Resources / Regulation / Surat Edaran Dirjen Pajak

Surat Edaran Dirjen Pajak – SE 14/PJ.71/1990

Berdasarkan kebijaksanaan pemeriksaan yang telah ditentukan, pemeriksaan yang bersifat rutin baru dilaksanakan setelah diterbitkan LP-2 oleh PDIP kecuali untuk SPT Tahunan PPh yang menyatakan lebih bayar pemeriksaannya dapat segera dilakukan setelah SPT disampaikan oleh Wajib Pajak tanpa menunggu diterbitkannya LP-2 oleh Pusat PDIP.

Mengingat bahwa LP-2 baru dapat diterbitkan kira-kira 6 (enam) bulan setelah akhir tahun pajak, maka pemeriksaan terhadap SPT yang menyalahi ketentuan penggunaan Norma Penghitungan dan SPT yang menyatakan rugi, tidak dapat segera dilaksanakan setelah SPT disampaikan oleh Wajib Pajak. Sehubungan dengan itu dan untuk mempercepat proses penyelesaian pemeriksaan yang bersifat rutin, maka perlu dilakukan pengaturan sebagai berikut :

  1. Wajib Pajak yang SPT-nya menyatakan lebih bayar
    1. Dengan Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-51/PJ.71/1989 tanggal 5 Desember 1989 (Seri Pemeriksaan 65) telah digariskan bahwa penentuan SPT Tahunan PPh 1989 Lebih Bayar yang akan diteliti atau yang akan diperiksa diserahkan sepenuhnya kepada Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak.
    1. Pemeriksaan terhadap SPT Lebih Bayar sebagaimana dimaksud pada huruf a ini atas termasuk SPT Lebih Bayar yang jumlahnya Rp. 100.000.000 atau lebih agar segera dilaksanakan oleh Unit Pemeriksaan dan Penyidikan Pajak tanpa menunggu penerbitan LP-2 oleh Pusat PDIP.

    2. Untuk mempercepat proses pemeriksaannya, diminta agar Kantor Pelayanan Pajak segera mengirimkan berkas Wajib Pajak sebagaimana dimaksud pada huruf b di atas dan berkas data kepada Unit Pemeriksaan dan Penyidikan Pajak yang terkait tanpa menunggu Surat Permintaan Peminjaman Berkas Wajib Pajak dan Surat Peminjaman Berkas Data dari Unit Pemeriksaan dan Penyidikan Pajak yang bersangkutan.

  2. Wajib Pajak yang menyalahi ketentuan penggunaan Norma Penghitungan
    1. Berdasarkan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 759/KMK.04/1986 tanggal 25 Agustus 1986, Wajib Pajak yang dapat menggunakan Norma Penghitungan untuk menghitung penghasilan nettonya adalah Wajib Pajak yang peredaran usahanya atau penerimaan bruto pekerjaan bebasnya kurang dari Rp. 120.000.000,00 setahun.
    1. Wajib Pajak yang peredaran usahanya atau penerimaan bruto pekerjaan bebasnya Rp. 120.000.000,00 ke atas tetapi menggunakan Norma Penghitungan untuk menghitung penghasilan nettonya adalah Wajib Pajak yang menyalahi ketentuan penggunaan Norma Penghitungan sehingga perlu diperiksa.

    2. Pemeriksaan terhadap Wajib Pajak yang menyalahi penggunaan Norma Penghitungan segera dapat dimulai oleh Unit Pemeriksaan dan Penyidikan Pajak tanpa menunggu penerbitan LP-2 oleh Pusat PDIP.

    3. Untuk mengetahui Wajib Pajak baik Wajib Pajak Perseorangan maupun Wajib Pajak Badan yang menyalahi ketentuan penggunaan Norma Penghitungan sebagaimana dimaksud pada huruf b di atas diminta agar Kantor Pelayanan Pajak melakukan inventarisasi dan membuat Daftar Nominatifnya dengan menggunakan bentuk menurut contoh lampiran I.

    4. Daftar Nominatif yang dibuat oleh Kantor Pelayanan Pajak sebagaimana dimaksud pada butir d di atas agar segera dikirim ke Unit Pemeriksaan dan Penyidikan Pajak terkait dengan tembusan ke Kantor Wilayah DJP atasannya dan Direktorat Pemeriksaan Pajak.

    5. Berdasarkan daftar Nominatif yang diterima dari Kantor Pelayanan Pajak maka Unit Pemeriksaan dan Penyidikan Pajak akan menentukan Wajib Pajak akan menentukan Wajib Pajak yang didahulukan untuk diperiksa sesuai dengan urutan besarnya peredaran atau penerimaan brutonya dan melakukan peminjaman Berkas Wajib Pajak/Berkas Data sesuai dengan ketentuan sebagaimana diatur dalam Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-41/PJ.71/1989 tanggal 22 September 1989 (Seri Pemeriksaan – 61).

  3. Wajib Pajak yang SPT Tahunan PPh-nya menyatakan Rugi
    1. Dalam pasal 6 ayat (3) Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 ditentukan bahwa kerugian untuk suatu tahun pajak dapat dikompensasikan dengan penghasilan dalam:
      5 (lima) tahun, atau
      lebih dari 5 (lima) tahun tetapi tidak lebih dari 8 (delapan) tahun, khusus untuk jenis usaha tertentu berdasarkan Keputusan Menteri Keuangan terhitung mulai tahun pertama sesudah kerugian tersebut diderita.

    2. Untuk memastikan jumlah kerugian yang diderita dalam suatu tahun yang dapat dikompensasikan dengan penghasilan tahun berikutnya sebagaimana dimaksud pada huruf a di atas, maka terhadap SPT Tahunan PPh yang menyatakan rugi perlu dilakukan pemeriksaan.

    3. Mengingat bahwa pada tahun-tahun sebelum tahun pajak 1989 jumlah Wajib Pajak yang SPT Tahunan PPh-nya menyatakan rugi jumlahnya cukup besar dan untuk tahun pajak 1989 diperkirakan jumlah tersebut tidak banyak mengalami perubahan, maka pemeriksaan terhadap Wajib Pajak tersebut dibatasi hanya untuk :
      Wajib Pajak Perseorangan : Rugi di atas Rp. 5.000.000,00
      Wajib Pajak Badan : Rugi di atas Rp. 25.000.000,00

    4. Pemeriksaan terhadap Wajib Pajak yang SPT-nya menyatakan rugi sebagaimana dimaksud pada huruf c di atas segera dapat dimulai oleh Unit Pemeriksaan dan Penyidikan Pajak tanpa menunggu penerbitan LP-2 oleh Pusat PDIP.

    5. Untuk mengetahui Wajib Pajak yang SPT-nya menyatakan rugi sebagaimana dimaksud pada huruf c di atas, dimana agar Kantor Pelayanan Pajak melakukan inventarisasi dan membuat Daftar Nominatifnya dengan menggunakan bentuk menurut contoh lampiran II.

    6. Daftar Nominatifnya yang dibuat oleh Kantor Pelayanan Pajak sebagaimana dimaksud pada huruf e di atas agar segera dikirimkan ke Unit Pemeriksaan dan Penyidikan Pajak yang terkait dengan tindasan ke Kantor Wilayah DJP atasannya dan Direktorat Pemeriksaan Pajak .

    7. Berdasarkan Daftar Nominatif yang diterima dari Kantor Pelayanan Pajak, maka Unit Pemeriksaan dan Penyidikan Pajak akan menentukan Wajib Pajak yang didahulukan untuk diperiksa sesuai dengan urutan besarnya kerugian dan melakukan peminjaman berkas Wajib Pajak/Berkas data sesuai dengan ketentuan sebagaimana diatur dalam Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-41/PJ.71/1989 tanggal 22 September 1989 (Seri Pemeriksaan 61).

  4. LP-2 yang kemudian akan diterbitkan oleh Pusat PDIP (berdasarkan permintaan dari Direktorat Pemeriksaan Pajak) supaya diisi oleh pemeriksa sebagai DKHP sesuai dengan hasil pemeriksaannya dan kemudian dikirimkan kembali ke Direktorat Pemeriksaan Pajak .

Demikian untuk dilaksanakan dengan sebaik-baiknya.

DIREKTUR JENDERAL PAJAK

ttd

MARIE MUHAMMAD

Reading: Surat Edaran Dirjen Pajak – SE 14/PJ.71/1990