Resources / Regulation

Surat Edaran Dirjen Pajak – SE 20/PJ.54/1995

Sehubungan dengan telah diberlakukannya Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1994 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah beserta peraturan pelaksanaannya, bersama ini diberikan petunjuk pelaksanaan mengenai perlakuan PPN atas perusahaan yang mempunyai cabang-cabang sebagai berikut :

  1. Apabila perusahaan mempunyai lebih dari satu tempat pajak terutang, baik sebagai pusat maupun sebagai cabang perusahaan, maka pemindahan Barang Kena Pajak antar cabang tersebut (dari pusat ke cabang atau sebaliknya atau penyerahan Barang Kena Pajak antar cabang), termasuk dalam pengertian penyerahan Barang Kena Pajak. Yang dimaksud dengan cabang dalam ketentuan ini termasuk antara lain lokasi usaha, perwakilan, unit pemasaran, divisi perusahaan dan sejenisnya.

  2. Dengan demikian, Pengusaha yang mempunyai lebih dari satu tempat pajak terutang wajib melapor-kan usahanya untuk dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak pada setiap tempat pajak terutang tersebut. Namun, untuk tempat-tempat pajak terutang yang berada di wilayah kerja Kantor Pelayanan Pajak yang sama, cukup memiliki satu Nomor Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak, kecuali jika PKP sendiri menghendaki agar diberikan lebih dari satu Nomor Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak untuk tempat-tempat pajak terutang yang berada di wilayah kerja Kantor Pelayanan Pajak yang sama tersebut. Perlu ditegaskan bahwa apabila terjadi penyerahan antar unit atau antar divisi atau antar bagian dalam suatu perusahaan, dan unit-unit atau divisi-divisi atau bagian-bagian perusahaan tersebut berada dalam satu wilayah kerja KPP, serta pengusaha yang bersangkutan tidak meminta untuk mendapat Nomor Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak sendiri-sendiri untuk setiap tempat pajak terutang dalam wilayah kerja Kantor Pelayanan Pajak yang sama tersebut, maka penyerahan Barang Kena Pajak antar divisi, unit atau bagian perusahaan tersebut bukan merupakan penyerahan yang dikenakan pajak.

  3. Dalam kenyataan di lapangan, sering terjadi bahwa penyerahan BKP dari Pusat ke cabang atau sebaliknya atau antar cabang sebagaimana dimaksud pada butir 1 dan 2 di atas, tidak disebutkan harga barangnya. Apabila hal tersebut terjadi, maka agar mekanisme PPN dapat berjalan sebagaimana mestinya, atas penyerahan BKP tersebut harganya dianggap sama dengan harga jual tidak termasuk laba.

  4. Penyerahan BKP dari pusat ke cabang atau sebaliknya atau antar cabang dari Pengusaha Pedagang Eceran yang memilih untuk menggunakan Nilai Lain sebagai Dasar Pengenaan Pajak diperlakukan sama dengan penjualan eceran biasa, yaitu bahwa penyerahan BKP tersebut terutang PPN sebesar10% dan bahwa penyerahan tersebut merupakan bagian dari jumlah peredaran bruto yang menjadi dasar penghitungan PPN yang harus disetor ke Kas Negara sebesar 2% pada cabang yang melakukan penyerahan.

  5. Pelaporan dalam Surat Pemberitahuan Masa PPN atas penyerahan Barang Kena Pajak oleh cabang atau pusat yang dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak, baik kepada pihak lain maupun kepada cabang lain atau kepada pusat perusahaannya, harus dilakukan oleh cabang atau pusat yang melakukan penyerahan tersebut, tanpa memperhatikan dimana penyerahan tersebut terjadi secara nyata. Misalnya, cabang perusahaan yang dikukuhkan di Kantor Pelayanan Pajak Yogyakarta melakukan penyerahan kepada pihak lain di Semarang. Penyerahan tersebut harus dilaporkan dalam SPT Masa PPN Cabang Yogyakarta, meskipun misalnya di Semarang terdapat cabang lain dari perusahaan yang sama yang dikukuhkan sebagai PKP oleh KPP setempat.

Demikian untuk dilaksanakan sebagaimana mestinya.

DIREKTUR JENDERAL PAJAK,

ttd

FUAD BAWAZIER

Reading: Surat Edaran Dirjen Pajak – SE 20/PJ.54/1995