Resources / Regulation

Surat Edaran Dirjen Pajak – SE 18/PJ.7/1995

Sehubungan dengan adanya beberapa kasus tentang Kertas Kerja Pemeriksaan (KKP) yang tidak bisa ditemukan apabila diperlukan, baik untuk digunakan dalam proses keberatan/banding Wajib Pajak maupun untuk keperluan lainnya, maka dalam rangka menertibkan penatausahaan KKP perlu ditegaskan hal-hal sebagai berikut :

  1. Kertas Kerja Pemeriksaan (KKP) adalah dokumen milik Kantor Pemeriksaan dan Penyidikan Pajak. Oleh karena itu, penata usahaannya agar dilakukan secara tertib.
  2. Dalam rangka menjaga kerapian penatausahaan KKP, maka peran aktif Kepala Kantor Pemeriksaan dan Penyidikan Pajak untuk mengawasi penatausahaan KKP tersebut sangat menentukan.
  3. Penatausahaan KKP tersebut agar dikelompokkan menjadi dua kelompok yaitu kelompok WP Badan dan kelompok WP Orang Pribadi. Kemudian masing-masing kelompok KKP tersebut disusun secara alfabetis menurut nama Wajib Pajak. Selanjutnya, untuk masing-masing Wajib Pajak harus dibuat kartu pengawasan KKP.
  4. KKP harus diserahkan oleh Ketua Kelompok Pemeriksa Pajak ke Kepala Sub Bagian TU Kantor Pemeriksaan dan Penyidikan Pajak bersamaan dengan penyerahan Laporan Pemeriksaan Pajak (LPP).
  5. Dalam hal pemeriksaan harus menunggu tindak lanjut dari Kantor Pusat, maka baik KKP maupun LPP diserahkan ke Sub Bagian TU pada saat pengiriman LPP ke Kantor Pusat Direktorat Jenderal Pajak.
  6. Dalam hal pemeriksaan pajak dilakukan oleh Tim Gabungan DJP-BPKP, atau Tim Gabungan BPKP-Depkeu, atau kelompok fungsional pemeriksa pajak Kanwil atau Kantor Pusat Direktorat Jenderal Pajak, maka KKP (asli) harus dikirimkan ke Kantor Pemeriksaan dan Penyidikan Pajak yang wilayah Pemeriksaannya membawahi domisili Wajib Pajak yang diperiksa tersebut, selambat-lambatnya 1 (satu) bulan setelah tanggal laporan pemeriksaan pajak. Sedangkan KKP (salinan) tersebut disimpan di Unit Pemeriksa yang bersangkutan.
  7. Kepala Sub Bagian Tata Usaha Kantor Pemeriksaan dan Penyidikan Pajak harus membuat tanda terima pada saat menerima KKP sebagaimana tersebut pada butir 4, 5, 6, dalam Surat Edaran ini (bentuk tanda terima lihat pada Lampiran I).
  8. Dalam hal KKP dipinjam oleh pemeriksa atau pihak ketiga, maka yang bersangkutan harus membuat bon pinjam. Bentuk bon pinjam bisa dirancang sendiri sesuai dengan kebutuhan.
  9. Untuk menyeragamkan langkah dalam rangka menertibkan penata usahaan KKP tersebut, maka perlu dilakukan langkah-langkah sebagai berikut :
    9.1. Kantor Pemeriksaan dan Penyidikan Pajak harus menginventarisir jumlah KKP yang seharusnya ada (jumlah tersebut harus sama dengan jumlah Surat Perintah Pemeriksaan yang telah selesai kecuali laporan summir). Penata usahaan tersebut harus selesai sebelum tanggal 15 November 1995.
    9.2. Apabila jumlah KKP tersebut tidak lengkap, maka Kepala Kantor Pemeriksaan dan Penyidikan Pajak harus menelusuri perbedaannya. Penelusuran tersebut harus selesai sebelum 30 November 1995.
    9.3. Apabila penelusuran KKP yang hilang tersebut tidak berhasil, maka Kepala Kantor Pemeriksaan dan Penyidikan Pajak harus mengenakan atau mengusulkan pengenaan sanksi kepegawaian sebagaimana diatur dalam ketentuan peraturan kepegawaian kepada pemeriksa atau pegawai lainnya yang bertanggung jawab atas hilangnya KKP tersebut.
    9.4. Laporan Hasil Inventarisasi KKP (bentuk laporan lihat pada Lampiran II) dan usul pengenaan sanksi kepegawaian sebagaimana diatur dalam ketentuan peraturan kepegawaian harus dikirimkan kepada Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak selambat-lambatnya tanggal 15 Desember 1995.
    9.5. Pengenaan sanksi kepegawaian, baik kepada Kepala Kantor Pemeriksaan dan Penyidikan Pajak, maupun kepada Pemeriksa Pajak, atau Pegawai lainnya yang bertanggung jawab atas hilangnya KKP tersebut agar diterapkan selambat-lambatnya tanggal 31 Desember 1995.
  10. Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak agar menugaskan Kepala Bidang Pemeriksaan dan Penagihan Perpajakan untuk mengawasi pelaksanaan inventarisasi KKP tersebut di atas.
  11. Apabila dalam Laporan Hasil Inventarisasi KKP tersebut terdapat KKP dari Wajib Pajak yang domisilinya tidak lagi termasuk wilayah pemeriksaan Karikpa yang bersangkutan, maka KKP tersebut harus dikirimkan ke Karikpa terkait selambat-lambatnya tanggal 31 Desember 1995.
  12. Dalam rangka menjaga kesinambungan ketertiban penata usahaan KKP tersebut, maka Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak agar menugaskan Kepala Bidang Pemeriksaan dan Penagihan Perpajakan sekurang-kurangnya satu kali dalam setahun untuk meninjau langsung pelaksanaan penata usahaan KKP di setiap Karikpa dalam wilayahnya.
  13. Apabila dari hasil peninjauan tersebut ditemukan penata usahaan KKP tersebut kurang tertib atau ada KKP yang hilang maka Kepala Kantor Pemeriksaan dan Penyidikan Pajak, atau Pemeriksa Pajak, atau Pegawai lainnya yang bertanggung jawab atas kejadian tersebut agar dikenakan sanksi kepegawaian sebagaimana diatur dalam PP No. 30/1980.

Demikian untuk dilaksanakan dengan sebaik-baiknya.

A.N. DIREKTUR JENDERAL PAJAK
DIREKTUR PEMERIKSAAN PAJAK

ttd.

DRS. DJAZOELI SADHANI

Reading: Surat Edaran Dirjen Pajak – SE 18/PJ.7/1995