Resources / Regulation / Surat Edaran Dirjen Pajak

Surat Edaran Dirjen Pajak – SE 10/PJ.7/2004

Dalam rangka meningkatkan pengendalian dalam pelaksanaan pemeriksaan Pajak, memberikan kepastian hukum, pelayanan dan pembinaan kepatuhan perpajakan kepada Wajib Pajak maka dipandang perlu untuk menyempurnakan kebijakan pemeriksaan pajak sebagai berikut :

  1. Ruang Lingkup Pemeriksaan
    Ruang Lingkup Pemeriksaan terdiri dari :
    1. Pemeriksaan Lapangan dilakukan di tempat Wajib pajak atas satu, beberapa atau seluruh jenis pajak, untuk tahun berjalan dan atau tahun-tahun sebelumnya. Pemeriksaan Lapangan dapat dibedakan menjadi :
      1. Pemeriksaan Lengkap (PL)
      2. Pemeriksaan Sederhana Lapangan (PSL)
    2. Pemeriksaan Kantor yaitu pemeriksaan yang dilakukan di KPP atau KP4 (tertentu) Direktorat Jenderal Pajak atas satu jenis pajak dalam tahun berjalan dan atau tahun-tahun sebelumnya. Pemeriksaan Kantor hanya dapat dilaksanakan dengan Pemeriksaan Sederhana Kantor (PSK).
  2. Jangka Waktu Penyelesaian Pemeriksaan
    1. Pemeriksaan Lengkap (PL)
      PL harus diselesaikan dalam jangka waktu 2 (dua) bulan, terhitung sejak saat Surat Pemberitahuan Pemeriksaan Pajak diterima oleh Wajib Pajak dan dapat diperpanjang menjadi paling lama 8 (delapan) bulan;
    2. Pemeriksaan Sederhana Lapangan (PSL);
      PSL harus diselesaikan dalam jangka waktu 1 (satu) bulan, terhitung sejak saat Surat Pemberitahuan Pemeriksaan Pajak diterima oleh Wajib Pajak dan dapat diperpanjang menjadi paling lama 2 (dua) bulan;
    3. Pemeriksaan Sederhana Kantor (PSK)
      PSK harus diselesaikan dalam jangka waktu 4 (empat) minggu, terhitung sejak saat Surat Panggilan Pemeriksaan dikirimkan kepada Wajib Pajak dan dapat diperpanjang menjadi paling lama 6 (enam) minggu;
    4. apabila terdapat transaksi transfer pricing, jangka waktu pemeriksaan dapat diperpanjang menjadi paling lama 2 (dua) tahun.
  3. Jenis Pemeriksaan

    1. Jenis Pemeriksaan terdiri dari :
      1. Pemeriksaan Rutin, yaitu pemeriksaan yang bersifat rutin yang dilakukan terhadap Wajib Pajak sehubungan dengan pemenuhan hak dan kewajiban perpajakannya.
      2. Pemeriksaan Kriteria Seleksi, yaitu pemeriksaan yang dilakukan terhadap Wajib Pajak yang terpilih berdasarkan skor risiko kepatuhan.
      3. Pemeriksaan Khusus, yaitu pemeriksaan yang dilakukan terhadap Wajib Pajak sehubungan dengan adanya informasi, data, laporan kemungkinan terjadinya penyimpangan pajak atau pengaduan yang berkaitan dengannya serta untuk memperoleh informasi atau data untuk tujuan tertentu dalam rangka pelaksanaan peraturan perundang-undangan perpajakan, termasuk karena permintaan Wajib Pajak.
      4. Pemeriksaan Bukti Permulaan, yaitu pemeriksaan yang dilakukan untuk mendapatkan bukti permulaan tentang adanya dugaan telah terjadi tindak pidana di bidang perpajakan.
    2. Kriteria pemeriksaan
      1. Pemeriksaan Rutin dapat dilaksanakan dalam hal :
        1. Wajib Pajak Orang Pribadi atau Badan menyampaikan :
          1. SPT Tahunan/SPT Masa yang menyatakan Lebih Bayar;
          2. SPT Tahunan PPh yang menyatakan Rugi Tidak Lebih Bayar;
          3. SPT Tahunan PPh untuk bagian tahun pajak sebagai akibat adanya perubahan tahun buku atau metode pembukuan atau penilaian kembali aktiva tetap yang telah disetujui oleh Direktur Jenderal Pajak;
        2. Wajib Pajak melakukan penggabungan, pemekaran, pengambilalihan usaha, atau likuidasi, penutupan usaha, atau akan meninggalkan Indonesia selama- lamanya.
        3. Wajib Pajak Orang Pribadi atau Badan tidak menyampaikan SPT Tahunan/ Masa dalam jangka waktu yang telah ditentukan dan setelah ditegur secara tertulis tidak menyampaikan SPT pada waktunya sebagaimana ditentukan dalam surat teguran.
        4. Wajib Pajak Orang Pribadi atau Badan melakukan kegiatan membangun sendiri yang pemenuhan kewajiban PPN atas kegiatan tersebut patut diduga tidak dilaksanakan sebagaimana mestinya.
      2. Pemeriksaan Kriteria seleksi terdiri dari :
        1. Kriteria seleksi risiko dilaksanakan apabila SPT Tahunan PPh Wajib Pajak Orang Pribadi atau Badan terpilih untuk diperiksa berdasarkan analisis risiko;
        2. kriteria seleksi lainnya dilaksanakan apabila SPT Tahunan PPh Wajib Pajak Orang Pribadi atau Badan terpilih untuk diperiksa berdasarkan sistem skoring secara komputerisasi.
      3. Pemeriksaan Khusus dapat dilakukan dalam hal :
        1. adanya dugaan melakukan tindak pidana di bidang perpajakan;
        2. pengaduan masyarakat, termasuk melalui Kotak Pos 5000;
        3. terdapat data baru atau data yang semula belum terungkap yang dilakukan melalui pemeriksaan ulang berdasarkan instruksi Direktur Jenderal Pajak;
        4. permintaan Wajib Pajak;
        5. pertimbangan Direktur Jenderal Pajak;
        6. untuk memperoleh informasi atau data tertentu dalam rangka pelaksanaan peraturan perundang-undangan perpajakan.
      4. Pemeriksaan Bukti Permulaan dapat dilakukan apabila ditemukan adanya indikasi tindak pidana di bidang perpajakan hasil analisis data, informasi, laporan, pengaduan, laporan pengamatan atau laporan pemeriksaan pajak.
  4. Lembar Penugasan Pemeriksaan (LP2)
    Setiap pemeriksaan yang mencakup SPT Tahunan PPh Wajib Pajak Orang Pribadi atau Badan, baik Pemeriksaan Lapangan (PL/PSL) maupun Pemeriksaan Kantor (PSK) harus dilaksanakan berdasarkan LP2.

  5. Lain-lain
    1. Perluasan pemeriksaan dilaksanakan dalam hal :
      1. SPT Tahunan Wajib Pajak Orang Pribadi atau Badan menyatakan adanya kompensasi kerugian dari tahun-tahun sebelumnya yang belum dilakukan pemeriksaan;
      2. Sebab-sebab lain berdasarkan instruksi Direktur P4.
    2. Semua pemeriksaan dalam rangka menguji kepatuhan Wajib Pajak harus melalui proses pembahasan akhir dimulai dengan pemberitahuan hasil pemeriksaan sampai dengan persetujuan atau penandatanganan berita acara hasil pemeriksaan. Apabila masih terdapat temuan material yang tidak disetujui Wajib Pajak dalam pembahasan akhir hasil pemeriksaan, Kepala UP3 harus membentuk Tim Pembahas yang terdiri dari Kepala Kantor dan Para Ketua Kelompok atau yang setingkat dengan Ketua Kelompok untuk mempelajari dan menindaklanjuti temuan dimaksud untuk kemudian dilakukan pembahasan akhir dengan Wajib Pajak.

    3. Surat Pemberitahuan Hasil Pemeriksaan (SPHP) kepada Wajib Pajak beserta lampirannya harus ditandatangani Kepala UP3 dan hanya dikirimkan satu kali. Perubahan koreksi hasil pemeriksaan yang tercantum pada SPHP hanya dapat dilakukan apabila Wajib Pajak memberikan tanggapan secara tertulis yang didukung bukti-bukti yang akurat sesuai dengan ketentuan perpajakan yang berlaku.

    4. SPHP yang dikirimkan kepada Wajib Pajak dan Nota Penghitungan pajak harus ditembuskan secara elektronis kepada Direktur Pemeriksaan Penyidikan dan Penagihan Pajak dan Kepala Kantor Wilayah atasannya sebagai dasar pengawasan.

    5. Laporan Keuangan yang disampaikan Wajib pajak baik pada waktu menyampaikan SPT maupun pada waktu pemeriksaan harus sama dengan Laporan Keuangan yang disampaikan kepada Lembaga Independen/Lembaga Negara termasuk yang diperiksa Akuntan Publik. Oleh karena itu cakupan kedalaman pemeriksaan untuk Wajib Pajak tersebut dapat dipersempit oleh Kepala UP3.

  6. Semua prosedur pelaksanaan jenis-jenis pemeriksaan sebagaimana terdapat dalam Surat Edaran ini masih menuju pada Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor : SE-01/PJ.7/2003 tanggal 1 April 2003 tentang Kebijakan Pemeriksaan Pajak sampai diterbitkannya ketentuan baru dalam Surat Edaran tersendiri.

Demikian Surat Edaran ini disampaikan untuk dilaksanakan dengan sebaik-baiknya.

Direktur Jenderal

ttd.

Hadi Poernomo
NIP 060027375

Tembusan :
1. Sekretaris Direktorat Jenderal Pajak;
2. Para Direktur di lingkungan Direktorat Jenderal Pajak;
3. Para Tenaga Pengkaji di lingkungan Direktorat Jenderal Pajak.

Reading: Surat Edaran Dirjen Pajak – SE 10/PJ.7/2004