Resources / Regulation / Surat Edaran Dirjen Pajak

Surat Edaran Dirjen Pajak – SE 339/PJ./2002

Sehubungan dengan ditetapkannya Keputusan Menteri Keuangan Nomor 87/KMK.03/2002 tentang Pemberian Pengurangan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan dan Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor KEP-221/PJ./2002 tentang Tata Cara Pemberian Pengurangan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan, untuk kelancaran pelaksanaannya dengan ini diberikan penjelasan dan penegasan lebih lanjut sebagai berikut :

  1. Dalam Keputusan Menteri Keuangan dimaksud, dinyatakan bahwa Permohonan pengurangan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) terutang dijukan oleh Wajib Pajak kepada Kepala Kantor Pelayanan Pajak Bumi dan Bangunan diantaranya meliiputi :
    1. Wajib Pajak Orang Pribadi yang memperoleh hak baru melalui program pemerintah dibidang pertanahan dan tidak mempunyai kemampuan secara ekonomis (pasal 1 huruf a angka 1);
    2. Wajib Pajak Badan yang memperoleh hak baru selain Hak Pengelolaan (HPL) dan telah menguasai tanah dan atau bangunan secara fisik lebih dari 20 tahun yang dibuktikan dengan surat pernyataan Wajib Pajak dan keterangan dari Pejabat Pemerintah Daerah setempat (pasal 1 huruf a angka 2);
    3. Wajib Pajak Orang Pribadi yang memperoleh hak atas tanah dan atau bangunan Rumah Sederhana (RS), dan Rumah Susun Sederhana serta Rumah Sangat Sederhana (RSS) yang diperoleh langsung dari pengembangan dan dibayar secara angsuran (pasal 1 huruf a angka 3);
    4. Wajib Pajak Orang Pribadi yang menerima hibah dari orang pribadi yang mempunyai hubungan keluarga sedarah dalam garis keturunan lurus satu derajat ke atas atau satu derajat ke bawah (pasal 1 huruf a angka 4);
    5. Wajib Pajak yang memperoleh hak tanah melalui pembelian dari hasil ganti rugi pemerintah yang nilai ganti ruginya di bawah Nilai jual Objek Pajak (pasal 1 huruf b angka 1);
    6. Wajib Pajak yang memperoleh hak atas tanah sebagai pengganti atas tanah yang dibebaskan oleh pemerintah untuk kepentingan umum yang memerlukan persyaratan khusus (pasal 1 huruf b angka 2);
    7. Wajib Pajak yang memperoleh hak atas tanah dan atau bangunan yang tidak berfungsi lagi seperti semula disebabkan bencana alam atau sebab-sebab lainnya seperti kebakaran, banjir tanah longsor, gempa bumi, gunung meletus, dan huru-hara yang terjadi dalam jangka waktu paling lama 3 (tiga) bulan sejak penandatanganannya akta (pasal 1 huruf b angka 6);
    8. Wajib Pajak Orang Pribadi Veteran, Pegawai Negeri Sipil (PNS), Tentara Nasional Indonesia (TNI), Polisi Republik Indonesia (POLRI), Pensiunan PNS, Purnawirawan TNI, Purnawirawan POLRI atau janda/duda-nya yang memperoleh hak atas tanahdan atau bangunan rumah dinas Pemerintah (pasal 1 huruf b angka 7);
    9. Tanah dan atau bangunan digunakan untuk kepentingan sosial atau pendidikan yang semata-mata tidak untuk mencari keuntungan antara lain panti asuhan, panti jompo, rumah yatim piatu, sekolah yang tidak ditujukan mencari keuntungan, rumah sakit swasta Institusi Pelayanan Sosial Masyarakat (IPSM) (pasal 1 huruf c).
  2. Permohonan pengurangan BPHTB terutang diajukan oleh Wajib Pajak kepada Direktur Jenderal Pajak dalam hal :
    1. Wajib Pajak Badan yeng terkena dampak krisis ekonomi dan moneter yang berdampak luas pada kehidupan perekonomian nasional sehingga Wajib Pajak harus melakukan restrukturisasi usaha dan atau utang usaha sesuai kebijaksanaan pemerintah (pasal 1 huruf b dan angka 3);
    2. Wajib Pajak Bank Mandiri yang memperoleh hak atas tabah yang berasal dari Bank Bumi Daya, Bank Dagang Negara, Bank Pembangunan Indonesia, dan Bank Ekspor Impor dalam rangkaian proses penggabungan usaha (merger) (pasal 1 huruf b angka 4);
    3. Wajib Pajak Badan Yang melakukan penggabungan usaha (merger) atau Peleburan Usaha (konsolidasi) dengan atau tanpa terlebih dahulu mengandakan likuidasi dan telah memperoleh keputusan persetujuan penggunaan Nilai Buku dalam rangka penggabungan atau peleburan usaha dari Direktur Jenderal Pajak (pasal 1 huruf b angka 5).
  3. Dalam butir 1 yang dimaksud dengan :
    1. Program pemerintah dibidang pertanahan adalah program pemerintah dalam rangka proses pendaftaran tanah untuk pertama kali (ajudikasi) yang meliputi pendaftaran tanah secara sistematik dan pendaftaran tanah secara sporadik yang terdapat biaya pendaftaran yang timbul seluruhnya atau sebagian dibebaskan oleh pemerintah sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Pemerintah Nomor 24 tahun 1997 tentang Pendaftarabn Tanah.

    2. Keterangan dari Pejabat Pemerintah Daerah setempat adalah keterangan yang dibuat oleh Gubernur/Bupati/Walikota atau perangkat Daerah Otonom lainnya dan atau Badan Pertanahan Nasional (BPN) sesuai dengan kewenangannya berdasarkan keterangan dan dokumen resmi.

    3. Rumah Sederhana (RS) dan Rumah Sangat Sederhana (RSS) adalah rumah dengan jenis/tipe T-21, T-27, T-36 yang perolehannya dibiayai melalui fasilitas kredit pemilikan rumah yang bunganya disubsidi sebagaimana diatur dalam Keputusan Menteri Permukiman dan Prasarana Wilayah Nomor 172/KPTS/M/2001.

    4. Rumah Susun Sederhana adalah bangunan rumah tinggal bertingkat yang dibangun dalam suatu lingkungan yang dipergunakan sebagai tempat hunian dengan luas maksimum 21 m2 (duapuluh satu meter persegi) setiap unit hunian, dilengkapi dengan kamar mandi/WC serta dapur, dapat bersatu dengan unit hunian ataupun terpisah dengan penggunaan komunal, dan diperuntukan bagi golongan masyarakat berpenghasilan rendah yang pembanggunannya mengacu pada Peraturan Menteri Pekerja Umum Nomor 60/PRT/1992 tentang Persyaratan Teknis Pembangunan Rumah Susun.

    5. Pembayaran secara angsuran adalah pembayara setiap bulan melalui kredit pemilikan rumah (KPR), bukan pembayaran tunai/cicilan bertahap.

    6. Pembelian tanah dan atau bangunan dari hasil ganti rugi pemerintah yang nilai ganti ruginya dibawah Nilai Jual Obyek Pajak (NJOP) tahun yang bersangkutan diberikan pengurangan BPHTB hanya terhadap BPHTB terutang atas pembelian tanah dan atau bangunan yang besarnya Nilai Perolehan paling banyak sebesar hasil ganti rugi, dan apabila Nilai Perolehan pembelian tanah dan atau bangunan lebih besar dari hasil ganti rugi, maka pengurangan sebesar 50 dihitung dari hasil ganti rugi, sedangkan sisa Nilai Perolehan dari hasil ganti rugi tetap dikenakan BPHTB tanpa pengurangan.

    7. Wajib Pajak yang memperoleh hak atas tanah sebagai pengganti atas tanah yang dibebaskan oleh pemerintah untuk kepentingan umum yang memerlukan persyaratan khusus. Kepentingan umum yang memerlukan persyaratan khusus adalah kepentingan seluruh lapisan masyarakat yang pengadaannya harus berdasarkan Keppres Nomor 55 tahun 1993 tentang pengadaan tanah bagi pelaksanaan pembangunan untuk kepentingan umum yang dibatasi untuk kegiatan pembangunan yang dibiayai APBN/APBD dan selanjutnya dimiliki oleh pemerintah dan tidak ada lokasi alternatif yang lebih baik. Kepentingan umum yang dimaksud meliputi :

      1) Jalan umum, saluran pembuangan air;
      2) Waduk, bendungan dan bangunan pengairan lainnya termasuk saluran irigasi;
      3) Rumah sakit umum dan pusat-pusat kesehatan masyarakat;
      4) Pelabuhan, Bandar udara, atau terminal;
      5) Pasar umum atau pasar INPRES;
      6) Fasilitas pemakaman umum;
      7) Fasilitas ketahanan umum seperti tanggul penanggulangan bahaya banjir, lahar;
      8) Instalasi Air Minum, Listrik dan Telekomunikasi milik pemerintah;
      9) Stasion penyiaran radio, televisi beserta sarana pendukung milik pemerintah;
      10) Kantor pemerintah;
      11) Fasilitas TNI dan Kepolisian.
    8. Pensiunan Pegawai Negeri Sipil (PNS) adalah pensiunan pegawai yang pengaturannya didasarkan Undang-undang dan peraturan kepegawaian negara.

    9. Sekolah yang tidak ditujukan mencari keuntungan adalah sekolah bukan milik pemerintah yang dapat berupa Taman Kanak-kanak (TK), Sekolah Dasar (SD), Sekolah Menegah Pertama (SMP), Sekolah Menengah Atas (SMA), dan Perguruan Tinggi atau pendidikan yang setingkat/ sederajat.

    10. Tanah dan atau bangunan digunakan untuk kepentingan sosial atau pendidikan yang semata-mata tidak untuk mencari keuntungan adalah perolehan hak atas tanah dan atau bangunan oleh Wajib Pajak Badan yang tujuan perolehannya digunakan untuk kepentingan sosial atau pendidikan yang semata-mata tidak untuk mencari keuntungan artinya penggunaan tanah dan atau bangunan dimaksud diketahui dan dibuktikan dengan dokumen resmi pada saat terutang BPHTB.

  4. Pengertian Restrukturisasi usaha atau utang usaha sesuai dengan kebijaksanaan pemerintah sebagaimana dinyatakan dalam butir 2 huruf a diatas adalah program restrukturisasi yang melalui Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN)/Komite Kebijakan Sektor Keuangan (KKSK) atau Prakarsa Jakarta (Jakarta Initiative Task Force).

  5. Keadaan diluar kekuasaan Wajib Pajak adalah suatu keadaan di mana Wajib Pajak tidak mempunyai kemampuan untuk mengguanakan hak dan kewajiban di bidang perpajakan yang disebabkan karena terjadi peristiwa atau kejadian alam yang tidak dapat ditanggulangi seperi bencana alam, sakit, atau peristiwa lain yang bukan kesalahan Wajib Pajak yang dapat dibuktikan secara meyakinkan. Bukti yang dapat digunakan oleh Wajib Pajak dalam pengajuan pengurangan bahwa telah terjadi diluar kekuasaan Wajib Pajak adalah :
    1. Surat pernyataan tertulis yang ditandatangani Wajib Pajak dan disetujui Camat yang menyatakan terjadinya bencana alam sehingga Wajib Pajak tidak mempunyai kemampuan untuk melaksanakan hak dan kewajibannya dalam waktu 3 (tiga) bulan.
    2. Surat keterangan dokter yang menyatakan bahwa Wajib Pajak mengalami sakit berat sehingga tidak mempunyai kemampuan memberi kuasa untuk mengajukan pengurangan pada waktu yang telah ditentukan.
    3. Dokumen resmi yang menyatakan adanya peristiwa lain selain butir a dan b yang bukan kesalahan Wajib Pajak.

Demikian disampaikan untuk diketahui dan dilaksanakan sebaik-baiknya.

Direktur Jenderal,

ttd.

Hadi Pornomo
NIP. 060027375

Reading: Surat Edaran Dirjen Pajak – SE 339/PJ./2002