Menimbang :
bahwa berdasarkan Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 399/KMK.01/1996 tanggal 6 Juni 1996 tentang Gudang Berikat dipandang perlu untuk menetapkan tata cara pendirian dan tata laksana pemasukan dan pengeluaran barang ke dan dari Gudang Berikat dengan Keputusan Direktur Jenderal Bea dan Cukai;
Mengingat :
- Undang-undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan (Lembaran Negara Tahun 1995 Nomor 75, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3612);
- Undang-undang Nomor 11 Tahun 1995 tentang Cukai (Lembaran Negara Tahun 1995 Nomor 76, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3613);
- Peraturan Pemerintah Nomor 33 Tahun 1996 tentang Tempat Penimbunan Berikat (Lembaran Negara Tahun 1996 Nomor 50, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3638);
- Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 399/KMK.01/1996 tanggal 6 Juni 1996 tentang Gudang Berikat;
- Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 488/KMK.05/1996 tentang Tata Laksana Kepabeanan di Bidang Ekspor;
- Keputusan Menteri Keuangan RI Nomor 25/KMK.05/1997 tentang Tata Laksana Kepabeanan di Bidang Impor.
MEMUTUSKAN :
Menetapkan :
KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI TENTANG TATA CARA PENDIRIAN DAN TATA LAKSANA PEMASUKAN DAN PENGELUARAN BARANG KE DAN DARI GUDANG BERIKAT.
Pasal 1
Dalam Keputusan ini yang dimaksud dengan:
1. | Menteri adalah Menteri Keuangan Republik Indonesia; |
2. | Direktur Jenderal adalah Direktur Jenderal Bea dan Cukai; |
3. | Kantor adalah Kantor Direktorat Jenderal Bea dan Cukai yang mengawasi gudang berikat yang bersangkutan; |
4. | Kepala Kantor adalah Kepala Kantor Direktorat Jendera Bea dan Cukai yang ditunjuk dalam jabatan tertentu untuk melaksanakan tugas tertentu; |
5. | Pejabat Bea dan Cukai adalah pegawai Direktorat Jenderal Bea dan Cukai yang ditunjuk dalam jabatan tertentu untuk melaksanakan tugas tertentu; |
6. | Gudang Berikat (GB) adalah suatu bangunan atau tempat dengan batas-batas tertentu yang didalamnya dilakukan kegiatan usaha penimbunan, pengemasan, penyortiran, pengepakan, pemberian merek/label, pemotongan atau kegiatan lain dalam rangka fungsinya sebagai pusat distribusi barang-barang asal impor untuk tujuan dimasukan ke Daerah Pabean Indonesia lainnya, Kawasan Berikat atau direekspor tanpa adanya pengolahan; |
7. | Penyelenggaran Gudang Berikat (PGB) adalah Perseroan Terbatas atau koperasi yang memiliki, menguasi, mengelola, dan meyediakan sarana dan prasarana guna keperluan pihak lain yang melakukan kegiatan usaha di Gudang Berikat yang diselenggarakannya berdasarkan izin untuk menyelenggarakan Gudang berikat; |
8. | Pengusaha Pada Gudang Berikat (PPGB) adalah Perseroan Terbatas atau koperasi yang nyata-nyata melakukan kegiatan usaha penimbunan, pengemasan, penyortiran, pengepakan, pemberian merek/label, pemotongan atau kegiatan lain dalam rangka fungsinya sebagai pusat distribusi barang-barang aal impor di Gudang Berikat; |
9. | Barang atau Peralatan adalah barang yang dipergunakan oleh Penyelenggara Gudang berikat dalam rangka pembangunan/konstruksi dan kegiatan GB serta peralatan atau perlengkapan yang diperlukan seperti generating set, air conditioner, atau alat listrik lainnya. |
Pasal 2
(1) | Barang atau bahan asal impor yang dimasukan oleh PPGB ke GB diberikan fasilitas berupa penangguhan Bea Masuk (BM), pembebaan cukai, tidak dipungut Pajak Pertambahan Nilai (PPN),Pajak Penjualan Barang Mewah (PPn BM) dan Pajak Penghasilan Pasal 22 (PPh Pasal 22) Impor. |
(2) | Barang atau peralatan asal impor yang dipergunakan oleh PGB dalam rangka pembangunan/konstruksi dan kegiatan GB diberikan penangguhan BM, tidak dipungut PPN, PPn BM, dan PPh Pasal 22 Impor. |
(3) | Barang dan bahan asal impor yang dimasukan ke GB dengan tujuan untuk dikonsumsi di dalam GB, dikenakan BM, Cukai, PPn BM, dan PPh Pasal 22 Impor. |
Pasal 3
(1) | PPGB dalam melakukan kegiatannya harus berstatus importir dari barang yang ditimbun di dalam GB yang dikelolanya. |
(2) | Untuk keperluan pengeluaran barang impor dari GB, PPGB dapat menerbitkan Invoice dan Packing List atas nama perusahaannya berdasarkan harga transaksi. |
(3) | Invoice sebagimana dimaksud pada ayat (2) harus memuat sekurang-kurangnya data: a. Jumlah barang/jenis barang dan spesifikasi barang; b. Rincian harga barang yang setara dengan harga transaksi; c. Nomor dan tanggal Invoice Induk; d. Nomor dan tanggal BC.2.3.; e. Negara asal; f. Nama dan NPWP pembeli di DPIL. |
Pasal 4
(1) Pada GB hanya dapat ditimbun barang yang diimpor oleh PPGB dan belum dilunasi BM, Cukai, PPN, PPn BM, dan PPh Pasal 22 Impor.
(2) Pengeluaran barang impor dari GB dapat dilakukan secara sekaligus atau sebagian-sebagian.
Pasal 5
(1) | PGB dapat mengusahakan sendiri kegiatan operasi GB atau diberikan kepada satu atau lebih perusahaan jasa pergudangan yang masing-masing berfungsi sebagai PPGB. |
(2) | PGB yang lokasinya ditempati oleh lebih dari satu PPGB wajib: a. membuat batas-batas yang jelas bagi masing-masing PPGB; b. memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud pada Pasal 13 Keputusan ini; |
Pasal 6
(1) | Barang impor yang dikeluarkan dari GB dengan tujuan diimpor untuk dipakai, sepanjang terhadap pengeluaran tersebut tidak ditujukan kepada pihak yang memperoleh fasilitas pembebasan Bea Masuk, Cukai, atau penangguhan PPN, PPn BM dalam rangka ekspor, dipungut Bea Masuk, Cukai, PPN, PPn BM dan PPh Pasal 22 Impor. |
(2) | Terhadap barang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberlakukan ketentuan tata laksana kepabeanan dibidang impor dan cukai. |
Pasal 7
Barang yang dikeluarkan dari GB dengan tujuan untuk diekspor kembali diberlakukan ketentuan tata laksana kepabeanan di bidang ekspor.
Pasal 8
Pemasukan dan pengeluaran barang impor ke dan dari GB hanya dapat dilakukan setelah mendapat persetujuan dari Pejabat Bea dan Cukai.
Pasal 9
(1) | PPGB bertanggung jawab terhadap Bea Masuk, Cukai, PPN, PPn BM, dan PPh Pasal 22 Impor yang terhutang atas barang yang dimasukkan atau dikeluarkan dari GB. |
(2) | PPGB dibebaskan dari tanggung jawab sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dalam hal barang yang berada di perusahaan: a. musnah tanpa sengaja; b. dimusnahkan dengan persetujuan dan pengawasan Kepala Kantor yang mengawasi GB; c. telah diekspor kembali; d. diimpor untuk dipakai; e. dimasukkan ke KB, dipindahkan ke GB lainnya, atau Tempat Penimbunan Pabean. |
Pasal 10
(1) | PPGB dan PGB yang bertindak sebagai PPGB wajib mempertaruhkan jaminan ke Bendaharawan Bea dan Cukai. |
(2) | Besarnya jaminanan didasarkan pada perhitungan Bea Masuk, Cukai, PPN , PPn BM, dan PPh Pasal 22 Impor dari importasi yang akan dilakukan oleh PPGB selama tiga bulan. |
Pasal 11
(1) | Barangimpor yang dimasukkan oleh PPGB ke GB tidak dilakukan pemeriksaan pabean kecuali: a. segel yang diberikan oleh Bea dan Cukai pelabuhan bongkar/TPS dalam keadaan rusak atau keadaan segel, petikemas/kemasan berbeda; dan/atau b. adanya nota intelejen karena kecurigaan akan atau telah terjadi pelanggaran. |
(2) | Barang impor yang dimasukkan ke GB harus tercantum jelas nama GB tujuan pada LC/RIB, Invoice, BL/AWB. |
(3) | Barang yang dilarang untuk diimpor tidak diperbolehkan dimasukan ke GB. |
Pasal 12
(1) | Dalam hal barang impor yang berada dalam GB rudak atau busuk, PPGB wajib: a. mengekspor kembali; dan/atau b. memusnahkan dibawah pengawasan Kepala Kantor; dan/atau c. dimasukkan untuk dipakai berdasarkan harga penyerahan. |
(2) | Pemusnahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf (b) dibuatkan Berita Acara dan dikreditkan pada pembukuan tentang pemasukan dan pengeluaran barang dari PPGB yang bersangkutan sebagai barang yang telah dikeluarkan dari GB. |
BAB II
PERSETUJUAN PGB DAN PPGB
Bagian Pertama
Persetujuan PGB
Pasal 13
(1) | Persetujuan penyelenggaraan GB kepada PGB diberikan oleh Direktur Jenderal atas nama Menteri. | ||||||||||||||||||||
(2) | Untuk mendapatkan persetujuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), pengusaha mengajukan permohonan kepada Direktur Jenderal setelah dipenuhi Persyaratan Administrasi:
|
||||||||||||||||||||
(3) | Tata cara memperoleh persetujuan PGB ditempatkan pada Lampiran I Keputusan ini. |
Pasal 14
Perusahaan yang dapat diberikan persetujuan sebagai PGB atau PPGB adalah perusahaan:
a. Dalam rangka Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN);
b. Dalam rangka Penanaman Modal Asing (PMA), baik pihak yang sebagian atau seluruh modal sahamnya dimiliki oleh peserta asing;
c. Non PMA/PMDN yang berbentuk Perseroan Terbatas (PT); atau
d. Koperasi yang berbentuk badan hukum.
Bagian Kedua
Persetujuan prinsip Pendirian Gudang Berikat
Pasal 15
(1) | Persetujuan prisip penyelenggaraan GB diberikan oleh Direktur Jenderal atas nama Menteri. | ||||||
(2) | Pengusaha yang akan menyelenggarakan PGB dapat mengajukan permohonan persetujuan Prinsip Pendirian GB kepada Direktur Jenderal melalui Kepala Kantor dengan melampirkan: a. foto copy izin usaha perdagangan bidang jasa pergudangan dan/atau izin lainnya yang dikeluarkan dari instansi teknis terkait; b. foto copy Akte Pendirian Perseroan Terbatas atau koperasi yang telah ditandasahkan oleh pejabat yang berwenang; c. foto copy NPWP dan penetapan sebaga PKP; d. peta lokasi atau tempat yang akan dijadikan GB serta rencana lay out GB; e. foto copy bukti/dokumen kepemilikan atau penguasaan suatu bangunan, tempat atau kawasan yang mempunyai batas-batas yang jelas. |
||||||
(3) | Pengusaha yang telah memiliki persetujuan prinsip sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat mengimpor barang atau peralatan dalam rangka pembangunan/konstruksi dan kegiaan GB dengan mendapatkan fasilitas penangguhan BM, tidak dipungut PPN, PPn BM, dan PPh Pasal 22 Impor. | ||||||
(4) | Pengusaha pemegang persetujuan prisip sebagimana dimaksud pada ayat (2) yang telah siap operasional wajib mengajukan permohonan izin PGB dalam jangka waktu selambat-lambatnya dua tahun terhitung sejak diberikan izin prinsip Pendirian GB. | ||||||
(5) | Perusahaan pemegang persetujuan prisnip pendirian GB yang tidak memulai pembangunan dalam waktu enam bulan atau tidak mengajukan permohonan izin PGB dalam jangka waktu selambat-lambatnya dua tahun terhitung sejak diterbitkannya izin prinsip, dicabut izin prinsipnya oleh Direktur Jenderal dan terhadap barang yang telah diimpor diselesaikan dengan cara:
|
||||||
(6) | Tata cara memperoleh persetujuan Prinsip Pendirian GB ditempatkan pada Lampiran II Keputusan ini. |
Bagian Ketiga
Persetujuan PPGB
Pasal 16
(1) | Persetujuan sebagai PPGB diberikan oleh Direktur Jenderal atas nama Menteri dengan menerbitkan izin PPGB. | ||||||||||||||||
(2) | Untuk mendapatkan persetujuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), pengusaha mengajukan permohonan kepada Direktur Jenderal dengan mempergunakan formulir BC-GB-1 sesuai contoh pada Lampiran I Keputusan Menteri Keuangan RI Nomor 399/KMK.01/1996 tanggal 6 Juni 1996 tentang Gudang Berikat dengan melampirkan:
|
||||||||||||||||
(3) | PGB dapat juga bertindak sebagi PPGB sepanjang memenuhi persyaratan sebagai PPGB. | ||||||||||||||||
(4) | Tata cara memperoleh persetujuan PPGB ditempatkan pada Lampiran III Keputusan ini. |
Pasal 17
Perusahan yang dapat diberikan persetujuan sebagai PPGB adalah perusahaan:
a. Dalam rangka PMDN;
b. Dalam rangka PMA, baik yang sebagian atau seluruh modal sahamnya dimiliki oleh peserta asing;
c. Non PMA/PMDN yang berbentuk Perseroan Terbatas (PT); atau Keputusan Direktur Jenderal Bea dan Cukai
d. Koperasi yang berbentuk badan hukum.
BAB III
KEWAJIBAN DAN LARANGAN
Bagian Pertama
Kewajiban
Pasal 18
(1) | PGB berkewajiban untuk membuat pembukuan atau catatan serta menyimpan dokumen impor atas barang dan peralatan yang dimasukan untuk keperluan pembangunan/konstruksi dan kegiatan GB. |
(2) | PGB berkewajiban memberikan rekomendasi kepada pengusaha yang akan mengusahakan GB untuk pengurusan persetujuan PPGB. |
Pasal 19
(1) | PPGB wajib melaksanakan ketentuan sebagai berikut:
|
||||||||||||
(2) | PPGB wajib menyimpan dan memelihara dengan baik pada tempat usahanya buku dan catatan serta dokumen yang berkaitan dengan kegiatan usahanya dalam waktu sepuluh tahun. |
Bagian Kedua
Larangan
Pasal 20
(1) PGB dilarang untuk meminjam atau memindahtangankan barang atau peralatan asal impor tanpa persetujuan Direktur Jenderal.
(2) PGB dilarang mempergunakan barang atau peralatan asal impor untuk kegiatan di luar GB.
(3) PPGB dilarang menimbun barang asal DPIL di dalam GB yang dikelolanya.
BAB IV
PEMASUKAN BARANG KE GUDANG BERIKAT
Bagian Pertama
Pemasukan Barang atau oleh PGB dan Pemasukan
Bahan Makanan Minuman yang akan Dikonsumsi di GB
Pasal 21
(1) | PGB yang telah mendapat persetujuan prinsip pendirian GB dapat memasukan barang atau peralatan dalam rangka pembangunan/konstruksi GB dengan diberikan penagguhan BM, tidak dipungut PPN, PPn BM, dan PPh Pasal 22 Impor dengan terlebih dahulu mengajukan permohonan kepada Direktur Jenderal melalui Kepala Kantor. |
(2) | Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus memuat sekurang-kurangnya: a. alasan pengajuan permohonan; b. Nomor dan tanggal pemberian persetujuan prinsip PGB; c. Perincian rencana impor barang atau peralatn yang dibutuhkan meliputi jumlah, jenis, dan nilai barang; d. Rencana pengerjaan/penyediaan barang atau peralatan yang dilengkapi dengan dokumen pendukung. |
(3) | Atas permohonan yang disetujui oleh Direktur Jenderal akan diterbitkan Keputusan penangguhan Bea Masuk, tidak dipungut PPN, PPn BM, dan PPh Pasal 22 Impor. |
(4) | Keputusan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dikirimkan kepada Kepala Kantor yang mengawasi GB dan Kepala Kantor pelabuhan bongkar/TPS untuk mengawasi realisasi impornya. |
Pasal 22
(1) | Pemasukan barang atau peralatan dalam rangka pembangunan/konstruksi GB dari pelabuhan bongkar/TPS ke GB dilakukan dengan menggunakan PIB (BC.2.0.) sesuai ketentuan tata laksana kepabeanan di bidang impor. |
(2) | Barang-barang asal impor berupa makananan dan/atau minuman yang dimasukkan untuk dikonsumsi di dalam GB wajib dilunasi BM, Cukai, PPN, PPn BM, dan PPh Pasal 22 Impor sesuai tata laksana kepabeanan di bidang impor dan cukai di Kantor Pabean sebelum dimasukkan ke dalam GB dengan menggunakan formulir BC.2.0. |
Bagian Kedua
Pemasukan Barang Impor oleh PPGB
Pasal 23
(1) | Pemasukan barang impor dari pelabuhan bongkar/TPS ke GB dilakukan dengan menggunakan formulir BC.2.3. dengan dilampiri BL/AWB, invoice, dan packing list. |
(2) | Formulir BC.2.3. dibuat dalam rangkap tiga dengan peruntukan: a. Lembar ke-1 untuk dokumen pelindung pengangkutan; b. Lembar ke-2 untuk Pejabat Bea dan Cukai di pelabuhan bongkar/TPS; c. Lembar ke-3 untuk PPGB; d. Copy lembar ke-1 untuk Pejabat Bea dan Cukai yang mengawasi GB |
Pasal 24
(1) | Atas barang impor yang akan dimasukkan ke GB dilakukan pencocokan nomor peti kemas/kemasan dan dilkukan peneraan segel atau tanda pengaman pada peti kemas/kemasan serta diberikan persetujuan pengeluaran oleh Pejabat Bea dan Cukai Pelabuhan bongkar. |
(2) | Petugas Bea dan Cukai melakukan pembukaan segel atau tanda pengaman atau serta melakukan pengawasan atas barang yang dimasukkan kedalam DB. |
(3) | Pembukaan segel atau tanda pengaman sebagaimana dimaksud pada ayat (2) serta hasil pengawasan pemasukan barang kedalam GB wajib dicantumkan dalam lembar ke-1 dan ke-3 BC.2.3. |
(4) | PPGB wajib menyerahkan formulir BC.2.3. lembar ke-1 sebagaimana dimaksud pada ayat (3) kepada Kepala Kantor atau pejabat yang ditunjuknya selambat-lambatnya tiga hari setelah barang tiba di GB. |
(5) | Kelambatan penyerahan BC.2.3. lembar ke-1 sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dapat dikenakan sanksi berupa penyegelan sementara GB. |
(6) | Tata cara pemasukan barang impor oleh PPGB ditempatkan dalam Lampiran IV Keputusan ini. |
BAB V
PENGELUARAN BARANG DARI GUDANG BERIKAT
Bagian Pertama
Diimpor Untuk Dipakai Tanpa Fasilitas
Pasal 25
(1) | Pengeluaran barang impor dari GB ke Daerah Pabean Indonesia Lainnya (DPIL) dengan tujuan untuk dipakai dilakukan oleh PPGB dengan menggunakan PIB sesuai dengan tata laksana kepabeanan di bidang impor dan cukai. | ||||||
(2) | Pengeluaran barang impor dari GB ke DPIL dengan tujuan untuk dipakai dilakukan pemeriksaan pabean. | ||||||
(3) | Dasar perhitungan pungutan negara adalah:
|
||||||
(4) | Atas pengeluaran barang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) PPGB dapat menerbitkan invoice dan packing list. |
Bagian Kedua
Diimpor untuk Dipakai dengan Fasilitas
Pasal 26
(1) | Pengeluaran barang impor dari GB ke perusahaan di DPIL yang mendapat fasilitas pembebasan/keringanan Bea Masuk dan penagguhan PPN serta PPn BM dalam rangka ekspor dilakukan dengan menggunakan PIB sesuai dengan tata laksana kepabeanan di bidang impor dan cukai yang berlaku. | ||||
(2) | PIB diajukan oleh perusahaan yang memperoleh fasilitas pembebasan/keringanan sebagaimana dimaksud ayat (1) dengan melampirkan:
|
||||
(3) | Atas pengeluaran barang sebagaimana dimaksud ayat (1) dilakukan pemeriksaan pabean dan PPGB dapat menerbitkan invoice dan packing list. |
Bagian Ketiga
Pengeluaran dari Gudang Berikat ke Kawasan Berikat
Pasal 27
(1) | Pengeluaran barang impor dari GB ke KB dilakukan PPGB dengan menggunakan formulir BC.2.3. yang telah diketahui oleh PDKB dengan dilampiri invoice dan packing list yang dikeluarkan oleh PPGB serta Kontrak antara PPGB dengan PDKB. |
(2) | Formulir BC.2.3. dibuat dalam rangkap tiga oleh PPGB dengan peruntukan: a. Lembar ke-1 untuk dokumen pelindung pengangkutan; b. Lembar ke-2 untuk Pejabat Bea dan Cukai yang mengawasi GB; c. Lembar ke-3 untuk PGB; d. Copy lembar ke-1 untuk Pejabat Bea dan Cukai yang mengawasi KB; e. Copy lembar ke-1 untuk PDKB dan Biro Pusat Statistik. |
(3) | Formulir BC.2.3. diajukan kepada Kepala Kantor yang mengawasi GB atau Pejabat Bea dan Cukai yang ditunjuk untuk ditandasahkan dengan dilampiri; a. Invoice dan packing list yang dikeluarkan oleh PPGB; b. Kontrak antara PPGB dengan PDKB; c. Persetujuan sebagai PDKB. |
(4) | Terhadap pengeluaran barang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan pengawasan pemuatan barang (stuffing) ke peti kemas/kemasan barang dan dilakukan peneraan segel atau tanda pengenaan pada peti kemas/kemasan barang oleh Pejabat Bea dan Cukai dari Kantor yang mengawasi. |
(5) | Nomor/jenis segal atau tanda pengaman dicatat pada formulir BC.2.3. |
(6) | PDKB melalui PPGB wajib menyerahkan BC.2.3. lembar ke-1 yang telah ada bukti penerimaan dari Kepala Kantor yang menagwasi PDKB kepada Kepala Kantor yang mengawasi GB selambat- lambatnya tiga hari setelah barang sampai di PDKB. |
(7) | Tata cara pemasukan barang dari KB ke GB diatur dalam ketentuan tentang KB. |
Bagian Keempat
Diekspor Kembali
Pasal 28
(1) | Pengeluaran barang impor dari GB yang akan diekspor kembali dilakukan menggunakan formulir BC.2.3. dengan menunjuk BC.2.3. pemasukan dan dibuat rangkap tiga dengan peruntukan: a. Lembar ke-1 untuk dokumen pelindung pengangkutan; b. Lembar ke-2 untuk Kepala Kantor yang mengawasi; c. Lembar ke-3 untuk PPGB; d. Copy lembar ke-1 untuk Pejabat Bea dan Cukai di pelabuhan muat/TPS, dan untuk pelaksanaan ekspor kembali menggunakan PEBT BC.3.1. |
(2) | Pengeluaran barang sebagaimana dimaksud ayat (1) dilakukan pemeriksaan pabean, pengawasan stuffing ke peti kemas/kemasan barang dan dilakukan peneraan segel atau tanda pengaman peti kemas/kemasan barng ole h Direktorat Jenderal Bea dan Cukai. |
(3) | Tata cara pengeksporan kemabli ditempatkan pada Lampiran V Keputusan ini. |
BAB VI
PEMERIKSAAN PEMBUKUAN DAN SEDIAAN BARANG
Pasal 29
(1) | Untuk pengeluaran pengamanan hak keuangan negara dan menjamin dipenuhinya ketentuan-ketentuan kepabeanan dan cukai yang berlaku, Direktorat Jenderal Bea dan Cukai melakukan audit atas pembukuan, catatan, dan dokumrn PGB dan PPGB yang berkaitan dengan pemasukan dan pengeluran barang ke dan dari GB, pemindahan barang dalam GB serta pencacahan sediaan barang. |
(2) | Berdasarkan hasil audit sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) kedapatan selisih kurang jumlah dan/atau jenis barang, PPGB bertanggung jawab atas pelunasan Bea Masuk, PPN, PPn BM, PPh Pasal 22 Impor yang terhutang dan sanksi administrasi berupa denda sebesar seratus persen dari pungutan negara yang seharusnya dibayar. |
(3) | Apabila hasil pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) terdapat selisih lebih jumlah dan/atau jenis barang, maka dilakukan pemeriksaan lebih lanjut sesuai ketentuan yang berlaku. |
BAB VII
PEMBEKUAN DAN PENCABUTAN IZIN
Bagian Pertama
Pembekuan Sementara Persetujuan PPGB
Pasal 30
(1) | Kepala Kantor yang mengawasi GB dapat membekukan untuk sementara waktu persetujuan PPGB, dalam hal:
|
||||
(2) | Dalam hal persetujuan PGB dicabut, Kepala Kantor yang mengawasi GB segera memerintahkan PGB untuk membayar Bea Masuk, PPN, PPn BM, dan PPh Pasal 22 Impor atas barang dan peralatan yang telah dimasukkan ke GB dengan tarif Bea Masuk sesuai dengan tarif pada waktu pemasukan dan nilai pabean pada waktu dilakukan pembayaran sepanjang memebuhi ketentuan tata laksana kepabeanan di bidang impor. | ||||
(3) | PGB yang telah dicabut persetujuannya dibebaskan dari kewajiban sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dalam hal barang dan peralatan yang telah diimpor dengan penangguhan Bea Masuk: a. Dipindahtangankan kepada pihak lain yang telah mendapat persetujuan sebagai PGB atau penyelenggara KB; b. Diekspor kembali; atau c. Dimusnahkan dengan persetujuan Kepala Kantor yang mengawasi. |
Bagian Ketiga
Pencabutan Persetujuan PPGB
Pasal 32
(1) | Direktur Jenderal atas nama Menteri mencabut persetujuan PPGB dalam hal:
|
||||||||
(2) | Dalam hal persetjuan PPGB dicabut, Kepala Kantor yang mengawasi GB segera mengadakan pencacahan atas barang yang masih tersisa pada GB yang bersangkutan dan PPGB dapat:
|
BAB VIII
KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 33
(1) | Izin Entreport Partekelir yang telah dikeluarkan sebelum berlakunya Keputusan ini dinyatakan tidak berlaku dan terhadap barang impor yang masih ditimbun harus diselesaikan selambat-lambatnya tanggal 31 Maret 1997. |
(2) | Dalam hal jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak dipenuhi, barang impor yang bersangkutan dinyatakan sebagai barang tidak dikuasai. |
(3) | Pemilik Entreport Partekelir sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat mengajukan permohonan sebagai PGB merangkap PPGB sesuai tata cara sebagaimana dimaksud dalam Keputusan ini. |
(4) | Pengusaha jasa pergudangan yang sebelum berlakunya Keputusan ini telah memiliki izin pergudangan di Kawasan Berikat dapat melakukan kegiatannya sampai dengan waktu yang akan ditetapkan lebih lanjut oleh Direktur Jenderal wajib mengadakan penyesuaian dengan Keputusan ini. |
BAB X
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 34
(1) | Ketentuan ini berlaku sejak tanggal 1 April 1997. |
(2) | Dengan berlakunya keputusan ini, Surat Edaran Direktur Jenderal Nomor SE-20/BC/1990 tanggal 31 agustus 1990, Surat Edaran Direktur Nomor SE-14/BC/1995 tanggal 25 Mei 1995 dan peraturan pelaksanaan lainnya yang bertentangan dengan Keputusan ini dinyatakan tidak berlaku lagi. |
Ditetapkan di Jakarta
Pada tanggal 31 Agustus 1997
Direktur Jenderal Bea dan Cukai
ttd.
Soehardjo
NIP 060013988.