Resources / Regulation / Surat Edaran Dirjen Pajak

Surat Edaran Dirjen Pajak – SE 09/PJ.10/2000

Sehubungan dengan telah dipertukarkannya nota ratifikasi Persetujuan Penghindaran Pajak Berganda RI-Sudan, dengan ini diberitahukan hal-hal sebagai berikut :

  1. Persetujuan Penghindaran Pajak Berganda (P3B) RI-Sudan telah diratifikasi oleh Pemerintah Indonesia dengan Keputusan Presiden RI Nomor 150 Tahun 1998 (Lembaran Negara Nomor :143 Tahun 1998) tanggal 18 September 1998. Pemerintah Sudan melalui Duta Besarnya di Indonesia mengirimkan Nota Diplomatik Nomor : SEJ/68/B/1 tanggal 7 Agustus 2000 yang merupakan nota pemberitahuan atas ratifikasi P3B. Sesuai dengan ketentuan Pasal 28 ayat (1), karena pemberitahuan dari Pemerintah Sudan merupakan pemberitahuan sesudah Pemerintah Indonesia, maka P3B mulai berlaku pada tanggal 7 Agustus 2000. Selanjutnya Pasal 28 ayat (2) menyebutkan bahwa ketentuan-ketentuan dalam P3B tersebut mulai diberlakukan terhadap penghasilan-penghasilan yang diterima atau diperoleh pada atau setelah 1 Januari 2001.

  2. Dengan berlakunya Persetujuan ini, diminta perhatian Saudara akan hal-hal sebagai berikut :

    1. Persetujuan hanya berlaku bagi orang pribadi yang bertempat tinggal atau badan yang berkedudukan di masing-masing Negara, yaitu Indonesia dan Sudan.
    2. Penentuan apakah kegiatan di Indonesia yang dilakukan oleh suatu badan atau perusahaan yang berkedudukan di Sudan menimbulkan Bentuk Usaha Tetap (BUT) mengacu kepada ketentuan Pasal 5 dari Persetujuan tersebut, yang antara lain meliputi :
      1. suatu tempat kedudukan manajemen;
      2. suatu cabang;
      3. suatu kantor;
      4. suatu pabrik;
      5. suatu bengkel;
      6. suatu gudang yang digunakan sebagai tempat penjualan;
      7. suatu pertanian atau perkebunan;
      8. suatu tambang, sumur minyak atau gas, suatu penggalian atau suatu tempat penggalian atau eksplorasi atau eksploitasi sumber daya alam, anjungan pengeboran atau kapal yang digunakan untuk operasi di bidang migas;
      9. suatu bangunan atau proyek konstruksi, perakitan atau instalasi atau kegiatan pengawasan yang ada hubungan dengan proyek tersebut, asalkan kegiatan tersebut berlangsung lebih dari enam bulan;
      10. pemberian jasa, termasuk jasa konsultan yang dilakukan oleh suatu perusahaan dari suatu Negara pihak pada Persetujuan melalui karyawannya atau orang lain yang dipekerjakan di Negara pihak lainnya pada Persetujuan, apabila kegiatan-kegiatan tersebut berlangsung untuk proyek yang sama atau yang ada kaitannya untuk suatu masa atau masa-masa yang berjumlah lebih dari tiga bulan dalam periode dua belas bulan.
    3. Tidak termasuk pengertian “bentuk usaha tetap” adalah :
      1. penggunaan fasilitas-fasilitas semata-mata dengan maksud untuk menyimpan, memamerkan barang-barang atau barang dagangan milik perusahaan;
      2. pengurusan suatu persediaan barang-barang atau barang dagangan milik perusahaan semata-mata dengan maksud untuk disimpan, dipamerkan;
      3. pengurusan suatu persediaan barang-barang atau barang dagangan milik perusahaan semata-mata dengan maksud untuk diolah oleh perusahaan lain;
      4. pengurusan suatu tempat usaha tetap semata-mata dengan maksud untuk pembelian barang-barang atau barang dagangan atau untuk mengumpulkan informasi bagi keperluan perusahaan;
      5. pengurusan suatu tempat usaha tetap semata-mata dengan maksud untuk pemasaran, atau penyediaan informasi;
      6. pengurusan suatu tempat usaha tetap semata-mata dengan maksud menjalankan setiap kegiatan lainnya yang bersifat persiapan atau penunjang bagi perusahaan;
      7. pengurusan tempat usaha tetap semata-mata ditujukan untuk melakukan gabungan kegiatan-kegiatan seperti disebutkan pada huruf (i) sampai dengan huruf (vi), asalkan hasil penggabungan hasil kegiatan-kegiatan tersebut bersifat persiapan atau penunjang.
    4. Ketentuan Pasal 7 Ayat (1) P3B sama dengan ketentuan Pasal 5 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 sebagaimana diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1994. Hal ini berarti yang dikenakan pajak penghasilan di Indonesia tidak hanya penghasilan dari kegiatan BUT dari perusahaan Sudan tersebut dan dari harta yang dikuasai atau dimilikinya, tetapi juga penghasilan yang berasal dari kegiatan usaha atau penjualan barang-barang dan/atau pemberian jasa di Indonesia yang dilakukan oleh induk perusahaannya, yang sejenis dengan kegiatan usaha atau penjualan barang-barang dan/atau pemberian jasa yang dilakukan BUT tersebut di Indonesia.
    5. Keuntungan setelah dikurangi pajak dari suatu BUT perusahaan Sudan (ex Pasal 26 (4) Undang-undang Pajak Penghasilan) di Indonesia dikenakan pajak sebesar 10%.
    6. Perlakuan pajak terhadap jasa yang diberikan oleh orang pribadi subjek pajak Sudan di Indonesia dalam rangka melakukan pekerjaan bebas tunduk kepada ketentuan dalam pasal 14 Persetujuan, yaitu bahwa imbalan atas jasa yang diterima dalam pekerjaan bebas, misalnya dokter, ahli hukum, ahli teknik, arsitek, dokter gigi, akuntan, hanya dikenakan pajak di Indonesia apabila mereka berada di Indonesia dalam suatu masa atau masa-masa yang jumlahnya melebihi 90 hari dalam jangka waktu 12 bulan, atau menjalankan kegiatannya di suatu tempat tetap.
    7. Penerapan Undang-undang Pajak Penghasilan 1984 atas penghasilan yang diterima atau diperoleh dari hubungan kerja harus memperhatikan Pasal 15 Persetujuan yaitu, bahwa penghasilan sebagai karyawan yang merupakan subjek pajak Sudan, sehubungan dengan pekerjaan yang dilakukan di Indonesia untuk kepentingan perusahaannya hanya dikenakan pajak di Indonesia apabila memenuhi salah satu syarat sebagai berikut :
      1. dalam suatu tahun takwim karyawan tersebut berada di Indonesia lebih dari 183 hari; atau
      2. gajinya dibayar oleh pemberi kerja yang merupakan subjek pajak Indonesia; atau
      3. gajinya dibebankan pada suatu BUT yang berada di Indonesia.
    8. Pengenaan pajak atas penghasilan direktur dan pembayaran yang sejenis dikenakan di Negara di mana perusahaan tersebut didirikan atau bertempat kedudukan.
      Seandainya suatu PT. PMA yang pemegang sahamnya adalah perusahaan yang berkedudukan di Sudan, salah satu direkturnya adalah orang Sudan, dan menerima gaji dari PT. PMA, maka gaji tersebut tetap dikenakan Pajak Penghasilan Pasal 21, walaupun orang tersebut hanya sekali-sekali saja ke Indonesia.
    9. Penghasilan dari seniman dan olahragawan akan dikenakan pajak di negara di mana kegiatan sebagai seniman dan olahragawan tersebut dilakukan, tetapi penghasilan dari kegiatan sebagai seniman dan olahragawan tersebut akan dibebaskan pajak apabila kegiatan tersebut disponsori/dibiayai oleh pemerintah atau lembaga pemerintah.
    10. Penghasilan berupa pensiun atau imbalan sejenis lainnya yang diterima subjek pajak Sudan dari Indonesia untuk pekerjaan yang dilakukan pada masa lalu dapat dikenakan pajak di Indonesia.
    11. Penduduk Sudan yang melakukan kegiatan di Indonesia sebagai guru dan/atau peneliti dan kegiatan itu dilakukan di Indonesia dan kunjungannya ke Indonesia semata-mata untuk mengajar atau meneliti, untuk masa tidak lebih dari dua tahun tidak akan dikenakan pajak di Indonesia atas penghasilan dari kegiatan mengajar dan meneliti tersebut, kecuali apabila penelitian tersebut dilaksanakan untuk kepentingan pribadi orang atau sekelompok tertentu.
    12. Penduduk Sudan yang menjalani pendidikan dan latihan di Indonesia yang menerima pembayaran semata-mata untuk keperluan hidup dan pendidikannya saja tidak dikenakan pajak di Indonesia sepanjang sumber pembayaran tersebut berasal dari luar Indonesia.
    13. Laba dari perusahaan penerbangan dan perlayaran dari masing-masing negara yang diperoleh dari pengoperasian dalam jalur lalu lintas internasional, hanya dapat dikenakan pajak di negara domisili (yaitu dimana perusahaan berkedudukan).
    14. Penghasilan berupa bunga, deviden, dan royalti yang diperoleh atau diterima oleh subjek pajak Sudan, yang dibayar oleh perusahaan di Indonesia maka tarif pemotongan PPh Pasal 26 adalah sebagai berikut :
      1. Dividen (Pasal 10 Persetujuan) :
        10 % dari jumlah bruto dividen.
      2. Bunga (Pasal 11 Persetujuan) :
        15% dari jumlah bruto bunga.
        Dikecualikan dari pemotongan PPh adalah bunga yang dibayar kepada Pemerintah Sudan termasuk bagian ketatanegaraannya dan Pemerintah Daerah, bank sentral atau lembaga keuangan di bawah pengawasan Pemerintah Sudan termasuk bagian ketatanegaraannya dan Pemerintah Daerah.
      3. Royalti (Pasal 12 Persetujuan) :
        10 % dari jumlah bruto.
  3. Persetujuan ini mengatur juga mengenai pertukaran informasi antara Indonesia dengan Sudan.
    Apabila Indonesia memerlukan informasi dari Sudan yang berkaitan dengan kepentingan perpajakan Indonesia dalam rangka penghindaran pajak berganda atau mencegah penyelundupan pajak, baik mengenai kegiatan Wajib Pajak Indonesia ataupun Wajib Pajak Sudan, maka Indonesia berhak memperoleh informasi dimaksud dari Competent Authority Sudan. Dengan demikian apabila Kantor Pemeriksaan Pajak atau Kantor Pelayanan Pajak memerlukan informasi misalnya konfirmasi mengenai suatu transaksi antara Wajib Pajak Indonesia dengan Wajib Pajak Sudan, harga wajar suatu produk/jasa tertentu dan lain sebagainya di Sudan, maka hendaknya segera mengajukan permintaan informasi tersebut melalui Direktorat Hubungan Perpajakan Internasional, untuk dapat diteruskan kepada pihak Sudan.
  4. Ketentuan-ketentuan lainnya yang diatur dalam Persetujuan Penghindaran Pajak Berganda Indonesia-Sudan dapat dipelajari dari naskah Persetujuan terlampir. Namun, tidak berlebihan juga untuk diutarakan disini, Persetujuan Penghindaran Pajak Berganda Indonesia-Sudan, sebagaimana juga dengan Persetujuan serupa dengan Negara-negara lain, adalah suatu ketentuan khusus yang hanya berlaku bagi orang atau badan yang merupakan Wajib Pajak kedua Negara. Untuk menentukan apakah seseorang atau sebuah perusahaan adalah “Wajib Pajak dalam negeri Sudan”, perlu dilengkapi dengan dokumen Surat Keterangan Domisili yang diterbitkan dan ditandatangani oleh pejabat yang berwenang di Sudan.

Demikian untuk mendapat perhatian saudara guna dilaksanakan sebagaimana mestinya.

DIREKTUR JENDERAL,

ttd

MACHFUD SIDIK

Reading: Surat Edaran Dirjen Pajak – SE 09/PJ.10/2000