Resources / Regulation / Surat Edaran Dirjen Pajak

Surat Edaran Dirjen Pajak – SE 06/PJ.10/2000

Sehubungan dengan telah dipertukarkannya nota ratifikasi Persetujuan Penghindaran Pajak Berganda RI-Mongolia, dengan ini diberitahukan hal-hal sebagai berikut :

  1. Persetujuan Penghindaran Pajak Berganda (P3B) RI-Mongolia telah diratifikasi oleh Pemerintah Indonesia dengan Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 157 Tahun 1998 (Lembaran Negara Nomor : 150 Tahun 1998) tanggal 18 September 1998. Pemerintah Indonesia kemudian memberitahukan hal ini melalui Nota Diplomatik pada tanggal 19 Nopember 1998. Pihak Mongolia melalui Nota Diplomatik tanggal 7 Januari 2000 memberitahukan bahwa Parlemen-nya telah meratifikasi P3B tersebut. Sesuai dengan ketentuan Pasal 28, P3B ini akan berlaku pada tanggal pemberitahuan terakhir dari masing-masing negara. Mengingat yang terakhir memberi Nota Diplomatik adalah Mongolia yaitu tanggal 7 Januari 2000, maka P3B berlaku pada tanggal 7 Januari 2000. Ketentuan-ketentuan dalam P3B tersebut mulai diberlakukan terhadap penghasilan-penghasilan yang diterima atau diperoleh pada atau setelah 1 Januari 2001.

  2. Dengan berlakunya Persetujuan ini, diminta perhatian Saudara akan hal-hal sebagai berikut :

    1. Persetujuan hanya berlaku bagi orang pribadi yang bertempat tinggal atau badan yang berkedudukan di masing-masing Negara, yaitu Indonesia dan Mongolia.
    2. Penentuan apakah kegiatan di Indonesia yang dilakukan oleh suatu badan atau perusahaan yang berkedudukan di Mongolia menimbulkan Bentuk Usaha Tetap (BUT) mengacu kepada ketentuan Pasal 5 dari Persetujuan tersebut, yang antara lain meliputi :
      1. suatu tempat kedudukan manajemen;
      2. suatu cabang;
      3. suatu kantor;
      4. suatu pabrik;
      5. suatu bengkel;
      6. suatu gudang atau tempat penyimpanan barang sebagai tempat penjualan;
      7. suatu pertanian atau perkebunan;
      8. suatu tambang, suatu sumur minyak atau gas, suatu penggalian atau tempat pengambilan atau eksplorasi sumber daya alam lainnya, anjungan untuk pemboran atau kapal yang digunakan untuk eksplorasi dan eksploitasi sumber-sumber daya alam;
      9. suatu bangunan, suatu proyek konstruksi, suatu perakitan atau proyek instalasi atau kegiatan pengawasan yang ada hubungan dengan proyek tersebut, tetapi hanya apabila bangunan, proyek atau kegiatan tersebut berjalan untuk masa lebih dari enam bulan;
      10. pemberian jasa-jasa termasuk jasa-jasa konsultan oleh suatu perusahaan melalui karyawannya atau orang lain yang dipekerjakan oleh perusahaan tersebut, sepanjang kegiatan-kegiatan seperti itu berlangsung (untuk proyek yang sama atau yang berhubungan) di suatu Negara selama suatu masa atau masa-masa yang melebihi jumlah tiga bulan dalam waktu dua belas bulan.
    3. Tidak termasuk pengertian “bentuk usaha tetap” adalah :
      1. penggunaan fasilitas-fasilitas semata-mata dengan maksud untuk menyimpan atau memamerkan barang-barang atau barang dagangan milik perusahaan;
      2. pengurusan suatu persediaan barang-barang atau barang dagangan milik perusahaan semata-mata dengan maksud untuk disimpan atau dipamerkan;
      3. pengurusan suatu persediaan barang-barang atau barang dagangan milik perusahaan semata-mata dengan maksud untuk diolah oleh perusahaan lain;
      4. pengurusan suatu tempat tertentu semata-mata dengan maksud untuk pembelian barang-barang atau barang dagangan atau untuk mengumpulkan keterangan bagi keperluan perusahaan;
      5. pengurusan suatu tempat usaha tertentu semata-mata dengan maksud untuk tujuan periklanan, atau untuk memberikan keterangan-keterangan atas nama perusahaan;
      6. pengurusan suatu tempat usaha tertentu semata-mata dengan maksud untuk tujuan menjalankan kegiatan-kegiatan yang bersifat persiapan atau penunjang bagi perusahaan;
      7. pengurusan suatu tempat usaha tertentu semata-mata ditujukan untuk melakukan gabungan kegiatan-kegiatan seperti disebutkan pada sub-ayat (a) sampai dengan sub ayat (f), asalkan hasil penggabungan seluruh kegiatan-kegiatan tersebut bersifat persiapan atau penunjang.
    4. Ketentuan Pasal 7 ayat (1) P3B sama dengan ketentuan Pasal 5 ayat (1) Undang-undang Nomor 7 Tahun 1983 sebagaimana diubah dengan Undang-undang Nomor 10 Tahun 1994, dan terakhir dengan Undang-undang Nomor 17 Tahun 2000. Hal ini berarti yang dikenakan pajak penghasilan di Indonesia tidak hanya penghasilan dari kegiatan BUT dari perusahaan Mongolia tersebut dan dari harta yang dikuasai atau dimilikinya, tetapi juga penghasilan yang berasal dari kegiatan usaha atau penjualan barang-barang dan/atau pemberian jasa di Indonesia yang dilakukan oleh induk perusahaannya, yang sejenis dengan kegiatan usaha atau penjualan barang-barang dan/atau pemberian jasa yang dilakukan BUT tersebut di Indonesia.
    5. Keuntungan setelah dikurangi pajak dari suatu BUT perusahaan Mongolia (ex Pasal 26 (4) Undang-undang Pajak Penghasilan) di Indonesia dikenakan pajak sebesar 10%.
    6. Perlakuan pajak terhadap jasa yang diberikan oleh orang pribadi subjek pajak Mongolia di Indonesia dalam rangka melakukan pekerjaan bebas tunduk kepada ketentuan dalam pasal 14 Persetujuan, yaitu bahwa imbalan atas jasa yang diterima dalam pekerjaan bebas, misalnya dokter, ahli hukum, ahli teknik, arsitek, dokter gigi, akuntan, hanya dikenakan pajak di Indonesia apabila mereka berada di Indonesia dalam suatu masa atau masa-masa yang jumlahnya melebihi 91 hari dalam suatu tahun takwim yang bersangkutan, atau menjalankan kegiatannya dari suatu tempat tetap di Indonesia.
    7. Penerapan Undang-undang Pajak Penghasilan 1984 atas penghasilan yang diterima atau diperoleh dari hubungan kerja harus memperhatikan Pasal 15 Persetujuan yaitu, bahwa penghasilan sebagai karyawan yang merupakan subjek pajak Mongolia, sehubungan dengan pekerjaan yang dilakukan di Indonesia untuk kepentingan perusahaannya hanya dikenakan pajak di Indonesia apabila memenuhi salah satu syarat sebagai berikut :
      1. dalam suatu tahun takwin karyawan tersebut berada di Indonesia lebih dari 91 hari; atau
      2. gajinya dibayar oleh pemberi kerja yang merupakan subjek pajak Indonesia; atau
      3. gajinya dibebankan pada suatu BUT yang berada di Indonesia.
      4. Pengenaan pajak atas penghasilan direktur dan pembayaran yang sejenis dikenakan di Negara dimana perusahaan tersebut didirikan atau bertempat kedudukan. Seandainya suatu PT. PMA yang pemegang sahamnya adalah perusahaan yang berkedudukan di Mongolia, salah satu direkturnya adalah orang Mongolia, dan menerima gaji dari PT. PMA, maka gaji tersebut tetap dikenakan Pajak Penghasilan Pasal 21 jo Pasal 26, walaupun orang tersebut hanya sekali-sekali saja ke Indonesia.
    8. Pengenaan pajak atas penghasilan direktur dan pembayaran yang sejenis dikenakan di Negara dimana perusahaan tersebut didirikan atau bertempat kedudukan. Seandainya suatu PT. PMA yang pemegang sahamnya adalah perusahaan yang berkedudukan di Mongolia, salah satu direkturnya adalah orang Mongolia, dan menerima gaji dari PT. PMA, maka gaji tersebut tetap dikenakan Pajak Penghasilan Pasal 21 jo Pasal 26, walaupun orang tersebut hanya sekali-sekali saja ke Indonesia.
    9. Penghasilan dari seniman dan olahragawan akan dikenakan pajak di negara di mana kegiatan sebagai seniman dan olahragawan tersebut dilakukan, tetapi penghasilan dari kegiatan sebagai seniman dan olahragawan tersebut akan dibebaskan pajak apabila kegiatan tersebut disponsori/dibiayai oleh Pemerintah atau lembaga Pemerintah.
    10. Penghasilan berupa pensiun atau imbalan sejenis lainnya yang diterima subjek pajak Mongolia dari Indonesia dapat dikenakan pajak di Indonesia.
    11. Penduduk Mongolia yang melakukan kegiatan di Indonesia sebagai guru dan/atau peneliti dan kegiatan itu dilakukan di Indonesia dan kunjungannya ke Indonesia semata-mata untuk mengajar atau meneliti, untuk masa tidak lebih dari dua tahun tidak akan dikenakan pajak di Indonesia atas penghasilan dari kegiatan mengajar dan meneliti tersebut.
    12. Penduduk Mongolia yang menjalani pendidikan dan latihan di Indonesia tidak dikenakan pajak di Indonesia untuk pembayaran-pembayaran atau penghasilan tersebut dibawah ini, yang semata-mata untuk keperluan hidup, pendidikan dan pelatihannya saja :
      1. pembayaran yang berasal dari luar Indonesia;
      2. bantuan, beasiswa atau penghargaan yang diberikan oleh pemerintah, atau organisasi di bidang ilmu pengetahuan, pendidikan, kebudayaan, atau organisasi yang dibebaskan lainnya;
      3. penghasilan sehubungan dengan jasa pribadi yang dilakukan di Indonesia menurut peraturan yang berlaku.
    13. Laba dari perusahaan penerbangan dan pelayaran dari masing-masing negara yang diperoleh dari pengoperasian dalam jalur lalu lintas internasional, dikenakan pajak di negara domisili (yaitu dimana perusahaan berkedudukan).
    14. Penghasilan berupa bunga, dividen dan royalti yang diperoleh atau diterima oleh subjek pajak Mongolia, yang dibayar oleh perusahaan di Indonesia maka tarif pemotongan PPh Pasal 26 adalah sebagai berikut :
      1. Dividen (Pasal 10 Persetujuan) :
        – 10% dari jumlah bruto dividen.
      2. Bunga (Pasal 11 Persetujuan) :
        – 10% dari jumlah bruto bunga jika penerimanya adalah “beneficial owner” dari bunga dimaksud.
        Dikecualikan dari pemotongan PPh adalah bunga yang dibayar kepada Pemerintah Mongolia termasuk bagian ketatanegaraannya dan Pemerintah Daerah, bank sentral atau lembaga keuangan di bawah pengawasan Pemerintah Mongolia, yang seluruh modalnya dimiliki Pemerintah Mongolia.
      3. Royalti (Pasal 12 Persetujuan) :
        – 10% dari jumlah bruto royalti jika penerimanya adalah “beneficial owner” dari royalti dimaksud.
  3. Persetujuan ini mengatur juga mengenai pertukaran informasi antara Indonesia dengan Mongolia. Apabila Indonesia memerlukan informasi dari Mongolia yang berkaitan dengan kepentingan perpajakan Indonesia dalam rangka penghindaran pajak berganda atau mencegah penyelundupan pajak, baik mengenai kegiatan Wajib Pajak Indonesia ataupun Wajib Pajak Mongolia, maka Indonesia berhak memperoleh informasi dimaksud dari Competent Authority Mongolia. Dengan demikian apabila Kantor Pemeriksaan Pajak atau Kantor Pelayanan Pajak memerlukan informasi misalnya konfirmasi mengenai suatu transaksi antara Wajib Pajak Indonesia dengan Wajib Pajak Mongolia, harga suatu produk/jasa tertentu dan lain sebagainya di Mongolia, maka hendaknya segera mengajukan permintaan informasi tersebut melalui Direktorat Hubungan Perpajakan Internasional, untuk dapat diteruskan kepada pihak Mongolia.
  4. Ketentuan-ketentuan lainnya yang diatur dalam Persetujuan Penghindaran Pajak Berganda Indonesia-Mongolia dapat dipelajari dari naskah Persetujuan terlampir. Namun, tidak berlebihan juga untuk diutarakan disini, Persetujuan Penghindaran Pajak Berganda Indonesia-Mongolia, sebagaimana juga dengan Persetujuan serupa dengan Negara-negara lain, adalah suatu ketentuan khusus yang hanya berlaku bagi orang atau badan yang merupakan Wajib Pajak kedua Negara. Untuk menentukan apakah seseorang atau sebuah perusahaan adalah “Wajib Pajak dalam negeri Mongolia”, perlu dilengkapi dengan dokumen Surat Keterangan Domisili yang diterbitkan dan ditandatangani oleh pejabat yang berwenang di Mongolia

Demikian untuk mendapat perhatian Saudara guna dilaksanakan sebagaimana mestinya.

DIREKTUR JENDERAL,

ttd

MACHFUD SIDIK

Reading: Surat Edaran Dirjen Pajak – SE 06/PJ.10/2000