Resources / Regulation / Surat Edaran Dirjen Pajak

Surat Edaran Dirjen Pajak – SE 07/PJ.10/2000

Sehubungan dengan telah dipertukarkannya nota ratifikasi Persetujuan Penghindaran Pajak Berganda RI-Turki, dengan ini diberitahukan hal-hal sebagai berikut :

  1. Persetujuan Penghindaran Pajak Berganda (P3B) RI-Turki telah diratifikasi oleh Pemerintah Indonesia dengan Keputusan Presiden RI Nomor : 160 Tahun 1998 (Lembaran Negara Nomor :153 Tahun 1998) tanggal 18 September 1998. Indonesia telah meratifikasi persetujuan tersebut dan memberitahukan dengan Nota Diplomatik tanggal 27 Nopember 1998. Pihak Turki mengirim Nota Diplomatik tentang ratifikasi tanggal 6 Maret 2000. Sesuai dengan ketentuan Pasal 27, P3B ini akan berlaku pada tanggal 6 Maret 2000 yaitu pemberitahuan terakhir oleh pihak Turki.
    Ketentuan-ketentuan dalam P3B tersebut mulai diberlakukan terhadap penghasilan-penghasilan yang diterima atau diperoleh pada atau setelah 1 Januari 2001.

  2. Dengan berlakunya Persetujuan ini, diminta perhatian Saudara akan hal-hal sebagai berikut :
    1. Persetujuan hanya berlaku bagi orang pribadi yang bertempat tinggal atau badan yang berkedudukan di masing-masing Negara, yaitu Indonesia dan Turki.
    2. Penentuan apakah kegiatan di Indonesia yang dilakukan oleh suatu badan atau perusahaan yang berkedudukan di Turki menimbulkan Bentuk Usaha Tetap (BUT) mengacu kepada ketentuan Pasal 5 dari Persetujuan tersebut, yang antara lain meliputi :
      1. suatu tempat kedudukan manajemen;
      2. suatu cabang;
      3. suatu kantor;
      4. suatu pabrik;
      5. suatu bengkel;
      6. suatu tambang, suatu sumur minyak atau gas, suatu penggalian atau tempat pengambilan sumber daya alam lainnya;
      7. suatu bangunan, suatu proyek konstruksi, suatu perakitan atau proyek instalasi atau kegiatan pengawasan yang ada hubungan dengan proyek tersebut, tetapi hanya apabila bangunan, proyek atau kegiatan tersebut berjalan untuk masa lebih dari enam bulan;
      8. pemberian jasa-jasa termasuk jasa-jasa konsultan oleh suatu perusahaan melalui karyawannya atau orang lain yang dipekerjakan oleh perusahaan tersebut, sepanjang kegiatan-kegiatan seperti itu berlangsung (untuk proyek yang sama atau yang berhubungan) di suatu Negara selama suatu masa atau masa-masa yang melebihi jumlah 183 hari dalam waktu dua belas bulan.
    3. Tidak termasuk pengertian “bentuk usaha tetap” adalah :
      1. penggunaan fasilitas-fasilitas semata-mata dengan maksud untuk menyimpan atau memamerkan barang-barang atau barang dagangan milik perusahaan;
      2. pengurusan suatu persediaan barang-barang atau barang dagangan milik perusahaan semata-semata dengan maksud untuk disimpan atau dipamerkan;
      3. pengurusan suatu persediaan barang-barang atau barang dagangan milik perusahaan semata-mata dengan maksud untuk diolah oleh perusahaan lain;
      4. pengurusan suatu tempat tertentu semata-mata dengan maksud untuk pembelian barang-barang atau barang dagangan atau untuk mengumpulkan keterangan bagi keperluan perusahaan;
      5. pengurusan suatu tempat usaha tertentu semata-mata dengan maksud untuk tujuan menjalankan kegiatan-kegiatan yang bersifat persiapan atau penunjang bagi perusahaan;
      6. pengurusan suatu tempat usaha tertentu semata-mata ditujukan untuk melakukan gabungan kegiatan-kegiatan seperti disebutkan pada sub-ayat (a) sampai dengan sub ayat (e), asalkan hasil penggabungan seluruh kegiatan-kegiatan tersebut bersifat persiapan atau penunjang.
    4. Berdasarkan ketentuan Pasal 7 ayat (1) P3B Penghasilan BUT dari perusahaan Turki yang dikenakan pajak penghasilan di Indonesia hanya penghasilan dari kegiatan BUT dari perusahaan Turki tersebut dan dari harta yang dikuasai atau dimilikinya saja.
    5. Keuntungan setelah dikurangi pajak dari suatu BUT perusahaan Turki (ex Pasal 26 (4) Undang-undang Pajak Penghasilan) di Indonesia dikenakan pajak sebesar 10%.
    6. Perlakuan pajak terhadap jasa yang diberikan oleh orang pribadi subjek pajak Turki di Indonesia dalam rangka melakukan pekerjaan bebas tunduk kepada ketentuan dalam pasal 14 Persetujuan, yaitu bahwa imbalan atas jasa yang diterima dalam pekerjaan bebas, misalnya dokter, ahli hukum, ahli teknik, arsitek, dokter gigi, akuntan, hanya dikenakan pajak di Indonesia apabila mereka berada di Indonesia dalam suatu masa atau masa-masa yang jumlahnya melebihi 183 hari dalam jangka waktu 12 bulan, atau menjalankan kegiatannya dari suatu tempat tetap di Indonesia.
    7. Penerapan Undang-undang Pajak Penghasilan 1984 sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2000 atas penghasilan yang diterima atau diperoleh dari hubungan kerja harus memperhatikan Pasal 15 Persetujuan yaitu, bahwa penghasilan sebagai karyawan yang merupakan subjek pajak Turki, sehubungan dengan pekerjaan yang dilakukan di Indonesia untuk kepentingan perusahaannya hanya dikenakan pajak di Indonesia apabila memenuhi salah satu syarat sebagai berikut :
      1. dalam suatu tahun takwin karyawan tersebut berada di Indonesia lebih dari 183 hari; atau
      2. gajinya dibayar oleh pemberi kerja yang merupakan subjek pajak Indonesia;atau
      3. gajinya dibebankan pada suatu BUT yang berada di Indonesia.
    8. Pengenaan pajak atas penghasilan direktur dan pembayaran yang sejenis dikenakan di Negara dimana perusahaan tersebut didirikan atau bertempat kedudukan. Seandainya suatu PT. PMA yang pemegang sahamnya adalah perusahaan yang berkedudukan di Turki, salah satu direkturnya adalah orang Turki, dan menerima gaji dari PT. PMA, maka gaji tersebut tetap dikenakan Pajak Penghasilan Pasal 21 jo Pasal 26, walaupun orang tersebut hanya sekali-sekali saja ke Indonesia.
    9. Penghasilan dari seniman dan olahragawan akan dikenakan pajak di negara di mana kegiatan sebagai seniman dan olahragawan tersebut dilakukan, tetapi penghasilan dari kegiatan sebagai seniman dan olahragawan tersebut akan dibebaskan pajak apabila kegiatan tersebut disponsori/dibiayai oleh Pemerintah atau lembaga Pemerintah.
    10. Penghasilan berupa pensiun atau imbalan sejenis lainnya yang diterima subjek pajak Turki dari Indonesia dapat dikenakan pajak di Indonesia.
    11. Penduduk Turki yang melakukan kegiatan di Indonesia sebagai guru dan/atau instruktur dan kegiatan itu dilakukan di Indonesia dan kunjungannya ke Indonesia semata-mata untuk mengajar atau meneliti, untuk masa tidak lebih dari dua tahun tidak akan dikenakan pajak di Indonesia atas penghasilan dari kegiatan mengajar dan meneliti tersebut, sepanjang sumber pembayaran tersebut berasal dari luar Indonesia.
    12. Penduduk Turki yang menjalani pendidikan dan latihan di Indonesia yang menerima pembayaran semata-mata untuk keperluan hidup dan pendidikannya saja tidak dikenakan pajak sepanjang sumber pembayaran tersebut berasal dari luar Indonesia.
    13. Laba dari perusahaan penerbangan dan pelayaran dari masing-masing negara yang diperoleh dari pengoperasian dalam jalur lalu lintas internasional, hanya dikenakan pajak di negara domisili (yaitu dimana perusahaan berkedudukan).
    14. Penghasilan berupa bunga, dividen dan royalti yang diperoleh atau diterima oleh subjek pajak Turki, yang dibayar oleh perusahaan di Indonesia maka tarif pemotongan PPh Pasal 26 adalah sebagai berikut :
      1. Dividen (Pasal 10 Persetujuan)
        – 10% dari jumlah bruto dividen dalam hal penyertaan langsung paling sedikit 25%.
        – 15% dari jumlah bruto dividen untuk hal lainnya.
      2. Bunga (Pasal 11 Persetujuan) :
        – 10% dari jumlah bruto bunga jika penerimanya adalah “beneficial owner” dari bunga dimaksud.
        Dikecualikan dari pemotongan PPh adalah bunga yang dibayar kepada Pemerintah Turki, Bank Sentral atau kepada the Turkish Exim bank.
      3. Royalti (Pasal 12 Persetujuan) :
        – 10% dari jumlah bruto royalti jika penerimanya adalah “beneficial owner” dari royalti dimaksud.
  3. Persetujuan ini mengatur juga mengenai pertukaran informasi antara Indonesia dengan Turki. Apabila Indonesia memerlukan informasi dari Turki yang berkaitan dengan kepentingan perpajakan Indonesia dalam rangka penghindaran pajak berganda atau mencegah penyelundupan pajak, baik mengenai kegiatan Wajib Pajak Indonesia ataupun Wajib Pajak Turki, maka Indonesia berhak memperoleh informasi dimaksud dari Competent Authority Turki.
    Dengan demikian apabila Kantor Pemeriksaan Pajak atau Kantor Pelayanan Pajak memerlukan informasi misalnya konfirmasi mengenai suatu transaksi antara Wajib Pajak Indonesia dengan Wajib Pajak Turki, harga suatu produk/jasa tertentu dan lain sebagainya di Turki, maka hendaknya segera mengajukan permintaan informasi tersebut melalui Direktorat Hubungan Perpajakan Internasional, untuk dapat diteruskan kepada pihak Turki.
  4. Ketentuan-ketentuan lainnya yang diatur dalam Persetujuan Penghindaran Pajak Berganda Indonesia-Turki dapat dipelajari dari naskah Persetujuan terlampir. Namun, tidak berlebihan juga untuk diutarakan disini, Persetujuan Penghindaran Pajak Berganda Indonesia-Turki, sebagaimana juga dengan Persetujuan serupa dengan Negara-negara lain, adalah suatu ketentuan khusus yang hanya berlaku bagi orang atau badan yang merupakan Wajib Pajak kedua Negara. Untuk menentukan apakah seseorang atau sebuah perusahaan adalah “Wajib Pajak dalam negeri Turki”, perlu dilengkapi dengan dokumen Surat Keterangan Domisili yang diterbitkan dan ditandatangani oleh pejabat yang berwenang di Turki.

Demikian untuk mendapat perhatian Saudara guna dilaksanakan sebagaimana mestinya.

DIREKTUR JENDERAL,

ttd

MACHFUD SIDIK

Reading: Surat Edaran Dirjen Pajak – SE 07/PJ.10/2000