.6.

Dalam hal Surat Permintaan Pemeriksaan Wajib Pajak Lokasi diterbitkan melebihi jangka waktu sebagaimana dimaksud pada butir 4.5 di atas, maka Unit Pelaksana Pemeriksaan Wajib Pajak Domisili harus menjelaskan secara tertulis alasan atas keterlambatan tersebut kepada unit Pelaksana Pemeriksaan Wajib Pajak Lokasi dengan tembusan kepada kepala Kantor Wilayah DJP terkait.

4.7.

Permintaan pemeriksaan Wajib Pajak Lokasi dapat diajukan oleh KPP, Karikpa atau Kantor Wilayah DJP, dengan ketentuan sebagai berikut :

a.

Apabila pemeriksaan Wajib Pajak Domisili dilakukan oleh KPP, maka permintaan pemeriksaan terhadap Wajib Pajak Lokasi diajukan kepada KPP Lokasi;

b.

Apabila pemeriksaan Wajib Pajak Domisili dilakukan oleh Karikpa, maka permintaan pemeriksaan terhadap Wajib Pajak Lokasi diajukan kepada Karikpa Lokasi;

c.

Apabila pemeriksaan Wajib Pajak Domisili dilakukan oleh Kantor Wilayah DJP dan Wajib Pajak Lokasi berada di dalam wilayah Kantor Wilayah DJP yang sama, maka pemeriksaan Wajib Pajak Lokasi dapat langsung dilaksanakan oleh Tim Pemeriksa Pajak yang bersangkutan. Dalam hal volume pekerjaan yang ada tidak memungkinkan bagi Tim Pemeriksa Pajak untuk melaksanakan pemeriksaan Wajib Pajak Lokasi, maka permintaan pemeriksaan Wajib Pajak Lokasi dapat diajukan kepada Karikpa Lokasi.

d.

Apabila pemeriksaan Wajib Pajak Domisili dilakukan oleh Kantor Wilayah DJP dan Wajib Pajak Lokasi berada di wilayah Kantor Wilayah DJP yang berbeda, maka permintaan pemeriksaan Wajib Pajak Lokasi dapat diajukan kepada kantor Wilayah DJP lain yang terkait.

4.8.

Permintaan pemeriksaan Wajib Pajak Lokasi oleh KPP Domisili kepada KPP Lokasi hanya dapat dilakukan apabila pemeriksaan Wajib Pajak Domisili oleh KPP Domisili dilakukan melalui Pemeriksaan Sederhana Lapangan (PSL).

4.9.

SPPP Wajib Pajak Lokasi harus diterbitkan paling lama 3 (tiga) hari setelah tanggal diterimanya permintaan pemeriksaan Wajib Pajak Lokasi dan pemeriksaannya harus dilaksanakan selambat-lambatnya 3 (tiga) hari setelah tanggal SPPP Wajib Pajak Lokasi.

4.10.

Penyelesaian pemeriksaan terhadap Wajib Pajak Domisili harus menunggu hasil pemeriksaan terhadap Wajib Pajak Lokasi. Dalam hal LPP Wajib Pajak Lokasi belum dapat diselesaikan, maka pemeriksaan Wajib Pajak Domisili dapat diselesaikan tanpa menunggu LPP Wajib Pajak Lokasi setelah kepala Unit Pelaksana Pemeriksaan Wajib Pajak Domisili memberitahukan hal tersebut kepada kepala Unit Pelaksana Pemeriksaan Wajib Pajak Lokasi.

4.11

Apabila di kemudian hari unit Pelaksana Pemeriksaan Wajib Pajak Domisili menerima LPP Wajib Pajak Lokasi yang datanya belum tercakup dalam LPP Wajib Pajak Domisili, maka data baru tersebut harus ditindaklanjuti sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

4.12.

Tim Pemeriksa Pajak dapat meminjam semua buku, catatan dan dokumen sehubungan dengan kegiatan usaha yang dilakukan oleh Wajib Pajak Lokasi. Dalam hal dokumen yang diperlukan oleh Unit Pelaksana Pemeriksaan Wajib Pajak Lokasi telah dipinjamkan/diserahkan kepada unit Pelaksana Pemeriksaan Wajib Pajak Domisili, maka Unit Pelaksana Pemeriksaan Wajib Pajak Lokasi agar melakukan peminjaman dokumen yan diperlukan secara langsung kepada Unit Pelaksana Pemeriksaan Wajib Pajak Domisili.

4.13.

LPP atas pemeriksaan Wajib Pajak Lokasi dikirim langsung kepada Unit Pelaksana Pemeriksaan Wajib Pajak Domisili dengan memperhatikan ketentuan sebagaimana dimaksud pada butir 3.6 huruf c sampai dengan huruf g.

4.14.

Tindak lanjut atas hasil pemeriksaan terhadap Wajib Pajak Bank, Lembaga Pembiayaan dan Asuransi sebagaimana dimaksud pada butir 4.4 diatur sebagai berikut :

a.

LPP harus mencakup hasil pemeriksaan terhadap seluruh cabang;

b.

Pemeriksaan Wajib Pajak Lokasi yang seluruhnya dilakukan oleh Unit Pelaksana Pemeriksaan Wajib Pajak Domisili, LPP sebagaimana dimaksud pada butir a dikirim kepada masing-masing Unit Pelaksana Pemeriksaan Wajib Pajak Lokasi yang terkait dengan menggunakan Surat Pengantar sesuai dengan contoh pada lampiran 28;

c.

Nota Penghitungan Pajak (NPP) untuk seluruh jenis pajak yang menjadi kewajiban Wajib Pajak Bank, Lembaga Pembiayaan dan Asuransi dibuat oleh :

Unit Pelaksana Pemeriksaan Wajib Pajak Domisili untuk seluruh jenis pajak yang terutang di KPP Wajib Pajak Domisili;

Unit Pelaksana Pemeriksaan Wajib Pajak Lokasi untuk seluruh jenis pajak yang terutang di KPP Wajib Pajak Lokasi.

4.15.

Pengawasan terhadap pelaksanaan pemeriksaan Wajib Pajak Lokasi dilakukan oleh kepala Kantor Wilayah DJP dan dituangkan dalam Lembar Pengawasan Pemeriksaan Wajib Pajak Lokasi dengan menggunakan formulir sesuai contoh pada Lampiran 29.

4.16.

Dalam hal berdasarkan hasil pengawasan diketahui terdapat Unit Pelaksana Pemeriksaan Wajib Pajak Lokasi yang belum menyelesaikan pelaksanaan pemeriksaan Wajib Pajak sesuai dengan jangka waktu yang telah ditentukan, maka Kepala Kantor Wilayah DJP harus memberikan peringatan dan pembinaan kepada Unit Pelaksana Pemeriksaan Wajib Pajak Lokasi.

V. Pemeriksaan Tahun Berjalan
5.1.

Pemeriksaan tahun berjalan dapat dilaksanakan terhadap Wajib Pajak Lokasi yang bergerak di sektor usaha tertentu yang ditentukan oleh Kepala Kantor Wilayah DJP, khususnya terhadap PPh Pasal 23, PPh Pasal 26, PPN dan PPnBM.

5.2.

Pemeriksaan Tahun Berjalan dapat pula dilakukan berdasarkan instruksi Direktur Pemeriksaan Pajak sehubungan dengan pelaksanaan Pemeriksaan Khusus atau Pemeriksaan Bukti Permulaan.

VI. Pemeriksaan Bukti Permulaan
6.1.

Laporan Pengamatan atau Laporan Pemeriksaan Pajak (LPP) yang dapat memberi indikasi bahwa Wajib Pajak melakukan tindak pidana di bidang perpajakan harus ditindaklanjuti dengan Pemeriksaan Bukti Permulaan.

6.2.

Instruksi untuk melakukan Pemeriksaan Bukti permulaan diberikan oleh Direktur Pemeriksaan Pajak atau Kepala Kantor Wilayah DJP.

6.3.

Surat Perintah Pemeriksaan Pajak (SPPP) ditandatangani oleh Kepala Unit Pelaksana Pemeriksaan Bukti Permulaan.

6.4.

Pemeriksaan Bukti Permulaan dilaksanakan oleh Tim Pemeriksa Pajak yang anggotanya dapat berasal dari Direktorat Pemeriksaan Pajak, Kantor Wilayah DJP terkait dan atau Karikpa, dan sekurang-kurangnya satu orang anggota Tim Pemeriksa Pajak adalah Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS).

VII. Lain-lain
7.1.

Mengingat volume pekerjaan pada masing-masing Unit Pelaksana Pemeriksaan Pajak, Kepala Kantor Wilayah DJP dapat mengalihkan pelaksanaan pemeriksaan pajak dari Unit Pelaksana Pemeriksaan Sederhana ke Unit Pelaksana Pemeriksaan Lengkap atau sebaliknya, dan dari Kantor Pemeriksaan dan Penyidikan Pajak ke Kantor Wilayah DJP atasannya atau sebaliknya. Dalam hal terdapat pengalihan pemeriksaan pajak, Kepala Kantor Wilayah DJP yang bersangkutan memberitahukan kepada Direktur Pemeriksaan Pajak, berikut alasannya dengan menggunakan formulir sesuai contoh pada Lampiran 30.

7.2.

Hasil temuan pemeriksaan terhadap pelaksanaan Pemeriksaan Sederhana Kantor (PSK) harus disampaikan kepada Wajib Pajak dalam jangka waktu 3 (tiga) hari sebelum pemeriksaan tersebut diselesaikan (kecuali PSK untuk restitusi PPN yang diajukan oleh Pengusaha Kena Pajak (PKP) Eksportir Tertentu).

7.3.

Kepala Kantor Wilayah DJP harus melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan pemeriksaan oleh Unit Pelaksana Pemeriksaan Lengkap atau Unit Pelaksana Pemeriksaan Sederhana, baik mengenai kualitas pemeriksaan, jangka waktu pemeriksaan maupun standar prestasi pemeriksa per tahun.

7.4.

Dalam rangka membantu upaya penertiban pemberian Klasifikasi Lapangan Usaha (KLU) sehingga KLU dimaksud sesuai dengan lapangan usaha yang sebenarnya dijalankan Wajib Pajak, maka Pemeriksa Pajak dalam setiap melakukan pemeriksaan baik yang dilakukan melalui PL maupun PSL harus melakukan penelitian terhadap kebenaran pemberian KLU yang tercantum pada SPT Tahunan PPh WP sesuai dengan Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor : KEP-1444/PJ.24/1993 tanggal 14 Desember 1993 tentang Klasifikasi Lapangan Usaha Wajib Pajak, dan hasil penelitian terhadap kebenaran KLU tersebut merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari LPP. Selanjutnya sebelum LPP dibuat, Pemeriksa Pajak harus mengirimkan hasil penelitian KLU kepada Kepala KPP yang bersangkutan c.q. Kepala Seksi TUP dengan menggunakan formulir Laporan Penelitian KLU sesuai dengan contoh pada Lampiran 31.

7.5.

Dalam rangka membantu pencairan tunggakan PBB, maka Pemeriksa Pajak setiap melakukan pemeriksaan baik yang dilakukan melalui PL maupun PSL, disamping harus melakukan pemeriksaan terhadap PBB untuk tahun pajak yang diperiksa, juga harus melakukan penelitian terhadap Surat Pemberitahuan Pajak Terutang (SPPT) PBB untuk 5 (lima) tahun terakhir (termasuk tahun pajak yang sedang diperiksa) sebelum tahun dilaksanakannya pemeriksaan yang bersangkutan dengan tujuan untuk mengetahui apakah utang PBB sudah dilunasi atau belum.

7.6.

Dalam rangka untuk meningkatkan pelayanan kepada Wajib Pajak, maka pembuatan dan pengiriman LPP dan Nota Penghitungan Pajak (NPP), perlu diatur sebagai berikut :

a.

Dalam hal pemeriksaan dilakukan melalui PL, LPP dan NPP harus dibuat oleh Pemeriksa Pajak berdasarkan hasil pemeriksaan dan disampaikan bersama-sama dengan berkas Wajib Pajak yang bersangkutan kepada KPP terkait dalam batas waktu paling lambat 3 (tiga) hari setelah Pembahasan Akhir.

b.

Dalam hal pemeriksaan dilakukan melalui PSL, LPP dan NPP harus dibuat oleh Pemeriksa Pajak berdasarkan hasil pemeriksaan dan disampaikan kepada seksi TUP dalam batas waktu paling lambat 3 (tiga) hari setelah Pembahasan Akhir.

c.

Dalam hal pemeriksaan dilakukan melalui PSK, LPP dan LPP harus dibuat oleh Pemeriksa Pajak berdasarkan hasil pemeriksaan dan disampaikan kepada Seksi TUP dalam batas waktu paling lambat 3 (tiga) hari setelah hasil pemeriksaan disetujui oleh Kepala KPP terkait.

d.

Tanggal LPP dibuat sama dengan tanggal NPP.

Dengan diterbitkannya Surat Edaran ini, maka Surat-surat Edaran yang telah diterbitkan sebelumnya dinyatakan tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dengan Surat Edaran ini.

Demikian untuk dilaksanakan dengan sebaik-baiknya.

DIREKTUR JENDERAL,

ttd

MACHFUD SIDIK

Reading: Surat Edaran Dirjen Pajak – SE 04/PJ.7/2000