Resources / Regulation / Surat Edaran Dirjen Pajak

Surat Edaran Dirjen Pajak – SE 19/PJ.53/1996

Sebagai tindak lanjut dari Rapat Kerja Pimpinan Direktorat Jenderal Pajak tanggal 3 dan 4 Juni 1996 dan sehubungan dengan Surat Edaran Bersama Direktur Jenderal Anggaran, Direktur Jenderal Pajak, dan Direktur Jenderal Bea dan Cukai Nomor: SE-64/A/71/0596, SE-32/PJ/1996, SE-19/BC/1996 tanggal 13 Mei 1996 perihal pedoman pelaksanaan Keputusan Menteri Keuangan RI Nomor 239/KMK.01/1996 tentang pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 42 Tahun 1995, tentang Bea Masuk, Bea Masuk Tambahan, Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah, dan Pajak Penghasilan dalam rangka pelaksanaan proyek Pemerintah yang dibiayai dengan hibah atau dana pinjaman luar negeri, dengan ini diberikan penegasan sebagai berikut :

  1. Fasilitas PPN dan PPn BM tidak dipungut untuk proyek Pemerintah yang dibiayai dengan hibah/dana pinjaman luar negeri, pada prinsipnya diberikan untuk :
    1.1.

    Pemasukan barang/jasa dari luar daerah pabean oleh kontraktor utama yang meliputi :

    1.1.1.

    impor Barang Kena Pajak (BKP),

    1.1.2.

    Pemanfaatan Jasa Kena Pajak (JKP) dari luar daerah pabean,

    1.1.3.

    Pemanfaatan Barang Kena Pajak tidak berwujud dari luar daerah pabean.

    1.2.

    Penyerahan Barang Kena Pajak/Jasa Kena Pajak oleh kontraktor utama kepada pemilik proyek.

  2. Perolehan Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak di dalam daerah pabean yang dilakukan oleh kontraktor utama dari sub kontraktor atau pihak lain, tetap terutang PPN yang bagi kontraktor utama merupakan Pajak Masukan yang dapat dikreditkan, sepanjang Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak tersebut digunakan untuk mengerjakan proyek tersebut.

  3. Dalam hal proyek Pemerintah yang dibiayai dengan hibah/dana pinjaman luar negeri dikerjakan oleh kontraktor utama yang merupakan Joint Operation (JO), maka berlaku ketentuan-ketentuan sebagai berikut :

    3.1.

    JO dan anggota JO harus terdaftar sebagai Pengusaha Kena Pajak.

    3.2.

    Atas penyerahan Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak dari JO kepada pemilik proyek tidak dipungut PPN, namun Faktur Pajak tetap harus dibuat oleh JO dengan diberi cap “PPN dan PPn BM tidak dipungut”.

    3.3.

    Atas penyerahan Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak dari anggota JO kepada JO, terutang PPN dan anggota JO harus membuat Faktur Pajak kepada JO. Bagi anggota JO, PPN dalam Faktur Pajak itu merupakan Pajak Keluaran dan bagi JO, PPN tersebut merupakan Pajak Masukan.

    3.4.

    Atas perolehan Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak oleh anggota JO tetap terutang PPN yang dapat merupakan Pajak Masukan bagi anggota JO tersebut.

  4. Dalam hal kontraktor utama melaksanakan proyek atas dasar “turn key”, namun barang-barang yang tercantum dalam daftar barang yang akan diimpor (Master List), diimpor oleh dan atas nama pemilik proyek, maka Dasar Pengenaan Pajak yang tercantum dalam Faktur Pajak dibuat atas dasar nilai kontrak dikurangi dengan nilai impor atas barang-barang yang Pemberitahuan Impor Untuk Dipakai (PIUD-nya) atas nama pemilik proyek tersebut.

  5. Dalam hal kontraktor utama melaksanakan proyek Pemerintah yang sebagian dananya dibiayai dari hibah/dana pinjaman luar negeri dan sebagian lainnya dari APBN/APBD/dana lain selain hibah/dana pinjaman luar negeri, maka ketentuannya adalah sebagai berikut :

    5.1.

    Atas penyerahan/penerimaan termin proyek yang dibiayai dari hibah/dana pinjaman luar negeri :

    5.1.1.

    Tidak dipungut PPN dan PPn BM,

    5.1.2.

    Faktur Pajak tetap dibuat dengan diberi cap “PPN dan PPn BM tidak dipungut”,

    5.1.3.

    Surat Setoran Pajak tidak perlu dibuat.

    5.2.

    Atas penyerahan/penerimaan termin proyek yang dibiayai dengan dana dari APBN/APBD/dana lain selain hibah/dana pinjaman luar negeri :

    5.2.1. terutang PPN,
    5.2.2. Faktur Pajak harus dibuat,
    5.2.3. Surat Setoran Pajak harus dibuat,
    sesuai dengan ketentuan-ketentuan dalam pelaksanaan Keputusan Presiden Nomor 56 Tahun 1988.
  6. Bentuk dan ukuran cap adalah empat persegi panjang dengan ukuran 8 cm x 2 cm seperti contoh berikut :
  7. PPN dan PPn BM TIDAK DIPUNGUT
    SESUAI PP NOMOR 42 TAHUN 1995

  1. Penyerahan/penerimaan termin (Dasar Pengenaan Pajak) atas proyek Pemerintah yang dibiayai dari hibah/dana pinjaman luar negeri dilaporkan oleh kontraktor utama dalam SPT Masa PPN Formulir 1195 kolom B.1.3.1. “Penyerahan kepada Pemungut PPN”.
    Meskipun tidak ada SSP-nya, pada kolom C.4.1.1. harus ditulis besarnya PPN yang tidak dipungut seolah-olah ada SSP-nya dan SSP tersebut seolah-olah juga sudah diterima. Faktur Pajak yang dibuat, dimasukkan dalam Formulir 1195 A3 dan pada kolom 8 diberi keterangan SSP diterima “Eks. PP 42 Tahun 1995”.
    Demikian juga atas penyerahan/penerimaan termin dari proyek yang dananya berasal dari APBN/APBD dilaporkan dalam SPT Masa PPN pada kolom B.1.3.1. “Penyerahan kepada Pemungut PPN”.
    Dengan demikian, Dasar Pengenaan Pajak atas proyek Pemerintah yang dananya berasal dari hibah/dana pinjaman luar negeri maupun yang berasal dari APBN/APBD dan lain-lain, kedua-duanya masuk dalam kolom B.1.3.1. Butir 1.2.1. huruf f pada halaman 9 Buku Petunjuk Pengisian SPT Masa PPN (Formulir 1195) supaya dicoret sehingga menjadi tidak ada.

  2. PPN dan PPn BM yang terutang sehubungan dengan proyek Pemerintah yang dibiayai dengan hibah atau dana pinjaman luar negeri yang dituangkan dalam Daftar Isian Proyek atau dokumen yang dipersamakan dengan Daftar Isian Proyek, maupun yang diteruspinjamkan (Subsidiary Loan Agreement) yang sudah terlanjur dipungut atau disetor sejak tanggal 1 April 1995, dapat diminta pengembaliannya oleh pemilik proyek dengan surat permohonan yang ditujukan kepada Kantor Pelayanan Pajak tempat kontraktor utama sebagai Pengusaha Kena Pajak, dengan dilampiri :
    – Faktur Pajak;
    – Surat Setoran Pajak (SSP);
    – Kontrak Pengadaan Barang dan Jasa (KPBJ);
    – Surat pernyataan bahwa PPN tersebut belum dikreditkan sebagai Pajak Masukan atau dibebankan sebagai biaya.

Demikian untuk dimaklumi.

DIREKTUR JENDERAL PAJAK,

ttd

FUAD BAWAZIER

Reading: Surat Edaran Dirjen Pajak – SE 19/PJ.53/1996