Resources / Regulation / Keputusan Dirjen Bea dan Cukai

Keputusan Dirjen Bea dan Cukai – KEP 02/BC/1999

Menimbang :

  1. bahwa peningkatan pelayanan kepada masyarakat dalam rangka pemberian fasilitas pembebasan bea masuk merupakan tuntutan yang utama bagi upaya memacu pembangunan industri di dalam negeri;
  2. bahwa peningkatan pelayanan pemberian fasilitas pembebasan bea masuk, harus tetap memperhatikan hak dan kepentingan negara, oleh karena itu dipandang perlu mengatur lebih lanjut tata cara pemberian fasilitas pembebasan bea masuk berdasarkan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 546/KMK.01/1997 dengan Keputusan Direktur Jenderal Bea dan Cukai.

Mengingat :

  1. Undang-undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan (Lembaran Negara Tahun 1995 Nomor 75, Tambahan Lembaran Negara nomor 3612);
  2. Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia nomor 546/KMK.01/1997 tanggal 3 November 1997 tentang Pembebasan Bea Masuk atas Impor Mesin, Barang dan Bahan Dalam Rangka Pembangunan Industri/Industri Jasa;

MEMUTUSKAN :

Menetapkan :

KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI TENTANG TATA CARA PEMBERIAN FASILITAS PEMBEBASAN BEA MASUK ATAS IMPOR MESIN, BARANG DAN BAHAN OLEH INDUSTRI/INDUSTRI JASA NON PMA/PMDN YANG MELAKUKAN PENGEMBANGAN BERDASARKAN KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN NOMOR
546/KMK.01/1997 TANGGAL 3 NOVEMBER 1997

Pasal 1

Dalam Keputusan ini yang dimaksud dengan :

a. Pengembangan adalah perluasan (diversifikasi) hasil produksi dan restrukturisasi (modernisasi dan rehabilitasi) mesin, peralatan pabrik dan peralatan lainnya beserta komponen-komponennya, untuk tujuan peningkatan kapasitas produksi, mutu, jenis produksi, efisiensi, dari industri/industri jasa yang telah ada.
b. Mesin adalah setiap mesin, permesinan, alat perlengkapan instalasi pabrik, peralatan, atau perkakas yang terkait langsung dengan kegiatan pembangunan industri/industri jasa.
c. Suku cadang dan komponen adalah suku cadang dan komponen untuk mesin tersebut huruf b dalam jumlah yang harganya tidak melebihi 5% (lima perseratus) dari harga mesin tersebut.
d. Barang dan bahan adalah semua barang atau bahan, tidak melihat jenis dan komposisinya, yang digunakan sebagai bahan atau komponen untuk menghasilkan barang jadi.
e. Industri adalah perusahaan yang telah memiliki izin usaha untuk mengolah bahan mentah,bahan baku, barang setengah jadi dan/atau barang jadi, menjadi barang yang memiliki nilai lebih tinggi untuk penggunaannya, termasuk kegiatan rancang bangun dan perekayasaan industri.
f. Industri Jasa adalah perusahaan yang telah memiliki izin usaha yang kegiatannya dibidang jasa sebagaimana tersebut di bawah ini :
– Pariwisata, kecuali golf;
– Agrisbisnis/Pertanian;
– Transportasi/Perhubungan;
– Pelayanan Kesehatan;
– Telekomunikasi;
– Pusat Pertokoan, Supermarket, Department Store, terbatas untuk perusahaan PMDN dan Non PMA/PMDN;
– Pertambangan;
– Pekerjaan Umum;
– Informasi;
– Pendidikan/Penelitian dan Pengembangan (Litbang);
– Kehutanan; dan
– Konstruksi.

Pasal 2

(1) Terhadap industri/industri jasa Penanaman Modal Asing (PMA)/Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) dan Non PMA/PMDN yang melakukan pengembangan diberikan fasilitas pembebasan bea masuk atas impor mesin;
(2) Pembebasan bea masuk atas impor mesin sebagaima na dimaksud pada ayat 1 meliputi mesin, suku cadang dan komponen.

Pasal 3

(1) Terhadap industri yang telah mendapatkan pembebasan bea masuk atas impor mesin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat 2 dan atau pembelian mesin produksi dalam negeri dapat diberikan pembebasan bea masuk atas impor barang dan bahan dalam rangka pengembangan;
(2) Barang dan bahan yang diberikan pembebasan bea masuk sebagaimana dimaksud pada ayat 1 adalah barang dan bahan untuk keperluan tambahan produksi selama 2 (dua) tahun sesuai kapasitas terpasang;
(3) Terhadap industri yang melakukan pengembangan berupa penambahan kapasitas produksi kurang dari 30% dari besarnya kapasitas terpasang tidak berhak mendapatkan pembebasan bea masuk atas impor barang dan bahan.
(4) Fasilitas pembebasan bea masuk untuk barang dan bahan tidak berlaku untuk industri jasa dan industri otomotif kecuali industri komponen kendaraan bermotor.

Pasal 4

Kebutuhan tambahan barang dan bahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 diverifikasi oleh :
a. Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) bagi industri Penanaman Modal Asing (PMA)/Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN);
b. Departemen Perindustrian dan Perdagangan dan atau departemen/instansi terkait bagi industri Non PMA/PMDN.

Pasal 5

Terhadap impor mesin dalam rangka pengembangan industri/industri jasa dalam keadaan bukan baru harus disertai dengan sertifikat dari surveyor yang menyatakan bahwa mesin tersebut masih baik dan bukan scrap atau besi tua.

Pasal 6

(1) Permohonan untuk mendapatkan fasilitas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 diajukan kepada Direktur Jenderal Bea dan Cukai u.p. Direktur Fasilitas Kepabeanan;
(2) Tata cara pengajuan permohonan tersebut pada ayat 1 ditempatkan pada Lampiran I Surat Keputusan ini.

Pasal 7

Pemberian fasilitas dimaksud dalam Pasal 2 dituangkan dalam suatu Keputusan Menteri Keuangan yang ditanda tangani oleh Direktur Jenderal Bea dan Cukai u.b. Direktur Fasilitas Kepabeanan atas nama Menteri Keuangan.

Pasal 8

Keputusan Menteri Keuangan dimaksud dalam pasal 7 berlaku untuk :
a. Impor mesin dengan jangka waktu pengimporan selama 1 (satu) tahun sejak tanggal Keputusan pembebasan bea masuk;
b. Impor barang dan bahan dengan jangka waktu pengimporan selama 2 (dua) tahuns sejak tanggal Keputusan pembebasan bea masuk.

Pasal 9

Industri/industri jasa yang mendapatkan fasilitas pembebasan bea masuk diwajibkan untuk :

a. Menyelenggarakan pembukuan pengimporan mesin dan atau barang dan bahan untuk keperluan audit di bidang kepabeanan;
b. Menyimpan dan memelihara untuk sekurang-kurangnya 2 tahun terhitung sejak realisasi impor pada tempat usahanya, dokumen, catatan-catatan, dan pembukuan sehubungan dengan pemberian pembebasan bea masuk;
c. Menyampaikan laporan tentang realisasi impor mesin dan atau barang dan bahan yang mendapat pembebasan bea masuk tersebut kepada Direktur Jenderal Bea dan Cukai u.p. Direktur Verifikasi dan Audit.

Pasal 10

Dengan diberlakukannya Surat Keputusan ini, Surat Edaran Direktur Jendreal Bea dan Cukai Nomor SE-41/BC/1997 tanggal 27 November 1997 dan SE-20/BC/1998 tanggal 1 Mei 1998, dinyatakan tidak berlaku.

Pasal 11

Keputusan ini mulai berlaku sejak tanggal ditetapkan.

Salinan Keputusanini disampaikan kepada Yth.
1. Menteri Keuangan;
2. Menteri Perindustrian dan Perdagangan;
3. Menteri Negara Investas i/Kepala BPKM;
4. Menteri Pertanian;
5. Menteri Kesehatan;
6. Menteri Pertambangan dan Energi;
7. Menteri Kehutanan dan Perkebunan;
8. Menteri Pendidikan dan Kebudayaan;
9. Menteri Perhubungan;
10. Menteri Pekerjaan Umum;
11. Menteri Pariwisata, Seni dan Budaya;
12. Menteri Penerangan;
13. Menteri Koperasi, Pengusaha Kecil dan Menengah;
14. Menteri Negara Riset dan Teknologi/Kepala BPPT;
15. Menteri Negara Pendayagunaan BUMN;
16. Ketua Kamar Dagang dan Industri Indonesia (KADIN);
17. Ketua Gabungan Importir Nasional Seluruh Indonesia (GINSI);
18. Ketua Gabungan Pengusaha Ekspor Indonesia (GPEI);
19. Kepala Kantor Wilayah I s.d XII DJBC;
20. Kepala Kantor Pelayanan Bea dan Cukai di seluruh Indonesia;
21. Direktur utama PT SUCOFINDO.

Ditetapkan di Jakarta
Pada tanggal 4 Januari 1999
Direktur Jenderal

ttd.

Martiono Hadianto
NIP. 060035101

Reading: Keputusan Dirjen Bea dan Cukai – KEP 02/BC/1999