Resources / Regulation / Undang-Undang

Undang-Undang – 40 TAHUN 2007

Menimbang :

  1. bahwa perekonomian nasional yang diselenggarakan berdasar atas demokrasi ekonomi dengan prinsip kebersamaan, efisiensi berkeadilan, berkelanjutan, berwawasan lingkungan, kemandirian serta dengan menjaga keseimbangan kemajuan dan kesatuan ekonomi nasional, perlu didukung oleh kelembagaan perekonomian yang kokoh dalam rangka mewujudkan kesejahteraan masyarakat;
  2. bahwa dalam rangka lebih meningkatkan pembangunan perekonomian nasional dan sekaligus memberikan landasan yang kokoh bagi dunia usaha dalam menghadapi perkembangan perekonomian dunia dan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi di era globalisasi pada masa mendatang, perlu didukung oleh suatu Undang-undang yang mengatur tentang perseroan terbatas yang dapat menjamin terselenggaranya iklim dunia usaha yang kondusif;
  3. bahwa perseroan terbatas sebagai salah satu pilar pembangunan perekonomian nasional perlu diberikan landasan hukum untuk lebih memacu pembangunan nasional yang disusun sebagai usaha bersama berdasar atas asas kekeluargaan;
  4. bahwa Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1995 tentang Perseroan Terbatas dipandang sudah tidak sesuai lagi dengan perkembangan hukum dan kebutuhan masyarakat sehingga perlu diganti dengan Undang-Undang yang baru;
  5. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, huruf c, dan huruf d perlu membentuk Undang-Undang tentang Perseroan Terbatas;

Mengingat :

Pasal 5 ayat (1), Pasal 20, dan Pasal 33 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;

Dengan Persetujuan Bersama
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA
dan
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

MEMUTUSKAN :

Menetapkan :

UNDANG-UNDANG TENTANG PERSEROAN TERBATAS.

BAB I
KETENTUAN UMUM

Pasal 1

Dalam Undang-Undang ini yang dimaksud dengan :

  1. Perseroan Terbatas, yang selanjutnya disebut Perseroan, adalah badan hukum yang merupakan persekutuan modal, didirikan berdasarkan perjanjian, melakukan kegiatan usaha dengan modal dasar yang seluruhnya terbagi dalam saham dan memenuhi persyaratan yang ditetapkan dalam Undang-Undang ini serta peraturan pelaksanaannya.
  2. Organ Perseroan adalah Rapat Umum Pemegang Saham, Direksi, dan Dewan Komisaris.
  3. Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan adalah komitmen Perseroan untuk berperan serta dalam pembangunan ekonomi berkelanjutan guna meningkatkan kualitas kehidupan dan lingkungan yang bermanfaat, baik bagi Perseroan sendiri, Komunitas setempat, maupun masyarakat pada umumnya.
  4. Rapat Umum Pemegang Saham, yang selanjutnya disebut RUPS, adalah Organ Perseroan yang mempunyai wewenang yang tidak diberikan kepada Direksi atau Dewan Komisaris dalam batas yang ditentukan dalam Undang-Undang ini dan/atau anggaran dasar.
  5. Direksi adalah Organ Perseroan yang berwenang dan bertanggung jawab penuh atas pengurusan Perseroan untuk kepentingan Perseroan, sesuai dengan maksud dan tujuan Perseroan serta mewakili Perseroan, baik di dalam maupun di luar pengadilan sesuai dengan ketentuan anggaran dasar.
  6. Dewan Komisaris adalah Organ Perseroan yang bertugas melakukan pengawasan secara umum dan/atau khusus sesuai dengan anggaran dasar serta memberi nasihat kepada Direksi.
  7. Perseroan Terbuka adalah Perseroan Publik atau Perseroan yang melakukan penawaran umum saham, sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan dibidang pasar modal.
  8. Perseroan Publik adalah Perseroan yang memenuhi kriteria jumlah pemegang saham dan modal disetor sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan dibidang pasar modal.
  9. Penggabungan adalah perbuatan hukum yang dilakukan oleh satu Perseroan atau lebih untuk menggabungkan diri dengan Perseroan lain yang telah ada yang mengakibatkan aktiva dan pasiva dari Perseroan yang menggabungkan diri beralih karena hukum kepada Perseroan yang menerima penggabungan dan selanjutnya status badan hukum Perseroan yang menggabungkan diri berakhir karena hukum.
  10. Peleburan adalah perbuatan hukum yang dilakukan oleh dua Perseroan atau lebih untuk meleburkan diri dengan cara mendirikan satu Perseroan baru yang karena hukum memperoleh aktiva dan pasiva dari Perseroan yang meleburkan diri dan status badan hukum Perseroan yang meleburkan diri berakhir karena hukum.
  11. Pengambilalihan adalah perbuatan hukum yang dilakukan oleh badan hukum atau orang perseorangan untuk mengambil alih saham Perseroan yang mengakibatkan beralihnya pengendalian atas Perseroan tersebut.
  12. Pemisahan adalah perbuatan hukum yang dilakukan oleh Perseroan untuk memisahkan usaha yang mengakibatkan seluruh aktiva dan pasiva Perseroan beralih karena hukum kepada 2 (dua) Perseroan atau lebih atau sebagian aktiva dan pasiva Perseroan beralih karena hukum kepada 1 (satu) Perseroan atau lebih.
  13. Surat Tercatat adalah surat yang dialamatkan kepada penerima dan dapat dibuktikan dengan tanda terima dari penerima yang ditandatangani dengan menyebutkan tanggal penerimaan.
  14. Surat Kabar adalah surat kabar harian berbahasa Indonesia yang beredar secara nasional.
  15. Hari adalah hari kalender.
  16. Menteri adalah menteri yang tugas dan tanggung jawabnya di bidang hukum dan hak asasi manusia.

Pasal 2

Perseroan harus mempunyai maksud dan tujuan serta kegiatan usaha yang tidak bertentangan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan, ketertiban umum, dan/atau kesusilaan.

Pasal 3

(1) Pemegang saham Perseroan tidak bertanggung jawab secara pribadi atas perikatan yang dibuat atas nama Perseroan dan tidak bertanggung jawab atas kerugian Perseroan melebihi saham yang dimiliki.
(2) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak berlaku apabila :

  1. persyaratan Perseroan sebagai badan hukum belum atau tidak terpenuhi;
  2. pemegang saham yang bersangkutan baik langsung maupun tidak langsung dengan itikad buruk memanfaatkan Perseroan untuk kepentingan pribadi;
  3. pemegang saham yang bersangkutan terlibat dalam perbuatan melawan hukum yang dilakukan oleh Perseroan; atau
  4. pemegang saham yang bersangkutan baik langsung maupun tidak langsung secara melawan hukum menggunakan kekayaan Perseroan, yang mengakibatkan kekayaan Perseroan menjadi tidak cukup untuk melunasi utang Perseroan.

Pasal 4

Terhadap Perseroan berlaku Undang-Undang ini, anggaran dasar Perseroan, dan ketentuan peraturan perundang-undangan lainnya.

Pasal 5

(1) Perseroan mempunyai nama dan tempat kedudukan dalam wilayah negara Republik Indonesia yang ditentukan dalam anggaran dasar.
(2) Perseroan mempunyai alamat lengkap sesuai dengan tempat kedudukannya.
(3) Dalam surat menyurat, pengumuman yang diterbitkan oleh Perseroan, barang cetakan dan akta dalam hal Perseroan menjadi pihak harus menyebutkan nama dan alamat lengkap Perseroan.

Pasal 6

Perseroan didirikan untuk jangka waktu terbatas atau tidak terbatas sebagimana ditentukan dalam anggaran dasar.

BAB II
PENDIRIAN, ANGGARAN DASAR DAN
PERUBAHAN ANGGARAN DASAR, DAFTAR PERSEROAN
DAN PENGUMUMAN

Bagian Kesatu
Pendirian

Pasal 7

(1) Perseroan didirikan oleh 2 (dua) orang atau lebih dengan akta notaris yang dibuat dalam bahasa Indonesia.
(2) Setiap pendiri Perseroan Wajib mengambil bagian saham pada saat Perseroan didirikan.
(3) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak berlaku dalam rangka Peleburan.
(4) Perseroan memperoleh satus badan hukum pada tanggal diterbitkannya Keputusan Menteri mengenai pengesahan badan hukum Perseroan.
(5) Setelah Perseroan memperoleh satus badan hukum dan pemegang saham menjadi kurang dari 2 (dua) orang, dalam jangka waktu paling lama 6 (enam) bulan terhitung sejak keadaan tersebut pemegang saham yang bersangkutan wajib mengalihkan sebagian sahamnya kepada orang lain atau Perseroan mengeluarkan saham baru kepada orang lain.
(6) Dalam hal jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (5) telah dilampaui, pemegang saham tetap kurang dari 2 (dua) orang, pemegang saham bertanggung jawab secara pribadi atas segala perikatan dan kerugian Perseroan, dan atas permohonan pihak yang berkepentingan, pengadilan negeri dapat membubarkan Perseroan tersebut.
(7) Ketentuan yang mewajibkan Perseroan didirikan oleh 2 (dua) orang atau lebih sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dan ketentuan pada ayat (5), serta ayat (6) tidak berlaku bagi :

  1. Persero yang seluruh sahamnya dimiliki oleh negara; atau
  2. Perseroan yang mengelola bursa efek, lembaga kliring dan penjaminan, lembaga penyimpanan dan penyelesaian, dan lembaga lain sebagaimana diatur dalam Undang-Undang tentang Pasar Modal.

Pasal 8

(1) Akta pendirian memuat anggaran dasar dan keterangan lain berkaitan dengan pendirian Perseroan.
(2) Keterangan lain sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memuat sekurang-kurangnya :

  1. nama lengkap, tempat dan tanggal lahir, pekerjaan, tempat tinggal, dan kewarganegaraan pendiri perseorangan, atau nama, tempat kedudukan dan alamat lengkap serta nomor dan tanggal Keputusan Menteri mengenai pengesahan badan hukum dari pendiri Perseroan;
  2. nama lengkap, tempat dan tanggal lahir, pekerjaan, tempat tinggal, kewarganegaraan anggota Direksi dan Dewan Komisaris yang pertama kali diangkat;
  3. nama pemegang saham yang telah mengambil bagian saham, rincian jumlah saham, dan nilai nominal saham yang telah ditempatkan dan disetor.
(3) Dalam pembuatan akta pendirian, pendiri dapat diwakili oleh orang lain berdasarkan surat kuasa.

Pasal 9

(1) Untuk memperoleh Keputusan Menteri mengenai pengesahan badan hukum Perseroan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (4), pendiri bersama-sama mengajukan permohonan melalui jasa teknologi informasi sistem administrasi badan hukum secara elektronik kepada Menteri dengan mengisi format isian yang memuat sekurang-kurangnya :

  1. nama dan tempat kedudukan Perseroan ;
  2. jangka waktu berdirinya Perseroan;
  3. maksud dan tujuan serta kegiatan usaha Perseroan;
  4. jumlah modal dasar, modal ditempatkan, dan modal disetor;
  5. alamat lengkap Perseroan.
(2) Pengisian format isian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus didahului dengan pengajuan nama Perseroan.
(3) Dalam hal pendiri tidak mengajukan sendiri permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2), pendiri hanya dapat memberi kuasa kepada notaris.
(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pengajuan dan pemakaian nama Perseroan diatur dengan Peraturan Pemerintah.

Pasal 10

(1) Permohonan untuk memperoleh Keputusan Menteri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1)harus diajukan kepada Menteri paling lambat 60 (enam puluh) hari terhitung sejak tanggal akta pendirian ditandatangani, dilengkapi keterangan mengenai dokumen pendukung.
(2) Ketentuan mengenai dokumen pendukung sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Menteri.
(3) Apabila format isian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1) dan keterangan mengenai dokumen pendukung sebagimana dimaksud pada ayat (1) telah sesuai dengan ketentuan peraturan Perundang-undangan, Menteri langsung menyatakan tidak berkeberatan atas permohonan yang bersangkutan secara elektronik.
(4) Apabila format isian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1) dan keterangan mengenai dokumen pendukung sebagimana dimaksud pada ayat (1) tidak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan, Menteri langsung memberitahukan penolakan beserta alasannya kepada pemohon secara elektronik.
(5) Dalam jangka waktu paling lambat 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak tanggal pernyataan tidak berkeberatan sebagaimana dimaksud pada ayat (3), pemohon yang bersangkutan wajib menyampaikan secara fisik surat permohonan yang dilampiri dokumen pendukung.
(6) Apabila semua persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (5) telah dipenuhi secara lengkap, paling lambat 14 (empat belas) hari, Menteri menerbitkan keputusan tentang pengesahan badan hukum Perseroan yang ditandatangani secara elektronik.
(7) Apabila persyaratan tentang jangka waktu dan kelengkapan dokumen pendukung sebagaimana dimaksud pada ayat (5) tidak dipenuhi, Menteri langsung memberitahukan hal tersebut kepada pemohon secara elektronik, dan pernyataan tidak berkeberatan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) menjadi gugur.
(8) Dalam hal pernyataan tidak berkeberatan gugur, pemohon sebagaimana dimaksud pada ayat (5) dapat mengajukan kembali permohonan untuk memperoleh Keputusan Menteri sebagaimana dimaksu dalam Pasal 9 ayat (1).
(9) Dalam hal permohonan untuk memperoleh Keputusan Menteri tidak diajukan dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (1), akta pendirian menjadi batal sejak lewatnya jangka waktu tersebut dan Perseroan yang belum memperoleh status badan hukum bubar karena hukum dan pemberesannya dilakukan oleh pendiri.
(10) Ketentuan jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berlaku juga bagi permohonan pengajuan kembali.

Pasal 11

Ketentuan lebih lanjut mengenai pengajuan permohonan untuk memperoleh Keputusan Menteri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (4) bagi daerah tertentu yang belum mempunyai atau tidak dapat digunakan jaringan elektronik diatur dengan Peraturan Menteri.

Pasal 12

(1) Perbuatan hukum yang berkaitan dengan kepemilikan saham dan penyetorannya yang dilakukan oleh calon pendiri sebelum Perseroan didirikan, harus dicantumkan dalam akta pendirian.
(2) Dalam hal perbuatan hukum sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dinyatakan dengan akta yang bukan akta otentik, akta tersebut dilekatkan pada akta pendirian.
(3) Dalam hal perbuatan hukum sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dinyatakan dengan akta otentik, nomor, tanggal dan nama serta tempat kedudukan notaris yang membuat akta otentik tersebut disebutkan dalam akta pendirian Perseroan.
(4) Dalam hal ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) tidak dipenuhi, perbuatan hukum tersebut tidak menimbulkan hak dan kewajiban serta tidak mengikat Perseroan.

Pasal 13

(1) Perbuatan hukum yang dilakukan calon pendiri untuk kepentingan Perseroan yang belum didirikan, mengikat Perseroan setelah Perseroan menjadi badan hukum apabila RUPS pertama Perseroan secara tegas menyatakan menerima atau mengambil alih semua hak dan kewajiban yang timbul dari perbuatan hukum yang dilakukan oleh calon pendiri atau kuasanya.
(2) RUPS pertama sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus diselenggarakan dalam jangka waktu paling lambat 60 (enam puluh) hari setelah Perseroan memperoleh status badan hukum.
(3) Keputusan RUPS sebagaimana dimaksud pada ayat (2) sah apabila RUPS dihadiri oleh pemegang saham yang mewakili semua saham dengan hak suara dan keputusan disetujui dengan suara bulat.
(4) Dalam hal RUPS tidak diselenggarakan dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (2), atau RUPS tidak berhasil mengambil keputusan sebagaimana dimaksud pada ayat (3), setiap calon pendiri yang melakukan perbuatan hukum tersebut bertanggung jawab secara pribadi atas segala akibat yang timbul.
(5) Persetujuan RUPS sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak diperlukan apabila perbuatan hukum tersebut dilakukan atau disetujui secara tertulis oleh semua calon pendiri sebelum pendirian Perseroan.

Pasal 14

(1) Perbuatan hukum atas nama Perseroan yang belum memperoleh status badan hukum, hanya boleh dilakukan oleh semua anggota Direksi bersama-sama semua pendiri serta semua anggota Dewan Komisaris Perseroan dan mereka semua bertanggung jawab secara tanggung renteng atas perbuatan hukum tersebut.
(2) Dalam hal perbuatan hukum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh pendiri atas nama Perseroan yang belum memperoleh status badan hukum, perbuatan hukum tersebut menjadi tanggung jawab pendiri yang bersangkutan dan tidak mengikat Perseroan.
(3) Perbuatan hukum sebagaimana dimaksud pada ayat (1), karena hukum menjadi tanggung jawab Perseroan setelah Perseroan menjadi badan hukum.
(4) Perbuatan hukum sebagaimana dimaksud pada ayat (2) hanya mengikat dan menjadi tanggung jawabPerseroan setelah perbuatan hukum tersebut disetujui oleh semua pemegang saham dalam RUPS yang dihadiri oleh semua pemegang saham Perseroan.
(5) RUPS sebagaimana dimaksud pada ayat (4) adalah RUPS pertama yang harus diselenggarakan paling lambat 60 (enam puluh) hari setelah Perseroan memperoleh status badan hukum.

Bagian Kedua
Anggaran Dasar dan Perubahan Anggaran Dasar

Paragraf 1
Anggaran Dasar

Pasal 15

(1) Anggaran dasar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (1) memuat sekurang-kurangnya :

  1. nama dan tempat kedudukan Perseroan;
  2. maksud dan tujuan serta kegiatan usaha Perseroan;
  3. jangka waktu berdirinya Perseroan;
  4. besarnya jumlah modal dasar, modal ditempatkan, dan modal disetor;
  5. jumlah saham, klasifikasi saham apabila ada berikut jumlah saham untuk tiap klasifikasi, hak-hak yang melekat pada setiap saham, dan nilai nominal setiap saham;
  6. nama jabatan dan jumlah anggota Direksi dan Dewan Komisaris;
  7. penetapan tempat dan tata cara penyelenggaraan RUPS;
  8. tata cara pengangkatan, penggantian, pemberhentian anggota Direksi dan Dewan Komisaris;
  9. tata cara penggunaan laba dan pembagian dividen.
(2) Selain ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) anggaran dasar dapat juga memuat ketentuan lain yang tidak bertentangan dengan Undang-Undang ini.
(3) Anggaran dasar tidak boleh memuat :

  1. Ketentuan tentang penerimaan bunga tetap atas saham; dan
  2. Ketentuan tentang pemberian manfaat pribadi kepada pendiri atau pihak lain.

Pasal 16

(1) Perseroan tidak boleh memakai nama yang :

  1. telah dipakai secara sah oleh Perseroan lain atau sama pada pokoknya dengan nama Perseroan lain;
  2. bertentangan dengan ketertiban umum dan/atau kesusilaan;
  3. Sama atau mirip dengan nama lembaga negara, lembaga pemerintah, atau lembaga internasional, kecuali mendapat izin dari yang bersangkutan;
  4. tidak sesuai dengan maksud dan tujuan, serta kegiatan usaha, atau menunjukkan maksud dan tujuan Perseroan saja tanpa nama diri;
  5. terdiri atas angka atau rangkaian angka, huruf atau rangkaian huruf yang tidak membentuk kata; atau
  6. mempunyai arti sebagai Perseroan, badan hukum, atau persekutuan perdata.
(2) Nama Perseroan harus didahului dengan frase “Perseroan Terbatas” atau disingkat “PT”.
(3) Dalam hal Perseroan Terbuka selain berlaku ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), pada akhir nama Perseroan ditambah kata singkatan “Tbk”.
(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pemakaian nama Perseroan diatur dengan Peraturan Pemerintah.

Pasal 17

(1) Perseroan mempunyai tempat kedudukan di daerah kota atau kabupaten dalam wilayah negara Republik Indonesia yang ditentukan dalam anggaran dasar.
(2) Tempat kedudukan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sekaligus merupakan kantor pusat Perseroan.

Pasal 18

Perseroan harus mempunyai maksud dan tujuan serta kegiatan usaha yang dicantumkan dalam anggaran dasar Perseroan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Paragraf 2
Perubahan Anggaran Dasar

Pasal 19

(1) Perubahan anggaran dasar ditetapkan oleh RUPS
(2) Acara mengenai perubahan anggaran dasar wajib dicantumkan dengan jelas dalam panggilan RUPS.

Pasal 20

(1) Perubahan anggaran dasar Perseroan yang telah dinyatakan pailit tidak dapat dilakukan, kecuali dengan persetujuan kurator.
(2) Persetujuan kurator sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilampirkan dalam permohonan persetujuanatau pemberitahuan perubahan anggaran dasar kepada Menteri.

Pasal 21

(1) Perubahan anggaran dasar tertentu harus mendapat persetujuan Menteri.
(2) Perubahan anggaran dasar tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi :

  1. nama Perseroan dan/atau tempat kedudukan Perseroan;
  2. maksud dan tujuan serta kegiatan usaha Perseroan;
  3. jangka waktu berdirinya Perseroan;
  4. besarnya modal dasar;
  5. pengurangan modal ditempatkan dan disetor; dan/atau
  6. status Perseroan yang tertutup menjadi Perseroan Terbuka atau sebaliknya.
(3) Perubahan anggaran dasar selain sebagaimana dimaksud pada ayat (2) cukup diberitahukan kepada Menteri.
(4) Perubahan anggaran dasar sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3) dimuat atau dinyatakan dalam akta notaris dalam bahasa Indonesia.
(5) Perubahan anggaran dasar yang tidak dimuat dalam akta berita acara rapat yang dibuat notaris harus dinyatakan dalam akta notaris paling lambat 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak tanggal keputusan RUPS.
(6) Perubahan anggaran dasar tidak boleh dinyatakan dalam akta notris setelah lewat batas waktu 30 (tiga puluh) hari sebagaimana dimaksud pada ayat (5).
(7) Permohonan persetujuan perubahan anggaran dasar sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diajukan kepada Menteri, paling lambat 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak tanggal akta notaris yang memuat perubahan anggaran dasar.
(8) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (7) mutatis mutandis berlaku bagi pemberitahuan perubahan anggaran dasar kepada Menteri.
(9) Setelah lewat batas waktu 30 (tiga puluh) hari sebagaimana dimaksud pada ayat (7) permohonan persetujuan atau pemberitahuan perubahan anggaran dasar tidak dapat diajukan atau disampaikan kepada Menteri.

Pasal 22

(1) Permohonan persetujuan perubahan anggaran dasar mengenai perpanjangan jangka waktu berdirinya Perseroan sebagaimana ditetapkan dalam anggaran dasar harus diajukan kepada Menteri paling lambat 60 (enam puluh) hari sebelum jangka waktu berdirinya Perseroan berakhir.
(2) Menteri memberikan persetujuan atas permohonan perpanjangan jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling lambat pada tanggal terakhir berdirinya Perseroan.

Pasal 23

(1) Perubahan anggaran dasar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 ayat (2) mulai berlaku sejak tanggal diterbitkannya Keputusan Menteri mengenai persetujuan perubahan anggaran dasar.
(2) Perubahan anggaran dasar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 ayat (3) mulai berlaku sejak tanggal diterbitkannya surat penerimaan pemberitahuan perubahan anggaran dasar oleh Menteri.
(3) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) tidak berlaku dalam hal Undang-undang ini menentukan lain.

Pasal 24

(1) Perseroan yang modal dan jumlah pemegang sahamnya telah memenuhi kriteria sebagai Perseroan Publik sesuai dengan ketentuan Peraturan Perundang-undangan di bidang pasar modal, wajib mengubah anggaran dasarnya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 ayat (2) huruf f dalam jangka waktu 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak terpenuhi kriteria tersebut.
(2) Direksi Perseroan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib mengajukan pernyataan pendaftaran sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan dibidang pasar modal.

Pasal 25

(1) Perubahan anggaran dasar mengenai status Perseroan yang tertutup menjadi Perseroan Terbuka mulai berlaku sejak tanggal :

  1. efektif pernyataan pendaftaran yang diajukan kepada lembaga pengawas di bidang pasar modal bagi Perseroan Publik; atau
  2. dilaksanakan penawaran umum, bagi Perseroan yang mengajukan pernyataan pendaftaran kepada lembaga pengawas di bidang pasar modal untuk melakukan penawaran umum saham sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang pasar modal.
(2) Dalam hal pernyataan pendaftaran Perseroan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a tidak menjadi efektif atau Perseroan yang telah mengajukan pernyataan pendaftaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b tidak melaksanakan penawaran umum saham, Perseroan harus mengubah kembali anggaran dasarnya dalam jangka waktu 6 (enam) bulan setelah tanggal persetujuan Menteri.

Pasal 26

Perubahan anggaran dasar yang dilakukan dalam rangka Penggabungan atau pengambilalihan berlaku sejak tanggal :

  1. persetujuan Menteri;
  2. kemudian yang ditetapkan dalam persetujuan Menteri; atau
  3. pemberitahuan perubahan anggaran dasar diterima Menteri, atau tanggal kemudian yang ditetapkan dalam akta Penggabungan atau akta Pengambilalihan.

Pasal 27

Pemohonan persetujuan atas perubahan anggaran dasar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 ayat (2) ditolak apabila :

  1. bertentangan dengan ketentuan mengenai tata cara perubahan anggaran dasar;
  2. isi perubahan bertentangan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan, ketertiban umum, dan/ atau kesusilaan; atau
  3. terdapat keberatan dari kreditor atas keputusan RUPS mengenai pengurangan modal.

Pasal 28

Ketentuan mengenai tata cara pengajuan permohonan untuk memperoleh Keputusan Menteri mengenai pengesahan badan hukum Perseroan, dan keberatannya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9, Pasal 10, dan Pasal 11 mutatis mutandis berlaku bagi pengajuan permohonan persetujuan perubahan anggaran dasar dan keberatannya.

Bagian Ketiga
Daftar Perseroan dan Pengumuman

Paragraf 1
Daftar Perseroan

Pasal 29

(1) Daftar Perseroan diselenggarakan oleh Menteri.
(2) Daftar Perseroan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memuat data tentang Perseroan yang meliputi :

  1. nama dan tempat kedudukan, maksud dan tujuan serta kegiatan usaha, jangka waktu pendirian, dan permodalan;
  2. alamat lengkap Perseroan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5;
  3. nomor dan tanggal akta pendirian dan Keputusan Menteri mengenai pengesahan badan hukum Perseroan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (4);
  4. nomor dan tanggal akta perubahan anggaran dasar dan persetujuan Menteri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 ayat (1);
  5. nomor dan tanggal akta perubahan anggaran dasar dan tanggal penerimaan pemberitahuan oleh Menteri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 ayat (2);
  6. nama dan tempat kedudukan notaris yang membuat akta pendirian dan akta perubahan anggaran dasar;
  7. nama lengkap dan alamat pemegang saham, anggota Direksi, dan anggota Dewan Komisaris Perseroan;
  8. nomor dan tanggal akta pembubaran atau nomor dan tanggal penetapan pengadilan tentang pembubaran Perseroan yang telah diberitahukan kepada Menteri;
  9. berakhirnya status badan hukum Perseroan;
  10. neraca dan laporan laba rugi dari tahun buku yang bersangkutan bagi Perseroan yang wajib diaudit.
(3) Data Perseroan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dimasukkan dalam daftar Perseroan pada tanggal yang bersamaan dengan tanggal :

  1. Keputusan Menteri mengenai pengesahan badan hukum Perseroan, persetujuan atas perubahan anggaran dasar yang memerlukan persetujuan;
  2. penerimaan pemberitahuan perubahan anggaran dasar yang tidak memerlukan persetujuan; atau
  3. penerimaan pemberitahuan perubahan data Perseroan yang bukan merupakan perubahan anggaran dasar.
(4) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf g mengenai nama lengkap dan alamat pemegang saham Perseroan Terbuka sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang pasar modal.
(5) Daftar Perseroan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terbuka untuk umum.
(6) Ketentuan lebih lanjut mengenai daftar Perseroan diataur dengan Peraturan Menteri.

Paragraf 2
Pengumuman

Pasal 30

(1) Menteri mengumumkan dalam Tambahan Berita Negara Republik Indonesia :

  1. akta pendirian Perseroan beserta Keputusan Menteri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (4);
  2. akta perubahan anggaran dasar Perseroan beserta Keputusan Menteri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 ayat (1);
  3. akta perubahan anggaran dasar yang telah diterima pemberitahuannya oleh Menteri.
(2) Pengumuman sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh Menteri dalam waktu paling lambat 14 (empat belas) hari terhitung sejak tanggal diterbitkannya Keputusan Menteri sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dan huruf b atau sejak diterimanya pemberitahuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pengumuman dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

BAB III
MODAL DAN SAHAM

Bagian Kesatu
Modal

Pasal 31

(1) Modal dasar Perseroan terdiri atas seluruh nilai nominal saham.
(2) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak menutup kemungkinan peraturan peundang-undangan di bidang pasar modal mengatur modal Perseroan terdiri atas saham tanpa nilai nominal.

Pasal 32

(1) Modal dasar Perseroan paling sedikit Rp 50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah).
(2) Undang-undang yang mengatur kegiatan usaha tertentu dapat menentukan jumlah minimum modal Perseroan yang lebih besar daripada ketentuan modal dasar sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
(3) Perubahan besarnya modal dasar sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.

Pasal 33

(1) Paling sedikit 25% (dua puluh lima persen) dari modal dasar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 harus ditempatkan dan disetor penuh.
(2) Modal ditempatkan dan disetor penuh sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibuktikan dengan bukti penyetoran yang sah.
(3) Pengeluaran saham lebih lanjut yang dilakukan setiap kali untuk menambah modal yang ditempatkanharus disetor penuh.

Pasal 34

(1) Penyetoran atas modal saham dapat dilakukan dalam bentuk uang dan/atau dalam bentuk lainnya.
(2) Dalam hal penyetoran modal saham dilakukan dalam bentuk lain sebagaimana dimaksud pada ayat (1), penilaian setoran modal saham ditentukan berdasarkan nilai wajar yang ditetapkan sesuai dengan harga pasar atau oleh ahli yang tidak terafiliasi dengan Perseroan.
(3) Penyetoran saham dalam bentuk benda tidak begerak harus diumukan dalam 1 (satu) Surat Kabar atau lebih, dalam jangka waktu 14 (empat belas) hari setelah akta pendirian ditandatangani atau setelah RUPS memutuskan penyetoran saham tersebut.

Pasal 35

(1) Pemegang saham dan kreditor lainnya yang mempunyai tagihan terhadap Perseroan tidak dapat menggunakan hak tagihnya sebagai kompensasi kewajiban penyetoran atas harga saham yang telah diambilnya, kecuali disetujui oleh RUPS.
(2) Hak tagih terhadap Perseroan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang dapat dikompensasi dengan setoran saham adalah hak tagih atas tagihan terhadap Perseroan yang timbul karena :

  1. Perseroan telah menerima uang atau penyerahan benda berwujud atau benda tidak berwujud yang dapat dinilai dengan uang;
  2. pihak yang menjadi penanggung atau penjamin utang Perseroan telah membayar lunas utang Perseroan sebesar yang ditanggung atau dijamin; atau
  3. Perseroan menjadi penanggung atau penjamin utang dari pihak ketiga dan Perseroan telah menerima manfaat berupa uang atau barang yang dapat dinilai dengan uang yang langsung atau tidak langsung secara nyata telah diterima Perseroan.
(3) Keputusan RUPS sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sah apabila dilakukan sesuai dengan ketentuan mengenai panggilan rapat, kuorum, dan jumlah suara untuk perubahan anggaran dasar sebagaimana diatur dalam Undang-Undang ini dan/atau anggaran dasar.

Pasal 36

(1) Perseroan dilarang mengeluarkan saham baik untuk dimiliki sendiri maupun dimiliki oleh Perseroan lain, yang sahamnya secara langsung atau tidak langsung telah dimiliki oleh Perseroan.
(2) Ketentuan larangan kepemilikan saham sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak berlaku terhadap kepemilikan saham yang diperoleh berdasarkan peralihan karena hukum, hibah, atau hibah wasiat.
(3) Saham yang diperoleh berdasarkan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dalam jangka waktu 1 (satu) tahun setelah tanggal perolehan harus dialihkan kepada pihak lain yang tidak di larang memiliki saham dalam Perseroan.
(4) Dalam hal Perseroan lain sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan perusahaan efek, berlaku ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang pasar modal.

Bagian Kedua
Perlindungan Modal dan Kekayaan Perseroan

Pasal 37

(1) Perseroan dapat membeli kembali saham yang telah dikeluarkan dengan ketentuan :

  1. pembelian kembali saham tersebut tidak menyebabkan kekayaan bersih Perseroan menjadi lebih kecil dari jumlah modal yang ditempatkan ditambah cadangan wajib yang telah disisihkan; dan
  2. jumlah nilai nominal seluruh saham yang dibeli kembali oleh Perseroan dan gadai saham atau jaminan fidusia atas saham yang dipegang oleh Perseroan sendiri dan/atau Perseroan lain yang sahamnya secara langsung atau tidak langsung dimiliki oleh Perseroan, tidak melebihi 10% (sepuluh persen) dari jumlah modal yang ditempatkan dalam Perseroan, kecuali diatur lain dalam peraturan Perundang-undangan di bidang pasar modal.
(2) Pembelian kembali saham, baik secara langsung maupun tidak langsung, yang bertentangan dengan ayat (1) batal karena hukum.
(3) Direksi secara tanggung renteng bertanggung jawab atas kerugian yang diderita pemegang saham yang beritikad baik, yang timbul akibat pembelian kembali yang batal karena hukum sebagaimana dimaksud pada ayat (2).
(4) Saham yang dibeli kembali Perseroan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hanya boleh dikuasai Perseroan paling lama 3 (tiga) tahun.

Pasal 38

(1) Pembelian kembali saham sebagaimana dimaksud dalam Pasal 37 ayat (1) atau pengalihannya lebih lanjut hanya boleh dilakukan berdasarkan persetujuan RUPS, kecuali ditentukan lain dalam peraturan perundang-undangan di bidang pasar modal.
(2) Keputusan RUPS yang memuat persetujuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sah apabila dilakukan sesuai dengan ketentuan mengenai panggilan rapat, kuorum dan persetujuan jumlah suara untuk perubahan anggaran dasar sebagaimana diatur dalam Undang-Undang ini dan/atau anggaran dasar.

Pasal 39

(1) RUPS dapat menyerahkan kewenangan kepada Dewan Komisaris guna menyetujui pelaksanaankeputusan RUPS sebagaimana dimaksud dalam Pasal 38 untuk jangka waktu paling lama 1 (satu) tahun.
(2) Penyerahan kewenangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) setiap kali dapat diperpanjang untuk jangka waktu yang sama.
(3) Penyerahan kewenangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sewaktu-waktu dapat ditarik kembali oleh RUPS.

Pasal 40

(1) Saham yang dikuasai Perseroan karena pembelian kembali, peralihan karena hukum, hibah atau hibah wasiat, tidak dapat digunakan untuk mengeluarkan suara dalam RUPS dan tidak diperhitungkan dalam menentukan jumlah kuorum yang harus dicapai sesuai dengan ketentuan Undang-Undang ini dan/atau anggaran dasar.
(2) Saham sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak berhak mendapat pembagian dividen.

Bagian Ketiga
Penambahan Modal

Pasal 41

(1) Penambahan modal Perseroan dilakukan berdasarkan persetujuan RUPS.
(2) RUPS dapat menyerahkan kewenangan kepada Dewan Komisaris guna menyetujui pelaksanaan keputusan RUPS sebagaimana dimaksud pada ayat (1) untuk jangka waktu paling lama 1 (satu) tahun.
(3) Penyerahan kewenangan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) sewaktu-waktu dapat ditarik kembali oleh RUPS.

Pasal 42

(1) Keputusan RUPS untuk penambahan modal dasar adalah sah apabila dilakukan dengan memperhatikan persyaratan kuorum dan jumlah suara setuju untuk perubahan anggaran dasar sesuai dengan ketentuan dalam Undang-undang ini dan/atau anggaran dasar.
(2) Keputusan RUPS untuk penambahan modal ditempatkan dan disetor dalam batas modal dasar adalah sah apabila dilakukan dengan kuorum kehadiran lebih dari 1/2 (satu perdua) bagian dari seluruh jumlah saham dengan hak suara dan disetujui oleh lebih dari 1/2 (satu perdua) bagian dari jumlah seluruh suara yang dikeluarkan, kecuali ditentukan lebih besar dalam anggaran dasar.
(3) Penambahan modal sebagaimana dimaksud pada ayat (2) wajib diberitahukan kepada Menteri untuk dicatat dalam daftar Perseroan.

Pasal 43

(1) Seluruh saham yang dikeluarkan untuk penambahan modal harus terlebih dahulu ditawarkan kepada setiap pemegang saham seimbang dengan pemilikan saham untuk klasifikasi saham yang sama.
(2) Dalam hal saham yang akan dikeluarkan untuk penambahan modal merupakan saham yang klasifikasinya belum pernah dikeluarkan, yang berhak membeli terlebih dahulu adalah seluruhpemegang saham sesuai dengan perimbangan jumlah saham yang dimiliki.
(3) Penawaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak berlaku dalam hal pengeluaran saham :

  1. ditujukan kepada karyawan Perseroan;
  2. ditujukan kepada pemegang obligasi atau efek lain yang dapat dikonversikan menjadi saham, yang telah dikeluarkan dengan persetujuan RUPS; atau
  3. dilakukan dalam rangka reorganisasi dan/atau restrukturisasi yang telah disetujui oleh RUPS.
(4) Dalam hal pemegang saham sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak menggunakan hak untuk membeli dan membayar lunas saham yang dibeli dalam jangka waktu 14 (empat belas) hari terhitung sejak tanggal penawaran, Perseroan dapat menawarkan sisa saham yang tidak diambil bagian tersebut kepada pihak ketiga.

Bagian Keempat
Pengurangan Modal

Pasal 44

(1) Keputusan RUPS untuk pengurangan modal Perseroan adalah sah apabila dilakukan dengan memperhatikan persyaratan ketentuan kuorum dan jumlah suara setuju untuk perubahan anggaran dasar sesuai ketentuan dalam Undang-undang ini dan/atau anggaran dasar.
(2) Direksi wajib memberitahukan keputusan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) kepada semua kreditor dengan mengumumkan dalam 1 (satu) atau lebih Surat Kabar dalam jangka waktu paling lambat 7 (tujuh) hari terhitung sejak tanggal keputusan RUPS.

Pasal 45

(1) Dalam jangka waktu 60 (enam puluh) hari terhitung sejak tanggal pengumuman sebagaimana dimaksud dalam Pasal 44 ayat (2), kreditor dapat mengajukan keberatan secara tertulis disertai alasannya kepada Perseroan atas keputusan pengurangan modal dengan tembusan kepada Menteri.
(2) Dalam jangka waktu 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak keberatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diterima, Perseroan wajib memberikan jawaban secara tertulis atas keberatan yang diajukan.
(3) Dalam hal perseroan :

  1. menolak keberatan atau tidak memberikan penyelesaian yang disepakati kreditor dalam jangka waktu 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak tanggal jawaban Perseroan diterima; atau
  2. tidak memberikan tanggapan dalam jangka waktu 60 (enam puluh) hari terhitung sejak tanggal keberatan diajukan kepada Perseroan.

kreditor dapat mengajukan gugatan ke pengadilan negeri yang daerah hukumnya meliputi tempat kedudukan Perseroan.

Pasal 46

(1) Pengurangan modal Perseroan merupakan perubahan anggaran dasar yang harus mendapat persetujuan Menteri.
(2) Persetujuan Menteri sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan apabila :

  1. tidak terdapat keberatan tertulis dari kreditor dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 45 ayat (1);
  2. telah dicapai penyelesaian atas keberatan yang diajukan kreditor; atau
  3. gugatan kreditor ditolak oleh pengadilan berdasarkan putusan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap.

Pasal 47

(1) Keputusan RUPS tentang pengurangan modal ditempatkan dan disetor dilakukan dengan cara penarikan kembali saham atau penurunan nilai nominal saham.
(2) Penarikan kembali saham sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan terhadap saham yang telah dibeli kembali oleh Perseroan atau terhadap saham dengan klasifikasi yang dapat ditarik kembali.
(3) Penurunan nilai nominal saham tanpa pembayaran kembali harus dilakukan secara seimbang terhadap seluruh saham dari setiap klasifikasi saham.
(4) Keseimbangan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dapat dikecualikan dengan persetujuan semua pemegang saham yang nilai nominal sahamnya dikurangi.
(5) Dalam hal terdapat lebih dari 1 (satu) klasifikasi saham, keputusan RUPS tentang pengurangan modal hanya boleh diambil setelah mendapat persetujuan terlebih dahulu dari semua pemegang saham dari setiap klasifikasi saham yang haknya dirugikan oleh keputusan RUPS tentang pengurangan modal tersebut.

Bagian Kelima
Saham

Pasal 48

(1) Saham Perseroan dikeluarkan atas nama pemiliknya.
(2) Persyaratan kepemilikan saham dapat ditetapkan dalam anggaran dasar dengan memperhatikan persyaratan yang ditetapkan oleh instansi yang berwenang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(3) Dalam hal persyaratan kepemilikan saham sebagaimana dimaksud pada ayat (2) telah ditetapkan dan tidak dipenuhi, pihak yang memperoleh kepemilikan saham tersebut tidak dapat menjalankan hak selaku pemegang saham dan saham tersebut tidak diperhitungkan dalam kuorum yang harus dicapai sesuai dengan ketentuan Undang-undang ini dan/atau anggaran dasar.

Pasal 49

(1) Nilai saham harus dicantumkan dalam mata uang rupiah.
(2) Saham tanpa nilai nominal tidak dapat dikeluarkan.
(3) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak menutup kemungkinan diaturnya pengeluaran saham tanpa nilai nominal dalam peraturan Perundang-undangan di bidang pasar modal

Pasal 50

(1) Direksi Perseroan wajib mengadakan dan menyimpan daftar pemegang saham, yang memuat sekurang-kurangnya :

  1. nama dan alamat pemegang saham;
  2. jumlah, nomor, tanggal perolehan saham yang dimiliki pemegang saham, dan klasifikasinya dalam hal dikeluarkan lebih dari satu klasifikasi saham;
  3. jumlah yang disetor atas setiap saham;
  4. nama dan alamat dari orang perseorangan atau badan hukum yang mempunyai hak gadai atas saham atau sebagai penerima jaminan fidusia saham dan tanggal perolehan hak gadai atau tanggal pendaftaran jaminan fidusia tersebut;
  5. keterangan penyetoran saham dalam bentuk lain sebagimana dimaksud dalam Pasal 34 ayat(2).
(2) Selain daftar pemegang saham sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Direksi Perseroan wajib mengadakan dan menyimpan daftar khusus yang memuat keterangan mengenai saham anggota Direksi dan Dewan Komisaris beserta keluarganya dalam Perseroan dan/atau pada Perseroan lain serta tanggal saham itu diperoleh.
(3) Dalam daftar pemegang saham dan daftar khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) dicatat juga setiap perubahan kepemilikan saham.
(4) Daftar pemegang saham dan daftar khusus sebagimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) disediakan di tempat kedudukan Perseroan agar dapat dilihat oleh para pemegang saham.
(5) Dalam hal peraturan perundang-undangan di bidang pasar modal tidak mengatur lain, ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (3), dan ayat (4) berlaku juga bagi Perseroan Terbuka.

Pasal 51

Pemegang saham diberi bukti pemilikan saham untuk saham yang dimilikinya.

Pasal 52

(1) Saham memberikan hak kepada pemiliknya untuk :

  1. menghadiri dan mengeluarkan suara dalam RUPS;
  2. menerima pembayaran dividen dan sisa kekayaan hasil likuidasi;
  3. menjalankan hak lainnya berdasarkan Undang-undang ini
(2) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berlaku setelah saham dicatat dalam daftar pemegang saham atas nama pemiliknya.
(3) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dan huruf c tidak berlaku bagi klasifikasi saham tertentu sebagaimana ditetapkan dalam Undang-undang ini.
(4) Setiap saham memberikan kepada pemiliknya hak yang tidak dapat dibagi.
(5) Dalam hal 1 (satu) saham dimiliki oleh lebih dari dari 1 (satu) orang, hak yang timbul dari saham tersebut digunakan dengan cara menunjuk 1 (satu) orang sebagai wakil bersama.

Pasal 53

(1) Anggaran dasar menetapkan 1 (satu) klasifikasi saham atau lebih.
(2) Setiap saham dalam klasifikasi yang sama memberikan kepada pemegangnya hak yang sama.
(3) Dalam hal terdapatlebih dari 1 (satu) klasifikasi saham, anggaran dasar menetapkan salah satu diantaranya sebagai saham biasa.
(4) Klasifikasi saham sebagaimana dimaksud pada ayat (3), antara lain :

  1. saham dengan hak suara atau tanpa hak suara;
  2. saham dengan hak khusus untuk mencalonkan anggota Direksi dan/atau anggota Dewan Komisaris;
  3. saham yang setelah jangka waktu tertentu ditarik kembali atau ditukar dengan klasifikasi saham lain;
  4. saham yang memberikan hak kepada pemegangnya untuk menerima dividen lebih dahulu dari pemegang saham klasifikasi lain atas pembagian dividen secara kumulatif atau nonkumulatif;
  5. saham yang memberikan hak kepada pemegangnya untuk menerima lebih dahulu dari pemegang saham klasifikasi lain atas pembagian sisa kekayaan Perseroan dalam Likuidasi.

Pasal 54

(1) Anggaran dasar dapat menentukan pecahan nilai nominal saham.
(2) Pemegang pecahan nilai nominal saham tidak diberikan hak suara perseorangan, kecuali pemegang pecahan nilai nominal saham, baik sendiri atau bersama pemegang pecahan nilai nominal saham lainnya yang klasifikasi sahamnya sama memiliki nilai nominal sebesar 1 (satu) nominal saham dari klasifikasi tersebut.
(3) Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 52 ayat (4) dan ayat (5) mutatis mutandis berlaku bagi pemegang pecahan nilai nominal saham.

Pasal 55

Dalam anggaran dasar Perseroan ditentukan cara pemindahan hak atas saham sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Pasal 56

(1) Pemindahan hak atas saham dilakukan dengan akta pemindahan hak.
(2) Akta pemindahan hak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) atau salinannya disampaikan secaratertulis kepada Perseroan.
(3) Direksi wajib mencatat pemindahan hak atas saham, tanggal, dan hari pemindahan hak tersebut dalam daftar pemegang saham atau daftar khusus sebagaimana dimaksud dalam Pasal 50 ayat (1) dan ayat (2) dan memberitahukan perubahan susunan pemegang saham kepada Menteri untuk dicatat dalam daftar Perseroan paling lambat 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak tanggal pencatatan pemindahan hak.
(4) Dalam hal pemberitahuan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) belum dilakukan, Menteri menolak permohonan persetujuan atau pemberitahuan yang dilaksanakan berdasarkan susunan dan nama pemegang saham yang belum diberitahukan tersebut.
(5) Ketentuan mengenai tata cara pemindahan hak atas saham yang diperdagangkan di pasar modal diatur dalam peraturan perundang-undangan dibidang pasar modal.

Pasal 57

(1) Dalam anggaran dasar dapat diatur persyaratan mengenai pemindahan hak atas saham, yaitu :

  1. keharusan menawarkan terlebih dahulu kepada pemegang saham dengan klasifikasi tertentu atau pemegang saham lainnya;
  2. keharusan mendapatkan persetujuan terlebih dahulu dari Organ Perseroan; dan/atau
  3. keharusan mendapatkan persetujuan terlebih dahulu dari instansi yang berwenang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(2) Persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak berlaku dalam hal pemindahan hak atas saham disebabkan peralihan hak karena hukum, kecuali keharusan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c berkenaan dengan kewarisan.

Pasal 58

(1) Dalam hal anggaran dasar mengharuskan pemegang saham penjual menawarkan terlebih dahulu sahamnya kepada pemegang saham klasifikasi tertentu atau pemegang saham lain, dan dalam jangka waktu 30 (tiga puluh hari) terhitung sejak tanggal penawaran dilakukan ternyata pemegang saham tersebut tidak membeli, pemegang saham penjual dapat menawarkan dan menjual sahamnya kepada pihak ketiga.
(2) Setiap pemegang saham penjual yang diharuskan menawarkan sahamnya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berhak menarik kembali penawaran tersebut, setelah lewatnya jangka waktu 30 (tiga puluh) hari sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
(3) Kewajiban menawarkan kepada pemegang saham klasifiksi tertentu atau pemegang saham lain sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hanya berlaku 1 (satu) kali.

Pasal 59

(1) Pemberian persetujuan pemindahan hak atas saham yang memerlukan persetujuan Organ Perseroan atau penolakannya harus diberikan secara tertulis dalam jangka waktu paling lama 90 (sembilan puluh) hari terhitung sejak tanggal Organ Perseroan menerima permintaan persetujuan pemindahan hak tersebut.
(2) Dalam hal jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) telah lewat dan Organ Perseroan tidak memberikan pernyataan tertulis, Organ Perseroan dianggap menyetujui pemindahan hak atas saham tersebut.
(3) Dalam hal pemindahan hak atas saham disetujui oleh Organ Perseroan, pemindahan hak harus dilakukan sesuai dengan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 56 dan dilakukan dalam jangka waktu paling lama 90 (sembilan puluh) hari terhitung sejak tanggal persetujuan diberikan.

Pasal 60

(1) Saham merupakan benda bergerak dan memberikan hak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 52 kepada pemiliknya.
(2) Saham dapat diagunkan dengan gadai atau jaminan fidusia sepanjang tidak ditentukan lain dalam anggaran dasar.
(3) Gadai saham atau jaminan fidusia atas saham yang telah didaftarkan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan wajib dicatat dalam daftar pemegang saham dan daftar khusus sebagaimana dimaksud dalam Pasal 50
(4) Hak suara atas saham yang diagunkan dengan gadai atau jaminan fidusia tetap berada pada pemegang saham.

Pasal 61

(1) Setiap pemegang saham berhak mengajukan gugatan terhadap Perseroan ke pengadilan negeri apabila dirugikan karena tindakan Perseroan yang dianggap tidak adil dan tanpa alasan wajar sebagai akibat keputusan RUPS, Direksi, dan/atau Dewan Komisaris.
(2) Gugatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diajukan ke pengadilan negeri yang daerah hukumnya meliputi tempat kedudukan Perseroan.

Pasal 62

(1) Setiap pemegang saham berhak meminta kepada Perseroan agar sahamnya dibeli dengan harga yang wajar apabila yang bersangkutan tidak menyetujui tindakan Perseroan yang merugikan pemegang saham atau Perseroan, berupa :

  1. perubahan anggaran dasar;
  2. pengalihan atau penjaminan kekayaan Perseroan yang mempunyai nilai lebih dari 50% (lima puluh persen) kekayaan bersih Perseroan; atau
  3. Penggabungan, Peleburan, Pengambilalihan, atau Pemisahan.
(2) Dalam hal saham yang diminta untuk dibeli sebagaimana dimaksud pada ayat (1) melebihi batas ketentuan pembelian kembali saham oleh Perseroan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 37 ayat (1) huruf b, Perseroan wajib mengusahakan agar sisa saham dibeli oleh pihak ketiga.

BAB IV
RENCANA KERJA, LAPORAN TAHUNAN DAN
PENGGUNAAN LABA

Bagian Kesatu
Rencana Kerja

Pasal 63

(1) Direksi menyusun rencana kerja tahunan sebelum dimulainya tahun buku yang akan datang.
(2) Rencana kerja sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memuat juga anggaran tahunan Perseroan untuk tahun buku yang akan datang.

Pasal 64

(1) Rencana kerja sebagaimana dimaksud dalam Pasal 63 disampaikan kepada Dewan Komisaris atau RUPS sebagaimana ditentukan dalam anggaran dasar.
(2) Anggaran dasar dapat menentukan rencana kerja yang disampaikan oleh Direksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus mendapat persetujuan Dewan Komisaris atau RUPS, kecuali ditentukan lain dalam peraturan perundang-undangan.
(3) Dalam hal anggaran dasar menentukan rencana kerja harus mendapat persetujuan RUPS, rencana kerja tersebut terlebih dahulu harus ditelaah Dewan Komisaris.

Pasal 65

(1) Dalam hal Direksi tidak menyampaikan rencana kerja sebagaimana dimaksud dalam Pasal 64, rencana kerja tahun yang lampau diberlakukan.
(2) Rencana kerja tahun yang lampau berlaku juga bagi Perseroan yang rencana kerjanya belum memperoleh persetujuan sebagaimana ditentukan dalam anggaran dasar atau peraturan perundang-undangan.

Bagian Kedua
Laporan Tahunan

Pasal 66

(1) Direksi menyampaikan laporan tahunan kepada RUPS setelah ditelaah oleh Dewan Komisaris dalam jangka waktu paling lambat 6 (enam) bulan setelah tahun buku Perseroan berakhir.
(2) Laporan tahunan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus memuat sekurang-kurangnya :

  1. laporan keuangan yang terdiri atas sekurang-kurangnya neraca akhir tahun buku yang baru lampau dalam perbandingan dengan tahun buku sebelumnya, laporan laba rugi dari tahun buku yang bersangkutan, laporan arus kas, dan laporan perubahan ekuitas, serta catatan atas laporan keuangan tersebut;
  2. laporan mengenai kegiatan Perseroan;
  3. laporan pelaksanaan Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan;
  4. rincian masalah yang timbul selama tahun buku yang mempengaruhi kegiatan usaha Perseroan;
  5. laporan mengenai tugas pengawasan yang telah dilaksanakan oleh Dewan Komisaris selama tahun buku yang baru lampau;
  6. nama anggota Direksi dan anggota Dewan Komisaris;
  7. gaji dan tunjangan bagi anggota Direksi dan gaji atau honorarium dan tunjangan bagi anggota Dewan Komisaris Perseroan untuk tahun yang baru lampau.
(3) Laporan keuangan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a disusun berdasarkan standar akuntansi keuangan.
(4) Neraca dan laporan laba rugi dari tahun buku yang bersangkutan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a bagi Perseroan yang wajib diaudit, harus disampaikan kepada Menteri sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Pasal 67

(1) Laporan tahunan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 66 ayat (1) ditandatangani oleh semua anggota Direksi dan semua anggota Dewan Komisaris yang menjabat pada tahun buku yang bersangkutan dan disediakan di kantor Perseroan sejak tanggal panggilan RUPS untuk dapat diperiksa oleh pemegang saham.
(2) Dalam hal terdapat anggota Direksi atau anggota Dewan Komisaris yang tidak menandatangani laporan tahunan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), yang bersangkutan harus menyebutkan alasannya secara tertulis, atau alasan tersebut dinyatakan oleh Direksi dalam surat tersendiri yang dilekatkan dalam laporan tahunan.
(3) Dalam hal terdapat anggota Direksi atau anggota Dewan Komisaris yang tidak menandatangani laporan tahunan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan tidak memberi alasan secara tertulis, yang bersangkutan dianggap telah menyetujui isi laporan tahunan.

Pasal 68

(1) Direksi wajib menyerahkan laporan keuangan Perseroan kepada akuntan publik untuk diaudit apabila :

  1. Kegiatan usaha Perseroan adalah menghimpun dan/atau mengelola dana masyarakat;
  2. Perseroan menerbitkan surat pengakuan utang kepada masyarakat;
  3. Perseroan merupakan Perseroan Terbuka;
  4. Perseroan merupakan persero;
  5. Perseroan mempunyai aset dan/atau jumlah peredaran usaha dengan jumlah nilai paling sedikit Rp 50.000.000.000,00 (lima puluh miliar rupiah); atau
  6. diwajibkan oleh peraturan Perundang-undangan.
(2) Dalam hal kewajiban sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak dipenuhi, laporan keuangan tidak disahkan oleh RUPS.
(3) Laporan atas hasil audit akuntan publik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan secara tertulis kepada RUPS melalui Direksi.
(4) Neraca dan laporan laba rugi dari laporan keuangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, huruf b, dan huruf c setelah mendapat pengesahan RUPS diumumkan dalam 1 (satu) Surat Kabar.
(5) Pengumuman neraca dan laporan laba rugi sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dilakukan paling lambat 7 (tujuh) hari setelah mendapat pengesahan RUPS.
(6) Pengurangan besarnya jumlah nilai sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf e ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.

Pasal 69

(1) Persetujuan laporan tahunan termasuk pengesahan laporan keuangan serta laporan tugas pengawasan Dewan Komisaris dilakukan oleh RUPS.
(2) Keputusan atas pengesahan laporan keuangan dan persetujuan laporan tahunan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan berdasarkan ketentuan dalam Undang-undang ini dan/atau anggaran dasar.
(3) Dalam hal laporan keuangan yang disediakan ternyata tidak benar dan/atau menyesatkan, anggota Direksi dan anggota Dewan Komisaris secara tanggung renteng bertanggung jawab terhadap pihak yang dirugikan.
(4) Anggota Direksi dan anggota Dewan Komisaris dibebaskan dari tanggung jawab sebagaimana dimaksud pada ayat (3) apabila terbukti bahwa keadaan tersebut bukan karena kesalahannya.

Bagian Ketiga
Penggunaan Laba

Pasal 70

(1) Perseroan wajib menyisihkan jumlah tertentu dari laba bersih setiap tahun buku untuk cadangan.
(2) Kewajiban penyisihan untuk cadangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berlaku apabila Perseroan mempunyai saldo laba yang positif.
(3) Penyisihan laba bersih sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan sampai cadangan mencapai paling sedikit 20% (dua puluh persen) dari jumlah modal yang ditempatkan dan disetor.
(4) Cadangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang belum mencapai jumlah sebagaimana dimaksud pada ayat (3) hanya boleh dipergunakan untuk menutup kerugian yang tidak dapat dipenuhi oleh cadangan lain.

Pasal 71

(1) Penggunaan laba bersih termasuk penentuan jumlah penyisihan untuk cadangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 70 ayat (1) diputuskan oleh RUPS.
(2) Seluruh laba bersih setelah dikurangi penyisihan untuk cadangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 70 ayat (1) dibagikan kepada pemegang saham sebagai dividen, kecuali ditentukan lain dalam RUPS.
(3) Dividen sebagaimana dimaksud pada ayat (2) hanya boleh dibagikan apabila Perseroan mempunyai saldo laba yang positif.

Pasal 72

(1) Perseroan dapat membagikan dividen interim sebelum tahun buku Perseroan berakhir sepanjang diatur dalam anggaran dasar Perseroan.
(2) Pembagian dividen interim sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan apabila jumlah kekayaan bersih Perseroan tidak menjadi lebih kecil dari pada jumlah modal ditempatkan dan disetor ditambah cadangan wajib.
(3) Pembagian Dividen interim sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak boleh menggangu atau menyebabkan Perseroan tidak dapat memenuhi kewajibannya pada kreditor atau mengganggu kegiatan Perseroan.
(4) Pembagian dividen interim ditetapkan berdasarkan keputusan Direksi setelah memperoleh persetujuan Dewan Komisaris, dengan memperhatikan ketentuan pada ayat (2) dan ayat (3).
(5) Dalam hal setelah tahun buku berakhir ternyata Perseroan menderita kerugian, dividen interim yang telah dibagikan harus dikembalikan oleh pemegang saham kepada Perseroan.
(6) Direksi dan Dewan Komisaris bertanggung jawab secara tanggung renteng atas kerugian Perseroan, dalam hal pemegang saham tidak dapat mengembalikan dividen interim sebagaimana dimaksud pada ayat (5).

Pasal 73

(1) Dividen yang tidak diambil setelah 5 (lima) tahun terhitung sejak tanggal yang ditetapkan untuk pembayaran dividen lampau, dimasukkan ke dalam cadangan khusus.
(2) RUPS mengatur tata cara pengambilan dividen yang telah dimasukkan ke dalam cadangan khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
(3) Dividen yang telah dimasukkan dalam cadangan khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan tidak diambil dalam jangka waktu 10 (sepuluh) tahun akan menjadi hak Perseroan.

BAB V
TANGGUNG JAWAB SOSIAL DAN LINGKUNGAN

Pasal 74

(1) Perseroan yang menjalankan kegiatan usahanya di bidang dan/atau berkaitan dengan sumber daya alam wajib melaksanakan Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan.
(2) Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan kewajiban Perseroan yang dianggarkan dan diperhitungkan sebagai biaya Perseroan yang pelaksanaannya dilakukan dengan memperhatikan kepatutan dan kewajaran.
(3) Perseroan yang tidak melaksanakan kewajiban sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikenai sanksi sesuai dengan ketentuan peraturan Perundang-undangan.
(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan diatur dengan Peraturan Pemerintah.

BAB VI
RAPAT UMUM PEMEGANG SAHAM

Pasal 75

(1) RUPS mempunyai wewenang yang tidak diberikan kepada Direksi atau Dewan Komisaris, dalam batas yang ditentukan dalam Undang-Undang ini dan/atau anggaran dasar.
(2) Dalam forum RUPS, pemegang saham berhak memperoleh keterangan yang berkaitan dengan Perseroan dari Direksi dan/atau Dewan Komisaris, sepanjang berhubungan dengan mata acara rapat dan tidak bertentangan dengan kepentingan Perseroan.
(3) RUPS dalam mata acara lain-lain tidak berhak mengambil keputusan, kecuali semua pemegang saham hadir dan/atau diwakili dalam RUPS dan menyetujui penambahan mata acara rapat.
(4) Keputusan atas mata acara rapat yang ditambahkan harus disetujui dengan suara bulat.

Pasal 76

(1) RUPS diadakan di tempat kedudukan Perseroan atau di tempat Perseroan melakukan kegiatan usahanya yang utama sebagaimana ditentukan dalam anggaran dasar.
(2) RUPS Perseroan Terbuka dapat diadakan di tempat kedudukan bursa di mana saham Perseroan dicatatkan.
(3) Tempat RUPS sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) harus terletak di wilayah negaraRepublik Indonesia.
(4) Jika dalam RUPS hadir dan/atau diwakili semua pemegang saham dan semua pemegang saham menyetujui diadakannya RUPS dengan agenda tertentu, RUPS dapat diadakan di manapun dengan memperhatikan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (3).
(5) RUPS sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dapat mengambil keputusan jika keputusan tersebut disetujui dengan suara bulat.

Pasal 77

(1) Selain penyelenggaraan RUPS sebagaimana dimaksud dalam Pasal 76, RUPS dapat juga dilakukan melalui media telekonferensi, video konferensi, atau sarana media elektronik lainnya yang memungkinkan semua peserta RUPS saling melihat dan mendengar secara langsung sertaberpartisipasi dalam rapat.
(2) Persyaratan kuorum dan persyaratan pengambilan keputusan adalah persyaratan sebagaimana diatur dalam Undang-Undang ini dan/atau sebagaimana diatur dalam anggaran dasar Perseroan.
(3) Persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dihitung berdasarkan keikutsertaan peserta RUPS sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
(4) Setiap penyelenggaraan RUPS sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus dibuatkan risalah rapat yang disetujui dan dan ditandatangani oleh semua peserta RUPS.

Pasal 78

(1) RUPS terdiri dari atas RUPS tahunan dan RUPS lainnya.
(2) RUPS tahunan wajib diadakan dalam jangka waktu paling lambat 6 (enam) bulan setelah tahun buku berakhir.
(3) Dalam RUPS tahunan, harus diajukan semua dokumen dari laporan tahunan Perseroan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 66 ayat (2)
(4) RUPS lainnya dapat diadakan setiap waktu berdasarkan kebutuhan untuk kepentingan Perseroan.

Pasal 79

(1) Direksi menyelenggarakan RUPS tahunan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 78 ayat (2) dan RUPS lainnya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 78 ayat (4) dengan didahului pemanggilan RUPS.
(2) Penyelenggaraan RUPS sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan atas permintaan :

  1. 1 (satu) orang atau lebih pemegang saham yang bersama-sama mewakili 1/10 (satu persepuluh) atau lebih dari jumlah seluruh saham dengan hak suara, kecuali anggaran dasar menentukan suatu jumlah yang lebih kecil; atau
  2. Dewan komisaris.
(3) Permintaan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diajukan kepada Direksi dengan Surat Tercatat disertai alasannya.
(4) Surat Tercatat sebagaimana dimaksud pada ayat (3) yang disampaikan oleh pemegang saham tembusannya disampaikan kepada Dewan Komisaris.
(5) Direksi wajib melakukan pemanggilan RUPS dalam jangka waktu paling lambat 15 (lima belas) hari terhitung sejak tanggal permintaan penyelenggaraan RUPS diterima.
(6) Dalam hal Direksi tidak melakukan pemanggilan RUPS sebagaimana dimaksud pada ayat (5),

  1. permintaan penyelenggaraan RUPS sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a diajukan kembali kepada Dewan Komisaris; atau
  2. Dewan Komisaris melakukan pemanggilan sendiri RUPS, sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b.
(7) Dewan Komisaris wajib melakukan pemanggilan RUPS sebagaimana dimaksud pada ayat (6) huruf a dalam jangka waktu paling lambat 15 (lima belas) hari terhitung sejak tanggal permintaan penyelenggaraan RUPS diterima.
(8) RUPS yang diselenggarakan Direksi berdasarkan panggilan RUPS sebagaimana dimaksud pada ayat (5) membicarakan masalah yang berkaitan dengan alasan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dan mata acara rapat lainnya yang dipandang perlu oleh Direksi.
(9) RUPS yang diselenggarakan Dewan Komisaris berdasarkan panggilan RUPS sebagaimana dimaksud pada ayat (6) huruf b dan ayat (7) hanya membicarakan masalah yang berkaitan dengan alasan sebagaimana dimaksud pada ayat (3).
(10) Penyelenggaraan RUPS Perseroan Terbuka tunduk pada ketentuan Undang-Undang ini sepanjang peraturan perundang-undangan di bidang pasar modal tidak menentukan lain.

Pasal 80

(1) Dalam hal Direksi atau Dewan Komisaris tidak melakukan pemanggilan RUPS dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 79 ayat (5) dan ayat (7), pemegang saham yang meminta penyelenggaraan RUPS dapat mengajukan permohonan kepada ketua pengadilan negeri yang daerah hukumnya meliputi tempat kedudukan Perseroan untuk menetapkan pemberian izin kepada pemohon melakukan sendiri pemanggilan RUPS tersebut.
(2) Ketua pengadilan negeri setelah memanggil dan mendengar pemohon, Direksi dan/atau Dewan Komisaris, menetapkan pemberian izin untuk menyelenggarakan RUPS apabila pemohon secara sumir telah membuktikan bahwa persyaratan telah dipenuhi dan pemohon mempunyai kepentingan yang wajar untuk diselenggarakannya RUPS.
(3) Penetapan ketua pengadilan negeri sebagaimana dimaksud pada ayat (2) memuat juga ketentuan mengenai :

  1. bentuk RUPS, mata acara RUPS sesuai dengan permohonan pemegang saham, jangka waktu pemanggilan RUPS, kuorum kehadiran, dan/atau ketentuan tentang persyaratan pengambilan keputusan RUPS, serta penunjukan ketua rapat, sesuai dengan atau tanpa terikat pada ketentuan Undang-Undang ini atau anggaran dasar; dan/atau
  2. perintah yang mewajibkan Direksi dan/atau Dewan Komisaris untuk hadir dalam RUPS.
(4) Ketua pengadilan negeri menolak permohonan dalam hal pemohon tidak dapat membuktikan secara sumir bahwa persyaratan telah dipenuhi dan pemohon mempunyai kepentingan yang wajar untuk diselenggarakan RUPS.
(5) RUPS sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hanya boleh membicarakan mata acara rapat sebagaimana ditetapkan oleh ketua pengadilan negeri.
(6) Penetapan ketua pengadilan negeri mengenai pemberian izin sebagaimana dimaksud pada ayat (3) bersifat final dan mempunyai kekuatan hukum tetap.
(7) Dalam hal penetapan ketua pengadilan negeri menolak permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (4), upaya hukum yang dapat diajukan hanya kasasi.
(8) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berlaku juga bagi Perseroan Terbuka dengan memperhatikan persyaratan pengumuman akan diadakannya RUPS dan persyaratan lainnya untuk penyelenggaran RUPS sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-undangan di bidang pasar modal.

Pasal 81

(1) Direksi melakukan pemanggilan kepada pemegang saham sebelum menyelenggarakan RUPS.
(2) Dalam hal tertentu, pemanggilan RUPS sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan oleh Dewan Komisaris atau pemegang saham berdasarkan penetapan ketua pengadilan negeri.

Pasal 82

(1) Pemanggilan RUPS dilakukan dalam jangka waktu paling lambat 14 (empat belas) hari sebelumtanggal RUPS diadakan, dengan tidak memperhitungkan tanggal pemanggilan dan tanggal RUPS.
(2) Pemanggilan RUPS dilakukan dengan Surat Tercatat dan/atau dengan iklan dalam Surat Kabar.
(3) Dalam panggilan RUPS dicantumkan tanggal, waktu, tempat, dan mata acara rapat disertai pemberitahuan bahwa bahan yang akan dibicarakan dalam RUPS tersedia di kantor Perseroan sejak tanggal dilakukan pemanggilan RUPS sampai dengan tanggal RUPS diadakan.
(4) Perseroan wajib memberikan salinan bahan sebagaimana dimaksud pada ayat (3), kepada pemegang saham secara cuma-cuma jika diminta.
(5) Dalam hal pemanggilan tidak sesuai dengan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2), dan panggilan tidak sesuai dengan ketentuan ayat (3), Keputusan RUPS tetap sah jika semua pemegang saham dengan hak suara hadir atau diwakili dalam RUPS dan keputusan tersebut disetujui dengan suara bulat.

Pasal 83

(1) Bagi Perseroan Terbuka, sebelum pemanggilan RUPS dilakukan wajib didahului dengan pengumuman mengenai akan diadakan pemanggilan RUPS dengan memperhatikan peraturan perundang-undangan di bidang pasar modal.
(2) Pengumuman sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dalam jangka waktu paling lambat 14 (empat belas) hari sebelum pemanggilan RUPS.

Pasal 84

(1) Setiap saham yang dikeluarkan mempunyai satu hak suara, kecuali anggaran dasar menentukan lain.
(2) Hak suara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak berlaku untuk :

  1. saham Perseroan yang dikuasai sendiri oleh Perseroan;
  2. saham induk Perseroan yang dikuasai oleh anak perusahaannya secara langsung atau tidak langsung; atau
  3. saham Perseroan yang dikuasai oleh Perseroan lain yang sahamnya secara langsung atau tidak langsung telah dimiliki oleh Perseroan

Pasal 85

(1) Pemegang saham, baik sendiri maupun diwakili berdasarkan surat kuasa berhak menghadiri RUPS dan menggunakan hak suaranya sesuai dengan jumlah saham yang dimilikinya.
(2) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak berlaku bagi pemegang saham dari saham tanpa hak suara.
(3) Dalam pemungutan suara, suara yang dikeluarkan oleh pemegang saham berlaku untuk seluruh saham yang dimilikinya dan pemegang saham tidak berhak memberikan kuasa kepada lebih dariseorang kuasa untuk sebagian dari jumlah saham yang dimilikinya dengan suara yang berbeda.
(4) Dalam pemungutan suara, anggota direksi, anggota Dewan Komisaris, dan karyawan Perseroan yang bersangkutan dilarang bertindak sebagai kuasa dari pemegang saham sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
(5) Dalam hal pemegang saham hadir sendiri dalam RUPS, surat kuasa yang telah diberikan tidak berlaku untuk rapat tersebut.
(6) Ketua rapat berhak menentukan siapa yang berhak hadir dalam RUPS dengan memperhatikan ketentuan Undang-Undang ini dan anggaran dasar Perseroan.
(7) Terhadap Perseroan Terbuka selain berlaku ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dan ayat (6) berlaku juga ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang pasar modal.

Pasal 86

(1) RUPS dapat dilangsungkan jika dalam RUPS lebih dari 1/2 (satu perdua) bagian dari jumlah seluruh saham dengan hak suara hadir atau diwakili, kecuali Undang-undang dan/atau anggaran dasar menentukan jumlah kuorum yang lebih besar.
(2) Dalam hal kuorum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak tercapai, dapat diadakan pemanggilan RUPS kedua.
(3) Dalam pemanggilan RUPS kedua harus disebutkan bahwa RUPS pertama telah dilangsungkan dantidak mencapai kuorum.
(4) RUPS kedua sebagaimana dimaksud pada ayat (2) sah dan berhak mengambil keputusan jika dalam RUPS paling sedikit 1/3 (satu pertiga) bagian dari jumlah seluruh saham dengan hak suara hadir atau diwakili, kecuali anggaran dasar menentukan jumlah kuorum yang lebih besar.
(5) Dalam hal kuorum RUPS kedua sebagaimana dimaksud pada ayat (4) tidak tercapai, Perseroan dapat memohon kepada ketua pengadilan negeri yang daerah hukumnya meliputi tempat kedudukan Perseroan atas permohonan Perseroan agar ditetapkan kuorum untuk RUPS ketiga.
(6) Pemanggilan RUPS ketiga harus menyebutkan bahwa RUPS kedua telah dilangsungkan dan tidak mencapai kuorum dan RUPS ketiga akan dilangsungkan dengan kuorum yang telah ditetapkan oleh ketua pengadilan negeri.
(7) Penetapan ketua pengadilan negeri mengenai kuorum RUPS sebagaimana dimaksud pada ayat (5) bersifat final dan mempunyai kekuatan hukum tetap.
(8) Pemanggilan RUPS kedua dan ketiga dilakukan dalam jangka waktu paling lambat 7 (tujuh) hari sebelum RUPS kedua atau ketiga dilangsungkan.
(9) RUPS kedua dan ketiga dilangsungkan dalam jangka waktu paling cepat 10 (sepuluh) hari dan paling lambat 21 (dua puluh satu) hari setelah RUPS yang mendahuluinya dilangsungkan.

Pasal 87

(1) Keputusan RUPS diambil berdasarkan musyawarah untuk mufakat.
(2) Dalam hal keputusan berdasarkan musyawarah untuk mufakat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak tercapai, keputusan adalah sah jika disetujui lebih dari 1/2 (satu per dua) bagian dari jumlah suara yang dikeluarkan kecuali undang-undang dan/atau anggaran dasar menentukan bahwa keputusan adalah sah jika disetujui oleh jumlah suara setuju yang lebih besar.

Pasal 88

(1) RUPS untuk mengubah anggaran dasar dapat dilangsungkan jika dalam rapat paling sedikit 2/3 (dua pertiga) bagian dari jumlah seluruh saham dengan hak suara hadir atau diwakili dalam RUPS dan keputusan adalah sah jika disetujui paling sedikit 2/3 (dua pertiga) bagian dari jumlah suara yang dikeluarkan, kecuali anggaran dasar menentukan kuorum kehadiran dan/atau ketentuan tentang pengambilan keputusan RUPS yang lebih besar.
(2) Dalam hal kuorum kehadiran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak tercapai, dapat diselenggarakan RUPS kedua.
(3) RUPS kedua sebagaimana dimaksud pada ayat (2) sah dan berhak mengambil keputusan jika dalam rapat paling sedikit 3/5 (tiga perlima) bagian dari jumlah seluruh saham dengan hak suara hadir atau diwakili dalam RUPS dan keputusan adalah sah jika disetujui paling sedikit 2/3 (dua pertiga) bagian dari jumlah suara yang dikeluarkan, kecuali anggaran dasar menentukan kuorum kehadiran dan/atau ketentuan tentang pengambilan keputusan RUPS yang lebih besar.
(4) Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 86 ayat (5), ayat (6), ayat (7), ayat (8), dan ayat (9) mutatis mutandis berlaku bagi RUPS sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
(5) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) mengenai kuorum kehadiran dan ketentuan tentang persyaratan pengambilan keputusan RUPS berlaku juga bagi Perseroan Terbuka sepanjang tidak diatur lain dalam peraturan perundang-undangan di bidang pasar modal.

Pasal 89

(1) RUPS untuk menyetujui Penggabungan, Peleburan, Pengambilalihan, atau Pemisahan, pengajuan permohonan agar Perseroan dinyatakan pailit, perpanjangan jangka waktu berdirinya, dan pemburuan Perseroan dapat dilangsungkan jika dalam rapat paling sedikit 3/4 (tiga perempat) bagian dari jumlah seluruh saham dengan hak suara hadir atau diwakili dalam RUPS dan keputusan adalah sah jika disetujui paling sedikit 3/4 (tiga perempat) bagian dari jumlah suara yang dikeluarkan, kecuali anggaran dasar menentukan kuorum kehadiran dan/atau ketentuan tentang persyaratan pengambilan keputusan RUPS yang lebih besar.
(2) Dalam hal kuorum kehadiran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak tercapai, dapat diadakan RUPS kedua.
(3) RUPS Kedua sebagaimana dimaksud pada ayat (2) sah dan berhak mengambil keputusan jika dalam rapat paling sedikit 2/3 (dua pertiga) bagian dari jumlah seluruh saham dengan hak suara hadir atau diwakili dalam RUPS dan keputusan adalah sah jika disetujui oleh paling sedikit 3/4 (tiga perempat bagian dari jumlah suara yang dikeluarkan, kecuali anggaran dasar menentukan kuorum kehadiran dan/atau ketentuan tentang persyaratan pengambilan keputusan RUPS yang lebih besar.
(4) Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 86 ayat (5), ayat (6), ayat (7), ayat (8), dan ayat (9) mutatis mutandis berlaku bagi RUPS sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
(5) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) mengenai kuorum kehadirandan/atau ketentuan tentang persyaratan pengambilan keputusan RUPS berlaku juga bagi Perseroan Terbuka sepanjang tidak diatur lain dalam peraturan perundang-undangan di bidang pasar modal.

Pasal 90

(1) Setiap penyelenggaraan RUPS, risalah RUPS wajib dibuat dan ditandatangani oleh ketua rapat dan paling sedikit 1 (satu) orang pemegang saham yang ditunjuk dari dan oleh pesrta RUPS.
(2) Tanda tangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak disyaratkan apabila risalah RUPS tersebut dibuat dengan akta notaris.

Pasal 91

Pemegang saham dapat juga mengambil keputusan yang mengikat di luar RUPS dengan syarat semua pemegang saham dengan hak suara menyetujui secara tertulis dengan menandatangani usul yang bersangkutan.

BAB VII
DIREKSI DAN DEWAN KOMISARIS

Bagian Kesatu
Direksi

Pasal 92

(1) Direksi menjalankan pengurusan Perseroan untuk kepentingan Perseroan dan sesuai dengan maksud dan tujuan Perseroan.
(2) Direksi berwenang menjalankan pengurusan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sesuai dengan kebijakan yang dipandang tepat, dalam batas yang ditentukan dalam Undang-Undang ini dan/atau anggaran dasar.
(3) Direksi Perseroan terdiri atas 1 (satu) orang anggota Direksi atau lebih.
(4) Perseroan yang kegiatan usahanya berkaitan dengan menghimpun dan/atau mengelola dana masyarakat, Perseroan yang menerbitkan surat pengakuan utang kepada masyarakat, atau Perseroan Terbuka wajib mempunyai paling sedikit 2 (dua) orang anggota Direksi.
(5) Dalam hal Direksi terdiri atas 2 (dua) anggota Direksi atau lebih, pembagian tugas dan wewenang pengurusan di antara anggota Direksi ditetapkan berdasrkan keputusan RUPS.
(6) Dalam hal RUPS sebagaimana dimaksud pada ayat (5) tidak menetapkan, pembagian tugas dan wewenang anggota Direksi ditetapkan berdasarkan keputusan Direksi.

Pasal 93

(1) Yang dapat diangkat menjadi anggota Direksi adalah orang perseorangan yang cakap melakukan perbuatan hukum, kecuali dalam waktu 5 (lima) tahun sebelum pengangkatannya pernah :

  1. dinyatakan pailit;
  2. menjadi anggota Direksi atau anggota Dewan Komisaris yang dinyatakan bersalah menyebabkan suatu Perseroan dinyatakan pailit; atau
  3. dihukum karena melakukan tindak pidana yang merugikan keuangan negara dan/atau yang berkaitan dengan sektor keuangan.
(2) Ketentuan persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak mengurangi kemungkinan instansiteknis yang berwenang menetapkan persyaratan tambahan berdasarkan peraturan perundang-undangan.
(3) Pemenuhan persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) dibuktikan dengan surat yang disimpan oleh Perseroan.

Pasal 94

(1) Anggota Direksi diangkat oleh RUPS.
(2) Untuk pertama kali pengangkatan anggota Direksi dilakukan oleh pendiri dalam akta pendirian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (2) huruf b.
(3) Anggota Direksi diangkat untuk jangka waktu tertentu dan dapat diangkat kembali.
(4) Anggaran dasar mengatur tata cara pengangkatan, penggantian, dan pemberhentian anggota Direksi dan dapat juga mengatur tentang tata cara pencalonan anggota Direksi.
(5) Keputusan RUPS mengenai pengangkatan, penggantian, dan pemberhentian anggota Direksi juga menetapkan saat mulai berlakunya pengangkatan, penggantian, dan pemberhentian tersebut.
(6) Dalam hal RUPS tidak menetapkan saat mulai berlakunya pengangkatan, penggantian, dan pemberhentian anggota Direksi tersebut mulai berlaku sejak ditutupnya RUPS.
(7) Dalam hal terjadi pengangkatan, penggantian, dan pemberhentian anggota Direksi, Direksi wajib memberitahukan perubahan anggota Direksi kepada Menteri untuk dicatat dalam daftar Perseroan dalam jangka waktu paling lambat 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak tanggal keputusan RUPS tersebut.
(8) Dalam hal pemberitahuan sebagaimana dimaksud pada ayat (7) belum dilakukan, Menteri menolak setiap permohonan yang diajukan atau pemberitahuan yang disampaikan kepada Menteri oleh Direksi yang belum tercatat dalam daftar Perseroan.
(9) Pemberitahuan sebagaimana dimaksud pada ayat (8) tidak termasuk pemberitahuan yang disampaikan oleh Direksi baru atas pengangkatan dirinya sendiri.

Pasal 95

(1) Pengangkatan anggota Direksi yang tidak memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 93 batal karena hukum sejak saat anggota Direksi lainnya atau Dewan Komisaris mengetahui tidak terpenuhinya persyaratan tersebut.
(2) Dalam jangka waktu paling lambat 7 (tujuh) hari terhitung sejak diketahui, anggota Direksi lainnya atau Dewan Komisaris harus mengumumkan batalnya pengangkatan anggota Direksi yang bersangkutan dalam Surat Kabar dan memberitahukannya kepada Menteri untuk dicatat dalam daftarPerseroan.
(3) Perbuatan hukum yang telah dilakukan untuk dan atas nama Perseroan oleh anggota Direksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sebelum pengangkatannya batal, tetap mengikat dan menjadi tanggung jawab Perseroan.
(4) Perbuatan hukum yang dilakukan untuk dan atas nama Perseroan oleh anggota Direksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) setelah pengangkatannya batal, adalah tidak sah dan menjadi tanggung jawab pribadi anggota Direksi yang bersangkutan.
(5) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) tidak mengurangi tanggung jawab anggota Direksi yang bersangkutan terhadap kerugian Perseroan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 97 dan Pasal 104.

Pasal 96

(1) Ketentuan tentang besarnya gaji dan tunjangan anggota Direksi ditetapkan berdasarkan keputusan RUPS.
(2) Kewenangan RUPS sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dapat dilimpahkan kepada Dewan komisaris.
(3) Dalam hal kewenangan RUPS dilimpahkan kepada Dewan Komisaris sebagaimana dimaksud pada ayat (2), besarnya gaji dan tunjangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan berdasarkan keputusan rapat Dewan Komisaris.

Pasal 97

(1) Direksi bertanggung jawab atas pengurusan Perseroan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 92 ayat(1).
(2) Pengurusan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), wajib dilaksanakan setiap anggota Direksi dengan itikad baik dan penuh tanggung jawab.
(3) Setiap anggota Direksi bertanggung jawab penuh secara pribadi atas kerugian Perseroan apabila yang bersangkutan bersalah atau lalai menjalankan tugasnya sesuai dengan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
(4) Dalam hal Direksi terdiri atas 2 (dua) anggota Direksi atau lebih, tanggung jawab sebagaimana dimaksud pada ayat (3) berlaku secara tanggung renteng bagi setiap anggota Direksi.
(5) Anggota Direksi tidak dapat dipertanggung jawabkan atas kerugian sebagaimana dimaksud pada ayat (3) apabila dapat membuktikan :

  1. kerugian tersebut bukan karena kesalahan atau kelalaiannya;
  2. telah melakukan pengurusan dengan itikad baik dan kehati-hatian untuk kepentingan dan sesuai dengan maksud dan tujuan Perseroan;
  3. tidak mempunyai benturan kepentingan baik langsung maupun tidak langsung atas tindakan pengurusan yang mengakibatkan kerugian; dan
  4. telah mengambil tindakan untuk mencegah timbul atau berlanjutnya kerugian tersebut.
(6) Atas nama Perseroan, pemegang saham yang mewakili paling sedikit 1/10 (satu persepuluh) bagian dari jumlah seluruh saham dengan hak suara dapat mengajukan gugatan melalui pengadilan negeri terhadap anggota Direksi yang karena kesalahan atau kelalaiannya menimbulkan kerugian pada Perseroan.
(7) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (5) tidak mengurangi hak anggota Direksi lain dan/atau anggota Dewan Komisaris untuk mengajukan gugatan atas nama Perseroan.

Pasal 98

(1) Direksi mewakili Perseroan baik di dalam maupun di luar pengadilan.
(2) Dalam hal anggota Direksi terdiri lebih dari 1 (satu) orang, yang berwenang mewakili Perseroan adalah setiap anggota Direksi, kecuali ditentukan lain dalam anggaran dasar.
(3) Kewenangan Direksi untuk mewakili Perseroan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah tidak terbatas dan tidak bersyarat, kecuali ditentukan lain dalam Undang-Undang ini, anggaran dasar, ataukeputusan RUPS.
(4) Keputusan RUPS sebagaimana dimaksud pada ayat (3) tidak boleh bertentangan dengan ketentuan Undang-undang ini dan/atau anggaran dasar Perseroan.

Pasal 99

(1) Anggota Direksi tidak berwenang mewakili Perseroan apabila :

  1. terjadi perkara di pengadilan antara Perseroan dengan anggota Direksi yang bersangkutan; atau
  2. anggota Direksi yang bersangkutan mempunyai bantuan kepentingan dengan Perseroan.
(2) Dalam hal terdapat keadaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), yang berhak mewakili Perseroan adalah :

  1. anggota Direksi lainnya yang tidak mempunyai benturan kepentingan dengan Perseroan;
  2. Dewan Komisaris dalam hal seluruh anggota Direksi mempunyai benturan kepentingan dengan Perseroan; atau
  3. pihak lain yang ditunjuk oleh RUPS dalam hal seluruh anggota Direksi atau Dewan Komisaris mempunyai benturan kepentingan dengan Perseroan.

Pasal 100

(1) Direksi Wajib :

  1. membuat daftar pemegang saham, daftar khusus, risalah RUPS, dan risalah rapat Direksi;
  2. membuat laporan tahunan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 66 dan dokumen keuangan Perseroan sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang tentang Dokumen Perusahaan;dan
  3. memelihara seluruh daftar, risalah, dan dokumen keuangan Perseroan sebagaimana dimaksud pada huruf a dan huruf b dan dokumen Perseroan lainnya.
(2) Seluruh daftar, risalah, dokumen keuangan Perseroan, dan dokumen Perseroan lainnya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disimpan di tempat kedudukan Perseroan.
(3) Atas permohonan tertulis dari pemegang saham, Direksi memberi izin kepada pemegang saham untuk memeriksa daftar pemegang saham, daftar khusus, risalah RUPS sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan laporan tahunan, serta mendapatkan salinan risalah RUPS dan salinan laporan tahunan.
(4) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) tidak menutup kemungkinan peraturan perundang-undangan di bidang pasar modal menentukan lain.

Pasal 101

(1) Anggota Direksi wajib melaporkan kepada Perseroan mengenai saham yang dimiliki anggota Direksi yang bersangkutan dan/atau keluarganya dalam Perseroan dan Perseroan lain untuk selanjutnya dicatat dalam daftar khusus.
(2) Anggota Direksi yang tidak melaksanakan kewajiban sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan menimbulkan kerugian bagi Perseroan, bertanggung jawab secara pribadi atas kerugian Perseroan tersebut.

Pasal 102

(1) Direksi wajib meminta persetujuan RUPS untuk :

  1. mengalihkan kekayaan Perseroan; atau
  2. menjadikan jaminan utang kekayaan Perseroan;

yang merupakan lebih dari 50% (lima puluh persen) jumlah kekayaan bersih Perseroan dalam 1 (satu) transaksi atau lebih, baik yang berkaitan satu sama lain maupun tidak.

(2) Transaksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a adalah transaksi pengalihan kekayaan bersih Perseroan yang terjadi dalam jangka waktu 1 (satu) tahun buku atau jangka waktu yang lebih lama sebagaimana diatur dalam anggaran dasar Perseroan.
(3) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), tidak berlaku terhadap tindakan pengalihan atau penjaminan kekayaan Perseroan yang dilakukan oleh Direksi sebagai pelaksanaan kegiatan usaha Perseroan sesuai dengan anggaran dasrnya.
(4) Perbuatan hukum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tanpa persetujuan RUPS, tetap mengikat Perseroan sepanjang pihak lain dalam perbuatan hukum tersebut beritikad baik.
(5) Ketentuan kuorum kehadiran dan/atau ketentuan tentang pengambilan keputusan RUPS sebagaimana dimaksud dalam Pasal 89 mutatis mutandis berlaku bagi Keputusan RUPS untuk menyetujui tindakan Direksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1).

Pasal 103

Direksi dapat memberi kuasa tertulis kepada 1 (satu) orang karyawan Perseroan atau lebih atau kepada orang lain untuk dan atas nama Perseroan melakukan perbuatan hukum tertentu sebagaimana yang diuraikan dalam surat kuasa.

Pasal 104

(1) Direksi tidak berwenang mengajukan permohonan pailit atas Perseroan sendiri kepada Pengadilan Niaga sebelum memperoleh persetujuan RUPS, dengan tidak mengurangi ketentuan sebagaimana diatur dalam Undang-Undang tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang.
(2) Dalam hal kepailitan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terjadi karena kesalahan atau kelalaian Direksi dan harta pailit tidak cukup untuk membayar seluruh kewajiban Perseroan dalam kepailitan tersebut, setiap anggota Direksi secara tanggung renteng bertanggung jawab atas seluruh keawajiban yang tidak terlunasi dari harta pailit tersebut.
(3) Tanggung jawab sebagaimana dimaksud pada ayat (2) berlaku juga bagi anggota Direksi yang salah atau lalai yang pernah menjabat sebagai anggota Direksi dalam jangka waktu 5 (lima) tahun sebelum putusan pernyataan pailit diucapkan.
(4) Anggota Direksi tidak bertanggung jawab atas kepailitan Perseroan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) apabila dapat membuktikan :

  1. Kepailitan tersebut bukan karena kesalahan atau kelalaiannya;
  2. telah melakukan pengurusan dengan itikad baik, kehati-hatian dan penuh tanggung jawab untuk kepentingan Perseroan dan sesuai dengan maksud dan tujuan Perseroan;
  3. tidak mempunyai benturan kepentingan baik langsung maupun tidak langsung atas tindakan pengurusan yang dilakukan; dan
  4. telah mengambil tindakan untuk mencegah terjadinya kepailitan.
(5) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), ayat (3), dan ayat (4) berlaku juga bagi Direksi dari Perseroan yang dinyatakan pailit berdasarkan gugatan pihak ketiga.

Pasal 105

(1) Anggota Direksi dapat diberhentikan sewaktu-waktu berdasarkan keputusan RUPS dengan menyebutkan alasannya.
(2) Keputusan untuk memberhentikan anggota Direksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diambil setelah yang bersangkutan diberi kesempatan untuk membela diri dalam RUPS.
(3) Dalam hal keputusan untuk memberhentikan anggota Direksi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan dengan keputusan diluar RUPS sesuai dengan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 91, anggota Direksi yang bersangkutan diberitahu terlebih dahulu tentang rencana pemberhentian dan diberi kesempatan untuk membela diri sebelum diambil keputusan pemberhentian.
(4) Pemberian kesempatan untuk membela diri sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak diperlukan dalam hal yang bersangkutan tidak berkeberatan atas pemberhentian tersebut.
(5) Pemberhentian anggota Direksi berlaku sejak :

  1. ditutupnya RUPS sebagaimana dimaksud pada ayat (1);
  2. tanggal keputusan sebagaimana dimaksud pada ayat (3);
  3. tanggal lain yang ditetapkan dalam keputusan RUPS sebagaimana dimaksud pada ayat (1); atau
  4. tanggal lain yang ditetapkan dalam keputusan sebagaimana dimaksud pada ayat (3).

Pasal 106

(1) Anggota Direksi dapat diberhentikan untuk sementara oleh Dewan Komisaris dengan menyebutkan alasannya.
(2) Pemberhentian sementara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberitahukan secara tertulis kepada anggota Direksi yang bersangkutan.
(3) Anggota Direksi yang diberhentikan sementara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak berwenang melakukan tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 92 ayat (1) dan Pasal 98 ayat (1).
(4) Dalam jangka waktu paling lambat 30 (tiga puluh) hari setelah tangal pemberhentian sementara harus diselenggarakan RUPS.
(5) Dalam RUPS sebagaimana dimaksud pada ayat (4) anggota Direksi yang bersangkutan diberi kesempatan untuk membela diri.
(6) RUPS mencabut atau menguatkan keputusan pemberhentian sementara tersebut.
(7) Dalam hal RUPS menguatkan keputusan pemberhentian sementara, anggota direksi yang bersangkutan diberhentikan untuk seterusnya.
(8) Dalam hal jangka waktu 30 (tiga puluh) hari telah lewat RUPS sebagaimana dimaksud pada ayat (4) tidak diselenggarakan, atau RUPS tidak dapat mengambil keputusan, pemberhentian sementaratersebut menjadi batal.
(9) Bagi Perseroan Terbuka penyelenggaraan RUPS sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dan ayat (8) berlaku ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang pasar modal.

Pasal 107

Dalam anggaran dasar diatur ketentuan mengenai :

  1. tata cara pengunduran diri anggota Direksi;
  2. tata cara pengisian jabatan anggota Direksi yang lowong; dan
  3. pihak yang berwenang menjalankan pengurusan dan mewakili Perseroan dalam hal seluruh anggota Direksi berhalangan atau diberhentikan untuk sementara.

Bagian Kedua
Dewan Komisaris

Pasal 108

(1) Dewan Komisaris melakukan pengawasan atas kebijakan pengurusan, jalannya pengurusan pada umumnya, baik mengenai Perseroan maupun usaha Perseroan, dan memberi nasihat kepada Direksi.
(2) Pengawasan dan pemberian nasihat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan untuk kepentingan Perseroan dan sesuai dengan maksud dan tujuan Perseroan.
(3) Dewan Komisaris terdiri atas 1 (satu) orang anggota atau lebih.
(4) Dewan Komisaris yang terdiri atas lebih dari 1 (satu) orang anggota merupakan majelis dan setiap anggota Dewan Komisaris tidak dapat bertindak sendiri-sendiri, melainkan berdasarkan keputusan Dewan Komisaris.
(5) Perseroan yang kegiatan usahanya berkaitan dengan menghimpun dan/atau mengelola dana masyarakat, Perseroan yang menerbitkan surat pengakuan utang kepada masyarakat atau Perseroan Terbuka wajib mempunyai paling sedikit 2 (dua) orang anggota Dewan Komisaris.

Pasal 109

(1) Perseroan yang menjalankan kegiatan usaha berdasarkan prinsip syariah selain mempunyai Dewan Komisaris wajib mempunyai Dewan Pengawasan Syariah.
(2) Dewan Pengawasan Syariah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas seorang ahli syariah atau lebih yang diangkat oleh RUPS atas rekomendasi Majelis Ulama Indonesia.
(3) Dewan Pengawas Syariah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bertugas memberikan nasihat dan saran kepada Direksi serta mengawasi kegiatan Perseroan agar sesuai dengan prinsip syariah.

Pasal 110

(1) Yang dapat diangkat menjadi anggota Dewan Komisaris adalah orang perseorangan yang cakap melakukan perbuatan hukum, kecuali dalam waktu 5 (lima) tahun sebelum pengangkatannya pernah :

  1. dinyatakan pailit;
  2. menjadi anggota Direksi atau anggota Dewan Komisaris yang dinyatakan bersalah menyebabkan suatu Perseroan dinyatakan pailit; atau
  3. dihukum karena melakukan tindak pidana yang merugikan keuangan negara dan/atau yang berkaitan dengan sektor keuangan.
(2) Ketentuan persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak mengurangi kemungkinan instansi teknis yang berwenang menetapkan persyaratan tambahan berdasarkan peraturan Perundang-undangan.
(3) Pemenuhan persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) dibuktikan dengan surat yang disimpan oleh Perseroan.

Pasal 111

(1) Anggota Dewan Komisaris diangkat oleh RUPS.
(2) Untuk pertama kali pengangkatan anggota Deawan Komisaris dilakukan oleh pendiri dalam akta pendirian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (2) huruf b.
(3) Anggota Dewan Komisaris diangkat untuk jangka waktu tertentu dan dapat diangkat kembali.
(4) Anggaran dasar mengatur tata cara pengangkatan, penggantian, dan pemberhentian anggota Dewan Komisaris serta dapat juga mengatur tentang pencalonan anggota Dewan Komisaris.
(5) Keputusan RUPS mengenai pengangkatan, penggantian, dan pemberhentian anggota Dewan Komisaris juga menetapkan saat mulai berlakunya pengangkatan, penggantian, dan pemberhentian tersebut.
(6) Dalam hal RUPS tidak menentukan saat mulai berlakunya pengangkatan, penggantian, dan pemberhentian anggota Dewan Komisaris, pengangkatan, penggantian, dan pemberhentian mulai berlakunya sejak ditutupnya RUPS.
(7) Dalam hal terjadi pengangkatan, penggantian, dan pemberhentian anggota Dewan Komisaris, Direksi wajib memberitahukan perubahan tersebut kepada Menteri untuk dicatat dalam daftar Perseroan dalam jangka waktu paling lambat 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak tanggal keputusan RUPS tersebut.
(8) Dalam hal pemberitahuan sebagaimana dimaksud pada ayat (7) belum dilakukan, Menteri menolak setiap pemberitahuan tentang perubahan susunan Dewan Komisaris selanjutnya yang disampaikan kepada Menteri oleh Direksi.

Pasal 112

(1) Pengangkatan anggota Dewan Komisaris yang tidak memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 110 ayat (1) dan ayat (2) batal karena hukum sejak saat anggota Dewan Komisaris lainnya atau Direksi mengetahui tidak terpenuhinya persyaratan tersebut.
(2) Dalam jangka waktu paling lambat 7 (tujuh) hari terhitung sejak diketahui, Direksi harus mengumumkan batalnya pengangkatan anggota Dewan Komisaris yang bersangkutan dalam Surat Kabar dan memberitahukannya kepada Menteri untuk dicatat dalam daftar Perseroan.
(3) Perbuatan hukum yang telah dilakukan oleh anggota Dewan Komisaris sebagaimana dimaksud pada ayat (1) untuk dan atas nama Dewan Komisaris sebelum pengangkatannya batal, tetap mengikat dan menjadi tanggung jawab Perseroan.
(4) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak mengurangi tanggung jawab anggota Dewan komisaris yang bersangkutan terhadap kerugian Perseroan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 114 dan Pasal 115.

Pasal 113

Ketentuan tentang besarnya gaji atau honorarium dan tunjangan bagi anggota Dewan Komisaris ditetapkan oleh RUPS.

Pasal 114

(1) Dewan Komisaris bertanggung jawab atas pengawasan Perseroan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 108 ayat (1).
(2) Setiap anggota Dewan Komisaris Wajib dengan itikad baik, kehatian-hatian, dan bertanggung jawab dalam menjalankan tugas pengawasan dan pemberian nasihat kepada Direksi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 108 ayat (1) untuk kepentingan Perseroan dan sesuai dengan maksud dan tujuan Perseroan.
(3) Setiap anggota Dewan Komisaris ikut bertanggung jawab secara pribadi atas kerugian Perseroan apabila yang bersangkutan bersalah atau lalai menjalankan tugasnya sebagaimana dimaksud pada ayat (2).
(4) Dalam hal Dewan Komisaris terdiri atas 2 (dua) anggota Dewan Komisaris atau lebih, tanggung jawab sebagaimana dimaksud pada ayat (3) berlaku secara tanggung renteng bagi setiap anggota Dewan Komisaris.
(5) Anggota Dewan Komisaris tidak dapat dipertanggungjawabkan atas kerugian sebagaimana dimaksud pada ayat (3) apabila dapat membuktikan :

  1. telah melakukan pengawasan dengan itikad baik dan kehati-hatian untuk kepentingan Perseroan dan sesuai dengan maksud dan tujuan Perseroan;
  2. tidak mempunyai kepentingan pribadi baik langsung maupun tidak langsung atas tindakan pengurusan Direksi yang mengakibatkan kerugian;dan
  3. telah memberikan nasihat kepada Direksi untuk mencegah timbul atau berlanjutnya kerugian tersebut.
(6) Atas nama Perseroan, pemegang saham yang mewakili paling sedikit 1/10 (satu persepuluh) bagian dari jumlah seluruh saham dengan hak suara dapat menggugat anggota Dewan Komisaris yang karena kesalahan atau kelalaiannya menimbulkan kerugian pada Perseroan ke pengadilan negeri.

Pasal 115

(1) Dalam hal terjadi kepailitan karena kesalahan atau kelalaian Dewan Komisaris dalam melakukan pengawasan terhadap pengurusan yang dilaksanakan oleh Direksi dan kekayaan Perseroan tidak cukup untuk membayar seluruh kewajiban Perseroan akibat kepailitan tersebut, setiap anggota Dewan Komisaris secara tanggung renteng ikut bertanggung jawab dengan anggota Direksi atas kewajiban yang belum dilunasi.
(2) Tanggung jawab sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berlaku juga bagi anggota Dewan Komisaris yang sudah tidak menjabat 5 (lima) tahun sebelum putusan pernyataan pailit diucapkan.
(3) Anggota Dewan Komisaris tidak dapat dimintai pertanggungjawaban atas kepailitan Perseroansebagaimana dimaksud pada ayat (1) apabila dapat membuktikan :

  1. kepailitan tersebut bukan karena kesalahan atau kelalaiannya;
  2. telah melakukan tugas pengawasan dengan itikad baik dan kehati-hatian untuk kepentinganPerseroan dan sesuai dengan maksud dan tujuan Perseroan;
  3. tidak mempunyai kepentingan pribadi, baik langsung maupun tidak langsung atas tindakanpengurusan oleh Direksi yang mengakibatkan kepailitan; dan
  4. telah memberikan nasihat kepada Direksi untuk mencegah terjadinya kepailitan.

Pasal 116

Dewan Komisaris wajib :

  1. membuat risalah rapat Dewan Komisaris dan menyimpan salinannya;
  2. melaporkan kepada Perseroan mengenai kepemilikan sahamnya dan/atau keluarganya pada Perseroaan tersebut dan Perseroan lain; dan
  3. memberikan laporan tentang tugas pengawasan yang telah dilakukan selama tahun buku yang baru lampau kepada RUPS.

Pasal 117

(1) Dalam anggaran dasar dapat ditetapkan pemberian wewenang kepada Dewan Komisaris untuk memberikan persetujuan atau bantuan kepada Direksi dalam melakukan perbuatan hukum tertentu.
(2) Dalam hal anggaran dasar menetapkan persyaratan pemberian persetujuan atau bantuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), tanpa persetujuan atau bantuan Dewan Komisaris, perbuatan hukum tetap mengikat Perseroan sepanjang pihak lainnya dalam perbuatan hukum tersebut beritikad baik.

Pasal 118

(1) Berdasarkan anggaran dasar atau keputusan RUPS, Dewan Komisaris dapat melakukan tindakan pengurusan Perseroan dalam keadaan tertentu untuk jangka waktu tertentu.
(2) Dewan Komisaris yang dalam keadaan tertentu untuk jangka waktu tertentu melakukan tindakan pengurusan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berlaku semua ketentuan mengenai hak, wewenang, dan kewajiban Direksi terhadap Perseroan dan pihak ketiga.

Pasal 119

Ketentuan mengenai pemberhentian anggota Direksi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 105 mutatis mutandis berlaku bagi pemberhentian anggota Dewan Komisaris.

Pasal 120

(1) Anggaran dasar Perseroan dapat mengatur adanya 1 (satu) orang atau lebih Komisaris Independen dan 1 (satu) orang Komisaris Utusan.
(2) Komisaris independen sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diangkat berdasarkan keputusan RUPS dari pihak yang tidak terafiliasi dengan pemegang saham utama, anggota Direksi dan/atau anggota Dewan Komisaris lainnya.
(3) Komisaris utusan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan anggota Dewan komisaris yang ditunjuk berdasarkan keputusan rapat Dewan Komisaris.
(4) Tugas dan wewenang Komisaris utusan ditetapkan dalam anggaran dasar Perseroan dengan ketentuantidak bertentangan dengan tugas dan wewenang Dewan Komisaris dan tidak mengurangi tugas pengurusan yang dilakukan Direksi.

Pasal 121

(1) Dalam menjalankan tugas pengawasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 108, Dewan Komisaris dapat membentuk komite, yang anggotanya seorang atau lebih adalah anggota Dewan Komisaris.
(2) Komite sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bertanggungjawab kepada Dewan Komisaris.

BAB VIII
PENGGABUNGAN, PELEBURAN, PENGAMBILALIHAN DAN
PEMISAHAN

Pasal 122

(1) Penggabungan dan Peleburan mengakibatkan Perseroan yang menggabungkan atau meleburkan diri berakhir karena hukum.
(2) Berakhirnya Perseroan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terjadi tanpa dilakukan likuidasi terlebih dahulu.
(3) Dalam hal berakhirnya Perseroaan sebagaimana dimaksud pada ayat (2),

  1. aktiva dan pasiva Perseroan yang menggabungkan atau meleburkan diri beralih karena hukum kepada Perseroan yang menerima Penggabungan atau Perseroan hasil Peleburan;
  2. pemegang saham Perseroan yang menggabungkan atau meleburkan diri karena hukum menjadi pemegang saham Perseroan yang menerima Penggabungan atau Perseroan hasil Peleburan; dan
  3. perseroan yang menggabungkan atau meleburkan diri berakhir karena hukum terhitung sejak tanggal Penggabungan atau Peleburan mulai berlaku.

Pasal 123

(1) Direksi Perseroan yang akan menggabungkan diri dan menerima Penggabungan menyusun rancangan Penggabungan.
(2) Rancangan Penggabungan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memuat sekurang-kurangnya :

  1. nama dan tempat kedudukan dari setiap Perseroan yang akan melakukan Penggabungan;
  2. alasan serta penjelasan Direksi Perseroan yang akan melakukan Penggabungan dan persyaratan Penggabungan;
  3. tata cara penilaian dan konversi saham Perseroan yang menggabungkan diri terhadap saham Perseroan yang menerima Penggabungan;
  4. rancangan perubahan anggaran dasar Perseroan yang menerima Penggabungan apabila ada;
  5. laporan keuangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 66 ayat (2) huruf a yang meliputi 3 (tiga) tahun buku terakhir dari setiap Perseroan yang akan melakukan Penggabungan;
  6. rencana kelanjutan atau pengakhiran kegiatan usaha dari Perseroan yang akan melakukan Penggabungan;
  7. neraca proforma Perseroan yang menerima Penggabungan sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum di Indonesia;
  8. cara penyelesaian status, hak dan kewajiban anggota Direksi, Dewan Komisaris, dan karyawan Perseroan yang akan melakukan Penggabungan diri;
  9. cara penyelesaian hak dan kewajiban Perseroan yang akan menggabungkan diri terhadap pihak ketiga.
  10. cara penyelesaian hak pemegang saham yang tidak setuju terhadap Penggabungan Perseroan;
  11. nama anggota Direksi dan Dewan Komisaris serta gaji, honorarium dan tunjangan bagi anggota Direksi dan Dewan Komisaris Perseroan yang menerima Penggabungan;
  12. perkiraan jangka waktu pelaksanaan Penggabungan;
  13. laporan mengenai keadaan, perkembangan, dan hasil yang dicapai dari setiap Perseroan yang akan melakukan Penggabungan;
  14. kegiatan utama setiap Perseroan yang melakukan Penggabungan dan perubahan yang terjadi selama tahun buku yang sedang berjalan; dan
  15. rincian masalah yang timbul selama tahun buku yang sedang berjalan yang mempengaruhi kegiatan Perseroan yang akan melakukan Penggabungan.
(3) Rancangan Penggabungan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) setelah mendapat persetujuan Dewan Komisaris dari setiap Perseroan diajukan kepada RUPS masing-masing untuk mendapat persetujuan.
(4) Bagi Perseroan tertentu yang akan melakukan Penggabungan selain berlaku ketentuan dalam Undang-Undang ini, perlu mendapat persetujuan terlebih dahulu dari instansi terkait sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(5) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sampai dengan ayat (4) berlaku juga bagi Perseroan Terbuka sepanjang tidak diatur lain dalam peraturan perundang-undangan di bidang pasar modal.

Pasal 124

Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam pasal 123 mutalis mutandis berlaku bagi Perseroan yang akan meleburkan diri.

Pasal 125

(1) Pengambilalihan dilakukan dengan cara pengambilalihan saham yang telah dikeluarkan dan/atau akan dikeluarkan oleh Perseroan melalui Direksi Perseroan atau langsung dari pemegang saham.
(2) Pengambilalihan dapat dilakukan oleh badan hukum atau orang perseorangan.
(3) Pengambilalihan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah pengambilalihan saham yang mengakibatkan beralihnya pengendalian terhadap Perseroan tersebut.
(4) Dalam hal Pengambilalihan yang dilakukan oleh badan hukum berbentuk Perseroan, Direksi sebelum melakukan perbuatan hukum pengambilalihan harus berdasarkan keputusan RUPS yang memenuhi kuorum kehadiran dan ketentuan tentang persyaratan pengambilan keputusan RUPS sebagaimana dimaksud dalam pasal 89.
(5) Dalam hal pengambilalihan dilakukan melalui Direksi, pihak yang akan mengambil alih menyampaikan maksudnya untuk melakukan Pengambilalihan kepada Direksi Perseroan yang akan diambil alih.
(6) Direksi Perseroan yang akan diambil alih dan Perseroan yang akan mengambil alih denganpersetujuan Dewan Komisaris masing-masing menyusun rancangan Pengambilalihan yang memuatsekurang-kurangnya :

  1. nama dan tempat kedudukan dari Perseroan yang akan mengambil alih dan Perseroan yangakan diambil alih;
  2. alasan serta penjelasan Direksi Perseroan yang akan mengambil alih dan Direksi Perseroanyang akan diambil alih;
  3. laporan keuangan sebagaimana dimaksud dalam pasal 66 ayat (2) huruf a untuk tahun bukuterakhir dari Perseroan yang akan mengambil alih dan Perseroan yang akan diambil alih;
  4. tata cara penilaian dan konversi saham dari Perseroan yang akan diambil alih terhadap sahampenukarnya apabila pembayaran pengambilalihan dilakukan dengan saham;
  5. jumlah saham yang akan diambil alih;
  6. kesiapan pendanaan;
  7. neraca konsolidasi proforma Perseroan yang akan mengambil alih setelah Pengambilalihanyang disusun sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum di Indonesia;
  8. cara penyelesaian hak pemegang saham yang tidak setuju terhadap Pengambilalihan;
  9. cara penyelesaian status, hak dan kewajiban anggota Direksi, Dewan Komisaris, dankaryawan dari Perseroan yang akan diambil alih;
  10. perkiraan jangka waktu pelaksanaan Pengambilalihan, termasuk jangka waktu pemberiankuasa pengalihan saham dari pemegang saham kepada Direksi Perseroan;
  11. rancangan perubahan anggaran dasar Perseroan hasil Pengambilalihan apabila ada.
(7) Dalam hal pengambilalihan saham dilakukan langsung dari pemegang saham, ketentuan sebagaimanadimaksud pada ayat (5) dan ayat (6) tidak berlaku.
(8) Pengambilalihan saham sebagaimana dimaksud pada ayat (7) wajib memperhatikan ketentuananggaran dasar Perseroan yang diambil alih tentang pemindahan hak atas saham dan perjanjian yangtelah dibuat oleh Perseroan dengan pihak lain.

Pasal 126

(1) Perbuatan hukum Penggabungan, Peleburan, Pengambilalihan, atau Pemisahan wajib memperhatikankepentingan :

  1. Perseroan, pemegang saham minoritas, karyawan Perseroan;
  2. kreditor dan mitra usaha lainnya dari Perseroan; dan
  3. masyarakat dan persaingan sehat dalam melakukan usaha.
(2) Pemegang saham yang tidak setuju terhadap keputusan RUPS mengenai Penggabungan, Peleburan,Pengambilalihan, atau Pemisahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hanya boleh menggunakanhaknya sebagaimana dimaksud dalam pasal 62.
(3) Pelaksanaan hak sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak menghentikan proses pelaksanaanPenggabungan, Peleburan, Pengambilalihan, atau Pemisahan.

Pasal 127

(1) Keputusan RUPS mengenai Penggabungan, Peleburan, Pengambilalihan, atau Pemisahan sah apabila diambil sesuai dengan ketentuan Pasal 87 ayat (1) dan Pasal 89.
(2) Direksi Perseroan yang akan melakukan Penggabungan, Peleburan, Pengambilalihan, atau Pemisahan wajib mengumumkan ringkasan rancangan paling sedikit dalam 1 (satu) Surat Kabar dan mengumumkan secara tertulis kepada karyawan dari Perseroan yang akan melakukan Penggabungan, Peleburan,Pengambilalihan, atau Pemisahan dalam jangka waktu paling lambat 30 (tiga puluh) hari sebelum pemanggilan RUPS.
(3) Pengumuman sebagaimana dimaksud pada ayat (2) memuat juga pemberitahuan bahwa pihak yang berkepentingan dapat memperoleh rancangan Penggabungan, Peleburan, pengambilalihan, atau Pemisahan di kantor Perseroan terhitung sejak tanggal pengumuman sampai tanggal RUPS diselenggarakan.
(4) Kreditor dapat mengajukan keberatan kepada Perseroan dalam jangka waktu paling lambat 14 (empat belas) hari setelah pengumuman sebagaimana dimaksud pada ayat (2) mengenai Penggabungan, Peleburan, Pengambilalihan, atau Pemisahan sesuai dengan rancangan tersebut.
(5) Apabila dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (4) kreditor tidak mengajukan keberatan, kreditor dianggap menyetujui Penggabungan, Peleburan, Pengambilalihan, atau Pemisahan.
(6) Dalam hal keberatan kreditor sebagaimana dimaksud pada ayat (4) sampai dengan tanggal diselenggarakan RUPS tidak dapat diselesaikan oleh Direksi, keberatan tersebut harus disampaikan dalam RUPS guna mendapat penyelesaian.
(7) Selama penyelesaian sebagaimana dimaksud pada ayat (6) belum tercapai, Penggabungan, Peleburan, Pengambilalihan, atau Pemisahan tidak dapat dilaksanakan.
(8) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), ayat (4), ayat (5), ayat (6), dan ayat (7) mutatis mutandis berlaku bagi pengumuman dalam rangka Pengambilalihan saham yang dilakukan langsung dari pemegang saham dalam Perseroan sebagaimana dimaksud dalamPasal 125.

Pasal 128

(1) Rancangan Penggabungan, Peleburan, Pengambilalihan, atau Pemisahan yang telah disetujui RUPS dituangkan ke dalam akta Penggabungan, Peleburan, Pengambilalihan, atau Pemisahan yang dibuat dihadapan notaris dalam bahasa Indonesia.
(2) Akta pengambilalihan saham yang dilakukan langsung dari pemegang saham wajib dinyatakan dengan akta notaris dalam bahasa Indonesia.
(3) Akta peleburan sebagaimana dmaksud pada ayat (1) menjadi dasar pembuatan akta pendirian Perseroan hasil Peleburan.

Pasal 129

(1) Salinan akta Penggabungan Perseroan dilampirkan pada :

  1. Pengajuan permohonan untuk mendapatkan persetujuan Menteri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 ayat (1); atau
  2. penyampaian pemberitahuan kepada Menteri tentang perubahan anggaran dasar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 ayat (3).
(2) Dalam hal Penggabungan Perseroan tidak disertai perubahan anggaran dasar, salinan akta Penggabungan harus disampaikan kepada Menteri untuk dicatat dalam daftar Perseroan.

Pasal 130

Salinan akta Peleburan dilampirkan pada pengajuan permohonan untuk mendapatkan Keputusan Menteri mengenai pengesahan badan hukum Perseroan hasil Peleburan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (4).

Pasal 131

(1) Salinan akta Pengambilalihan Perseroan wajib dilampirkan pada penyampaian pemberitahuan kepada Menteri tentang perubahan anggaran dasar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 ayat (3)
(2) Dalam hal Pengambilalihan saham dilakukan secara langsung dari pemegang saham, salinan akta pemindahan hak atas saham wajib dilampirkan pada penyampaian pemberitahuan kepada Menteri tentang perubahan susunan pemegang saham.

Pasal 132

Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29 dan Pasal 30 berlaku juga bagi Penggabungan, Peleburan, Pengambilalihan, atau Pemisahan.

Pasal 133

(1) Direksi Perseroan yang menerima Penggabungan atau Direksi Perseroan hasil Peleburan wajib mengumumkan hasil Penggabungan atau Peleburan dalam 1 (satu) Surat Kabar atau lebih dalam jangka waktu paling lambat 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak tanggal berlakunya Penggabungan atau Peleburan.
(2) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berlaku juga terhadap Direksi dari Perseroan yang sahamnya diambil alih.

Pasal 134

Ketentuan lebih lanjut mengenai Penggabungan, Peleburan, atau Pengambilalihan Perseroan diatur dengan Peraturan Pemerintah.

Pasal 135

(1) Pemisahan dapat dilakukan dengan cara :

  1. Pemisahan murni;
  2. Pemisahan tidak murni.
(2) Pemisahan murni sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a mengakibatkan seluruh aktiva dan pasiva Perseroan beralih karena hukum kepada 2 (dua) Perseroan lain atau lebih yang menerima peralihan dan Perseroan yang melakukan pemisahan usaha tersebut berakhir karena hukum.
(3) Pemisahan tidak murni sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b mengakibatkan sebagian aktiva dan pasiva Perseroan beralih ke arena hukum kepada 1 (satu) Perseroan lain atau lebih yang menerima peralihan, dan Perseroan yang melakukan Pemisahan tersebut tetap ada.

Pasal 136

Ketentuan lebih lanjut mengenai Pemisahan diatur dengan Peraturan Pemerintah.

Pasal 137

Dalam hal peraturan perundang-undangan di bidang pasar modal tidak mengatur lain, ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Bab VIII berlaku juga bagi Perseroan Terbuka.

BAB IX
PEMERIKSAAN TERHADAP PERSEROAN

Pasal 138

(1) Pemeriksaan terhadap Perseroan dapat dilakukan dengan tujuan untuk mendapatkan data atau keterangan dalam hal terdapat dugaan bahwa :

  1. Perseroan melakukan perbuatan melawan hukum yang merugikan pemegang saham atau pihak ketiga; atau
  2. anggota Direksi atau Dewan Komisaris melakukan perbuatan melawan hukum yang merugikan Perseroan atau pemegang saham atau pihak ketiga.
(2) Pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan mengajukan permohonan secara tertulis beserta alasannya ke pengadilan negeri yang daerah hukumnya meliputi tempat kedudukan Perseroan.
(3) Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat diajukan oleh :

  1. 1 (satu) pemegang saham atau lebih yang mewakili paling sedikit 1/10 (satu persepuluh) bagian dari jumlah seluruh saham dengan hak suara;
  2. pihak lain yang berdasarkan peraturan perundang-undangan, anggaran dasar Perseroan atau perjanjian dengan Perseroan diberi wewenang untuk mengajukan permohonan pemeriksaan; atau
  3. kejaksaan untuk kepentingan umum.
(4) Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf a diajukan setelah pemohon terlebih dahulu meminta data atau keterangan kepada Perseroan dalam RUPS dan Perseroan tidak memberikan data atau keterangan tersebut.
(5) Permohonan untuk mendapatkan data atau keterangan tentang Perseroan atau permohonan pemeriksaan untuk mendapatkan data atau keterangan tersebut harus didasarkan atas alasan yang wajar dan itikad baik.
(6) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), ayat (3) huruf a, dan ayat (4) tidak menutup kemungkinan peraturan perundang-undangan di bidang pasar modal menentukan lain.

Pasal 139

(1) Ketua pengadilan negeri dapat menolak atau mengabulkan permohonan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 138
(2) Ketua pengadilan negeri sebagaimana dimaksud pada ayat (1) menolak permohonan apabila permohonan tersebut tidak didasarkan atas alasan yang wajar dan/atau tidak dilakukan dengan itikad baik.
(3) Dalam hal permohonan dikabulkan, ketua pengadilan negeri mengeluarkan penetapan pemeriksaan dan mengangkat paling banyak 3 (tiga) orang ahli untuk melakukan pemeriksaan dengan tujuan untuk mendapatkan data atau keterangan yang diperlukan.
(4) Setiap anggota Direksi, anggota Dewan Komisaris, Karyawan Perseroan, konsultan, dan akuntan publik yang telah ditunjuk oleh Perseroan tidak dapat diangkat sebagai ahli sebagaimana dimaksudpada ayat (3)
(5) Ahli sebagaimana dimaksud pada ayat (3) berhak memeriksa semua dokumen dan kekayaan Perseroan yang dianggap perlu oleh ahli tersebut untuk diketahui.
(6) Setiap anggota Direksi, anggota Dewan Komisaris, dan semua karyawan Perseroan wajib memberikan segala keterangan yang diperlukan untuk pelaksanaan pemeriksaan.
(7) Ahli sebagaimana dimaksud pada ayat (3) wajib merahasiakan hasil pemeriksaan yang telah dilakukan.

Pasal 140

(1) Laporan hasil pemeriksaan disampaikan oleh ahli sebagaimana dimaksud dalam Pasal 139 kepada ketua pengadilan negeri dalam jangka waktu sebagaimana ditentukan dalam penetapan pengadilan untuk pemeriksaan paling lambat 90 (sembilan puluh) hari terhitung sejak tanggal pengangkatan ahli tersebut.
(2) Ketua pengadilan negeri memberikan salinan laporan hasil pemeriksaan kepada pemohon dan Perseroan yang bersangkutan dalam jangka waktu paling lambat 14 (empat belas) hari terhitung sejak tanggal laporan hasil pemeriksaan diterima.

Pasal 141

(1) Dalam hal permohonan untuk melakukan pemeriksaan dikabulkan, ketua pengadilan negeri menentukan jumlah maksimum biaya pemeriksaan.
(2) Biaya pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibayar oleh Perseroan.
(3) Ketua pengadilan negeri atas permohonan Perseroan dapat membebankan penggantian seluruh atausebagian biaya pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) kepada pemohon, anggota Direksi,dan/atau anggota Dewan Komisaris.

BAB X
PEMBUBARAN, LIKUIDASI, DAN
BERAKHIRNYA STATUS BADAN HUKUM PERSEROAN

Pasal 142

(1) Pembubaran Perseroan terjadi :

  1. berdasarkan keputusan RUPS;
  2. karena jangka waktu berdirinya yang ditetapkan dalam anggaran dasar telah berakhir;
  3. berdasarkan penetapan pengadilan;
  4. dengan dicabutnya kepailitan berdasarkan putusan pengadilan niaga yang telah mempunyaikekuatan huku tetap, harta pailit Perseroan tidak cukup untuk membayar biaya kepailitan;
  5. karena harta pailit Perseroan yang telah dinyatakan pailit berada dalam keadaan insolvensisebagaimana diatur dalam Undang-Undang tentang Kepailitan dan Penundaan KewajibanPembayaran Utang; atau
  6. karena dicabutnya izin usaha Perseroan sehingga mewajibkan Perseroan melakukan likuidasisesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(2) Dalam hal terjadi pembubaran Perseroan sebagaimana dimaksud pada ayat (1),

  1. wajib diikuti dengan likuidasi yang dilakukan oleh likuidator atau kurator; dan
  2. Perseroan tidak dapat melakukan perbuatan hukum, kecuali diperlukan untuk membereskan semua urusan Perseroan dalam rangka likuidasi.
(3) Dalam hal pembubaran terjadi berdasarkan keputusan RUPS, jangka waktu berdirinya yang ditetapkandalam anggaran dasar telah berakhir atau dengan dicabutnya kepailitan berdasarkan keputusanpengadilan niaga dan RUPS tidak menunjuk likuidator, Direksi bertindak selaku likuidator.
(4) Dalam hal pembubaran Perseroan terjadi dengan dicabutnya kepailitan sebagaimana dimaksud padaayat (1) huruf d, pengadilan niaga sekaligus memutuskan pemberhentian kurator denganmemperhatikan ketentuan dalam Undang-Undang tentang kepailitan dan Penundaan KewajibanPembayaran Utang.
(5) Dalam hal ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b dilanggar, anggota Direksi,anggota Dewan Komisaris, dan Perseroan bertanggung jawab secara tanggung renteng.
(6) Ketentuan mengenai pengangkatan, pemberhentian sementara, pemberhentian, wewenang, kewajiban,tanggung jawab, dan pengawasan terhadap Direksi mutatis mutandis berlaku bagi likuidator.

Pasal 143

(1) Pembubaran Perseroan tidak mengakibatkan Perseroan kehilangan status badan hukum sampai dengan selesainya likuidasi dan pertanggungjawaban likuidator diterima oleh RUPS atau pengadilan.
(2) Sejak saat pembubaran pada setiap surat keluar Perseroan dicantumkan kata “dalam likuidasi” di belakang nama Perseroan.

Pasal 144

(1) Direksi, Dewan Komisaris atau 1 (satu) pemegang saham atau lebih yang mewakili paling sedikit 1/10 (satu persepuluh) bagian dari jumlah seluruh saham dengan hak suara, dapat mengajukan usul pembubaran Perseroan kepada RUPS.
(2) Keputusan RUPS tentang pembubaran Perseroan sah apabila diambil sesuai dengan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 87 ayat (1) dan Pasal 89.
(3) Pembubaran Perseroan dimulai sejak saat yang ditetapkan dalam keputusan RUPS.

Pasal 145

(1) Pembubaran Perseroan terjadi karena hukum apabila jangka waktu berdirinya Perseroan yang ditetapkan dalam anggaran dasar berakhir.
(2) Dalam jangka waktu paling lambat 30 (tiga puluh) hari setelah jangka waktu berdirinya Perseroan berakhir RUPS menetapkan penunjukan likuidator.
(3) Direksi tidak boleh melakukan perbuatan hukum baru atas nama Perseroan setelah jangka waktu berdirinya Perseroan yang ditetapkan dalam anggaran dasar berakhir.

Pasal 146

(1) Pengadilan negeri dapat membubarkan Perseroan atas :

  1. permohonan kejaksaan berdasarkan alasan Perseroan melanggar kepentingan umum atau Perseroan melakukan perbuatan yang melanggar peraturan perundang-undangan;
  2. permohonan pihak yang berkepentingan berdasarkan alasan adanya cacat hukum dalam akta pendirian;
  3. permohonan pemegang saham, Direksi atau Dewan Komisaris berdasarkan alasan Perseroan tidak mungkin untuk dilanjutkan.
(2) Dalam penetapan pengadilan ditetapkan juga penunjukan likuidator.

Pasal 147

(1) Dalam jangka waktu paling lambat 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak tanggal pembubaran Perseroan, likuidator wajib memberitahukan :

  1. kepada semua kreditor mengenai pembubaran Perseroan dengan cara mengumumkan pembubaran Perseroan dalam Surat Kabar dan Berita Negara Republik Indonesia; dan
  2. pembubaran Perseroan kepada Menteri untuk dicatat dalam daftar Perseroan bahwa Perseroan dalam likuidasi.
(2) Pemberitahuan kepada kreditor dalam Surat Kabar dan Berita Negara Republik Indonesia sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a memuat :

  1. Pembubaran Perseroan dan dasar hukumnya;
  2. nama dan alamat likuidator;
  3. tata cara pengajuan tagihan; dan
  4. jangka waktu pengajuan tagihan.
(3) Jangka Waktu pengajuan tagihan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf d adalah 60 (enampuluh) hari terhitung sejak tanggal pengumuman sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
(4) Pemberitahuan kepada Menteri sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b wajib dilengkapi dengan bukti :

  1. dasar hukum pembubaran Perseroan; dan
  2. pemberitahuan kepada kreditor dalam Surat Kabar sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a.

Pasal 148

(1) Dalam hal pemberitahuan kepada kreditor dan Menteri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 147 belum dilakukan, pembubaran Perseroan tidak berlaku bagi pihak ketiga.
(2) Dalam hal likuidator lalai melakukan pemberitahuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), likuidator secara tanggung renteng dengan Perseroan bertanggung jawab atas kerugian yang diderita pihak ketiga.

Pasal 149

(1) Kewajiban likuidator dalam melakukan pemberesan harta kekayaan Perseroan dalam proses likuidasi meliputi pelaksanaan :

  1. pencatatan dan pengumpulan kekayaan dan utang Perseroan;
  2. pengumuman dalam Surat Kabar dan Berita Negara Republik Indonesia mengenai rencana pembagian kekayaan hasil likuidasi;
  3. pembayaran kepada para kreditor;
  4. pembayaran sisa kekayaan hasil likuidasi kepada pemegang saham; dan
  5. tindakan lain yang perlu dilakukan dalam pelaksanaan pemberesan kekayaan
(2) Dalam hal likuidator memperkirakan bahwa utang Perseroan lebih besar daripada kekayaan Perseroan, likuidator wajib mengajukan permohonan pailit Perseroan, kecuali peraturan perundang-undangan menentukan lain, dan semua kreditor yang diketahui identitas dan alamatnya, menyetujui pemberesan dilakukan diluar kepailitan.
(3) Kreditor dapat mengajukan keberatan atas rencana pembagian kekayaan hasil likuidasi dalam jangka waktu paling lambat 60 (enam puluh) hari terhitung sejak tanggal pengumuman sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b
(4) Dalam hal pengajuan keberatan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) ditolak oleh likuidator, kreditor dapat mengajukan gugatan ke pengadilan negeri dalam jangka waktu paling lambat 60 (enam puluh) hari terhitung sejak tanggal penolakan.

Pasal 150

(1) Kreditor yang mengajukan tagihan sesuai dengan jangka waktu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 147 ayat (3), dan kemudian ditolak oleh likuidator dapat mengajukan gugatan ke pengadilan negeri dalam jangka waktu paling lambat 60 (enam puluh) hari terhitung sejak tanggal penolakan.
(2) Kreditor yang belum mengajukan tagihannya dapat mengajukan melalui pengadilan negeri dalam jangka waktu 2 (dua) tahun terhitung sejak pembubaran Perseroan diumumkan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 147 ayat (1).
(3) Tagihan yang diajukan Kreditor sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat dilakukan dalam hal terdapat sisa kekayaan hasil likuidasi yang diperuntukan bagi pemegang saham
(4) Dalam hal sisa kekayaan hasil likuidasi telah dibagikan kepada pemegang saham dan terdapat tagihan kreditor sebagaimana dimaksud pada ayat (2), pengadilan negeri memerintahkan likuidator untuk menarik kembali sisa kekayaan hasil likuidasi yang telah dibagikan kepada pemegang saham.
(5) Pemegang saham wajib mengembalikan sisa kekayaan hasil likuidasi sebagaimana dimaksud pada ayat (4) secara proporsional dengan jumlah yang diterima terhadap jumlah tagihan.

Pasal 151

(1) Dalam hal likuidator tidak dapat melaksanakan kewajibannya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 149, atas permohonan pihak yang berkepentingan atau atas permohonan kejaksaan, ketua pengadilan negeri dapat mengangkat likuidator baru dan memberhentikan likuidator lama.
(2) Pemberhentian likuidator sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilakukan setelah yang bersangkutan dipanggil untuk didengar keterangannya.

Pasal 152

(1) Likuidator bertanggung jawab kepada RUPS atau pengadilan yang mengangkatnya atas likuidasi Perseroan yang dilakukan.
(2) Kurator bertanggung jawab kepada hakim pengawas atas likuidasi Peseroan yang dilakukan.
(3) Likuidator wajib memberitahukan kepada Menteri dan mengumumkan hasil akhir proses likuidasi dalam Surat Kabar setelah RUPS memberikan pelunasan dan pembebasan kepada likuidator atau setelah pengadilan menerima pertanggung jawaban likuidatory yang ditunjuknya.
(4) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) berlaku juga bagi kurator yang pertanggungjawabannya telah diterima oleh hakim pengawas.
(5) Menteri mencatat berakhirnya status badan hukum Perseroan dan menghapus nama Perseroan dari daftar Perseroan, setelah ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dan ayat (4) dipenuhi.
(6) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (5) berlaku juga bagi berakhirnya status badan hukum Perseroan karena Penggabungan, Peleburan, atau Pemisahan.
(7) Pemberitahuan dan pengumuman sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dan ayat (4) dilakukan dalam jangka waktu paling lambat 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak tanggal pertanggungjawaban likuidator atau kurator diterima oleh RUPS, pengadilan atau hakim pengawas.
(8) Menteri mengumumkan berakhirnya status badan hukum Perseroan dalam Berita Negara Republik Indonesia.

BAB XI
BIAYA

Pasal 153

Ketentuan mengenai biaya untuk :

  1. memperoleh persetujuan pemakaian nama Perseroan;
  2. memperoleh keputusan pengesahan badan hukum Perseroan;
  3. memperoleh keputusan persetujuan perubahan anggaran dasar;
  4. memperoleh informasi tentang data Perseroan dalam daftar Perseroan.
  5. Pengumuman yang diwajibkan dalam Undang-undang ini dalam Berita Negara Republik Indonesia dan Tambahan Berita Negara Republik Indonesia; dan
  6. memperoleh salinan Keputusan Menteri mengenai pengesahan badan hukum Perseroan atau persetujuan perubahan anggaran dasar Perseroan,

diatur dengan Peraturan Pemerintah.

BAB XII
KETENTUAN LAIN-LAIN

Pasal 154

(1) Bagi Perseroan Terbuka berlaku ketentuan Undang-Undang ini jika tidak diatur lain dalam peraturan perundang-undangan di bidang pasar modal.
(2) Peraturan Perundang-undangan di bidang pasar modal yang mengecualikan ketentuan Undang-Undang ini tidak boleh bertentangan dengan asas hukum Perseroan dalam Undang-Undang ini.

Pasal 155

Ketentuan mengenai tanggung jawab Direksi dan/atau Dewan Komisaris atas kesalahan dan kelalaiannya yang diatur dalam Undang-Undang ini tidak mengurangi ketentuan yang diatur dalam Undang-Undang tentang Hukum Pidana.

Pasal 156

(1) Dalam rangka pelaksanaan dan perkembangan Undang-Undang ini dibentuk tim ahli pemantauanhukum Perseroan.
(2) Keanggotaan tim sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas unsur :

  1. pemerintah;
  2. pakar/akademisi;
  3. profesi; dan
  4. dunia usaha.
(3) Tim ahli berwenang mengkaji akta pendirian dan perubahan anggaran dasar yang diperoleh atasinisiatif sendiri dari tim atau atas permintaan pihak yang berkepentingan, serta memberikan pendapat atas hasil kajian tersebut kepada Menteri.
(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai kewenangan, susunan organisasi dan tata kerja tim ahli diatur dengan Peraturan Menteri.

BAB XIII
KETENTUAN PERALIHAN

Pasal 157

(1) Anggaran dasar dari Perseroan yang telah memperoleh status badan hukum dan perubahan anggaran dasar yang telah disetujui atau dilaporkan kepada Menteri dan didaftarkan dalam daftar perusahaan sebelum undang-undang ini berlaku tetap berlaku jika tidak bertentangan dengan undang-undang ini.
(2) Anggaran dasar dari Perseroan yang belum memperoleh status badan hukum atau anggaran dasar yang perubahannya belum disetujui atau dilaporkan kepada Menteri pada saat Undang-undang ini mulai berlaku, wajib disesuaikan dengan Undang-Undang ini.
(3) Perseroan yang telah memperoleh status badan hukum berdasarkan peraturan perundang-undangan, dalam jangka waktu 1 (satu) tahun setelah berlakunya Undang-Undang ini wajib menyesuaikan anggaran dasarnya dengan ketentuan Undang-Undang ini.
(4) Perseroan yang tidak menyesuaikan anggaran dasarnya dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dapat dibubarkan berdasarkan putusan pengadilan negeri atas permohonan kejaksaan atau pihak yang berkepentingan.

Pasal 158

Pada saat Undang-Undang ini mulai berlaku, Perseroan yang tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36, dalam jangka waktu 1 (satu) tahun harus menyesuaikan dengan ketentuan Undang-Undang ini.

BAB XIV
KETENTUAN PENUTUP

Pasal 159

Peraturan pelaksanaan dari Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1995 tentang Perseroan Terbatas dinyatakan tetap berlaku sepanjang tidak betentangan atau belum diganti dengan yang baru berdasarkan Undang-Undang ini.

Pasal 160

Pada saat Undang-Undang ini mulai berlaku, Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1995 tentang Perseroan Terbatas (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1995 Nomor 13, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3587), dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.

Pasal 161

Undang-Undang ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.

Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Undang-Undang ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.

Disahkan di Jakarta
Pada tanggal 16 Agustus 2007
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

ttd.

SUSILO BAMBANG YUDHOYONO

Diundangkan di Jakarta
Pada tanggal 16 Agustus 2007
MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA
REPUBLIK INDONESIA,

ttd.

ANDI MATTALATTA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2007 NOMOR 106

PENJELASAN
ATAS

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 40 TAHUN 2007

TENTANG

PERSEROAN TERBATAS

  1. UMUM

Pembangunan perekonomian nasional yang diselenggarakan berdasarkan demokrasi ekonomi denganprinsip kebersamaan, efisiensi yang berkeadilan, berkelanjutan, berwawasan lingkungan, kemandirian,serta menjaga keseimbangan kemajuan dan kesatuan ekonomi nasional bertujuan untuk mewujudkankesejahteraan masyarakat. Peningkatan pembangunan perekonomian nasional perlu didukung olehsuatu undang-undang yang mengatur tentang perseroan terbatas yang dapat menjamin iklim duniausaha yang kondusif. Selama ini perseroan terbatas telah diatur dengan Undang-Undang Nomor 1Tahun 1995 tentang Perseroan Terbatas, yang menggantikan peraturan Perundang-undangan yangberasal dari zaman kolonial. Namun, dalam perkembangannya ketentuan dalam Undang-Undangtersebut dipandang tidak lagi memenuhi perkembangan hukum dan kebutuhan masyarakat karenakeadaan ekonomi serta kemajuan ilmu pengetahuan, teknologi, dan informasi sudah berkembangbegitu pesat khususnya pada era globalisasi. Disamping itu, meningkatnya tuntutan masyarakat akanlayanan yang cepat, kepastian hukum, serta tuntutan akan pengembangan dunia usaha yang sesuaidengan prinsip pengelolaan perusahaan yang baik (good corporate governance) menuntutpenyempurnaan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1995 tentang Perseroan Terbatas.

Dalam Undang-Undang ini telah diakomodasi berbagai ketentuan mengenai Perseroan, baik berupapenambahan ketentuan baru, perbaikan penyempurnaan, maupun mempertahankan ketentuan lamayang dinilai masih relevan. Untuk lebih memperjelas hakikat Perseroan, di dalam Undang-Undang iniditegaskan bahwa Perseroan adalah badan hukum yang merupakan persekutuan modal, didirikanberdasarkan perjanjian, melakukan kegiatan usaha dengan modal dasar yang seluruhnya terbagidalam saham, dan memenuhi persyaratan yang ditetapkan dalam Undang-Undang ini serta peraturanpelaksanaannya.

Dalam rangka memenuhi tuntutan masyarakat untuk memperoleh layanan yang cepat, Undang-Undang ini mengatur tata cara :

    1. pengajuan permohonan dan pemberian pengesahan status badan hukum;
    2. pengajuan permohonan dan pemberian persetujuan perubahan anggaran dasar;
    3. penyampaian pemberitahuan dan penerimaan pemberitahuan perubahan anggaran dasardan/atau pemberitahuan dan penerimaan pemberitahuan perubahan data lainnya.

yang dilakukan melalui jasa teknologi informasi sistem administrasi badan hukum secara elektronikdi samping tetap dimungkinkan menggunakan sistem manual dalam keadaan tertentu.
Berkenaan dengan permohonan pengesahan badan hukum Perseroan, ditegaskan bahwa permohonan tersebut merupakan wewenang pendiri bersama-sama yang dapat dilaksanakan sendiri ataudikuasakan kepada notaris.Akta pendirian Perseroan yang telah disahkan dan akta perubahan anggaran dasar yang telahdisetujui dan/atau diberitahukan kepada Menteri dicatat dalam daftar Perseroan dan diumumkandalam Tambahan Berita Negara Republik Indonesia dilakukan oleh Menteri. Dalam hal pemberianstatus badan hukum, persetujuan dan/atau penerimaan pemberitahuan perubahan anggaran dasar,dan perubahan data lainnya, Undang-Undang ini tidak dikaitkan dengan Undang-Undang tentang WajibDaftar Perusahaan.

Untuk lebih memperjelas dan mempertegas ketentuan yang menyangkut Organ Perseroan, dalamUndang-Undang ini dilakukan perubahan atas ketentuan yang menyangkut penyelenggaraan RapatUmum Pemegang Saham (RUPS) dengan memanfaatkan perkembangan teknologi. Dengan demikian,penyelenggaraan RUPS dapat dilakukan melalui media elektronik seperti telekonferensi, videokonferensi, atau sarana media elektronik lainnya.

Undang-Undang ini juga memperjelas dan mempertegas tugas dan tanggung jawab Direksi dan DewanKomisaris. Undang-Undang ini mengatur mengenai komisaris independen dan komisaris utusan.

Sesuai dengan berkembangnya kegiatan usaha berdasarkan prinsip syariah, Undang-Undang inimewajibkan Perseroan yang menjalankan kegiatan usaha berdasarkan prinsip syariah selainmempunyai Dewan Komisaris juga mempunyai Dewan Pengawas Syariah. Tugas Dewan PengawasSyariah adalah memberikan nasihat dan saran kepada Direksi serta mengawasi kegiatan Perseroanagar sesuai dengan prinsip syariah.

Dalam Undang-Undang ini ketentuan mengenai struktur modal Perseroan tetap sama, yaitu terdiri atasmodal dasar, modal ditempatkan, dan modal disetor. Namun, modal dasar perseroan diubah menjadipaling sedikit Rp 50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah), sedangkan kewajiban penyetoran atas modalyang ditempatkan harus penuh. Mengenai pembelian kembali saham yang telah dikeluarkan olehPerseroan pada prinsipnya tetap dapat dilakukan dengan syarat batas waktu Perseroan menguasai sahamyang telah dibeli kembali paling lama 3 (tiga) tahun. Khusus tentang penggunaan laba, Undang-Undangini menegaskan bahwa Perseroan dapat membagi laba dan menyisihkan cadangan wajib apabilaPerseroan mempunyai saldo laba positif.

Dalam Undang-Undang ini diatur mengenai Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan yang bertujuanmewujudkan pembangunan ekonomi berkelanjutan guna meningkatkan kualitas kehidupan danlingkungan yang bermanfaat bagi Perseroan itu sendiri, komunitas setempat, dan masyarakat padaumumnya. Ketentuan ini dimaksudkan untuk mendukung terjalinnya hubungan Perseroan yang serasi,seimbang, dan sesuai dengan lingkungan, nilai, norma, dan budaya masyarakat setempat, makaditentukan bahwa Perseroan yang kegiatan usahanya di bidang dan/atau berkaitan dengan sumberdaya alam wajib melaksanakan Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan. Untuk melaksanakankewajiban Perseroan tersebut, kegiatan Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan harus dianggarkandan diperhitungkan sebagai biaya Perseroan yang dilaksanakan dengan memperhatikan kepatutandan kewajaran. Kegiatan tersebut dimuat dalam laporan tahunan Perseroan. Dalam hal Perseroantidak melaksanakan Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan maka Perseroan yang bersangkutandikenai sanksi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Undang-Undang ini mempertegas ketentuan mengenai pembubaran, likuidasi, dan berakhirnya statusbadan hukum Perseroan dengan memperhatikan ketentuan dalam Undang-Undang tentang Kepailitandan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang.

Dalam rangka pelaksanaan dan perkembangan Undang-Undang ini dibentuk tim ahli pemantauanhukum perseroan yang tugasnya memberikan masukan kepada Menteri berkenaan dengan Perseroan.Untuk menjamin kredibilitas tim ahli, keanggotaan tim ahli tersebut terdiri atas berbagai unsur baikdari pemerintah, pakar/akademisi, profesi, dan dunia usaha.

Dengan pengaturan yang komprehensif yang melingkupi berbagai aspek Perseroan, maka Undang-Undang ini diharapkan memenuhi kebutuhan hukum masyarakat serta lebih memberikan kepastianhukum, khususnya kepada dunia usaha.

  1. PASAL DEMI PASAL

Pasal 1
Cukup jelas.

Pasal 2
Cukup jelas.

Pasal 3

Ayat (1)

Ketentuan dalam ayat ini mempertegas ciri Perseroan bahwa pemegang saham hanyabertanggung jawab sebesar setoran atas seluruh saham yang dimilikinya dan tidakmeliputi harta kekayaan pribadinya.

Ayat (2)

Dalam hal-hal tertentu tidak tertutup kemungkinan hapusnya tanggung jawab terbatastersebut apabila terbukti terjadi hal-hal yang disebutkan dalam ayat ini.Tanggung jawab pemegang saham sebesar setoran atas seluruh saham yangdimilikinya kemungkinan hapus apabila terbukti, antara lain terjadi pencampuranharta kekayaan pribadi pemegang saham dan harta kekayaan Perseroan sehinggaPerseroan didirikan semata-mata sebagai alat yang dipergunakan pemegang sahamuntuk memenuhi tujuan pribadinya sebagaimana dimaksud dalam huruf b dan huruf d.

Pasal 4

Berlakunya Undang-Undang ini, anggaran dasar Perseroan, dan ketentuan peraturanperundang-undangan lain, tidak mengurangi kewajiban setiap Perseroan untuk menaati asasitikad baik, asas kepantasan, asas kepatutan, dan prinsip tata kelola Perseroan yang baik(good corporate governance) dalam menjalankan Perseroan.
Yang dimaksud dengan “ketentuan peraturan perundang-undangan lainnya” adalah semuaperaturan perundang-undangan yang berkaitan dengan keberadaan dan jalannya Perseroan,termasuk peraturan pelaksanaannya, antara lain peraturan perbankan, peraturanperasuransian, peraturan lembaga keuangan.
Dalam hal terdapat pertentangan antara anggaran dasar dan Undang-Undang ini yang berlakuadalah Undang-Undang ini.

Pasal 5

Tempat kedudukan Perseroan sekaligus merupakan kantor pusat Perseroan.
Perseroan wajib mempunyai alamat sesuai dengan tempat kedudukannya yang harusdisebutkan, antara lain dalam surat-menyurat dan melalui alamat tersebut Perseroan dapatdihubungi.

Pasal 6

Apabila Perseroan didirikan untuk jangka waktu terbatas, lamanya jangka waktu tersebutharus disebutkan secara tegas, misalnya untuk waktu 10 (sepuluh) tahun, 20 (dua puluh)tahun, 35 (tiga puluh lima) tahun, dan seterusnya. Demikian juga apabila Perseroan didirikanuntuk jangka waktu tidak terbatas harus disebutkan secara tegas dalam anggaran dasar.

Pasal 7

Ayat (1)

Yang dimaksud dengan “orang” adalah orang perseorangan, baik warga negaraIndonesia maupun asing atau badan hukum Indonesia atau asing. Ketentuan dalamayat ini menegaskan prinsip yang berlaku berdasarkan Undang-Undang ini bahwapada dasarnya sebagai badan hukum, Perseroan didirikan berdasarkan perjanjian,karena itu mempunyai lebih dari 1 (satu) orang pemegang saham.

Ayat (2)
Cukup jelas.

Ayat (3)

Dalam hal Peleburan seluruh aktiva dan pasiva Perseroan yang meleburkan dirimasuk menjadi modal Perseroan hasil peleburan dan pendiri tidak mengambil bagiansaham sehingga pendiri dari Perseroan hasil Peleburan adalah Perseroan yangmeleburkan diri dan nama pemegang saham dari Perseroan hasil Peleburan adalahnama pemegang saham dari Perseroan yang meleburkan diri.

Ayat (4)
Cukup jelas.

Ayat (5)
Cukup jelas.

Ayat (6)

Perikatan dan kerugian Perseroan yang menjadi tanggung jawab pribadi pemegangsaham adalah perikatan dan kerugian yang terjadi setelah lewat waktu 6 (enam)bulan tersebut.

Yang dimaksud dengan “pihak yang berkepentingan” adalah kejaksaan untukkepentingan umum, pemegang saham, Direksi, Dewan Komisaris, karyawanPerseroan, kreditor, dan/atau pemangku kepentingan (stake holder) lainnya.

Ayat (7)

Karena status dan karakteristik yang khusus, persyaratan jumlah pendiri bagiPerseroan sebagaimana dimaksud pada ayat ini diatur dalam peraturan perundang-undangan tersendiri.

Huruf a

Yang dimaksud dengan “persero” adalah badan usaha milik negara yangberbentuk Perseroan yang modalnya terbagi dalam saham yang diatur dalamUndang-Undang tentang Badan Usaha Milik Negara.

Huruf b
Cukup jelas.

Pasal 8

Ayat (1)
Cukup jelas.

Ayat (2)

Huruf a

Dalam mendirikan Perseroan diperlukan kejelasan mengenaikewarganegaraan pendiri. Pada dasarnya badan hukum Indonesia yangberbentuk Perseroan didirikan oleh warga negara Indonesia atau badanhukum Indonesia. Namun, kepada warga negara asing atau badan hukumasing diberikan kesempatan untuk mendirikan badan hukum Indonesia yangberbentuk Perseroan sepanjang Undang-Undang yang mengatur bidang usahaPerseroan tersebut memungkinkan, atau pendirian Perseroan tersebutdiatur dengan Undang-Undang tersendiri.
Dalam hal pendiri adalah badan hukum asing, nomor dan tanggalpengesahan badan hukum pendiri adalah dokumen yang sejenis dengan itu,antara lain certificate of incorporation.

Dalam hal pendiri adalah badan hukum negara atau daerah, diperlukanPeraturan Pemerintah tentang penyertaan dalam Perseroan atau PeraturanDaerah tentang penyertaan daerah dalam Perseroan.

Huruf b
Cukup jelas.

Huruf c

Yang dimaksud dengan “mengambil bagian saham” adalah jumlah sahamyang diambil oleh pemgang saham pada saat pendirian Perseroan.
Apabila ada penyetoran yang melebihi nilai nominal sehingga menimbulkanselisih antara nilai yang sebenarnya dibayar dengan nilai nominal, selisihtersebut dicatat dalam laporan keuangan sebagai agio.

Ayat (3)
Cukup jelas.

Pasal 9

Ayat (1)

Yang dimaksud dengan “jasa teknologi informasi sistem administrasi badan hukum” adalah jenis pelayanan yang diberikan kepada masyarakat dalam proses pengesahanbadan hukum Perseroan.

Ayat (2)
Cukup jelas.

Ayat (3)
Cukup jelas.

Ayat (4)
Cukup jelas.

Pasal 10

Ayat (1)
Cukup jelas.

Ayat (2)
Cukup jelas.

Ayat (3)

Yang dimaksud dengan “langsung” dalam ketentuan ini adalah pada saat yangbersamaan dengan saat pengajuan permohonan diterima.

Ayat (4)
Cukup jelas.

Ayat (5)
Cukup jelas.

Ayat (6)

Yang dimaksud dengan “tanda tangan secara elektronik” adalah tanda tangan yangdilekatkan atau disertakan pada data elektronik oleh pejabat yang berwenang yangmembuktikan keotentikan data yang berupa gambar elektronik dari tanda tanganpejabat yang berwenang tersebut yang dibuat melalui media komputer.

Ayat (7)
Lihat penjelasan ayat (3).

Ayat (8)

Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat ini tidak dikenakan biaya tambahan.

Ayat (9)
Cukup jelas.

Ayat (10)
Cukup jelas.

Pasal 11
Cukup jelas.

Pasal 12

Ayat (1)

Dalam ketentuan ini “perbuatan hukum” yang dimaksud, antara lain perbuatan hukumyang dilakukan oleh calon pendiri dengan pihak lain yang akan diperhitungkandengan kepemilikan dan penyetoran saham calon pendiri dalam Perseroan.

Ayat (2)

Yang dimaksud dengan “dilekatkan” adalah penyatuan dokumen yang dilakukandengan cara melekatkan atau menjahitkan dokumen tersebut sebagai satu kesatuandengan akta pendirian.

Ayat (3)
Cukup jelas.

Ayat (4)
Cukup jelas.

Pasal 13

Ayat (1)

Ketentuan ini mengatur tata cara yang harus ditempuh untuk mengalihkan kepadaPerseroan hak dan/atau kewajiban yang timbul dari perbuatan calon pendiri yangdibuat sebelum Perseroan didirikan melalui penerimaan secara tegas ataupengambilan hak dan kewajiban yang timbul dari perbuatan hukum dimaksud.

Ayat (2)
Cukup jelas.

Ayat (3)
Cukup jelas.

Ayat (4)
Cukup jelas.

Ayat (5)
Cukup jelas.

Pasal 14

Ayat (1)

Yang dimaksud dengan “perbuatan hukum atas nama Perseroan” adalah perbuatanhukum, baik yang menyebutkan Perseroan sebagai pihak dalam perbuatan hukummaupun menyebutkan Perseroan sebagai pihak yang berkepentingan dalamperbuatan hukum.
Ketentuan ini dimaksudkan untuk menegaskan bahwa anggota Direksi tidak dapatmelakukan perbuatan hukum atas nama Perseroan yang belum memperoleh statusbadan hukum, tanpa persetujuan semua pendiri, anggota Direksi lainnya dan anggotaDewan Komisaris.

Ayat (2)

Yang dimaksud dengan “tanggung jawab pendiri yang bersangkutan dan tidakmengikat Perseroan” adalah tanggung jawab pendiri yang melakukan perbuatantersebut secara pribadi dan Perseroan tidak bertanggung jawab atas perbuatanhukum yang dilakukan pendiri tersebut.

Ayat (3)
Cukup jelas.

Ayat (4)

Yang dimaksud dengan “dihadiri” adalah dihadiri sendiri ataupun diwakilkanberdasarkan surat kuasa.

Ayat (5)
Cukup jelas.

Pasal 15

Ayat (1)

Huruf a
Cukup jelas.

Huruf b
Cukup jelas.

Huruf c
Lihat penjelasan Pasal 6.

Huruf d
Cukup jelas.

Huruf e
Cukup jelas.

Huruf f
Cukup jelas.

Huruf g
Cukup jelas.

Huruf h

Yang dimaksud dengan “tata cara pengangkatan” adalah termasuk prosedurpemilihan, antara lain pemilihan secara lisan atau dengan surat tertutup danpemilihan calon secara perseorangan atau paket.

Huruf i
Cukup jelas.

Ayat (2)
Cukup jelas.

Ayat (3)
Cukup jelas.

Pasal 16

Ayat (1)
Cukup jelas.

Ayat (2)
Cukup jelas.

Ayat (3)

Dalam hal tidak ada tulisan singkatan “Tbk”, berarti Perseroan itu berstatus tertutup.

Ayat (4)
Cukup jelas.

Pasal 17

Ayat (1)

Ketentuan pada ayat (1) tidak menutup kemungkinan Perseroan mempunyai tempatkedudukan di desa atau di kecamatan sepanjang anggaran dasar mencantumkannama kota atau kabupaten dari desa dan kecamatan tersebut. Contoh: PT Abertempat kedudukan di desa Bojongsari, Kecamatan Pandaan, Kabupaten Pasuruan.

Ayat (2)
Cukup jelas.

Pasal 18

Maksud dan tujuan merupakan usaha pokok Perseroan.
Kegiatan usaha merupakan kegiatan yang dijalankan oleh Perseroan dalam rangka mencapai maksud dan tujuannya, yang harus dirinci secara jelas dalam anggaran dasar, dan rinciantersebut tidak boleh bertentangan dengan anggaran dasar.

Pasal 19
Cukup jelas.

Pasal 20

Ayat (1)

Persetujuan kurator dilaksanakan sebelum pengambilan keputusan perubahananggaran dasar. Hal tersebut dimaksudkan untuk menghindari kemungkinan adanyapenolakan oleh kurator sehingga berakibat keputusan perubahan anggaran dasarmenjadi batal.

Ayat (2)
Cukup jelas.

Pasal 21

Ayat (1)
Cukup jelas.

Ayat (2)

Huruf a
Cukup jelas.

Huruf b
Cukup jelas.

Huruf c
Lihat penjelasan Pasal 6

Huruf d
Cukup jelas.

Huruf e
Cukup jelas.

Huruf f

Perubahan anggaran dasar dari status Perseroan yang tertutup menjadiPerseroan Terbuka atau sebaliknya meliputi perubahan seluruh ketentuananggaran dasar sehingga persetujuan Menteri diberikan atas perubahanseluruh anggaran dasar tersebut.

Ayat (3)
Cukup jelas.

Ayat (4)
Cukup jelas.

Ayat (5)

Yang dimaksud dengan “harus dinyatakan dengan akta notaris” adalah harus dalambentuk akta pernyataan keputusan rapat atau akta perubahan anggaran dasar.

Ayat (6)
Cukup jelas.

Ayat (7)
Cukup jelas.

Ayat (8)
Cukup jelas.

Ayat (9)

Dalam hal permohonan tetap diajukan, Menteri wajib menolak permohonan ataupemberitahuan tersebut.

Pasal 22

Ayat (1)

Ketentuan pada ayat ini tidak mengurangi ketentuan sebagaimana dimaksud dalamPasal 21 ayat (7).
Contoh : Perseroan didirikan untuk 50 (lima puluh) tahun dan akan berakhir padatanggal 15 November 2007 sesuai ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22ayat (1) apabila jangka waktu berdirinya Perseroan akan diperpanjang, permohonanpersetujuan perubahan anggaran dasar mengenai perpanjangan jangka waktutersebut harus sudah diajukan kepada Menteri paling lambat tanggal 15 September2007.
Dalam hal RUPS telah mengambil keputusan untuk memperpanjang jangka waktutersebut pada tanggal 1 Agustus 2007 dan telah dinyatakan dalam akta Notaris padatanggal 7 Agustus 2007, pengajuan permohonan kepada Menteri harus diajukanpaling lambat 7 September 2007.
Dalam hal RUPS untuk perpanjangan jangka waktu tersebut diadakan pada tanggal20 Agustus 2007, perpanjangan jangka waktu tersebut harus dinyatakan dalam aktaNotaris dan diajukan permohonannya kepada Menteri paling lambat pada tanggal15 September 2007 sesuai dengan ketentuan sebagaimana dimaksdu dalam Pasal 22ayat (1).

Ayat (2)
Cukup jelas.

Pasal 23

Ayat (1)
Cukup jelas.

Ayat (2)
Cukup jelas.

Ayat (3)

Yang dimaksud dengan “Undang-undang ini menentukan lain” adalah, antara lainsebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 dan Pasal 26 Undang-Undang ini yangmengatur adanya persyaratan yang harus dipenuhi sebelum berlakunya KeputusanMenteri atau adanya tanggal kemudian yang ditetapkan dalam Keputusan Menteri,yang memuat syarat tunda yang harus dipenuhi lebih dahulu atau tanggal kemudian.

Pasal 24
Cukup jelas.

Pasal 25
Cukup jelas.

Pasal 26

Huruf a
Cukup jelas

Huruf b

Yang dimaksud dengan “tanggal kemudian yang ditetapkan” adalah tanggal setelahtanggal persetujuan Menteri.

Huruf c

Yang dimaksud dengan “tanggal kemudian yang ditetapkan dalam akta Penggabunganatau akta Pengambilalihan” adalah tanggal yang telah disepakati oleh para pihak danmerupakan tanggal setelah tanggal penerimaan pemberitahuan perubahan anggarandasar oleh Menteri.

Pasal 27
Cukup jelas.

Pasal 28
Cukup jelas.

Pasal 29

Ayat (1)
Cukup jelas.

Ayat (2)
Cukup jelas.

Ayat (3)

Huruf a
Cukup jelas.

Huruf b
Cukup jelas.

Huruf c

Yang dimaksud dengan “perubahan data Perseroan” adalah antara lain datatentang pemindahan hak atas saham, penggantian anggota Direksi danDewan Komisaris, pembubaran Perseroan.

Ayat (4)
Cukup jelas.

Ayat (5)
Cukup jelas.

Ayat (6)
Cukup jelas.

Pasal 30
Cukup jelas.

Pasal 31
Cukup jelas.

Pasal 32

Ayat (1)
Cukup jelas.

Ayat (2)

Yang dimaksud dengan “kegiatan usaha tertentu”, antara lain usaha perbankan,asuransi, atau freight forwarding.

Ayat (3)

Ketentuan pada ayat ini diperlukan untuk mengantisipasi perubahan keadaanperekonomian.

Pasal 33

Ayat (1)
Cukup jelas.

Ayat (2)

Yang dimaksud dengan “bukti penyetoran yang sah”, antara lain bukti setoranpemegang saham ke dalam rekening bank atas nama Perseroan, data dari laporankeuangan yang telah diaudit oleh akuntan, atau neraca Perseroan yangditandatangani oleh Direksi dan Dewan Komisaris.

Ayat (3)

Ketentuan ini menegaskan bahwa tidak dimungkinkan penyetoran atas saham dengancara mengangsur.

Pasal 34

Ayat (1)

Pada umumnya penyetoran saham adalah bentuk uang. Namun, tidak ditutupkemungkinan penyetoran saham dalam bentuk lain, baik berupa benda berwujudmaupun benda tidak berwujud, yang dapat dinilai dengan uang dan yang secaranyata telah diterima oleh Perseroan.
Penyetoran saham dalam bentuk lain selain uang harus disertai rincian yangmenerangkan nilai atau harga, jenis atau macam, status, tempat kedudukan, danlain-lain yang dianggap perlu demi kejelasan mengenai penyetoran tersebut.

Ayat (2)

Nilai wajar setoran modal saham ditentukan sesuai dengan nilai pasar. Jika nilai pasartidak tersedia, nilai wajar ditentukan berdasarkan teknik penilaian yang paling sesuaidengan karakteristik setoran, berdasarkan informasi yang relevan dan terbaik.
Yang dimaksud dengan “ahli yang tidak terafiliasi” adalah ahli yang tidak mempunyai :

    1. hubungan keluarga karena perkawinan atau keturunan sampai derajat kedua, baik secara horizontal maupun vertikal dengan pegawai, anggota Direksi,Dewan Komisaris, atau pemegang saham dari Perseroan;
    2. hubungan dengan Perseroan karena adanya kesamaan satu atau lebihanggota Direksi atau Dewan Komisaris;
    3. hubungan pengendalian dengan Perseroan baik langsung maupun tidaklangsung; dan/atau
    4. saham dalam Perseroan sebesar 20% (dua puluh persen) atau lebih.

Ayat (3)

Maksud diumumkannya penyetoran saham dalam bentuk benda tidak bergerak dalamSurat Kabar, adalah agar diketahui umum dan memberikan kesempatan kepada pihakyang berkepentingan untuk dapat mengajukan keberatan atas penyerahan bendatersebut sebagai setoran modal saham, misalnya ternyata diketahui benda tersebutbukan milik penyetor.

Pasal 35

Ayat (1)

Diperlukannya persetujuan RUPS sebagaimana dimaksud pada ayat ini adalah untukmenegaskan bahwa hanya dengan persetujuan RUPS dapat dilakukan kompensasikarena dengan disetujuinya kompensasi, hak didahulukan pemegang saham lainnyauntuk mengambil saham baru dengan sendirinya dilepaskan.

Ayat (2)

Berdasarkan ketentuan pada ayat ini, bunga dan denda yang terutang sekalipun telahjatuh waktu dan harus dibayar karena secara nyata tidak diterima oleh Perseroan,tidak dapat dikompensasikan sebagai setoran saham.

Huruf a
Cukup jelas.

Huruf b

Yang dimaksud dalam ketentuan ini adalah pihak yang menjadi penanggungatau penjamin utang Perseroan telah membayar lunas utang Perseroansehingga mempunyai hak tagih terhadap Perseroan.

Huruf c

Yang dimaksud dalam ketentuan ini adalah kewajiban pembayaran utang olehPerseroan dalam kedudukannya sebagai penanggung atau penjamin menjadihapus hak tagih kreditor dikompensasi dengan setoran saham yangdikeluarkan oleh Perseroan.

Ayat (3)
Cukup jelas.

Pasal 36

Ayat (1)

Pada prinsipnya, pengeluaran saham adalah suatu upaya pengumpulan modal, makakewajiban penyetoran atas saham seharusnya dibebankan kepada pihak lain. Demikepastian, Pasal ini menentukan bahwa Perseroan tidak boleh mengeluarkan sahamuntuk dimiliki sendiri.
Larangan tersebut termasuk juga larangan kepemilikan silang (cross holding) yangterjadi apabila Perseroan memiliki saham yang dikeluarkan oleh Perseroan lain yangmemiliki saham Perseroan tersebut, baik secara langsung maupun tidak langsung.
Pengertian kepemilikan silang secara langsung adalah apabila Perseroan pertamamemiliki saham pada Perseroan kedua tanpa melalui kepemilikan padas atau”Perseroan antara” atau lebih dan sebaliknya Perseroan kedua memiliki saham padaPerseroan pertama.
Pengertian kepemilikan silang secara tidak langsung adalah kepemilikan Perseroanpertama atas saham pada Perseroan kedua melalui kepemilikan padas atau”Perseroan antara” atau lebih dan sebaliknya Perseroan kedua memiliki saham padaPerseroan pertama.

Ayat (2)

Kepemilikan saham yang mengakibatkan pemilikan saham oleh Perseroan sendiriatau pemilikan saham secara kepemilikan silang tidak dilarang jika pemilikan sahamtersebut diperoleh berdasarkan peralihan karena hukum, hibah, atau hibah wasiatoleh karena dalam hal ini tidak ada pengeluaran saham yang memerlukan setorandana dari pihak lain sehingga tidak melanggar ketentuan larangan sebagaimanadimaksud pada ayat (1).

Ayat (3)
Cukup jelas.

Ayat (4)

Yang dimaksud dengan “perusahaan efek” adalah sebagaimana dimaksud dalamUndang-Undang tentang Pasar Modal.

Pasal 37

Ayat (1)

Pembelian kembali saham Perseroan tidak menyebabkan pengurangan modal, kecualiapabila saham tersebut ditarik kembali.

Huruf a

Yang dimaksud dengan “kekayaan bersih” adalah seluruh harta kekayaanPerseroan dikurangi seluruh kewajiban Perseroan sesuai dengan laporankeuangan terbaru yang disahkan oleh RUPS dalam waktu 6 (enam) bulanterakhir.

Huruf b
Cukup jelas.

Ayat (2)
Cukup jelas.

Ayat (3)
Cukup jelas.

Ayat (4)

Ketentuan jangka waktu 3 (tiga) tahun pada ayat ini dimaksudkan agar Perseroandapat menentukan apakah saham tersebut akan dijual atau ditarik kembali dengancara pengurangan modal.

Pasal 38
Cukup jelas.

Pasal 39

Ayat (1)

Yang dimaksud dengan “pelaksanaan” adalah penentuan tentang saat, cara pembeliankembali saham, dan jumlah saham yang akan dibeli kembali, tetapi tidak termasukhal-hal yang menjadi tugas Direksi dalam pembelian kembali saham, sepertimelakukan pembayaran, menyimpan surat saham, dan mencatatkan dalam daftarpemegang saham.

Ayat (2)
Cukup jelas.

Ayat (3)
Cukup jelas.

Pasal 40
Cukup jelas.

Pasal 41

Ayat (1)

Yang dimaksud dengan “modal Perseroan” adalah modal dasar, modal ditempatkan,dan modal disetor.

Ayat (2)

Yang dimaksud dengan “pelaksanaan” pada ayat ini adalah penentuan saat, cara, danjumlah penambahan modal yang tidak melebihi batas maksimum yang telahditetapkan oleh RUPS, tetapi tidak termasuk hal-hal yang menjadi tugas Direksi dalampenambahan modal, seperti menerima setoran saham dan mencatatnya dalam daftarpemegang saham.

Ayat (3)
Cukup jelas.

Pasal 42

Ayat (1)
Cukup jelas.

Ayat (2)

Yang dimaksud dengan “jumlah saham dengan hak suara” adalah jumlah seluruhsaham dengan hak suara yang telah dikeluarkan oleh Perseroan.
Yang dimaksud dengan “kecuali ditentukan lebih besar dalam anggaran dasar” adalahkuorum yang ditetapkan dalam anggaran dasar lebih tinggi daripada kuorum yangditentukan pada ayat ini.

Ayat (3)
Cukup jelas.

Pasal 43

Ayat (1)
Cukup jelas.

Ayat (2)
Cukup jelas.

Ayat (3)

Huruf a

Yang dimaksud dengan “saham yang ditujukan kepada karyawan Perseroan”,antara lain saham yang dikeluarkan dalam rangka ESOP (employee stocksoption program) Perseroan dengan segenap hak dan kewajiban yangmelekat padanya.

Huruf b
Cukup jelas.

Huruf c

Yang dimaksud dengan “reorganisasi dan/atau restrukturisasi”, antara lainPenggabungan, Peleburan, Pengambilalihan, kompensasi piutang, atauPemisahan.

Ayat (4)

Yang dimaksud dengan “jangka waktu 14 (empat belas) hari” termasuk batas waktubagi pemegang saham untuk mengambil bagian dari pemegang saham lain yang tidakmenggunakan haknya.

Pasal 44

Ayat (1)

Yang dimaksud dengan “pengurangan modal ” adalah pengurangan modal dasar,modal ditempatkan, dan modal disetor.
Pengurangan modal ditempatkan dan modal disetor dapat terjadi dengan caramenarik kembali saham yang telah dikeluarkan untuk dihapus atau dengan caramenurunkan nilai nominal saham.

Ayat (2)
Cukup jelas.

Pasal 45
Cukup jelas.

Pasal 46
Cukup jelas.

Pasal 47

Ayat (1)

“Penarikan kembali saham” berarti saham tersebut ditarik dari peredaran dalamrangka pengurangan modal ditempatkan dan modal disetor.

Ayat (2)

Yang dimaksud dengan “penarikan kembali saham” adalah penarikan kembali sahamyang mengakibatkan penghapusan saham tersebut dari peredaran.

Ayat (3)
Cukup jelas.

Ayat (4)
Cukup jelas.

Ayat (5)
Cukup jelas.

Pasal 48

Ayat (1)

Yang dimaksud dengan ketentuan ini adalah Perseroan hanya diperkenankanmengeluarkan saham atas nama pemiliknya dan Perseroan tidak boleh mengeluarkansaham atas tunjuk.

Ayat (2)

Yang dimaksud dengan “instansi yang berwenang” adalah instansi yang berdasarkanundang-undang berwenang mengawasi Perseroan yang melakukan kegiatan usahanyadi bidang tertentu, misalnya Bank Indonesia berwenang mengawasi Perseroan dibidang perbankan, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral berwenang mengawasiPerseroan di bidang energi dan pertambangan.

Ayat (3)

Yang dimaksud dengan “tidak dapat menjalankan hak selaku pemegang saham”,misalnya hak untuk dicatat dalam daftar pemegang saham, hak untuk menghadiri danmengeluarkan suara dalam RUPS, atau hak untuk menerima dividen yang dibagikan.

Pasal 49
Cukup jelas.

Pasal 50

Ayat (1)

Huruf a
Cukup jelas.

Huruf b
Cukup jelas.

Huruf c

Yang dimaksud dengan “jumlah yang disetor” adalah paling sedikit samadengan jumlah nilai nominal saham.

Huruf d
Cukup jelas.

Huruf e
Cukup jelas.

Ayat (2)

Yang dimaksud dengan “daftar khusus” adalah salah satu sumber informasi mengenaibesarnya kepemilikan dan kepentingan anggota Direksi dan Dewan KomisarisPerseroan pada Perseroan yang bersangkutan atau Perseroan lain sehinggapertentangan kepentingan yang mungkin timbul dapat ditekan sekecil mungkin.
Yang dimaksud dengan “keluarganya” adalah istri atau suami dan anak-anaknya.

Ayat (3)
Cukup jelas.

Ayat (4)
Cukup jelas.

Ayat (5)

Yang dimaksud dengan “tidak mengatur lain” adalah bukan berarti tidak diadakankewajiban untuk menyusun daftar pemegang saham dan daftar khusus bagiPerseroan Terbuka, tetapi peraturan perundang-undangan di bidang pasar modaldapat menentukan kriteria data yang harus dimasukkan dalam daftar pemegangsaham dan daftar khusus.

Pasal 51

Pengaturan bentuk bukti pemilikan saham ditetapkan dalam anggaran dasar sesuai dengankebutuhan.

Pasal 52

Ayat (1)
Cukup jelas.

Ayat (2)
Cukup jelas.

Ayat (3)
Cukup jelas.

Ayat (4)

Berdasarkan ketentuan ini, para pemegang saham tidak diperkenankan membagi-bagi hak atas 1 (satu) saham menurut kehendaknya sendiri.

Ayat (5)
Cukup jelas.

Pasal 53

Ayat (1)

Yang dimaksud dengan “klasifikasi saham” adalah pengelompokan sahamberdasarkan karakteristik yang sama.

Ayat (2)
Cukup jelas.

Ayat (3)

Yang dimaksud dengan “saham biasa” adalah saham yang mempunyai hak suarauntuk mengambil keputusan dalam RUPS mengenai segala hal yang berkaitan denganpengurusan Perseroan, mempunyai hak untuk menerima dividen yang dibagikan, danmenerima sisa kekayaan hasil likuidasi.
Hak suara yang dimiliki oleh pemegang saham biasa dapat dimiliki juga olehpemegang saham klasifikasi lain.

Ayat (4)

Bermacam-macam klasifikasi saham tidak selalu menunjukkan bahwa klasifikasitersebut masing-masing berdiri sendiri, terpisah satu sama lain, tetapi dapatmerupakan gabungan dari 2 (dua) klasifikasi atau lebih.

Pasal 54

Ayat (1)

Pecahan saham hanya dimungkinkan apabila diatur dalam anggaran dasar.

Ayat (2)
Cukup jelas.

Ayat (3)
Cukup jelas.

Pasal 55
Cukup jelas.

Pasal 56

Ayat (1)

Yang dimaksud dengan “akta”, baik berupa akta yang dibuat di hadapan notarismaupun akta bawah tangan.

Ayat (2)
Cukup jelas.

Ayat (3)

Yang dimaksud dengan “memberitahukan perubahan susunan pemegang sahamkepada Menteri” adalah termasuk juga perubahan susunan pemegang saham yangdisebabkan karena warisan, Pengambilalihan, atau Pemisahan.

Ayat (4)
Cukup jelas.

Ayat (5)
Cukup jelas.

Pasal 57

Ayat (1)
Cukup jelas.

Ayat (2)

Yang dimaksud dengan “peralihan hak karena hukum”, antara lain peralihan hakkarena kewarisan atau peralihan hak sebagai akibat Penggabungan, Peleburan, atauPemisahan.

Pasal 58

Ayat (1)
Cukup jelas.

Ayat (2)
Cukup jelas.

Ayat (3)

Yang dimaksud dengan “hanya berlaku 1 (satu) kali” adalah anggaran dasarPerseroan tidak boleh menentukan menawarkan sahamnya lebih dari 1 (satu) kalisebelum menawarkan kepada pihak ketiga.

Pasal 59
Cukup jelas.

Pasal 60

Ayat (1)

Kepemilikan atas saham sebagai benda bergerak memberikan hak kebendaankepada pemiliknya. Hak tersebut dapat dipertahankan terhadap setiap orang.

Ayat (2)
Cukup jelas.

Ayat (3)

Ketentuan ini dimaksudkan agar Perseroan atau pihak lain yang berkepentingandapat mengetahui mengenai status saham tersebut.

Ayat (4)

Ketentuan ini menegaskan kembali asas hukum yang tidak memungkinkanpengalihan hak suara terlepas dari kepemilikan atas saham. Sedangkan hak lain diluar hak suara dapat diperjanjikan sesuai dengan kesepakatan di antara pemegangsaham dan pemegang agunan.

Pasal 61

Ayat (1)

Gugatan yang diajukan pada dasarnya memuat permohonan agar Perseroanmenghentikan tindakan yang merugikan tersebut dan mengambil langkah tertentubaik untuk mengatasi akibat yang sudah timbul maupun untuk mencegah tindakanserupa dikemudian hari.

Ayat (2)
Cukup jelas.

Pasal 62

Ayat (1)

Huruf a
Cukup jelas.

Huruf b

Yang dimaksud dengan “kekayaan bersih” adalah kekayaan bersih menurutneraca terbaru yang disahkan dalam waktu 6 (enam) bulan terakhir.

Huruf c
Cukup jelas.

Ayat (2)
Cukup jelas.

Pasal 63
Cukup jelas.

Pasal 64

Ayat (1)
Cukup jelas.

Ayat (2)

Yang dimaksud dengan “kecuali ditentukan lain dalam peraturan perundang-undangan” adalah peraturan perundang-undangan menentukan lain bahwapersetujuan atas rencana kerja diberikan oleh RUPS, maka anggaran dasar tidakdapat menentukan rencana kerja disetujui oleh Dewan Komisaris atau sebaliknya.
Demikian juga, apabila peraturan perundang-undangan menentukan bahwa rencanakerja harus mendapat persetujuan dari Dewan Komisaris atau RUPS, maka anggarandasar tidak dapat menentukan bahwa rencana kerja cukup disampaikan oleh Direksi kepada Dewan Komisaris atau RUPS.

Ayat (3)
Cukup jelas.

Pasal 65
Cukup jelas.

Pasal 66

Ayat (1)
Cukup jelas.

Ayat (2)

Huruf a
Cukup jelas.

Huruf b

Yang dimaksud dengan “laporan kegiatan Perseroan” adalah termasuklaporan tentang hasil atau kinerja Perseroan.

Huruf c
Cukup jelas.

Huruf d

Yang dimaksud dengan “rincian masalah” adalah termasuk sengketa atauperkara yang melibatkan Perseroan.

Huruf e
Cukup jelas.

Huruf f
Cukup jelas.

Huruf g
Cukup jelas.

Ayat (3)

Yang dimaksud dengan “standar akuntansi keuangan” adalah standar yang ditetapkan oleh Organisasi Profesi Akuntan Indonesia yang diakui Pemerintah Republik Indonesia.

Ayat (4)
Cukup jelas.

Pasal 67

Ayat (1)

Yang dimaksud dengan “penandatanganan laporan tahunan” adalah bentukpertanggungjawaban anggota Direksi dan anggota Dewan Komisaris dalammelaksanakan tugasnya.
Dalam hal laporan keuangan Perseroan diwajibkan diaudit oleh akuntan publik,laporan tahunan yang dimaksud adalah laporan tahunan yang memuat laporankeuangan yang telah diaudit.

Ayat (2)

Yang dimaksud dengan “alasan secara tertulis” adalah agar RUPS dapatmenggunakannya sebagai salah satu bahan pertimbangan dalam memberikanpenilaian terhadap laporan tersebut.
Anggota Direksi atau anggota Dewan Komisaris yang tidak memberikan alasan,antara lain karena yang bersangkutan telah meninggal dunia, alasan tersebutdinyatakan oleh Direksi dalam surat tersendiri yang dilekatkan pada laporan tahunan.

Ayat (3)
Cukup jelas.

Pasal 68

Ayat (1)

Kewajiban untuk menyerahkan laporan keuangan kepada akuntan publik untukdiaudit timbul dari sifat Perseroan yang bersangkutan.
Kewajiban untuk menyerahkan laporan keuangan kepada pengawasan eksterndibenarkan dengan asumsi bahwa kepercayaan masyarakat tidak boleh dikecewakan.
Demikian juga halnya dengan Perseroan yang untuk pembiayaannya mengharapkandana dari pasar modal.

Huruf a

Yang dimaksud dengan “kegiatan usaha Perseroan yang menghimpun dan/atau mengelola dana masyarakat”, antara lain bank, asuransi, reksa dana.

Huruf b

Yang dimaksud dengan “surat pengakuan utang”, antara lain obligasi.

Huruf c
Cukup jelas.

Huruf d

Lihat penjelasan Pasal 17 ayat (7) huruf a.

Huruf e
Cukup jelas.

Huruf f
Cukup jelas.

Ayat (2)
Cukup jelas.

Ayat (3)
Cukup jelas.

Ayat (4)

Maksud pengumuman tersebut adalah dalam rangka akuntabilitas dan keterbukaankepada masyarakat

Ayat (5)
Cukup jelas.

Ayat (6)
Cukup jelas.

Pasal 69

Ayat (1)
Cukup jelas.

Ayat (2)
Cukup jelas.

Ayat (3)

Laporan keuangan yang dihasilkan harus mencerminkan keadaan yang sebenarnyadari aktiva, kewajiban, modal, dan hasil usaha dari Perseroan. Direksi dan DewanKomisaris mempunyai tanggung jawab penuh akan kebenaran isi laporan keuanganPerseroan.

Ayat (4)
Cukup jelas.

Pasal 70

Ayat (1)

Yang dimaksud dengan “laba bersih” adalah keuntungan tahun berjalan setelahdikurangi pajak.

Ayat (2)

Yang dimaksud dengan “saldo laba yang positif” adalah laba bersih Perseroan dalamtahun buku berjalan yang telah menutup akumulasi kerugian Perseroan dari tahunbuku sebelumnya.

Ayat (3)

Perseroan membentuk cadangan wajib dan cadangan lainnya. Cadangan yangdimaksud pada ayat (1) adalah cadangan wajib.
Cadangan wajib adalah jumlah tertentu yang wajib disisihkan oleh Perseroan setiaptahun buku yang digunakan untuk menutup kemungkinan kerugian Perseroan padamasa yang akan datang.
Cadangan wajib tidak harus selalu berbentuk uang tunai, tetapi dapat berbentuk asetlainnya yang mudah dicairkan dan tidak dapat dibagikan sebagai dividen.
Sedangkan yang dimaksud dengan “cadangan lainnya” adalah cadangan di luarcadangan wajib yang dapat digunakan untuk berbagai keperluan Perseroan, misalnyauntuk perluasan usaha, untuk pembagian dividen, untuk tujuan sosial, dan lainsebagainya.
Ketentuan paling sedikit 20% (dua puluh persen) dari jumlah modal yangditempatkan dan disetor dinilai sebagai jumlah yang layak untuk cadangan wajib.

Ayat (4)
Cukup jelas.

Pasal 71

Ayat (1)

Keputusan RUPS pada ayat ini harus memperhatikan kepentingan Perseroan dankewajaran.
Berdasarkan keputusan RUPS tersebut dapat ditetapkan sebagian atau seluruh lababersih, digunakan untuk pembagian dividen kepada pemegang saham, cadangan,dan/atau pembagian lain seperti tansiem (tantieme) untuk anggota Direksi danDewan Komisaris, serta bonus untuk karyawan.
Pemberian tansiem dan bonus yang dikaitkan dengan kinerja Perseroan telahdianggarkan dan diperhitungkan sebagai biaya.

Ayat (2)

Yang dimaksud dengan “seluruh laba bersih” adalah seluruh jumlah laba bersih daritahun buku yang bersangkutan setelah dikurangi akumulasi kerugian Perseroan daritahun buku sebelumnya.

Ayat (3)

Dalam hal laba bersih Perseroan dalam tahun buku berjalan belum seluruhnyamenutup akumulasi kerugian Perseroan dari tahun buku sebelumnya, Perseroan tidakdapat membagikan dividen karena Perseroan masih mempunyai saldo laba bersihnegatif.

Pasal 72

Ayat (1)
Cukup jelas.

Ayat (2)
Cukup jelas.

Ayat (3)
Cukup jelas.

Ayat (4)
Cukup jelas.

Ayat (5)

Contoh dividen interim yang harus dikembalikan adalah sebagai berikut.
Dividen interim yang telah dibagikan sebesar Rp. 1.000,00 (seribu rupiah) per saham.
Perseroan menderita kerugian dan tidak mempunyai saldo laba positif sehingga tidakada dividen yang dibagikan. Oleh karena itu, yang harus dikembalikan adalahRp 1.000,00 (seribu rupiah) per saham.
Seandainya Perseroan menderita kerugian, tetapi Perseroan mempunyai laba ditahan(retained earning) dan saldo laba positif hingga, misalnya RUPS menetapkandividen sebesar Rp 200,00 (dua ratus rupiah) per saham. Oleh karena, itu sahamyang harus dikembalikan adalah Rp 1.000,00 (seribu rupiah) dikurangi Rp 200,00(dua ratus rupiah) berarti Rp 800,00 (delapan ratus rupiah)

Ayat (6)
Cukup jelas.

Pasal 73

Ayat (1)
Cukup jelas.

Ayat (2)

Pengambilan dividen yang dimaksud adalah jumlah nominal dividen tidak termasukbunga.

Ayat (3)

Jumlah dividen yang tidak diambil dan menjadi hak Perseroan dibukukan dalam pospendapatan lain-lain dari Perseroan.

Pasal 74

Ayat (1)

Ketentuan ini bertujuan untuk tetap menciptakan hubungan Perseroan yang serasi,seimbang, dan sesuai dengan lingkungan, nilai, norma, dan budaya masayarakatsetempat.
Yang dimaksud dengan “Perseroan yang menjalankan kegiatan usahanya dibidangsumber daya alam” adalah Perseroan yang kegiatan usahanya mengelola danmemanfaatkan sumber daya alam.
Yang dimaksud dengan “Perseroan yang menjalankan kegiatan usahanya yangberkaitan dengan sumber daya alam” adalah Perseroan yang tidak mengelola dantidak memanfaatkan sumber daya alam, tetapi kegiatan usahanya berdampak padafungsi kemampuan sumber daya alam.

Ayat (2)
Cukup jelas.

Ayat (3)

Yang dimaksud dengan “dikenai sanksi sesuai dengan ketentuan peraturanperundang-undangan” adalah dikenai segala bentuk sanksi yang diatur dalamperaturan perundang-undangan yang terkait.

Ayat (4)
Cukup jelas.

Pasal 75

Ayat (1)
Cukup jelas.

Ayat (2)

Ketentuan pada ayat ini dimaksudkan berkenaan dengan hak pemegang saham untukmemperoleh keterangan berkaitan dengan mata acara rapat dengan tidakmengurangi hak pemegang saham untuk mendapatkan keterangan lainnya berkaitandengan hak pemegang saham yang diatur dalam Undang-Undang ini, antara lain hakpemegang saham untuk melihat daftar pemegang saham dan daftar khusussebagaimana dimaksud dalam Pasal 50 ayat (4), serta hak pemegang saham untukmendapatkan bahan-bahan rapat segera setelah panggilan RUPS sebagaimanadimaksud dalam Pasal 82 ayat (3) dan ayat (4).

Ayat (3)
Cukup jelas.

Ayat (4)
Cukup jelas.

Pasal 76

Ayat (1)
Cukup jelas.

Ayat (2)
Cukup jelas.

Ayat (3)
Cukup jelas.

Ayat (4)

Yang dimaksud dengan “ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (3)” adalahRUPS harus diadakan di wilayah negara Republik Indonesia.

Ayat (5)
Cukup jelas.

Pasal 77

Ayat (1)
Cukup jelas.

Ayat (2)
Cukup jelas.

Ayat (3)
Cukup jelas.

Ayat (4)

Yang dimaksud dengan “disetujui dan ditandatangani” adalah disetujui danditandatangani secara fisik atau secara elektronik.

Pasal 78

Ayat (1)

Yang dimaksud dengan “RUPS lainnya” dalam praktik sering dikenal sebagai RUPSluar biasa.

Ayat (2)
Cukup jelas.

Ayat (3)
Cukup jelas.

Ayat (4)
Cukup jelas.

Pasal 79

Ayat (1)
Cukup jelas.

Ayat (2)
Cukup jelas.

Ayat (3)

Yang dimaksud dengan “alasan yang menjadi dasar permintaan diadakan RUPS”,antara lain karena Direksi tidak mengadakan RUPS tahunan sesuai dengan bataswaktu yang telah ditentukan atau masa jabatan anggota Direksi dan/atau anggotaDewan Komisaris akan berakhir.

Ayat (4)
Cukup jelas.

Ayat (5)
Cukup jelas.

Ayat (6)
Cukup jelas.

Ayat (7)
Cukup jelas.

Ayat (8)
Cukup jelas.

Ayat (9)
Cukup jelas.

Ayat (10)
Cukup jelas.

Pasal 80

Ayat (1)
Cukup jelas.

Ayat (2)
Cukup jelas.

Ayat (3)

Yang dimaksud dengan “penetapan pengadilan mengenai kuorum kehadiran danketentuan tentang persyaratan pengambilan keputusan RUPS” adalah khusus berlakuuntuk RUPS ketiga, sedangkan untuk RUPS pertama dan RUPS kedua ketentuankuorum kehadiran dan persyaratan pengambilan keputusan berlaku ketentuansebagaimana dimaksud dalam Pasal 86, Pasal 87, Pasal 88, dan Pasal 89 atauanggaran dasar Perseroan.
Yang dimaksud dengan “bentuk RUPS” adalah RUPS tahunan atau RUPS lainnya.

Ayat (4)
Cukup jelas.

Ayat (5)
Cukup jelas.

Ayat (6)

Yang dimaksud dengan “bersifat final dan mempunyai kekuatan hukum tetap” adalahbahwa atas penetapan tersebut tidak dapat diajukan banding, kasasi, atau peninjauankembali. Ketentuan ini dimaksudkan agar pelaksanaan RUPS tidak tertunda.

Ayat (7)

Upaya hukum yang dimungkinkan apabila penetapan pengadilan menolakpermohonan adalah hanya upaya hukum kasasi dan tidak dimungkinkan peninjauankembali.

Ayat (8)
Cukup jelas.

Pasal 81

Ayat (1)
Cukup jelas.

Ayat (2)

Pemanggilan RUPS adalah kewajiban Direksi. Pemanggilan RUPS dapat dilakukan olehDewan Komisaris, antara lain dalam hal Direksi tidak menyelenggarakan RUPSsebagaimana ditentukan dalam Pasal 79 ayat (6), dalam hal Direksi berhalangan atauterdapat pertentangan kepentingan antara Direksi dan Perseroan.

Pasal 82

Ayat (1)

“Jangka waktu 14 (empat belas) hari” adalah jangka waktu minimal untuk memanggilrapat. Oleh karena itu, dalam anggaran dasar tidak dapat menentukan jangka waktulebih singkat dari 14 (empat belas) hari kecuali untuk rapat kedua atau rapat ketigasesuai dengan ketentuan Undang-Undang ini.

Ayat (2)
Cukup jelas.

Ayat (3)
Cukup jelas.

Ayat (4)
Cukup jelas.

Ayat (5)
Cukup jelas.

Pasal 83

Ayat (1)

Pengumuman dimaksudkan untuk memberikan kesempatan kepada pemegang sahammengusulkan kepada Direksi untuk penambahan acara RUPS.

Ayat (2)
Cukup jelas.

Pasal 84

Ayat (1)

Yang dimaksud dengan “kecuali anggaran dasar menentukan lain” adalah apabilaanggaran dasar mengeluarakan satu saham tanpa hak suara. Dalam hal anggarandasar tidak menentukan hal tersebut, dapat dianggap bahwa setiap saham yangdikeluarkan mempunyai satu hak suara.

Ayat (2)

Dengan ketentuan ini saham Perseroan yang dikuasai oleh Perseroan tersebut, baiklangsung maupun tidak langsung, tidak mempunyai hak suara dan tidak dihitungdalam penentuan kuorum.

Huruf a

Yang dimaksud dengan “dikuasai sendiri” adalah dikuasai baik karenahubungan kepemilikan, pembelian kembali maupun karena gadai.

Huruf b
Cukup jelas.

Huruf c
Cukup jelas.

Pasal 85

Ayat (1)
Cukup jelas.

Ayat (2)
Cukup jelas.

Ayat (3)

Ketentuan pada ayat ini merupakan perwujudan asas musyawarah untuk mufakatyang diakui dalam Undang-Undang ini. Oleh karena itu, suara yang berbeda (splitvoting) tidak dibenarkan.
Bagi Perseroan Terbuka suara berbeda yang dikeluarkan oleh bank kustodian atauperusahaan efek yang mewakili pemegang saham dalam dana bersama (mutual fund)bukan merupakan suara yang berbeda sebagaimana dimaksud pada ayat ini.

Ayat (4)

Dalam menetapkan kuorum RUPS, saham dari pemegang saham yang diwakilianggota Direksi, anggota Dewan Komisaris, dan karyawan Perseroan sebagai kuasaikut dihitung, tetapi dalam pemungutan suara mereka sebagai kuasa pemegangsaham tidak berhak mengeluarkan suara.

Ayat (5)
Cukup jelas.

Ayat (6)
Cukup jelas.

Ayat (7)
Cukup jelas.

Pasal 86

Ayat (1)

Penyimpangan atas ketentuan pada ayat ini hanya dimungkinkan dalam hal yangditentukan Undang-Undang ini. Anggaran dasar tidak boleh menentukan kuorum yanglebih kecil daripada kuorum yang ditentukan oleh Undang-Undang ini.

Ayat (2)

Dalam hal kuorum RUPS pertama tidak tercapai, rapat harus tetap dibuka dankemudian ditutup dengan membuat notulen rapat yang menerangkan bahwa RUPSpertama tidak dapat dilanjutkan karena kuorum tidak tercapai dan selanjutnya dapatdiadakan pemanggilan RUPS yang kedua.

Ayat (3)
Cukup jelas.

Ayat (4)
Cukup jelas.

Ayat (5)

Dalam hal kuorum RUPS kedua tidak tercapai, maka RUPS harus tetap dibuka dankemudian ditutup dengan membuat notulen RUPS yang menerangkan bahwa RUPSkedua tidak dapat dilanjutkan karena kuorum tidak tercapai dan selanjutnya dapatdiajukan permohonan kepada ketua pengadilan negeri untuk menetapkan kuorumRUPS ketiga.

Ayat (6)

Dalam hal ketua pengadilan negeri berhalangan, penetapan dilakukan oleh pejabatlain yang mewakili ketua.

Ayat (7)

Yang dimaksud dengan “bersifat final dan mempunyai kekuatan hukum tetap” adalahbahwa atas penetapan tersebut tidak dapat diajukan banding, kasasi, atau peninjauankembali.

Ayat (8)
Cukup jelas.

Ayat (9)
Cukup jelas.

Pasal 87

Ayat (1)

Yang dimaksud dengan “musyawarah untuk mufakat” adalah hasil kesepakatan yangdisetujui oleh pemegang saham yang hadir atau diwakili dalam RUPS

Ayat (2)

Yang dimaksud dengan “disetujui lebih dari 1/2 (satu perdua) bagian” adalah bahwausul dalam mata acara rapat harus disetujui lebih dari 1/2 (satu perdua) jumlahsuara yang dikeluarkan. Jika terdapat 3 (tiga) usul atau calon dan tidak ada yangmemperoleh suara lebih dari 1/2 (satu perdua) bagian, pemungutan suara atas 2(dua) usul atau calon yang mendapatkan suara terbanyak harus diulang sehinggasalah satu usul atau calon mendapatkan suara lebih dari 1/2 (satu perdua) bagian.

Pasal 88
Cukup jelas.

Pasal 89

Ayat (1)
Cukup jelas.

Ayat (2)
Cukup jelas.

Ayat (3)

Yang dimaksud dengan “kuorum kehadiran dan/atau ketentuan tentang persyaratanpengambilan keputusan RUPS yang lebih besar” adalah lebih besar daripada yangditetapkan pada ayat ini, tetapi tidak lebih besar daripada yang ditetapkan pada ayat(1).

Ayat (4)
Cukup jelas.

Ayat (5)
Cukup jelas.

Pasal 90

Ayat (1)

Penandatanganan oleh ketua rapat dan paling sedikit 1 (satu) orang pemegangsaham yang ditunjuk dari dan oleh peserta RUPS dimaksudkan untuk menjaminkepastian dan kebenaran isi risalah RUPS tersebut.

Ayat (2)
Cukup jelas.

Pasal 91

Yang dimaksud dengan “pengambilan keputusan di luar RUPS” dalam praktik dikenal denganusul keputusan yang diedarkan (circular resolution).
Pengambilan keputusan seperti ini dilakukan tanpa diadakan RUPS secara fisik, tetapikeputusan diambil dengan cara mengirimkan secara tertulis usul yang akan diputuskankepada semua pemegang saham dan usul tersebut disetujui secara tertulis oleh seluruhpemegang saham.
Yang dimaksud dengan “keputusan yang mengikat” adalah keputusan yang mempunyaikekuatan hukum yang sama dengan keputusan RUPS.

Pasal 92

Ayat (1)

Ketentuan ini menugaskan Direksi untuk mengurus Perseroan yang antara lainmeliputi pengurusan sehari-hari dari Perseroan.

Ayat (2)

Yang dimaksud dengan “kebijakan yang dipandang tepat” adalah kebijakan yang,antara lain didasarkan pada keahlian, peluang yang tersedia, dan kelaziman dalamdunia usaha yang sejenis.

Ayat (3)
Cukup jelas.

Ayat (4)
Cukup jelas.

Ayat (5)
Cukup jelas.

Ayat (6)

Direksi sebagai organ Perseroan yang melakukan pengurusan Perseroan memahamidengan jelas kebutuhan pengurusan Perseroan. Oleh karena itu, apabila RUPS tidakmenetapkan pembagian tugas dan wewenang anggota Direksi, sudah sewajarnyapenetapan tersebut dilakukan oleh Direksi sendiri.

Pasal 93

Ayat (1)

Jangka waktu 5 (lima) tahun terhitung sejak yang bersangkutan dinyatakan bersalahberdasarkan putusan pengadilan yang mempunyai kekuatan hukum tetap telahmenyebabkan Perseroan pailit atau apabila dihukum terhitung sejak selesai menjalanihukuman.

Huruf a
Cukup jelas.

Huruf b
Cukup jelas.

Huruf c

Yang dimaksud dengan “sektor keuangan”, antara lain lembaga keuanganbank dan nonbank, pasar modal, dan sektor lain yang berkaitan denganpenghimpunan dan pengelolaan dana masyarakat.

Ayat (2)
Cukup jelas.

Ayat (3)

Yang dimaksud dengan “surat” adalah surat pernyataan yang dibuat oleh calonanggota Direksi yang bersangkutan berkenaan dengan persyaratan ayat (1) dan surat dari instansi yang berwenang berkenaan dengan persyaratan ayat (2).

Pasal 94

Ayat (1)

Kewenangan RUPS tidak dapat dilimpahkan kepada Organ Perseroan lainnya ataupihak lain.

Ayat (2)
Cukup jelas.

Ayat (3)

Persyaratan pengangkatan anggota Direksi untuk “jangka waktu tertentu”,dimaksudkan anggota Direksi yang telah berakhir masa jabatannya tidak dengansendirinya meneruskan jabatannya semula, kecuali dengan pengangkatan kembaliberdasarkan keputusan RUPS. Misalnya untuk jangka waktu 3 (tiga) tahun atau 5(lima) tahun sejak tanggal pengangkatan, maka sejak berakhirnya jangka waktutersebut mantan anggota Direksi yang bersangkutan tidak berhak lagi bertindak untukdan atas nama Perseroan, kecuali setelah diangkat kembali oleh RUPS.

Ayat (4)
Cukup jelas.

Ayat (5)
Cukup jelas.

Ayat (6)
Cukup jelas.

Ayat (7)

Yang dimaksud dengan “perubahan anggota direksi” termasuk perubahan karenapengangkatan kembali anggota Direksi.

Ayat (8)

Yang dimaksud dengan “permohonan” adalah permohonan persetujuan perubahananggaran dasar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 ayat (2).
Yang dimaksud dengan “pemberitahuan” adalah pemberitahuan perubahan anggarandasar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 ayat (3) dan pemberitahuan tentangdata Perseroan lainnya yang wajib diberitahukan kepada Menteri sesuai denganketentuan Undang-Undang ini.

Ayat (9)
Cukup jelas.

Pasal 95

Ayat (1)

Pengangkatan anggota Direksi batal karena hukum sejak diketahuinya pelanggaranterhadap ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 93 oleh anggota Direksilainnya atau Dewan Komisaris berdasarkan bukti yang sah dan kepada anggotaDireksi yang bersangkutan diberitahukan secara tertulis pada saat diketahuinya haltersebut.

Ayat (2)

Yang dimaksud dengan “anggota Direksi lainnya” adalah anggota Direksi di luaranggota Direksi yang pengangkatannya batal dan mempunyai wewenang mewakiliDireksi sesuai dengan anggaran dasar. Jika tidak terdapat anggota Direksi yangdemikian itu, yang melaksanakan pengumuman adalah Dewan Komisaris.

Ayat (3)
Cukup jelas.

Ayat (4)
Cukup jelas.

Ayat (5)
Cukup jelas.

Pasal 96

Ayat (1)

Yang dimaksud dengan “besarnya gaji dan tunjangan anggota Direksi” adalahbesarnya gaji dan tunjangan bagi setiap anggota Direksi.

Ayat (2)
Cukup jelas.

Ayat (3)
Cukup jelas.

Pasal 97

Ayat (1)
Cukup jelas.

Ayat (2)

Yang dimaksud dengan “penuh tanggung jawab” adalah memperhatikan Perseroandengan saksama dan tekun

Ayat (3)
Cukup jelas.

Ayat (4)
Cukup jelas.

Ayat (5)

Huruf a
Cukup jelas.

Huruf b
Cukup jelas.

Huruf c
Cukup jelas.

Huruf d

Yang dimaksud dengan “mengambil tindakan untuk mencegah timbul atauberlanjutnya kerugian” termasuk juga langkah-langkah untuk memperolehinformasi mengenai tindakan pengurusan yang dapat mengakibatkankerugian, antara lain melalui forum rapat Direksi.

Ayat (6)

Dalam hal tindakan Direksi merugikan Perseroan, pemegang saham yang memenuhipersyaratan sebagaimana ditetapkan pada ayat ini dapat mewakili Perseroan untukmelakukan tuntutan atau gugatan terhadap Direksi melalui pengadilan.

Ayat (7)

Gugatan yang diajukan Dewan Komisaris adalah dalam rangka tugas DewanKomisaris melaksanakan fungsi pengawasan atas pengurusan Perseroan yangdilakukan oleh Direksi, untuk mengajukan gugatan tersebut Dewan Komisaris tidakperlu bertindak bersama-sama dengan anggota Direksi lainnya dan kewenanganDewan Komisaris tersebut tidak terbatas hanya dalam hal seluruh anggota Direksimempunyai benturan kepentingan.

Pasal 98

Ayat (1)
Cukup jelas.

Ayat (2)

Undang-Undang ini pada dasarnya menganut sistem perwakilan kolegial, yang berartitiap-tiap anggota Direksi berwenang mewakili Perseroan. Namun, untuk kepentinganPerseroan, anggaran dasar dapat menentukan bahwa Perseroan diwakili oleh anggotaDireksi tertentu.

Ayat (3)
Cukup jelas.

Ayat (4)

Yang dimaksud “tidak boleh bertentangan dengan Undang-Undang”, misalnya RUPStidak berwenang memutuskan bahwa Direksi di dalam mengagunkan ataumengalihkan sebagian besar aset Perseroan cukup dengan persetujuan DewanKomisaris atau persetujuan RUPS dengan kuorum kurang dari 3/4 (tiga perempat).
Yang dimaksud “tidak boleh bertentangan dengan anggaran dasar”, misalnyaanggaran dasar menentukan untuk peminjaman uang di atas Rp 1.000.000.000,00(satu miliar rupiah), Direksi harus mendapatkan persetujuan Dewan Komisaris.RUPS tidak berwenang mengambil keputusan bahwa untuk peminjaman uang di atas Rp 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah), Direksi harus memperoleh persetujuanDewan Komisaris tanpa terlebih dahulu mengubah ketentuan anggaran dasartersebut.

Pasal 99
Cukup jelas

Pasal 100

Ayat (1)

Huruf a

Daftar pemegang saham dan daftar khusus sesuai dengan ketentuansebagaimana dimaksud dalam Pasal 50.risalah RUPS dan risalah rapat Direksi memuat segala sesuatu yangdibicarakan dan diputuskan dalam setiap rapat.

Huruf b
Cukup jelas.

Huruf c

Yang dimaksud dengan “dokumen Perseroan lainnya”, antara lain risalahrapat Dewan Komisaris, perizinan Perseroan.

Ayat (2)
Cukup jelas.

Ayat (3)
Cukup jelas.

Ayat (4)
Cukup jelas.

Pasal 101

Setiap perolehan dan perubahan dalam kepemiliki saham tersebut wajib dilaporkan. LaporanDireksi mengenai hal ini dicatat dalam daftar khusus sebagaimana dimaksud dalam Pasal 50ayat (2).
Yang dimaksud dengan “keluarganya”, lihat penjelasan Pasal 50 ayat (2).

Pasal 102

Ayat (1)

Yang dimaksud dengan “kekayaan Perseroan” adalah semua barang baik bergerakmaupun tidak bergerak, baik berwujud maupun tidak berwujud, milik Perseroan.
Yang dimaksud dengan “dalam 1 (satu) transaksi atau lebih, baik yang berkaitan satusama lain maupun tidak” adalah satu transaksi atau lebih yang secara kumulatifmengakibatkan dilampauinya ambang 50% (lima puluh persen).
Penilaian lebih dari 50% (lima puluh persen) kekayaan bersih didasarkan pada nilaibuku sesuai neraca yang terakhir disahkan RUPS.

Ayat (2)

Berbeda dari transaksi pengalihan kekayaan, tindakan transaksi penjaminan utangkekayaan Perseroan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b tidak dibatasijangka waktunya, tetapi harus diperhatikan adalah jumlah kekayaan Perseroan yangmasih dalam penjaminan dalam kurun waktu tertentu.

Ayat (3)

Yang dimaksud dengan “tindakan pengalihan atau penjaminan kekayaan Perseroan,misalnya penjualan rumah oleh perusahaan real estate, penjualan surat berhargaantarbank, dan penjualan barang dagangan (inventory) oleh perusahaan distribusiatau perusahaan dagang.

Ayat (4)
Cukup jelas.

Ayat (5)
Cukup jelas.

Pasal 103

Yang dimaksud dengan “kuasa” adalah kuasa khusus untuk perbuatan tertentu sebagaimanadisebutkan dalam surat kuasa.

Pasal 104

Untuk membuktikan kesalahan atau kelalaian Direksi, gugatan diajukan ke pengadilan niagasesuai dengan ketentuan dalam Undang-Undang tentang Kepailitan dan Penundaan KewajibanPembayaran Utang.

Pasal 105

Ayat (1)

Keputusan RUPS untuk memberhentikan anggota Direksi dapat dilakukan denganalasan yang bersangkutan tidak lagi memenuhi persyaratan sebagai anggota Direksiyang ditetapkan dalam Undang-Undang ini, antara lain melakukan tindakan yangmerugikan Perseroan atau karena alasan lain yang dinilai tepat oleh RUPS.

Ayat (2)
Cukup jelas.

Ayat (3)

Pembelaan diri dalam ketentuan ini dilakukan secara tertulis.

Ayat (4)
Cukup jelas.

Ayat (5)
Cukup jelas.

Pasal 106

Ayat (1)

Mengingat pemberhentian anggota Direksi oleh RUPS memerlukan waktu untukpelaksanaannya, sedangkan kepentingan Perseroan tidak dapat ditunda, DewanKomisaris sebagai organ pengawas wajar diberikan kewenangan untuk melakukanpemberhentian sementara.

Ayat (2)
Cukup jelas.

Ayat (3)
Cukup jelas.

Ayat (4)

RUPS didahului dengan panggilan RUPS yang dilakukan oleh organ Perseroan yangmemberhentikan sementara tersebut

Ayat (5)
Cukup jelas.

Ayat (6)
Cukup jelas.

Ayat (7)
Cukup jelas.

Ayat (8)
Cukup jelas.

Ayat (9)
Cukup jelas.

Pasal 107

Huruf a

Tata cara pengunduran diri anggota Direksi yang diatur dalam anggaran dasar denganpengajuan permohonan untuk mengundurkan diri yang harus diajukan dalam kurunwaktu tertentu. Dengan lampaunya kurun waktu tersebut, anggota Direksi yangbersangkutan berhenti dari jabatannya tanpa memerlukan persetujuan RUPS.

Huruf b
Cukup jelas.

Huruf c
Cukup jelas.

Pasal 108

Ayat (1)
Cukup jelas.

Ayat (2)

Yang dimaksud dengan “untuk kepentingan dan sesuai dengan maksud dan tujuanPerseroan” adalah bahwa pengawasan dan pemberian nasihat yang dilakukan olehDewan Komisaris tidak untuk kepentingan pihak atau golongan tertentu, tetapi untukkepentingan Perseroan secara meneyeluruh dan sesuai dengan maksud dan tujuanPerseroan.

Ayat (3)
Cukup jelas.

Ayat (4)

Berbeda dari Direksi yang memungkinkan setiap anggota Direksi bertindak sendiri-sendiri dalam menjalankan tugas Direksi, setiap anggota Dewan Komisaris tidakdapat bertindak sendiri-sendiri dalam menjalankan tugas Dewan Komisaris, kecualiberdasarkan keputusan Dewan Komisaris.

Ayat (5)

Perseroan yang kegiatan usahanya menghimpun dan/atau mengelola danamasyarakat, Perseroan yang menerbitkan surat pengakuan utang kepada masyarakat, atau Perseroan Terbuka memerlukan pengawasan dengan jumlahanggota Dewan Komisaris yang lebih besar karena menyangkut kepentinganmasyarakat.

Pasal 109
Cukup jelas.

Pasal 110

Ayat (1)

Huruf a
Cukup jelas.

Huruf b
Cukup jelas.

Huruf c

Lihat penjelasan Pasal 93 ayat (1) huruf c.

Ayat (2)
Cukup jelas.

Ayat (3)

Yang dimaksud dengan “surat” adalah surat pernyataan yang dibuat oleh calonanggota Dewan Komisaris yang bersangkutan berkenaan dengan persyaratan ayat(1) dan surat dari instansi yang berwenang berkenaan dengan persyaratan ayat (2).

Pasal 111
Cukup jelas

Pasal 112

Ayat (1)

Yang dimaksud dengan “anggota Dewan Komisaris lainnya” adalah anggota DewanKomisaris di luar anggota Dewan Komisaris yang pengangkatannya batal.

Ayat (2)
Cukup jelas.

Ayat (3)
Cukup jelas.

Ayat (4)
Cukup jelas.

Pasal 113
Cukup jelas.

Pasal 114

Ayat (1)
Cukup jelas.

Ayat (2)
Cukup jelas.

Ayat (3)

Ketentuan pada ayat ini menegaskan bahwa apabila Dewan Komisaris bersalah ataulalai dalam menjalankan tugasnya sehingga mengakibatkan kerugian pada Perseroankarena pengurusan yang dilakukan oleh Direksi, anggota Dewan Komisaris tersebutikut bertanggung jawab sebatas dengan kesalahan atau kelalaiannya.

Ayat (4)
Cukup jelas.

Ayat (5)
Cukup jelas.

Ayat (6)
Cukup jelas.

Pasal 115
Cukup jelas.

Pasal 116

Huruf a

Risalah rapat Dewan Komisaris memuat segala sesuatu yang dibicarakan dandiputuskan dalam rapat tersebut.
Yang dimaksud dengan “salinannya” adalah salinan risalah rapat Dewan Komisariskarena asli risalah tersebut dipelihara Direksi sebagaimana dimaksud dalam Pasal100.

Huruf b

Setiap perubahan dalam kepemilikan saham tersebut wajib juga dilaporkan.
Yang dimaksud dengan “keluarganya”, lihat penjelasan Pasal 50 ayat (2).

Huruf c

Laporan Dewan Komisaris mengenai hal ini dicatat dalam daftar khusus sebagaimanadimaksud dalam Pasal 50 ayat (2).

Pasal 117

Ayat (1)

Yang dimaksud dengan “memberikan persetujuan” adalah memberikan persetujuansecara tertulis dari Dewan Komisaris.
Yang dimaksud dengan “bantuan” adalah tindakan Dewan Komisaris mendampingiDireksi dalam melakukan perbuatan hukum tertentu.
Pemberian persetujuan atau bantuan oleh Dewan Komisaris kepada Direksi dalammelakukan perbuatan hukum tertentu yang dimaksud ayat ini bukan merupakantindakan pengurusan.

Ayat (2)

Yang dimaksud dengan “perbuatan hukum tetap mengikat Perseroan” adalahperbuatan hukum yang dilakukan tanpa persetujuan Dewan Komisaris sesuai denganketentuan anggaran dasar tetap mengikat Perseroan, kecuali dapat dibuktikan pihak lainnya tidak beritikad baik.
Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat ini dapat mengakibatkan tanggungjawab pribadi anggota Direksi sesuai dengan ketentuan Undang-Undang ini.

Pasal 118

Ayat (1)

Ketentuan ini dimaksudkan untuk memberikan wewenang kepada Dewan Komisarisuntuk melakukan pengurusan Perseroan dalam hal Direksi tidak ada.
Yang dimaksud dengan “dalam keadaan tertentu”, antara lain keadaan sebagaimanadimaksud dalam Pasal 99 ayat (2) huruf b dan Pasal 107 huruf c.

Ayat (2)
Cukup jelas.

Pasal 119
Cukup jelas.

Pasal 120

Ayat (1)
Cukup jelas.

Ayat (2)

Komisaris Independen yang ada di dalam pedoman tata kelola Perseroan yang baik(code of good corporate governance) adalah “Komisaris dari pihak luar”

Ayat (3)
Cukup jelas.

Ayat (4)
Cukup jelas.

Pasal 121

Ayat (1)

Yang dimaksud dengan “komite”, antara lain komite audit, komite remunerasi, dankomite nominasi.

Ayat (2)
Cukup jelas.

Pasal 122
Cukup jelas.

Pasal 123

Ayat (1)
Cukup jelas.

Ayat (2)

Huruf a
Cukup jelas.

Huruf b
Cukup jelas.

Huruf c

Dalam tata cara konversi saham ditetapkan harga wajar saham dariPerseroan yang menggabungkan diri serta harga wajar saham dari Perseroanyang menerima Penggabungan untuk menentukan perbandingan penukaransaham dalam rangka konversi saham.

Huruf d

Rancangan perubahan anggaran dasar dalam hal ini hanya diwajibkansebagai bagian dari usulan apabila Penggabungan tersebut menyebabkanadanya perubahan anggaran dasar.

Huruf e

Yang dimaksud dengan “3 (tiga) tahun buku terakhir dari Perseroan” adalah yang keseluruhannya mencakup 36 (tiga puluh enam) bulan.

Huruf f
Cukup jelas.

Huruf g
Cukup jelas.

Huruf h
Cukup jelas.

Huruf i
Cukup jelas.

Huruf j
Cukup jelas.

Huruf k
Cukup jelas.

Huruf l
Cukup jelas.

Huruf m
Cukup jelas.

Huruf n
Cukup jelas.

Huruf o
Cukup jelas.

Ayat (3)
Cukup jelas.

Ayat (4)

Yang dimaksud dengan “Perseroan tertentu” adalah Perseroan yang mempunyaibidang usaha khusus, antara lain lembaga keuangan bank dan lembaga keuangannonbank.
Yang dimaksud dengan “instansi terkait” antara lain Bank Indonesia untukPenggabungan Perseroan perbankan.

Ayat (5)
Cukup jelas.

Pasal 124
Cukup jelas.

Pasal 125

Ayat (1)

Pengambilalihan yang dimaksud dalam Pasal ini tidak mengurangi ketentuansebagaimana dimaksud dalam Pasal 7

Ayat (2)
Cukup jelas.

Ayat (3)
Cukup jelas.

Ayat (4)
Cukup jelas.

Ayat (5)

Yang dimaksud dengan “pihak yang akan mengambil alih” adalah Perseroan, badanhukum lain yang bukan Perseroan, atau orang perseorangan.

Ayat (6)

Huruf a
Cukup jelas.

Huruf b
Cukup jelas.

Huruf c
Cukup jelas.

Huruf d

Dalam tata cara konversi saham ditetapkan harga wajar saham dariPerseroan yang diambil alih serta harga wajar saham penukarnya untukmenentukan perbandingan penukaran saham dalam rangka konversi saham.

Huruf e
Cukup jelas.

Huruf f
Cukup jelas.

Huruf g
Cukup jelas.

Huruf h
Cukup jelas.

Huruf i
Cukup jelas.

Huruf j
Cukup jelas.

Huruf k
Cukup jelas.

Ayat (7)

Pengambilalihan saham Perseroan lain langsung dari pemegang saham tidak perludidahului dengan membuat rancangan pengambilalihan, tetapi dilakukan langsungmelalui perundingan dan kesepakatan oleh pihak yang akan mengambil alih dengan pemegang saham dengan tetap memperhatikan anggaran dasar Perseroan yangdiambil alih.

Ayat (8)
Cukup jelas.

Pasal 126

Ayat (1)

Ketentuan ini menegaskan bahwa Penggabungan, Peleburan, Pengambilalihan, atauPemisahan tidak dapat dilakukan apabila akan merugikan kepentingan pihak-pihaktertentu.
Selanjutnya, dalam Penggabungan, Peleburan, Pengambilalihan, atau Pemisahanharus juga dicegah kemungkinan terjadinya monopoli atau monopsoni dalamberbagai bentuk yang merugikan masyarakat.

Ayat (2)

Pemegang saham yang tidak menyetujui Penggabungan, Peleburan, Pengambilalihan,atau Pemisahan berhak meminta kepada Perseroan agar sahamnya dibeli sesuaidengan harga wajar saham dari Perseroan sebagaimana dimaksud dalam penjelasanPasal 123 ayat (2) huruf c dan Pasal 125 ayat (6) huruf d.

Ayat (3)
Cukup jelas.

Pasal 127

Ayat (1)
Cukup jelas.

Ayat (2)

Pengumuman dimaksudkan untuk memberikan kesempatan kepada pihak-pihak yangbersangkutan agar mengetahui adanya rencana tersebut dan mengajukan keberatanjika mereka merasa kepentingannya dirugikan.

Ayat (3)
Cukup jelas.

Ayat (4)
Cukup jelas.

Ayat (5)
Cukup jelas.

Ayat (6)
Cukup jelas.

Ayat (7)
Cukup jelas.

Ayat (8)
Cukup jelas.

Pasal 128
Cukup jelas.

Pasal 129
Cukup jelas.

Pasal 130
Cukup jelas.

Pasal 131
Cukup jelas.

Pasal 132
Cukup jelas.

Pasal 133

Pengumuman dimaksudkan agar pihak ketiga yang berkepentingan mengetahui bahwa telahdilakukan Penggabungan, Peleburan, atau Pengambilalihan.
Dalam hal ini pengumuman wajib dilakukan dalam jangka waktu paling lambat 30 (tiga puluh)hari terhitung sejak tanggal :

    1. persetujuan Menteri atas perubahan anggaran dasar dalam hal terjadi Penggabungan;
    2. pemberitahuan diterima Menteri baik dalam hal terjadi perubahan anggaran dasarsebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 ayat (3) maupun yang tidak disertaiperubahan anggaran dasar; dan
    3. pengesahan Menteri atas akta pendirian Perseroan dalam hal terjadi Peleburan.

Pasal 134
Cukup jelas.

Pasal 135

Ayat (1)

Huruf a
Cukup jelas.

Huruf b

Yang dimaksud dengan “pemisahan tidak murni” lazim disebut spin off.

Ayat (2)

Yang dimaksud dengan “beralih karena hukum” adalah beralih berdasarkan titelumum sehingga tidak diperlukan akta peralihan.

Ayat (3)
Cukup jelas.

Pasal 136
Cukup jelas.

Pasal 137
Cukup jelas.

Pasal 138

Ayat (1)

Sebelum mengajukan permohonan pemeriksaan terhadap Perseroan, pemohon telahmeminta secara langsung kepada Perseroan mengenai data atau keterangan yangdibutuhkannya. Dalam hal Perseroan menolak atau tidak memperhatikan permintaantersebut, ketentuan ini memberikan upaya yang dapat ditempuh oleh pemohon.

Ayat (2)
Cukup jelas.

Ayat (3)
Cukup jelas.

Ayat (4)
Cukup jelas.

Ayat (5)
Cukup jelas.

Ayat (6)
Cukup jelas.

Pasal 139

Ayat (1)
Cukup jelas.

Ayat (2)
Cukup jelas.

Ayat (3)

Yang dimaksud dengan “ahli” adalah orang yang mempunyai keahlian dalam bidangyang akan diperiksa.

Ayat (4)
Cukup jelas.

Ayat (5)

Yang dimaksud dengan “semua dokumen” adalah semua buku, catatan, dan suratyang berkaitan dengan kegiatan Perseroan.

Ayat (6)
Cukup jelas.

Ayat (7)
Cukup jelas.

Pasal 140

Ayat (1)
Cukup jelas.

Ayat (2)

Berdasarkan laporan hasil pemeriksaan pada ayat ini, pemohon dapat menentukansikap lebih lanjut terhadap Perseroan.

Pasal 141

Ayat (1)

Dalam menetapkan biaya pemeriksaan bagi pemeriksa, ketua pengadilan negerimendasarkannya atas tingkat keahlian pemeriksa dan batas kemampuan Perseroanserta ruang lingkup Perseroan.

Ayat (2)
Cukup jelas.

Ayat (3)

Pembebanan penggantian biaya dimaksud ditetapkan oleh pengadilan denganmemperhatikan hasil pemeriksaan.

Pasal 142

Ayat (1)

Huruf a
Cukup jelas.

Huruf b
Cukup jelas.

Huruf c
Cukup jelas.

Huruf d
Cukup jelas.

Huruf e
Cukup jelas.

Huruf f

Yang dimaksud dengan “dicabutnya izin usaha Perseroan sehinggamewajibkan Perseroan melakukan likuidasi” adalah ketentuan yang tidakmemungkinkan Perseroan untuk berusaha dalam bidang lain setelah izinusahanya dicabut, misalnya izin usaha perbankan, izin usaha perasuransian.

Ayat (2)

Berbeda dari bubarnya Perseroan sebagai akibat Penggabungan dan Peleburan yang tidak perlu diikuti dengan likuidasi, bubarnya Perseroan berdasarkan ketentuan ayat(1) harus selalu diikuti dengan likuidasi.

Huruf a

Yang dimaksud dengan “likuidasi yang dilakukan oleh kurator” adalahlikuidasi yang khusus dilakukan dalam hal Perseroan bubar berdasarkanketentuan ayat (1) huruf e.

Huruf b
Cukup jelas.

Ayat (3)
Cukup jelas.

Ayat (4)
Cukup jelas.

Ayat (5)
Cukup jelas.

Ayat (6)

Dengan pengangkatan likuidator, tidak berarti bahwa anggota Direksi dan DewanKomisaris diberhentikan, kecuali RUPS yang memberhentikan.
Yang berwenang untuk melakukan pemberhentian sementara likuidator danpengawasan terhadapnya adalah Dewan Komisaris sesuai dengan ketentuan dalamanggaran dasar.

Pasal 143

Ayat (1)

Karena Perseroan yang dibubarkan masih diakui sebagai badan hukum, Perseroandapat dinyatakan pailit dan likuidator selanjutnya digantikan oleh kurator.
Pernyataan pailit tidak mengubah status Perseroan yang telah dibubarkan dan karenaitu Perseroan harus dilikuidasi.

Ayat (2)
Cukup jelas.

Pasal 144
Cukup jelas.

Pasal 145
Cukup jelas.

Pasal 146
Ayat (1)

Huruf a
Cukup jelas.

Huruf b
Cukup jelas.

Huruf c

Yang dimaksud dengan “alasan Perseroan tidak mungkin untuk dilanjutkan”, antara lain :

    1. Perseroan tidak melakukan kegiatan usaha (non-aktif) selama 3(tiga) tahun atau lebih, yang dibuktikan dengan surat pemberitahuanyang disampaikan kepada instansi pajak;
    2. dalam hal sebagian besar pemegang saham sudah tidak diketahuialamatnya walaupun telah dipanggil melalui iklan dalam Surat Kabarsehingga tidak dapat diadakan RUPS.
    3. Dalam hal perimbangan pemilikan saham dalam Perseroan demikianrupa sehingga RUPS tidak dapat mengambil keputusan yang sah,misalnya 2 (dua) kubu pemegang saham memiliki masing-masing50% (lima puluh persen) saham; atau
    4. kekayaan Perseroan telah berkurang demikian rupa sehingga dengankekayaan yang ada Perseroan tidak mungkin lagi melanjutkankegiatan usahanya.

Ayat (2)
Cukup jelas.

Pasal 147

Ayat (1)

Penghitungan jangka waktu 30 (tiga puluh) hari dimulai sejak tanggal :

    1. pembubaran oleh RUPS karena Perseroan dibubarkan oleh RUPS; atau
    2. penetapan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap karenaPerseroan dibubarkan berdasarkan penetapan pengadilan.

Ayat (2)
Cukup jelas.

Ayat (3)

Penghitungan jangka waktu 60 (enam puluh) hari dimulai sejak tanggal pengumumanpemberitahuan kepada kreditor yang paling akhir, misalnya pengumuman dalamSurat Kabar tanggal 1 Juli 2007, pengumuman dalam Berita Negara RepublikIndonesia tanggal 3 Juli 2007, maka tanggal pengumuman yang paling akhirdimaksud adalah pada tanggal 3 Juli 2007.

Ayat (4)
Cukup jelas.

Pasal 148
Cukup jelas.

Pasal 149

Ayat (1)

Huruf a
Cukup jelas.

Huruf b

Yang dimaksud dengan “dalam rencana pembagian kekayaan hasil likuidasi”,termasuk rincian besarnya utang dan rencana pembayarannya.

Huruf c
Cukup jelas.

Huruf d
Cukup jelas.

Huruf e

Yang dimaksud dengan “tindakan lain yang perlu dilakukan dalampelaksanaan pemberesan kekayaan”, antara lain mengajukan permohonanpailit karena utang Perseroan lebih besar daripada kekayaan Perseroan.

Ayat (2)
Cukup jelas.

Ayat (3)
Cukup jelas.

Ayat (4)
Cukup jelas.

Pasal 150
Cukup jelas.

Pasal 151
Cukup jelas.

Pasal 152

Ayat (1)

Yang dimaksud dengan “likuidator bertanggung jawab” adalah likuidator harusmemberikan laporan pertanggungjawaban atas likuidasi yang dilakukan.

Ayat (2)
Cukup jelas.

Ayat (3)
Cukup jelas.

Ayat (4)
Cukup jelas.

Ayat (5)
Cukup jelas.

Ayat (6)
Cukup jelas.

Ayat (7)
Cukup jelas.

Ayat (8)
Cukup jelas.

Pasal 153
Cukup jelas.

Pasal 154

Ayat (1)

Pada dasarnya terhadap Perseroan yang melakukan kegiatan tertentu di bidang pasarmodal, misalnya Perseroan Terbuka atau bursa efek berlaku ketentuan dalam Undang-Undang ini. Namun, mengingat kegiatan Perseroan tersebut mempunyai sifat tertentuyang berbeda dari Perseroan pada umumnya, perlu dibuka kemungkinan adanyapengaturan khusus terhadap Perseroan tersebut.
Pengaturan khusus dimaksud, antara lain mengenai sistem penyetoran modal, halyang berkaitan dengan pembelian kembali saham Perseroan, dan hak suara sertapenyelenggaraan RUPS.

Ayat (2)
Yang dimaksud dengan “asas hukum Perseroan” adalah asas hukum yang berkaitandengan hakikat Perseroan dan Organ Perseroan.

Pasal 155
Cukup jelas.

Pasal 156
Cukup jelas.

Pasal 157

Ayat (1)
Cukup jelas.

Ayat (2)
Cukup jelas.

Ayat (3)

Yang dimaksud dengan “Perseroan yang telah memperoleh status badan hukumberdasarkan peraturan perundang-undangan” adalah Perseroan yang berstatus badanhukum yang didirikan berdasarkan Kitab Undang-Undang Hukum Dagang dan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1995 tentang Perseroan Terbatas.

Ayat (4)
Cukup jelas.

Pasal 158

Berdasarkan ketentuan ini, kepemilikan saham oleh Perseroan lain tersebut harus sudahdialihkan kepada pihak lain yang tidak terkena larangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal36 dalam jangka waktu 1 (satu) tahun sejak berlakunya Undang-Undang ini.

Pasal 159
Cukup jelas.

Pasal 160
Cukup jelas.

Pasal 161
Cukup jelas.

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4756

Reading: Undang-Undang – 40 TAHUN 2007