Resources / Regulation / Surat Edaran Dirjen Pajak

Surat Edaran Dirjen Pajak – SE 29/PJ.71/1990

Berdasarkan Pasal 28 ayat (1) Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983, Orang atau Badan yang melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas di Indonesia harus mengadakan pembukuan yang dapat menyajikan keterangan-keterangan yang cukup untuk menghitung Penghasilan Kena Pajak atau harga perolehan dan penyerahan barang atau jasa, guna menghitung jumlah pajak yang terhutang berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan. Selanjutnya sesuai dengan Pasal 14 ayat (6) Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 Wajib Pajak yang wajib menyelenggarakan pembukuan atau wajib menyelenggarakan pencatatan peredaran atau pencatatan penerimaan bruto, tetapi tidak atau tidak sepenuhnya menyelenggarakannya sebagaimana ditetapkan oleh Undang-undang, atau tidak memperlihatkan buku dan catatan serta bukti lain yang diminta oleh Direktorat Jenderal Pajak sehubungan dengan kewajiban penyelenggaraan pembukuan atau pencatatan tersebut, penghasilan nettonya dihitung dengan menggunakan Norma Penghitungan.
Sehubungan dengan ketentuan tersebut perlu diberikan petunjuk lebih lanjut mengenai penerapan Norma Penghitungan terhadap Wajib Pajak yang dilakukan pemeriksaan.

  1. Norma penghitungan hanya diterapkan terhadap Wajib Pajak yang memenuhi kriteria sebagai berikut :
    1.1. Wajib Pajak yang sama sekali tidak menyelenggarakan pembukuan, padahal berdasarkan ketentuan perundang-undangan perpajakan wajib menyelenggarakan pembukuan.
    1.2. Wajib Pajak yang tidak sepenuhnya menyelenggarakan pembukuan sehingga dari pembukuan dan dokumen yang berhubungan dengan usaha atau pekerjaan bebas Wajib Pajak yang ada tidak dapat disajikan keterangan-keterangan yang cukup untuk menghitung besarnya Penghasilan Kena Pajak.
    1.3. Wajib Pajak yang menolak untuk diperiksa yang terbukti dari Surat Pernyataan Penolakan Pemeriksaan atau Berita Acara Penolakan Pemeriksaan sebagaimana diatur dalam Peraturan Pemerintah No. 31 Tahun 1986.
    1.4. Wajib Pajak yang sama sekali tidak bersedia untuk memperlihatkan atau meminjamkan buku-buku, catatan-catatan dan dokumen yang jadi dasarnya, walaupun telah diperingatkan secara tertulis sekurang-kurangnya dua kali dalam jangka waktu 1 (satu) bulan sejak tanggal diterimanya surat pemberitahuan pemeriksaan oleh Wajib Pajak (Formulir Surat Peringatan menurut contoh Lampiran I).
    1.5. Wajib Pajak yang memperlambat untuk memperlihatkan dan meminjamkan buku-buku, catatan-catatan dan dokumen yang menjadi dasarnya, yang terbukti dari tidak lengkapnya pembukuan, catatan-catatan dan dokumen yang diperlihatkan dan dipinjamkan walaupun telah diperingatkan secara tertulis sekurang-kurangnya dua kali dalam jangka waktu 2 (dua) bulan sejak tanggal diterimanya surat pemberitahuan pemeriksaan oleh Wajib Pajak (Formulir Surat Peringatan menurut contoh pada Lampiran II).
    1.6. Wajib Pajak yang menghilangkan atau menyembunyikan buku-buku, catatan-catatan dan dokumen yang menjadi dasarnya.

  2. Norma Penghitungan untuk menghitung penghasilan netto Wajib Pajak sebagaimana dimaksud pada butir 1 di atas digunakan Norma Penghitungan yang ditetapkan setiap tahun dengan Keputusan Direktur Jenderal Pajak, dengan pengenaan sanksi administrasi sesuai ketentuan sebagaimana diatur dalam Pasal 14 ayat (7) Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983.

  3. Agar penerapan Norma Penghitungan dapat dipertanggung jawabkan kewajarannya maka perlu diberikan petunjuk mengenai cara penentuan besarnya peredaran bruto/penerimaan bruto sebagai berikut :
    3.1. Dalam hal pemeriksa dapat memperoleh Laporan Keuangan yang diaudit Akuntan Publik, sepanjang tidak ada kwalifikasi mengenai peredaran atau penerimaan bruto maka peredaran bruto/penerimaan bruto yang tercantum dalam Laporan Keuangan tersebut dapat digunakan sebagai dasar untuk menentukan besarnya penghasilan netto.
    3.2. Dalam hal dari SPT tahun sebelumnya dan atau tahun sesudahnya dapat diketahui peredaran bruto/penerimaan bruto, pemeriksa dapat mempergunakan angka tersebut dengan melakukan penyesuaian sepenuhnya, misalnya dengan memperhatikan tingkat inflasi pada tahun yang bersangkutan.
    3.3. Peredaran bruto/penerimaan bruto dapat diperkirakan berdasarkan hasil pengamatan setempat selama beberapa waktu.
    3.4. Dalam hal Pemeriksa dapat memperoleh besarnya persediaan barang maka peredaran bruto dapat dihitung dengan mengalikan angka persediaan dengan kecepatan peredaran sesuai usaha sejenis setelah dikalikan harga pasar per jenis barang.
    3.5. Peredaran bruto dapat pula ditentukan berdasarkan angka kapasitas produksi terpasang dikalikan dengan harga pasar per jenis barang.
    3.6. Dalam hal butir 3.1 sampai dengan 3.5 tidak dapat dilakukan, maka Pemeriksa dapat menentukan besarnya peredaran bruto / penerimaan bruto berdasarkan perbandingan dengan peredaran rata-rata dari usaha/kegiatan sejenis.

  4. Dengan diterbitkannya Surat Edaran ini maka Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak :
    Nomor : SE-23/PJ.7/1989 tanggal 23 Juni 1989 tentang Penghitungan laba bersih Importir yang melakukan impor atas dasar inden dan
    Nomor : SE-44/PJ.71/1989 tanggal 3 Oktober 1989 tentang Penghitungan laba bersih Importir yang melakukan impor atas dasar inden yang tidak melimpahkan PPh Pasal 22 impor kepada Indentor, dinyatakan tidak berlaku lagi.

Demikian untuk dilaksanakan dengan sebaik-baiknya.

DIREKTUR JENDERAL PAJAK

ttd

Drs. MAR’IE MUHAMMAD

Reading: Surat Edaran Dirjen Pajak – SE 29/PJ.71/1990