Resources / Regulation / Surat Edaran Dirjen Pajak

Surat Edaran Dirjen Pajak – SE 26/PJ.42 /1999

Sehubungan dengan adanya pertanyaan dari pihak partai politik dan pihak perbankan mengenai perlakuan perpajakan bagi partai politik, dengan ini diberikan penegasan sebagai berikut :

  1. Pasal 1 huruf a Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1994 (Undang-Undang KUP) mengatur bahwa Wajib Pajak adalah orang pribadi atau badan yang menurut ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan ditentukan untuk melakukan kewajiban perpajakan, termasuk pemungut pajak atau pemotong pajak tertentu.

  2. Pasal 2 ayat 1 Undang-Undang KUP mengatur bahwa setiap Wajib Pajak wajib mendaftarkan diri pada kantor Direktorat Jenderal Pajak yang wilayah kerjanya meliputi tempat tinggal atau tempat kedudukan Wajib Pajak dan kepadanya diberikan Nomor Pokok Wajib Pajak.

  3. Pasal 2 ayat (1) huruf b Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1994 mengatur bahwa yang menjadi Subjek Pajak antara lain adalah badan, terdiri dari perseroan terbatas, perseroan komanditer, perseroan lainnya, badan usaha milik negara dan badan usaha milik daerah dengan nama dan dalam bentuk apapun, persekutuan, perkumpulan, firma, kongsi, koperasi, yayasan atau organisasi yang sejenis, lembaga, dana pensiun, dan bentuk badan usaha lainnya.

  4. Pasal 2 ayat (2) Undang-Undang PPh beserta penjelasannya antara lain menegaskan bahwa subjek pajak dalam negeri menjadi Wajib Pajak apabila telah menerima atau memperoleh penghasilan. Dengan perkataan lain Wajib Pajak adalah orang pribadi atau badan yang telah memenuhi kewajiban subjektif dan objektif.

  5. Berdasarkan ketentuan Pasal 12 ayat (1) Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1999 tentang Partai Politik (Undang-Undang Parpol), sumber keuangan partai politik diperoleh dari :

    1. iuran anggota;
    2. sumbangan;
    3. usaha lain yang sah.
    Adapun berdasarkan ketentuan Pasal 13 ayat (1) dan ayat (2) Undang-Undang Parpol mengatur bahwa partai politik merupakan organisasi nirlaba. Selanjutnya dalam ayat (2) diatur bahwa partai politik dilarang mendirikan badan usaha dan atau memiliki saham suatu badan usaha.
  6. Berdasarkan ketentuan-ketentuan tersebut di atas, dengan ini ditegaskan bahwa :
    1. Partai politik adalah Subjek Pajak.
    2. Partai politik terkena Pajak Penghasilan apabila memperoleh penghasilan yang merupakan Objek Pajak (seperti : jasa giro, bunga simpanan, dan lain sebagainya).
    3. Partai Politik wajib memiliki NPWP dalam hal :
      – memperoleh penghasilan yang merupakan Objek Pajak yang harus dilaporkan dalam SPT Tahunan; dan atau
      – mempunyai kewajiban sebagai pemotong/pemungut pajak.

Demikian untuk menjadi pedoman dalam pelaksanaan di lapangan.

DIREKTUR JENDERAL

ttd

A. ANSHARI RITONGA

Reading: Surat Edaran Dirjen Pajak – SE 26/PJ.42 /1999