Resources / Regulation / Keputusan Menteri Keuangan

Keputusan Menteri Keuangan – 297/KMK.01/1997

Menimbang :

bahwa dalam upaya memacu Pembangunan industri/industri jasa, dipandang perlu untuk mengatur pembebasan bea masuk atas impor mesin, barang dan bahan dalam rangka Pembangunan industri/industri jasa dengan suatu Keputusan Menteri Keuangan;

Mengingat :

  1. Undang-undang Nomor 1 Tahun 1967 tentang Penanaman Modal Asing (Lembaran Negara Tahun 1967 Nomor 1, Tambahan Lembaran Negara Nomor 2818) jo. Undang-undang Nomor 11 Tahun 1970 (Lembaran Negara Tahun 1970 Nomor 46, Tambahan Lembaran Negara Nomor 2943);
  2. Undang-undang Nomor 6 Tahun 1968 tentang Penanaman Modal Dalam Negeri (Lembaran Negara Tahun 1968 Nomor 33, Tambahan Lembaran Negara Nomor 2853) jo. Undang-undang Nomor 12 Tahun 1970 (Lembaran Negara Tahun 1970 Nomor 47, Tambahan Lembaran Negara Nomor 2944);
  3. Undang-undang Nomor 5 Tahun 1984 tentang Perindustrian (Lembaran Negara Tahun 1984 Nomor 22, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3274);
  4. Undang-undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan (Lembaran Negara Tahun 1995 Nomor 75, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3612);

MEMUTUSKAN :

Menetapkan :

KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK IND0NESIA TENTANG PEMBEBASAN BEA MASUK ATAS IMPOR MESIN, BARANG DAN BAHAN DALAM RANGKA PEMBANGUNAN INDUSTRI/INDUSTRI JASA.

Pasal 1

Dalam Keputusan ini yang dimaksud dengan :

  1. Pembangunan adalah pendirian baru industri yang menghasilkan barang dan/atau jasa.
  2. Mesin adalah setiap mesin, permesinan, alat perlengkapan instalasi pabrik, peralatan, atau perkakas yang digunakan untuk Pembangunan industri/industri jasa.
  3. Barang dan bahan adalah semua barang atau bahan, tidak melihat jenis dan komposisinya, yang digunakan sebagai bahan atau komponen untuk menghasilkan barang jadi.
  4. Industri adalah perusahaan yang telah memiliki izin usaha untuk mengolah bahan mentah, bahan baku, bahan setengah jadi, dan/atau barang jadi menjadi barang dengan nilai yang lebih tinggi untuk penggunaannya, termasuk kegiatan rancang bangun dan perekayasaan industri.
  5. Industri jasa adalah perusahaan yang telah memiliki izin usaha yang kegiatannya di bidang jasa sebagaimana tercantum dalam Lampiran Keputusan ini.

Pasal 2

Pembebasan bea masuk atas impor mesin dalam rangka Pembangunan, meliputi :

  1. mesin yang terkait langsung dengan kegiatan industri/industri jasa, sepanjang belum dapat diproduksi di dalam negeri;
  2. suku cadang dan komponen dari mesin sebagaimana dimaksud dalam huruf a dalam jumlah yang tidak melebihi 5% (lima persen) dari harga mesin.

Pasal 3

(1)

Terhadap industri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 huruf d yang telah mendapat pembebasan bea masuk sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 dapat diberikan pembebasan bea masuk atas impor barang dan bahan dalam rangka Pembangunan.

(2)

Barang dan bahan yang dapat diberikan pembebasan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) adalah barang dan bahan untuk keperluan 2 (dua) tahun sesuai kapasitas terpasang, dengan jangka waktu pengimporan selama 2 (dua) tahun terhitung sejak tanggal keputusan pembebasan bea masuk.

Pasal 4

(1) Kebutuhan mesin, suku cadang dan komponen sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2, serta barang dan bahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 diverifikasi oleh instansi teknis terkait, yakni :
  1. Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) bagi perusahaan Penanaman Modal Asing (PMA)/Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN);
  2. Departemen Perindustrian dan Perdagangan bagi perusahaan Non PMA/PMDN.
(2)

Dalam melaksanakan verifikasi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) instansi teknis terkait menggunakan surveyor yang ditunjuk Pemerintah.

Pasal 5

Terhadap industri/industri jasa yang melakukan pembangunan dengan menggunakan mesin produksi dalam negeri dapat diberikan pembebasan bea masuk atas impor barang dan bahan sesuai ketentuan Pasal 3.

Pasal 6

Terhadap impor mesin dalam rangka Pembangunan industri/industri jasa dalam keadaan bukan baru, harus disertai dengan sertifikat dari surveyor yang menyatakan bahwa mesin tersebut masih baik dan bukan scrap atau besi tua.

Pasal 7

Fasilitas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 dan Pasal 5 tidak berlaku untuk industri otomotif.

Pasal 8

Permohonan untuk memperoleh pembebasan bea masuk sebagaimana dimaksud dalam keputusan ini disampaikan kepada :

  1. Ketua BKPM terhadap mesin, barang dan bahan untuk keperluan pembangunan bagi perusahaan PMA/PMDN;
  2. Direktur Jenderal Bea dan Cukai terhadap mesin, barang dan bahan untuk keperluan pembangunan bagi Perusahaan Non PMA/PMDN.

Pasal 9

(1) Permohonan untuk memperoleh pembebasan bea masuk atas impor mesin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2, dilampiri dokumen sebagai berikut :
  1. Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP);
  2. Surat izin usaha dari instansi teknis;
  3. Hasil verifikasi dari instansi teknis terkait terhadap kebutuhan mesin, antara lain jumlah, jenis, spesifikasi dan harga;
  4. Uraian ringkas proses produksi bagi industri yang menghasilkan barang;
  5. Uraian kegiatan usaha bagi industri jasa.
(2) Permohonan untuk mendapatkan pembebasan bea masuk atas impor barang dan bahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3, dan Pasal 5 dilampiri dokumen sebagai berikut :
  1. Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP);
  2. Surat izin usaha dari instansi teknis;
  3. Hasil verifikasi dari instansi teknis terkait terhadap kebutuhan tambahan barang dan bahan;
  4. Copy realisasi dokumen impor mesin atau pembelian mesin.

Pasal 10

(1) Pemberian pembebasan bea masuk dilakukan oleh :
  1. Ketua BKPM untuk fasilitas pembangunan bagi perusahaan PMA/PMDN;
  2. Direktur Jenderal Bea dan Cukai untuk fasilitas pembangunan bagi Perusahaan Non PMA/PMDN.
(2)

Keputusan Pembebasan Bea Masuk dilampiri daftar mesin atau barang dan bahan yang diberikan pembebasan bea masuk, serta penunjukan pelabuhan bongkar.

Pasal 11

Industri/industri jasa yang mendapatkan pembebasan bea masuk sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10, wajib :

  1. Menyelenggarakan pembukuan pengimporan mesin, barang dan bahan untuk keperluan audit di bidang Kepabeanan;
  2. Menyimpan dan memelihara untuk sekurang-kurangnya 2 (dua) tahun terhitung sejak realisasi impor, pada tempat usahanya, dokumen, catatan-catatan, dan pembukuan sehubungan dengan pemberian pembebasan bea masuk;
  3. Menyerahkan laporan realisasi impor.

Pasal 12

Dengan berlakunya Keputusan ini :

  1. Keputusan Menteri Keuangan Nomor : 156/Menkeu/1967 Jis. Keputusan Menteri Keuangan Nomor : 246/M/IV/9/1968 dan Keputusan Menteri Keuangan Nomor : 202/mt.k/IV/3/1969;
  2. Keputusan Menteri Keuangan Nomor : 289/MK/IV/4/1971 Jis. Keputusan Menteri Keuangan Nomor : KEP-706/MK/IV/9/1971, dan Keputusan Menteri Keuangan Nomor : 855/KMK.01/1987, dan Keputusan Menteri Keuangan 294/KMK.01/1994;
  3. Keputusan Menteri Keuangan Nomor : 290/KMK.01/1977;
  4. Keputusan Menteri Keuangan Nomor : 470/KMK.01/1981;
  5. Keputusan Menteri Keuangan Nomor : 471/KMK.01/1981;
  6. Keputusan Menteri Keuangan Nomor : 632/KMK.01/1986;
  7. Surat Menteri Keuangan Nomor : S-685/MK.05/1990;

dinyatakan tidak berlaku.

Pasal 13

Ketentuan teknis yang diperlukan dalam rangka pelaksanaan Keputusan ini diatur lebih lanjut oleh Ketua BKPM dan/atau Direktur Jenderal Bea dan Cukai.

Pasal 14

Keputusan ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan.

Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Keputusan ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.

Ditetapkan di Jakarta
Pada tanggal 4 Juli 1997
MENTERI KEUANGAN,

ttd

MAR’IE MUHAMMAD

Reading: Keputusan Menteri Keuangan – 297/KMK.01/1997