Resources / Regulation

Surat Edaran Dirjen Pajak – SE 51/PJ.51/1995

Bersama ini disampaikan fotokopi Keputusan Menteri Keuangan RI Nomor : 272/KMK.04/1995, tanggal 28 Juni 1995 tentang Macam Dan Jenis Kendaraan Bermotor Yang Dikenakan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah (Lampiran 1) yang menggantikan Keputusan Menteri Keuangan RI Nomor : 641/KMK.04/1994, tanggal 29 Desember 1994.

Hal-hal yang perlu mendapat perhatian Saudara adalah sebagai berikut :

  1. Pokok-pokok perbedaan antara muatan Keputusan Menteri Keuangan RI Nomor : 272/KMK.04/1995 dan muatan Keputusan Menteri Keuangan RI Nomor : 641/KMK.04/1994 dapat Saudara pelajari dari matriks terlampir (Lampiran 2).

  2. Dasar Pengenaan Pajak PPN dan PPn BM atas impor kendaraan jenis sedan oleh bukan ATPM adalah sebagai berikut :

    2.1.

    Dalam hal nilai Cost Insurance Freight (CIF) atas impor kendaraan bermotor jenis sedan dalam keadaan lengkap (CBU) yang dilakukan oleh bukan ATPM kurang dari 80% (delapan puluh persen) dari nilai CIF kendaraan bermotor yang sejenis yang diimpor oleh ATPM, maka besarnya Dasar Pengenaan Pajak untuk menghitung PPN dan PPn BM atas impor tersebut adalah sebesar 150% (seratus lima puluh persen) dari Nilai Impor kendaraan bermotor dimaksud.

    2.2.

    Direktur Jenderal Pajak setiap enam bulan sekali akan menetapkan Daftar Patokan Nilai CIF kendaraan bermotor jenis sedan yang dapat digunakan sebagai nilai pembanding bagi importir bukan ATPM dalam menghitung PPn BM yang terutang secara definitif sebagaimana dimaksud pada butir 2.1 di atas.

  3. Tata cara pengenaan dan penghitungan PPN dan PPn BM atas impor kendaraan jenis sedan oleh bukan ATPM adalah sebagai berikut :

    3.1.

    PPN dan PPn BM atas impor kendaraan bermotor jenis sedan CBU yang diimpor oleh bukan ATPM terutang pada saat impor kendaraan bermotor tersebut.

    3.2.

    Importir sebagaimana dimaksud pada butir 3.1 wajib menyetorkan PPN dan PPn BM yang terutang atas impor sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
    Dalam hal nilai CIF yang dipakai dasar untuk menghitung PPN dan PPn BM yang disetorkan tersebut ternyata nilainya kurang dari 80% (delapan puluh persen) dari nilai CIF apabila kendaraan bermotor jenis sedan diimpor oleh ATPM, maka sesuai dengan ketentuan pada butir 2.1 di atas, importir diharuskan menyetorkan tambahan PPN dan PPn BM sebelum Pemberitahuan Impor Untuk Dipakai (PIUD) diterbitkan.

    3.3.

    Surat Setoran Pajak (SSP) tambahan PPN dan PPn BM sebagaimana dimaksud dalam butir 3.2 harus telah dilunasi dan telah dilegalisir oleh KPP yang wilayah kerjanya membawahi pelabuhan tempat dimasukkannya kendaraan bermotor jenis sedan CBU tersebut ke dalam Daerah Pabean, sebelum dokumen PIUD disahkan oleh Direktorat Jenderal Bea dan Cukai.

  4. Dasar Pengenaan Pajak PPN dan PPn BM atas penyerahan kendaraan bermotor dalam keadaan CKD oleh ATPM adalah sebesar 125% (seratus dua puluh lima persen) dari Nilai Impor.

  5. Sebagaimana diketahui, atas impor, demikian pula atas penyerahan dalam negeri kendaraan bermotor jenis kombi, minibus, van, pick up, bus, station wagon, sedan, dan jip. yang digunakan untuk kendaraan ambulan, kendaraan tahanan, kendaraan pemadam kebakaran, kendaraan jenazah, atau kendaraan angkutan umum dikecualikan dari pengenaan PPn BM baik berdasarkan Keputusan Menteri Keuangan RI Nomor 641/KMK.04/1994 maupun berdasarkan Keputusan Menteri Keuangan RI Nomor 272/KMK.04/1995. Melalui Surat Edaran ini, dengan ini kami perjelas apa yang dimaksud dengan kendaraan angkutan umum, yaitu kendaraan bermotor yang diperguna- kan untuk kegiatan pengangkutan orang dan/atau barang yang disediakan untuk umum dengan dipungut bayaran selain dengan cara persewaan baik dalam trayek maupun tidak dalam trayek, sepanjang menggunakan plat dasar nomor polisi dengan warna kuning.

  6. Atas penyerahan kendaraan bermotor dari ATPM atau Pabrikan kepada Distributor atau Dealer atau Agen atau Penyalur kendaraan bermotor, terlebih dahulu dikenakan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah. Namun, untuk mempermudah pengecualiannya, PPn BM tidak perlu dipungut apabila pembeli kendaraan bermotor dimaksud telah dapat menunjukkan Surat Keterangan Bebas (SKB) PPn BM, sebelum kendaraan bermotor dimaksud dibuatkan Faktur Pajak PPN-nya.

  7. Distributor atau Dealer atau Agen atau Penyalur yang melakukan penyerahan kendaraan bermotor jenis van dan pick up untuk angkutan barang dan kendaraan bermotor yang digunakan untuk angkutan umum, wajib menyerahkan Bukti Pungutan PPn BM yang diterbitkan oleh ATPM atas nama pembeli pada saat penyerahan secara fisik kendaraan bermotor dimaksud kepada pembeli guna pengurusan restitusinya.

  8. KPP yang memproses permohonan restitusi harus melakukan konfirmasi Faktur Pajak ke KPP di tempat ATPM dikukuhkan sebagai PKP sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

  9. Mengingat Keputusan Menteri Keuangan RI Nomor : 272/KMK.04/1995 berlaku sejak tanggal 28 Juni 1995, maka mengenai ketentuan peralihannya dapat digunakan pola ketentuan peralihan yang mengatur peralihan dari Undang-undang PPN lama ke Undang-undang PPN baru sebagaimana ditetapkan dalam Surat Edaran SERI PPN 1-95 dengan cara sebagai berikut:

    1. Titik tolak waktu yang dalam SERI PPN 1-95 tertera tanggal 1 Januari 1995 diubah menjadi tanggal 28 Juni 1995.
    2. Peristiwa-peristiwa yang berubah perlakuan perpajakannya setelah diberlakukannya Undang-undang PPN yang baru, diganti dengan peristiwa-peristiwa pada Keputusan Menteri Keuangan RI Nomor : 641/KMK.04/1994 yang berubah perlakuan perpajakannya setelah diterbitkannya Keputusan Menteri Keuangan RI Nomor : 272/KMK.04/1995, yaitu :
      1. impor sedan CBU oleh ATPM :
        semula terutang PPn BM menjadi tidak terutang PPn BM;
      2. penyerahan sedan CBU asal impor oleh ATPM :
        semula tidak terutang PPn BM menjadi terutang PPn BM;
      3. penyerahan semua jenis kendaraan bermotor dalam keadaan CKD oleh ATPM
        semula tidak terutang PPn BM menjadi terutang PPn BM.
    3. Dasar Pengenaan Pajak PPN dan PPn BM atas impor sedan CBU oleh bukan ATPM semula tidak dideemed menjadi dideemed dengan ketentuan bahwa :
      1. untuk pembuatan PIUD sebelum tanggal 28 Juni 1995, tetap menggunakan Dasar Pengenaan Pajak yang lama (tidak menggunakan deemed);
      2. untuk pembuatan PIUD pada atau setelah tanggal 28 Juni 1995, menggunakan Dasar Pengenaan Pajak yang baru (menggunakan deemed);
    4. Hal-hal yang tidak ada relevansinya dengan perubahan Keputusan Menteri Keuangan RI Nomor 641/KMK.04/1994 menjadi Keputusan Menteri Keuangan RI Nomor 272/KMK.04/1995 dikesampingkan.
  10. Untuk mempermudah penggunaan Surat Edaran ini, dianjurkan agar pengarsipan Surat Edaran ini disatukan dengan Surat Edaran Nomor : SE-11/PJ.51/1995 (SERI PPN 10 – 95).

Demikian untuk diketahui, dilaksanakan dan disebarluaskan di wilayah kerja masing-masing.

DIREKTUR JENDERAL PAJAK

ttd

FUAD BAWAZIER

Reading: Surat Edaran Dirjen Pajak – SE 51/PJ.51/1995