Resources / Regulation / Surat Edaran Dirjen Pajak

Surat Edaran Dirjen Pajak – SE 12/PJ.52/1996

Menunjuk isi butir 4 Surat Edaran Nomor : SE-58/PJ.52/1995 tanggal 4 Desember 1995 yang merupakan penjelasan atas isi butir III Surat Edaran Nomor : SE-31/PJ.52/1995 tanggal 11 Juli 1995, dengan ini diberikan penjelasan lebih lanjut sebagai berikut :

  1. Faktor penyusutan berat emas batangan sebesar 3% sebagaimana dimaksud dalam butir III Surat Edaran Dirjen Pajak Nomor : SE-31/PJ.52/1995 tidak memberikan pengaruh terhadap penghitungan pengkreditan Pajak Masukan yang berasal dari emas batangan yang terkandung dalam emas perhiasan yang dijual, melainkan memberikan pengaruh terhadap penghitungan Pajak Penghasilan, sepanjang Pajak Masukan atas susutan emas 3% tersebut telah ditambahkan sebagai unsur harga pokok penjualan emas perhiasan tersebut.

  2. Namun dalam hal PKP pabrikan emas perhiasan dalam catatan pembukuannya tidak memasukkan PPN Pajak Masukan atas susutan emas 3% sebagai unsur harga pokok penjualan emas perhiasan, maka unsur PPN Pajak Masukan atas susutan emas 3% dapat menambah jumlah Pajak Masukan yang dikreditkan dari emas batangan terhadap Pajak Keluaran atas emas perhiasan tersebut.

  3. Contoh :
    PT. X menggunakan 750 gram emas batangan 24 K yang harga belinya Rp. 22.125.000,-atau Rp. 29.500,- per gram untuk memproduksi 1.000 gram emas perhiasan 18 K (75%).
    Setelah diproduksi, jumlah emas perhiasan yang dihasilkan sebanyak 970 gram, sedang 30 gram adalah susutan. Untuk menyederhanakan penghitungan, maka susutan 30 gram tersebut dianggap seluruhnya berasal dari emas (susutan perak, tembaga, dan bahan penyampur lainnya diabaikan).
    Jika diumpamakan bahwa harga emas batangan seberat 750 gram pada saat terjadinya penjualan emas perhiasan tersebut adalah Rp. 22.237.500,- atau Rp. 29.650,- per gram, maka PPN Pajak Masukan atas susutan emas 3% untuk emas perhiasan 18 K yang berat seharusnya 1.000 gram tersebut adalah :
    10% x 75% x 30 x Rp. 29.650,- = Rp. 66.713,-
    Sesuai dengan butir 1 dan 2 di atas, maka sepanjang unsur PPN Pajak Masukan atas susutan emas tersebut tidak dibiayakan, Pajak Masukan sebesar Rp. 66.713,- dapat dikurangkan juga sebagai Pajak Masukan yang berasal dari emas batangan, sehingga Pajak Masukan yang berasal dari emas batangan dalam contoh tersebut dihitung dari 750 gram (75% x 1.000 gram) dan bukan dihitung dari 727,5 gram (75% x 970 gram).

  4. Untuk menyederhanakan pelaksanaan ketentuan tersebut pada butir 2, maka diterapkan formula penghitungan Pajak Masukan dari emas batangan yang telah memperhitungkan susutan emas 3% sebagai berikut :
    Pajak Masukan yang berasal dari emas batangan =

    10% x100/97 x prosentase kandungan emas murni (Karat)
    x berat emas perhiasan yang terjual (gram)
    x harga emas murni (per gram) pada saat terjadinya penjualan emas perhiasan yang bersangkutan.
    Harap diperhatikan bahwa formula penghitungan dengan gross up 100/97 ini hanya boleh diterapkan pada penjualan emas perhiasan oleh pabrikan emas perhiasan yang diproduksi sendiri oleh pabrikan tersebut. Atas penjualan emas perhiasan yang tidak berasal dari produksi sendiri tidak boleh menggunakan gross up 100/97 tersebut.
    Jika diterapkan pada data-data pada contoh di butir 3, maka besarnya PPN Pajak Masukan dari emas batangan yang dapat dikreditkan adalah :
    10%x100/97x 75% x 970 x Rp. 29.650,- = Rp. 2.223.750
  5. Tidak berlebihan bila ditegaskan pula hal-hal sebagai berikut :
    1. Atas susutan emas murni itu sendiri sudah tentu dapat dibebankan sebagai biaya, namun penghitungan biaya tersebut tidak berdasarkan harga emas murni pada saat terjadinya penjualan emas perhiasan, melainkan berdasarkan harga beli sesungguhnya (harga historis).

    2. Susutan emas murni yang dapat dibiayakan tersebut di atas adalah susutan riil yang dialami oleh pabrikan emas perhiasan yang bersangkutan.

    3. Karena PPN Pajak Masukan untuk susutan emas murni telah ditetapkan seragam (deemed)untuk semua pabrikan emas perhiasan yaitu sebesar 3%, dan juga karena penghitungan PPN Pajak Masukan dari emas murni didasarkan pada nilai ganti yaitu harga emas murni pada saat terjadinya penjualan emas perhiasan yang bersangkutan, maka dengan sendirinya dapat terjadi selisih antara PPN Pajak Masukan atas susutan emas murni yang diijinkan oleh negara dengan PPN Pajak Masukan atas susutan emas murni yang riil. Selisih tersebut dibukukan sebagai penghasilan atau biaya.
      Contoh :

      1. Pabrikan emas perhiasan menjual emas perhiasan 18 K yang diproduksi sendiri, seberat 970 gram. Harga beli emas murni yang digunakan untuk memproduksi emas perhiasan tersebut adalah Rp. 29.500,- per gram, sedangkan harga emas murni pada saat terjadinya penjualan emas perhiasan 18 K tersebut adalah Rp. 29.650,- per gram. Susutan riil adalah 2%.

        1. Susutan emas murni yang dapat dibebankan sebagai biaya :
          2/98 x 75% x 970 x Rp. 29.500,- = Rp. 437.985,-
        2. Selisih PPN Pajak Masukan atas susutan yang dibukukan sebagai unsur laba :
          {10% x 3/97 x 75% x 970 x Rp 29.650,-} – {10% x 2/98 x 75% x 970 x Rp 29.500,-}
          = Rp. 22.913,-
      2. Jika susutan riil adalah 4%, maka :
        1. Susutan emas murni yang dapat dibiayakan :
          4/96 x 75% x 970 x Rp. 29.500,- = Rp. 894.219,-
        2. Selisih PPN Pajak Masukan atas susutan yang dibebankan sebagai biaya :
          {10% x 4/97 x 75% x 970 x Rp 29.500,-} – {10% x 3/96 x 75% x 970 x Rp 29.650,-}
          = Rp. 22.710,-

Untuk memudahkan penggunaan Surat Edaran ini, dianjurkan agar pengarsipan Surat Edaran ini disatukan dengan Surat Edaran Nomor SE-31/PJ.52/1995 (Seri PPN 23-95).

Demikian untuk dimaklumi.

A.N. DIREKTUR JENDERAL PAJAK
DIREKTUR PAJAK PERTAMBAHAN NILAI
DAN PAJAK TIDAK LANGSUNG LAINNYA

ttd

SAROYO ATMOSUDARMO

Reading: Surat Edaran Dirjen Pajak – SE 12/PJ.52/1996