Menimbang :
Bahwa berdasarkan Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 616/KMK.01/1996 tanggal 25 Oktober 1996 tentang pembebasan Bea Masuk dan Perlakuan Perpajakan Dalam Rangka Pengembangan Pulau Bintan dan Pulau Karimun dipandang perlu untuk menetapkan tatalaksana pemasukan dan pengeluaran barang ke dan dari kawasan Pengembangan Pulau Bintan dan Pulau Karimun dengan Keputusan Direktur Jenderal Bea dan Cukai.
Mengingat :
- Undang-Undang No. 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (Lembaran Negara Tahun 1983 No. 49, Tambahan Lembaran Negara No. 3262) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang No. 9 Tahun 1994 (Lembaran Negara Tahun 1994 No. 59, TLN No. 3566).
- Undang-Undang No. 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan (Lembaran Negara Tahun 1983 No. 50, Tambahan Lembaran Negara No. 3263) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang No. 10 Tahun 1994 (Lembaran Negara Tahun 1994 No. 60, Tambahan Lembaran Negara No. 3567).
- Undang-Undang No. 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai (Lembaran Negara Tahun 1983 Nomor 51, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3264), sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1994 (Lembaran Negara Tahun 1994 Nomor 61, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3568).
- Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan (Lembaran Negara Tahun 1995 Nomor 75, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3612).
- Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1995 tentang Cukai (Lembaran Negara Tahun 1995 Nomor 76, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3613).
- Peraturan Pemerintah Nomor 30 Tahun 1995 tentang Perlakuan Perpajakan dalam Rangka Kegiatan Konstruksi dan kegiatan Operasi Pembangunan Proyek Pengembangan Pulau Bintan dan Karimun (Lembaran Negara Tahun 1995 Nomor 52, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3604).
- Keputusan Presiden Nomor 28 Tahun 1992 tentang Penambahan Wilayah Lingkungan Kerja Daerah Industri Pulau Batam dan Penetapannya sebagai Wilayah Usaha Kawasan Berikat (Bonded Zone);
- Keputusan Presiden Nomor 57 Tahun 1992 tentang Penangguhan Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah serta tidak dipungut Pajak Penghasilan Pasal 22 Atas Impor Barang dalam Rangka Kegiatan Konstruksi dan Kegiatan Operasi Pembangunan Proyek Propinsi Riau;
- Keputusan Presiden Nomor 96/M Tahun 1993 sebagaimana telah diubah dengan Keputusan Presiden Nomor 388/M Tahun 1995;
- Keputusan Presiden Nomor 27 Tahun 1996 tentang Perubahan atas Keputusan Presiden Nomor 32 Tahun 1993 tentang Tim Koordinasi Pembangunan Propinsi Riau sebagaimana dirubah dengan Keputusan Presiden Nomor 49 Tahun 1993;
- Keputusan Menteri Keuangan RI No. 825/KMK.00/1990 tanggal 30 Juli 1990 tentang Kawasan Berikat Batam;
- Keputusan Menteri Keuangan RI Nomor 109/KMK.00/1993 tanggal 3 Februari 1993 tentang Toko Bebas Bea (Duty Free Shop);
- Keputusan Menteri Keuangan Nomor 574/KMK.05/1996 tentang Tata Laksana Impor Sementara;
- Keputusan Menteri Keuangan Nomor 616/KMK.01/1996 tentang Pembebasan Bea Masuk dan Perlakuan Perpajakan dalam Rangka Pembangunan Pulau Bintan dan Pulau Karimun;
- Keputusan Menteri Keuangan Nomor 488/KMK.05/1996 tentang Tata Laksana Kepabeanan di Bidang Ekspor;
- Keputusan Menteri Keuangan Nomor 25/KMK.05/1997 tentang Tata Laksana Kepabeanan di Bidang Impor;
- Keputusan Menteri Keuangan Nomor 101/KMK.05/1997 tentang Pemberitahuan Pabean;
- Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan Nomor 113/MPP/Kep/4/1997 tentang Pembebasan Tata Niaga Impor atas Pemasukan Barang dalam Rangka Pembangunan/Pengembangan Propinsi Riau.
MEMUTUSKAN :
Menetapkan :
KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI TENTANG TATALAKSANA PEMASUKAN DAN PENGELUARAN BARANG KE DAN DARI KAWASAN PENGEMBANGAN PULAU BINTAN DAN PULAU KARIMUN.
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Keputusan ini yang dimaksud dengan :
- Proyek adalah kegiatan dalam lingkup kerjasama ekonomi antara Republik Indonesia dan Republik Singapura yang dilaksanakan dalam waktu yang terbatas dalam rangka pengembangan :
- Kawasan yang dikembangkan untuk usaha-usaha kepariwisataan termasuk sarana pendukungnya di Pulau Bintan;
- Kawasan Industri di Pulau Bintan;
- Kawasan pengembangan sumber-sumber air di Pulau Bintan;
- Kawasan penimbunan, distribusi dan pengolahan minyak bumi, serta kawasan industri maritim (galangan kapal) dan konstruksi lepas pantai di Pulau Karimun Besar dan pulau-pulau disekitarnya;
- Obyek-obyek yang dibangun didalam kawasan dimaksud dalam butir a sampai d.
- Kawasan Pengembangan adalah kawasan-kawasan di Pulau Bintan dan Pulau Karimun yang dipergunakan untuk melakukan kegiatan-kegiatan sebagaimana dimaksud pada butir 1 diatas;
- Barang adalah barang-barang diperlukan untuk melakukan kegiatan-kegiatan yang dilaksanakan dalam rangka pengembangan kawasan-kawasan dimaksud butir 1 diatas, termasuk barang-barang yang habis terpakai untuk keperluan konsumsi seperti makanan dan minuman;
- Alat-alat besar adalah alat-alat yang digunakan untuk membantu kegiatan penyiapan tanah dan konstruksi proyek dalam rangka pengembangan Pulau Bintan dan Pulau Karimun antara lain buldozer, loader, skidder, excavator, motor grader, pipa layer, scraper, forklift, road roller/vibratting roller, traktor pertanian, forwarder dan tractor powered forwarder;
- Barang Kena Cukai adalah barang-barang baik yang berasal dari luar Daerah Pabean Indonesia maupun perolehan dalam negeri yang dikenakan cukai sesuai ketentuan perundang-undangan yang berlaku;
- Pelaksana Proyek adalah importir yang mendapat fasilitas pembebasan Bea Masuk dan tidak dipungut Pajak dalam rangka impor yang telah ditunjuk dalam pelaksana proyek oleh Kepala Pelaksana Tim Koordinasi Pembangunan Propinsi Riau (TKPPR);
- Direktur Jenderal adalah Direktur Jenderal Bea dan Cukai;
- Kantor adalah Kantor Direktorat Jenderal Bea dan Cukai yang mengawasi Kawasan Pengembangan sebagaimana dimaksud butir 1 di atas;
- Kepala Kantor adalah Kepala Kantor Direktorat Jenderal Bea dan Cukai yang mengawasi Kawasan Pengembangan sebagaimana dimaksud butir 1 diatas;
- Pejabat Bea dan Cukai adalah pegawai Direktorat Jenderal Bea dan Cukai yang ditunjuk dalam jabatan tertentu untuk melaksanakan tugas tertentu.
Pasal 2
(1) |
Atas pemasukan barang yang berasal dari luar Daerah Pabean Indonesia dan Kawasan Berikat Batam oleh pelaksanaan proyek untuk kegiatan yang dilaksanakan dalam rangka pengembangan kawasan-kawasan dimaksud dalam pasal 1 butir 1 termasuk obyek-obyek yang dibangun didalamnya, diberikan pembebasan Bea Masuk dan tidak dipungut Pajak dalam rangka impor; |
(2) |
Atas pengeluaran barang asal impor dari Kawasan Pengembangan ke Kawasan Berikat Batam diberikan pembebasan Bea Masuk dan tidak dipungut Pajak dalam rangka impor; |
(3) |
Atas pengeluaran barang asal impor dari Kawasan Pengembangan ke Daerah Pabean Indonesia Lainnya (DPIL) dikenakan Bea Masuk dan Pajak dalam rangka impor. |
Pasal 3
Atas pemasukan dan pengeluaran Barang Kena Cukai yang berasal dari luar Daerah Pabean Indonesia dan perolehan dalam negeri Barang Kena Cukai ke dan dari Kawasan Pengembangan diberlakukan ketentuan di bidang Cukai.
Pasal 4
Pemasukan dan pengeluaran Barang Kena Pajak ke dan dari Kawasan Pengembangan hanya dapat dilakukan setelah mendapat persetujuan, dari Pejabat Bea dan Cukai.
BAB II
TATACARA PEMBERIAN FASILITAS
Pasal 5
(1) | Sebelum pemasukan barang impor ke Kawasan Pengembangan, Pelaksana Proyek mengajukan permohonan pembebasan Bea Masuk dan tidak dipungut Pajak dalam rangka impor kepada Direktur Jenderal sebagaimana contoh Lampiran I A Keputusan ini, dengan dilampiri : |
|
|
(2) |
Daftar Rencana Impor Barang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) butir c dibuat dalam rangka 5 (lima), yang memuat uraian barang dalam rangka pelaksanaan proyek untuk jangka waktu sekurang-kurangnya 3 (tiga) bulan dengan mencantumkan jenis, jumlah, harga barang, negara asal dan tujuan penggunaan barang. |
Pasal 6
(1) |
Direktur Jenderal Pajak atau Pejabat yang ditunjuknya melakukan penelitian terhadap kebenaran dan kelengkapan permohonan. |
(2) |
Berdasarkan permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Direktur Jenderal menerbitkan Surat Keputusan tentang Pembebasan Bea Masuk dan tidak dipungut pajak dalam rangka impor sebagaimana contoh dalam lampiran 1B keputusan ini. |
(3) | Dalam hal Keputusan Pembebasan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), belum diterbitkan, untuk kepentingan yang mendesak Kepala Kantor yang mengawasi Kawasan Pengembangan dapat memberikan persetujuan pengeluaran pendahuluan berdasarkan permohonan pelaksana proyek dilampiri dengan surat pernyataan TKPPR yang menyatakan bahwa : |
|
Pasal 7
(1) | Pelaksana proyek dapat mengajukan permohonan adendum kepada Direktur Jenderal sebagaimana contoh dalam lampiran II A Keputusan ini sebanyak-banyaknya 4 (empat) kali dalam satu tahun atau sebanyak-banyaknya 1 (satu) kali untuk jangka waktu 3 (tiga) bulan, dengan dilampiri : |
|
|
(2) |
Berdasarkan permohonan sebagaimana dimaksud ayat (1), Direktur Jenderal menerbitkan surat Keputusan tentang adendum sebagaimana contoh dalam lampiran II B Keputusan ini; |
(3) | Dalam hal Keputusan adendum sebagaimana dimaksud pada ayat (2) belum diterbitkan, untuk kepentingan yang mendesak kepala Kantor yang mengawasi Kawasan Pengembangan dapat memberikan persetujuan pengeluaran pendahuluan berdasarkan permohonan pelaksana proyek dilampiri dengan Daftar Addendum Barang Impor dan surat pernyataan Impor Barang (Bagian Addendum Ke-…..) dari TKPPR yang menyatakan bahwa : |
|
BAB III
PEMASUKAN BARANG KE KAWASAN PENGEMBANGAN
Pasal 8
Pemasukan barang ke Kawasan Pengembangan dapat dilakukan dari :
- Luar Daerah Pabean Indonesia;
- Kawasan Berikat Batam;
- DPIL.
Pasal 9
(1) | Pemasukan barang dari luar Daerah Pabean Indonesia ke kawasan Pengembangan dilakukan dengan menggunakan Pemberitahuan Impor Barang (PIB) dengan dilampiri : |
|
|
(2) |
Pemasukan barang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan pemeriksaan fisik oleh Direktorat Jenderal Bea dan Cukai. |
(3) |
Tatacara pemasukan barang impor sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan sesuai tatalaksana kepabeanan di bidang impor. |
Pasal 10
(1) | Pemasukan barang dari Kawasan Berikat Batam ke Kawasan Pengembangan dilakukan dengan menggunakan PIB dengan dilampiri |
|
|
(2) |
Pemasukan barang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan pemeriksaan fisik oleh Direktorat Jenderal Bea dan Cukai. |
(3) |
PIB sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diselesaikan di Kantor yang mengawasi Kawasan Pengembangan dan dilaksanakan sesuai ketentuan tatalaksana kepabeanan di bidang impor. |
Pasal 11
(1) |
Atas pemasukan alat besar dari luar Daerah Pabean Indonesia dan dari Kawasan Berikat Batam dapat dilakukan dengan fasilitas impor sementara sesuai Keputusan Menteri Keuangan RI No. 574/KMK.05/1996 tanggal 18 September 1996. |
(2) |
Pemasukan barang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan pembebasan bea masuk dan dilaksanakan dengan mempertaruhkan jaminan. |
(3) |
Ketentuan tentang pembebasan dan jaminan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) akan diatur tersendiri. |
Pasal 12
(1) |
Pemasukan barang dari luar Daerah Pabean Indonesia dan dari Kawasan Berikat Batam ke Kawasan Pengembangan sebagaimana dimaksud dalam pasal 9 dan pasal 10 khusus untuk minuman mengandung Etil Alkohol hanya dapat dilakukan oleh Importir yang telah memiliki Nomor Pokok Pengusaha Barang Kena Cukai (NPPBKC). |
(2) | Pemasukan barang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) baru dapat dilakukan setelah : |
|
Pasal 13
(1) |
Label sebagaimana dimaksud dalam pasal 12 ayat (2) huruf b harus dilekatkan pada etiket kemasan penjualan eceran. |
(2) | Label sebagaimana dimaksud dalam pasal 12 ayat (2) huruf b disediakan oleh importir yang bersangkutan dan harus memenuhi ketentuan sebagai berikut : |
|
Pasal 14
(1) |
Pengangkutan barang sebagaimana dimaksud dalam pasal 10 dari Kawasan Berikat Batam ke Kawasan Pengembangan dilakukan dengan menggunakan formulir BC.1.2. |
(2) | Formulir BC.1.2 dibuat dalam rangkap 3 (tiga) dengan peruntukan : |
|
|
(3) |
Pengangkutan barang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan penyegelan oleh Direktorat Jenderal Bea dan Cukai. |
(4) |
Tatacara pengangkutan barang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan sesuai tatacara pengeluaran barang yang diatur dalam Keputusan Menteri Keuangan RI No. 825/KMK.00/1990 tanggal 30 Juli 1990. |
Pasal 15
(1) |
Pemasukan barang dari DPIL ke Kawasan Pengembangan dilakukan dengan menggunakan Pemberitahuan sebagaimana contoh lampiran III Keputusan ini dilampiri dengan : |
|
|
(2) | Pemberitahuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibuat dalam rangkap 3 (tiga) dengan peruntukan : |
|
|
(3) |
Terhadap pemasukan barang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan pemeriksaan fisik oleh Direktorat Jenderal Bea dan Cukai. |
(4) |
Terhadap pemasukan barang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur lebih lanjut dalam lampiran IV Keputusan ini. |
BAB IV
PENGELUARAN BARANG DARI KAWASAN PENGEMBANGAN
Pasal 16
Pengeluaran barang dari Kawasan Pengembangan dapat dilakukan dengan tujuan :
- Ekspor;
- Ekspor kembali;
- Kawasan Berikat Batam;
- Diimpor untuk dipakai.
Pasal 17
(1) |
Pengeluaran barang dari Kawasan Pengembangan untuk ekspor dilakukan dengan menggunakan Pemberitahuan Ekspor Barang (PEB)/Pemberitahuan Barang Tertentu (PEBT). |
(2) |
Tatacara pengeluaran barang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan sesuai tatalaksana kepabeanan di bidang ekspor. |
Pasal 18
(1) |
Pengeluaran barang asal impor dari Kawasan Pengembangan untuk diekspor kembali dilakukan dengan menggunakan PEBT. |
(2) |
Tatacara pengeluaran barang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan sesuai tatalaksana kepabeanan di bidang ekspor. |
Pasal 19
(1) |
Pengeluaran barang dari Kawasan Pengembangan ke Kawasan Berikat Batam dilakukan dengan menggunakan formulir BC.1.2. |
(2) | Formulir BC.1.2 dibuat dalam rangkap 3 (tiga) ditambah 1 (satu) copy lembar ke-1 dengan peruntukkan: |
|
|
(3) |
Pengeluaran barang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan penyegelan oleh Direktorat Jenderal Bea dan Cukai. |
(4) |
Tatacara pengeluaran barang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur lebih lanjut dalam lampiran V Keputusan ini. |
Pasal 20
Pemasukan barang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 ke dalam lokasi Kawasan Berikat Batam dilakukan sesuai tatacara pemasukan barang yang diatur dalam Keputusan Menteri Keuangan RI No. 825/KMK.00/1990 tanggal 30 Juli 1990.
Pasal 21
(1) |
Pengeluaran barang dan/atau barang hasil olahan asal impor dari Kawasan Pengembangan ke DPIL untuk dipakai dilakukan dengan menggunakan PIB. |
(2) | Perhitungan pungutan negara atas pengeluaran barang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan sebagai berikut : |
|
|
(3) |
Pengeluaran barang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan pemeriksaan fisik oleh Direktorat Jenderal Bea dan Cukai di Kawasan Pengembangan. |
(4) |
Penyelesaian pembayaran Bea Masuk, Cukai dan Pajak dalam rangka impor atas pengeluaran barang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan di Bank Devisa atau Kantor di Kawasan Pengembangan. |
(5) |
Tatacara pengeluaran barang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan sesuai tatalaksana kepabeanan di bidang impor. |
Pasal 22
(1) |
Pengeluaran kembali barang asal DPIL dari Kawasan Pengembangan ke DPIL dilakukan dengan menggunakan pemberitahuan sebagaimana contoh dalam lampiran VI Keputusan ini dengan dilampiri dokumen asal pemasukan dan dokumen pendukung lainnya. |
(2) |
Atas pengeluaran barang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan pemeriksaan fisik oleh Direktorat Jenderal Bea dan Cukai di Kawasan Pengembangan. |
(3) |
Tatacara pengeluaran barang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur lebih lanjut dalam lampiran VII Keputusan ini. |
BAB V
PENJUALAN BARANG DI TEMPAT-TEMPAT PENJUALAN DALAM KAWASAN PENGEMBANGAN
Pasal 23
(1) |
Penjualan barang asal impor yang memperoleh fasilitas pembebasan berdasarkan Keputusan ini dapat dilaksanakan oleh Pelaksana Proyek di tempat-tempat penjualan dalam Kawasan Pariwisata di Pulau Bintan dan hanya dapat dilakukan kepada : |
|
|
(2) |
Kartu khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c diterbitkan oleh Kepala Kantor yang mengawasi Kawasan Pengembangan setelah mendapat rekomendasi dari TKPPR. |
(3) |
Pengusaha tempat penjualan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib mencatat nomor dan tanggal kuitansi pembelian, paspor atau kartu khusus untuk tiap-tiap pembelian yang dilakukan oleh orang-orang sebagaimana dimaksud pada ayat (1). |
(4) |
Apabila penjualan barang asal impor dilakukan kepada orang yang tidak berhak sebagaimana dimaksud pada ayat (1), pengusaha tempat penjualan dikenakan sanksi membayar Bea Masuk dan Pajak dalam rangka impor yang terutang ditambah denda sebesar 100% dari pungutan negara yang terutang. |
(5) |
Ketentuan mengenai tempat penjualan dan tatacara pembelian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dan b berlaku Keputusan Menteri Keuangan RI No. 109/KMK.00/1993 tanggal 3 Februari 1993. |
(6) |
Ketentuan lebih lanjut mengenai tempat penjualan dan tatacara pembelian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c akan diatur tersendiri. |
(7) |
Sebelum ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (6) diterbitkan, penjualan barang asal impor di Kawasan Pengembangan dikenakan Bea Masuk dan pajak dalam rangka impor. |
BAB VI
KEWAJIBAN DAN TANGGUNG JAWAB PELAKSANA PROYEK
Pasal 24
(1) | Pelaksana Proyek berkewajiban untuk melaksanakan ketentuan sebagai berikut : | |||||
|
||||||
(2) | Bagi perusahaan industri di kawasan Pengembangan berkewajiban pula : | |||||
|
||||||
(3) | Bagi pengusaha Kawasan Pariwisata dan Kawasan Penimbunan berkewajiban pula menyampaikan laporan setiap 3 (tiga) bulan kepada Kepala kantor mengenai : | |||||
|
Pasal 25
Pelaksana Proyek wajib menyerahkan dokumen yang berkaitan dengan kegiatan di Kawasan Pengembangan apabila dilakukan audit oleh Direktorat Jenderal Bea dan Cukai.
Pasal 26
Pelaksana Proyek dilarang memindahlokasikan dan/atau memindahtangankan barang dan/atau bahan tanpa persetujuan Direktur Jenderal atau Pejabat Bea dan Cukai yang ditunjuk.
Pasal 27
Barang yang dilarang untuk diimpor tidak diperbolehkan untuk dimasukkan ke Kawasan Pengembangan.
Pasal 28
(1) |
Pelaksana Proyek bertanggung jawab terhadap Bea Masuk dan Pajak dalam rangka impor yang terutang atas barang yang dimasukkan atau dikeluarkan dari Kawasan Pengembangan. |
(2) |
Pelaksana Proyek dibebaskan dari tanggung jawab sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dalam hal barang yang ada di Kawasan Pengembangan : |
|
BAB VII
PENGAWASAN
Pasal 29
(1) |
Untuk pengamanan hak keuangan negara dan menjamin dipenuhinya ketentuan-ketentuan kepabeanan dan cukai yang berlaku, Direktorat Jenderal Bea dan Cukai melakukan audit atas pembukuan, catatan. Dan dokumen dari Pelaksana Proyek berkaitan dengan pemasukan dan pengeluaran barang ke dan dari Kawasan Pengembangan serta pencacahan sediaan barang. |
(2) |
Berdasarkan hasil audit sebagaimana dimaksud pada ayat (1) kedapatan selisih kurang jumlah dan/atau jenis barang atau ditemui adanya penggunaan yang tidak sesuai dengan peruntukannya, Pelaksana Proyek bertanggung jawab atas pelunasan Bea Masuk dan Pajak dalam rangka impor yang terutang dan sanksi administrasi berupa denda sebesar seratus persen dari pungutan negara yang terutang. |
(3) |
Apabila hasil pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdapat selisih lebih jumlah dan/atau jenis barang maka dilakukan pemeriksaan lebih lanjut sesuai ketentuan yang berlaku. |
BAB VIII
KETENTUAN LAIN
Pasal 30
Atas barang dan/atau bahan yang berada di Kawasan Pengembangan yang rusak atau busuk, Pelaksana Proyek wajib :
- mengekspor kembali; dan/atau
- memusnahkan di bawah pengawasan Kepala Kantor; dan/atau
- dimasukkan untuk dipakai berdasarkan harga penyerahan.
Pasal 31
Barang sisa dan/atau potongan dari Kawasan Pengembangan dapat :
- Dikeluarkan ke DPIL dengan melunasi BM dan Pajak dalam rangka impor sepanjang telah memenuhi ketentuan tatalaksana kepabeanan di bidang impor dengan menggunakan pemberitahuan pabean; dan/atau
- Dimusnahkan dibawah pengawasan Kepala Kantor.
Pasal 32
Bagi Kawasan Industri yang telah ditetapkan statusnya sebagai Kawasan Berikat berlaku ketentuan Kawasan Berikat.
Pasal 33
Sebagai tempat pengawasan lalu lintas barang ke dan dari Kawasan Pengembangan ditunjuk :
- Pelabuhan laut Tanjung Uban di Tanjung Uban, Bandar Sri Udana di Lobam dan Bandar Bentang Telani di Lagoi.
- Pelabuhan Laut Tanjung Balai Karimun di Pulau Karimun.
- Pos darat Simpang Lagoi di Kawasan Wisata Lagoi.
- Tempat-tempat lain dalam pengawasan Kepala Kantor Inspeksi Tipe B Bea dan Cukai Tanjung Bali Karimun dan Kepala Kantor Inspeksi Tipe C Bea dan Cukai Tanjung Uban berdasarkan Keputusan Kepala Kantor.
BAB IX
KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 34
(1) |
Barang-barang yang telah diberikan persetujuan pengeluaran pendahuluan oleh Kepala Kantor Inspeksi Tipe B Bea dan Cukai Tanjung Balai Karimun dan Kepala Kantor Inspeksi Tipe C Bea dan Cukai Tanjung Uban yang sampai tanggal Keputusan ini belum memperoleh Surat Keputusan Pembebasan dinyatakan mendapatkan pembebasan Bea Masuk dan tidak dipungut Pajak dalam rangka impor berdasarkan keputusan ini. |
(2) |
PIB-PIB yang telah diberi persetujuan pengeluaran pendahuluan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib diselesaikan secara administrasi dengan menunjuk nomor dan tanggal keputusan ini. |
BAB X
PENUTUP
Pasal 35
(1) |
Dengan berlakunya keputusan ini, semua Keputusan dan peraturan pelaksanaan yang dikeluarkan oleh Direktur Jenderal tentang Pembebasan Bea Masuk dan tidak dipungut Pajak dalam rangka impor untuk kegiatan konstruksi dan kegiatan operasi dalam rangka pembangunan dan pengembangan Propinsi Riau dinyatakan tidak berlaku lagi. |
(2) |
Pemberian fasilitas pembebasan Bea Masuk dan tidak dipungut Pajak dalam rangka impor atas pemasukan dan pengeluaran barang ke dan dari Kawasan Pengembangan sebagaimana dimaksud pada Keputusan ini berlaku sampai dengan tanggal 31 Desember 2003. |
Pasal 36
Keputusan ini berlaku sejak tanggal ditetapkan.
Ditetapkan di Jakarta
Pada tanggal 14 Januari 1998
DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI
ttd
SOEHARDJO