Menimbang :
- bahwa berdasarkan hasil survey lapangan masih ditemukan perusahaan yang menggunakan alamat fiktif dalam pemberitahuan pabean;
- bahwa masih ada perusahan yang tidak menyelesaikan kewajiban kepabeanannya dan/atau tidak melunasi pungutan pabean dalam rangka impor/ekspor pada jangka waktu yang ditetapkan.
- bahwa dalam upaya untuk mengamankan hak-hak Negara, melindungi industri dalam negeri, melindungi masyarakat, dan agar ditaatinya peraturan Kepabeanan dan/atau Cukai dipandang perlu untuk melakukan pemblokiran perusahaan yang melanggar tidak mentaati Kepabeanan dan/atau Cukai.
- bahwa untuk menjamin kepastian hukum dan keseragaman dalam pemblokiran perusahaan sebagaimana dimaksud pada butir c perlu diatur dalam suatu Keputusan Direktur Jenderal.
Mengingat :
- Undang-undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan (Lembaran NegaraRepublik Indonesia Tahun 1995 Nomor 75, Tambahan Lembaran NegaraRepublik Indonesia Nomor 3612);
- Undang-undang Nomor 11 Tahun 1995 tentang Cukai (Lembaran NegaraRepublik Indonesia Tahun 1995 Nomor 76, Tambahan Lembaran NegaraRepublik Indonesia Nomor 3613);
- Keputusan Menteri Keuangan Nomor 488/KMK.05/1996 tanggal 31 Juli 1996 tentang Tatalaksana Kepabeanan di Bidang Ekspor sebagaimana telah diubah terakhir dengan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 501/KMK.05/1998 tanggal 14 Desember 1998;
- Keputusan Menteri Keuangan Nomor 701/KMK.05/1996 tanggal 24 Desember 1996 tentang Pengusaha Pengurusan Jasa Kepabeanan;
- Keputusan Menteri Keuangan Nomor Nomor 25/KMK.05/1997 tanggal 15 Januari 1997 tentang Tatalaksana Kepabeanan di Bidang Impor;
- Keputusan Menteri Keuangan Nomor Nomor 32/KMK.01/1998 tanggal 04 Februari 1998 tentang Organisasi dan Tata Kerja Direktorat Jenderal Bea dan Cukai;
- Keputusan Direktur Jenderal Bea dan Cukai Nomor Kep-15/BC/1999 tanggal 24 Maret 1999 tentang Petunjuk Umum Pelaksanaan Tatalaksana Kepabeanan di Bidang Impor sebagaimana telah diubah terakhir dengan Keputusan Direktur Jenderal Bea dan Cukai Nomor Kep-83/BC/1999 tanggal 31 Desember 1999;
- Keputusan Direktur Jenderal Bea dan Cukai Nomor Kep-44/BC/1999 tanggal 4 Juli 1999 tentang Petunjuk Pelaksanaan Tatalaksana Kepabeanan di Bidang Ekspor.
MEMUTUSKAN :
Menetapkan :
KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI TENTANG PEMBLOKIRAN PERUSAHAAN DI BIDANG KEPABEANAN.
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
(1) | Pemblokiran adalah tindakan pejabat Bea dan Cukai untuk tidak melayani kegiatan yang berkaitan dengan impor, ekspor, maupun pengurusan barang yang dilakukan oleh suatu perusahaan. |
(2) | Perusahaan adalah badan hukum atau perorangan yang menjalankan usaha sebagai Importir, Eksportir atau Pengusaha Pengurusan Jasa Kepabeanan (PPJK). |
(3) | Alamat Perusahaan adalah alamat perusahaan sebagaimana tercantum dalam PIB, PEB, NPWP, SIUP, APE, dan API/APIT. |
(4) | Instansi terkait adalah Departemen Perindustrian dan Perdagangan, Kejaksanaan Agung, Kepolisian Negara Republik Indonesia, Direktorat Jenderal Pajak dan Instansi pemerintah lainnya yang terkait dengan adanya kegiatan Impor dan Ekspor. |
BAB II
PEJABAT YANG BERWENANG MELAKUKAN DAN MENCABUT PEMBLOKIRAN
Pasal 2
Pejabat yang berwenang melakukan dan mencabut pemblokiran adalah :
a. Direktur Jenderal, terhadap perusahaan yang beroperasi di seluruh Indonesia
b. Direktur Pencegahan dan Penyidikan, terhadap perusahaan yang beroperasi di seluruh Indonesia
c. Kepala Kantor Wilayah, terhadap perusahaan yang beroperasi di wilayah kerjanya
d. Kepala Kantor Pelayanan, terhadap perusahaan yang beroperasi di wilayah kerjanya.
BAB III
KRITERIA PEMBLOKIRAN
Pasal 3
Perusahaan diblokir apabila :
a. | tidak diketemukan pada alamat yang diberitahukan dalam dokumen pabean, dan/atau dokumen pelengkap pabean, dan/atau dokumen perusahaan, dan/atau tidak melaporkan alamat yang sebenarnya /menggunakan alamat fiktif berdasarkan hasil survey lapangan; dan/atau |
b. | tidak melunasi pembayaran pungutan negara dalam rangka impor/ekspor dalam jangka waktu yang ditetapkan berdasarkan ketentuan yang berlaku; dan/atau |
c. | tidak menyerahkan hard copy PIB dalam jangka waktu yang ditetapkan berdasarkan ketentuan yang berlaku; dan/atau |
d. | tidak melakukan pembukuan sebagaimana dimaksud dalam pasal 49 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan dan Keputusan Direktur Jenderal Bea dan Cukai Nomor KEP-63/BC/1999 tanggal 6 Oktober 1999 tentang Penyelenggaraan dan Penyimpanan, Catatan dan Dokumen di Bidang Kepabeanan; dan/atau |
e. | nomor pokok PPJK dicabut; dan/atau |
f. | dinyatakan bersalah oleh suatu keputusan hakim yang telah memperoleh kekuatan hukum yang tetap karena melakukan pelanggaran ketentuan pidana; dan/atau |
g. | atas permintaan instansi terkait sebagai hasil pemeriksaan dan/atau pelayanan terhadap suatu perusahaan dan berdasarkan hasil pemeriksaan dan/atau pelayanan terhadap perusahaan tersebut diketahui telah terjadi pelanggaran; dan/atau |
h. | atas rekomendasi dari salah satu unit kerja di lingkungan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai, sebagai hasil pemeriksaan dan/atau pelayanan terhadap suatu perusahaan dan berdasarkan hasil pemeriksaan dan/atau pelayanan terhadap perusahaan tersebut diketahui telah terjadi pelanggaran di bidang Kepabeanan dan/atau Cukai; dan atau |
i. | perusahaan dinyatakan pailit; dan/atau |
j. | kewajiban sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (1) tidak dipenuhi; dan/atau |
k. | dipandang perlu untuk kepentingan penerimaan Negara. |
BAB IV
TATALAKSANA PEMBLOKIRAN
Pasal 4
(1) | Perusahaan yang telah memenuhi kriteria sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 dapat langsung diblokir oleh pejabat yang berwenang dengan menerbitkan surat sesuai contoh dalam lampiran I atau II atau III atau IV Keputusan ini. |
(2) | Dalam hal pemblokiran dilakukan oleh Kepala Kantor Pelayanan, maka Kepala Kantor Pelayanan menginformasikan perihal pemblokiran tersebut dan data-data perusahaan yang diblokir beserta alasannya kepada para Kelapa Seksi dan Pejabat Fungsional Pemeriksa Dokumen untuk menindaklanjuti pemblokiran tersebut dan kepada Kepala Kantor Wilayah yang membawahinya dengan tembusan Pimpinan perusahaan yang bersangkutan. Selanjutnya Kepala Kantor Wilayah menginformasikan ke seluruh Kepala Kantor Pelayanan lainnya di wilayahnya untuk dilakukan pemblokiran dan ke Kantor Pusat cq. Direktur Pencegahan dan Penyidikan untuk dilakukan pemblokiran secara nasional. |
(3) | Dalam hal pemblokiran dilakukan oleh Kepala Kantor Wilayah, maka Kepala Kantor Wilayah menginformasikan perihal pemblokiran tersebut dan data-data perusahaan yang diblokir beserta alasannya keseluruh Kepala Kantor Pelayanan di bawahnya dan ke Kantor Pusat cq. Direktur Pencegahan dan Penyidikan untuk dilakukan pemblokiran secara nasional serta tembusannya dikirim ke Pimpinan perusahaan yang bersangkutan. |
(4) | Dalam hal pemblokiran dilakukan oleh Direktur Jenderal/Direktur Pencegahan dan Penyidikan, maka Direktur Pencegahan dan Penyidikan menginformasikan perihal pemblokiran tersebut dan data-data perusahaan yang diblokir beserta alasannya keseluruh Kepala Kantor Wilayah dan tembusannya dikirim kepada Pimpinan perusahaan yang bersangkutan. Selanjutnya Kepala Kantor Wilayah menginformasikan keseluruh Kepala Kantor Pelayanan di wilayahnya untuk dilakukan pemblokiran. |
Pasal 5
Pemblokiran terhadap perusahaan karena pasal 3 huruf b dan/atau huruf c dapat dilakukan secara otomatis oleh komputer pada Kantor Pelayanan setempat, dan bila dipandang perlu, dapat dimintakan blokir secara nasional kepada Direktur Pencegahan dan Penyidikan.
BAB V
PERSYARATAN PENCABUTAN PEMBLOKIRAN
Pasal 6
Pemblokiran terhadap perusahaan dicabut apabila :
a. | dalam hal alamat fiktif; perusahaan dapat membuktikan kebenaran dan keberadaan perusahaannya yang didukung dengan dokumen-dokumen antara lain NPWP, SIUP, APE, API/APIT, Keterangan Domisili dan dokumen lainnya yang dianggap perlu. |
b. | dalam hal tidak melunasi pembayaran, perusahaan dapat membuktikan bahwa pembayaran tersebut telah dilunasi atau pertaruhkan jaminan. |
c. | dalam perusahaan tidak menyerahkan hard copy PIB, perusahaan telah membuktikan bahwa hard copy PIB telah diserahkan. |
d. | dalam hal tidak menyelenggarakan pembukuan; perusahaan tersebut telah memenuhi ketentuan pembukuan sesuai dengan standard yang ditetapkan dan ada rekomendasi dari unit yang melakukan audit. |
e. | dalam hal Nomor Pokok PPJK dicabut, perusahaan telah mendapatkan Nomor Pokok PPJK yang baru. |
f. | dalam hal melakukan pelanggaran pidana; setelah keputusan hakim yang telah memperoleh kekuatan hukum yang tetap dilaksanakan/dipenuhi. |
g. | dalam hal atas permintaan instansi terkait; setelah ada keputusan dari instansi terkait yang meminta pemblokiran. |
h. | dalam hal atas rekomendasi dari salah satu Unit Kerja dilingkungan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai; setelah ada permintaan dari Unit Kerja yang memberikan rekomendasi tersebut. |
i. | dalam hal tidak dipenuhinya kewajiban sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (1); perusahaan telah memenuhi kewajiban sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (1). |
j. | dalam hal karena sebab lainnya yang dipandang perlu untuk kepentingan penerimaan Negara, telah ada keputusan dari Direktur Jenderal. |
BAB VI
TATALAKSANA PENCABUTAN PEMBLOKIRAN
Pasal 7
(1) | Perusahaan yang diblokir dapat mengajukan permohonan pencabutan pemblokiran kepada pejabat yang melakukan pemblokiran dengan mengajukan bukti yang dapat menggugurkan alasan yang dipakai sebagai dasar pemblokiran. |
(2) | Apabila hasil penelitian permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditemukan bukti yang dapat menggugurkan alasan pemblokiran, maka pemblokiran dicabut. |
(3) | Dalam hal pencabutan pemblokiran dilakukan oleh Kepala Kantor Pelayanan, maka Kepala Kantor Pelayanan menginformasikan perihal pencabutan pemblokiran tersebut dan data-data perusahaan yang dicabut blokirnya beserta alasannya kepada para Kepala Seksi dan Pejabat Fungsional Pemeriksa Dokumen untuk menindaklanjuti pencabutan pemblokiran dan Kepala Kantor Wilayah yang membahwahinya serta Pimpinan perusahaan yang bersangkutan. Selanjutnya Kepala Kantor Wilayah menginformasikan ke seluruh Kepala Kantor Pelayanan lainnya di wilayahnya untuk dilakukan pencabutan pemblokiran dan ke Kantor Pusat cq. Direktur Pencegahan dan Penyidikan untuk dilakukan pencabutan blokir secara nasional. |
(4) | Dalam hal pencabutan pemblokiran dilakukan oleh Kepala Kantor Wilayah, maka Kepala Kantor Wilayah menginformasikan perihal pencabutan pemblokiran tersebut dan data-data perusahaan yang dicabut blokirnya beserta alasannya keseluruh Kepala Kantor Pelayanan dibawahnya dan ke Kantor Pusat cq. Direktur Pencegahan dan Penyidikan untuk dilakukan pencabutan blokir secara nasional serta tembusannya dikirim kepada Pimpinan perusahaan yang bersangkutan. |
(5) | Dalam hal pencabutan pemblokiran dilakukan Direktur Jenderal/ Direktur Pencegahan dan Penyidikan, maka Direktur Pencegahan dan Penyidikan menginformasikan perihal pencabutan pemblokiran tersebut dan data-data perusahaan yang dicabut blokirnya beserta alasannya keseluruh Kepala Kantor Wilayah dan tembusannya dikirim ke Pimpinan perusahaan yang bersangkutan. Selanjutnya Kepala Kantor Wilayah menginformasikan keseluruh Kantor Pelayanan di wilayahnya untuk dilakukan pencabutan pemblokiran. |
Pasal 8
Pencabutan pemblokiran dilakukan oleh Pejabat yang mengeluarkan pemblokiran atau atasan langsung Pejabat yang mengeluarkan pemblokiran dengan menerbitkan surat pencabutan pemblokiran sesuai contoh dalam Lampiran V atau VI atau VII atau VIII Keputusan ini.
BAB VIII
PENCABUTAN PEMBLOKIRAN SEMENTARA TERBATAS (PSST)
Pasal 9
Dalam rangka menciptakan suasana/iklim usaha yang baik dan dengan mengutamakan kepentingan keuangan negara, terhadap perusahaan yang diblokir dapat dilakukan PPST oleh Direktur Pencegahan dan Penyidikan setelah mendapat persetujuan Direktur Jenderal atau rekomendasi dari Kepala Kantor Wilayah. Ketentuan pemberian PPST sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dalam Pasal 10 dan 11.
BAB VIII
KETENTUAN TENTANG PEMBERIAN PPST
Pasal 10
(1) | PPST diberikan untuk jangka waktu tidak lebih dari 3 bulan sejak tanggal diterbitkan. |
(2) | PPST hanya diperuntukkan bagi penyelesaian importasi atas barang impor yang sudah terlanjur dikapalkan dari negara asal dan/atau negara pengirim atau telah dibongkar di pelabuhan sebelum dilakukannya pemblokiran. |
(3) | Daftar barang-barang yang terlanjur dikapalkan atau dibongkar sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilampirkan pada waktu importir/PPJK yang bersangkutan mengajukan PPST. |
(4) | Apabila jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) belum berakhir, sedangkan barang-barang sebagaimana dimaksud pada ayat (2) secara keseluruhan sudah diselesaikan kewajiban pabeannya, Kepala Kantor Pelayanan melaporkan kepada Direktur Pencegahan dan Penyidikan untuk dilakukan pembatalan PPSTnya. |
(5) | Pemberian PPST oleh Direktur Pencegahan dan Penyidikan adalah dengan menerbitkan surat PPST sesuai contoh dalam Lampiran IX Keputusan ini. |
Pasal 11
(1) | PPST dapat ditinjau kembali/dibatalkan apabila dalam pelaksanaan penyelesaian kewajiban kepabeanan terhadap barang-barang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (2) terbukti ada penyimpangan/pelanggaran. |
(2) | Apabila dalam jangka waktu tiga bulan sejak tanggal diterbitkan PPST, ternya masih ada barang-barang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (3) yang belum diselesaikan kewajiban kepabeanannya, PPST hanya dapat diperpanjang satu kali untuk jangka waktu satu bulan setelah mendapat persetujuan dari Direktur Jenderal. |
(3) | Selama masa PPST, pelayanan dokumen impor terhadap penerima PPST ditetapkan jalur merah. |
(4) | Apabila hasil penelitian dokumen dan/atau pemberitahuan pabean dan/atau pemeriksaan phisik barang yang diajukan oleh penerima PPST mengakibatkan tambah bayar (kekurangan Bea Masuk dan/atau pungutan dalam rangka impor), maka terhadap barang-barang tersebut dapat dikeluarkan setelah tambah bayar dilunasi atau dipertaruhkan jaminan. |
(5) | Peninjauan kembali/pembatalan PPST oleh Direktur Jenderal atau Direktur Pencegahan dan Penyidikan adalah dengan menerbitkan surat pembatalan PPST sesuai contoh dalam Lampiran X Keputusan ini. |
BAB IX
PINDAH ALAMAT
Pasal 12
(1) | Perusahaan yang pindah alamat diwajibkan untuk memberitahukan kepada Kepala Kantor Pelayanan dengan tembusan Kepala Kantor Wilayah dan Direktur Pencegahan dan Penyidikan segera setelah pindah alamat, mengenai alamat yang lama dan yang baru; Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP); Nomor Angka Pengenal Eksportir (APE); Nomor Angka Pengenal Importir/Nomor Angka Pengenal Importir Terbatas (API/APIT); Nomor telepon; Nomor Faksimili; dan E-Mail (kalau ada). |
(2) | Perusahaan yang telah pindah dan menempati kantor dengan alamat baru diberi kesempatan untuk memberitahukan NPWP, SIUP, APE dan API/APIT paling lambat enam puluh hari kerja setelah menempati kantor yang baru kepada Kantor Pelayanan Bea dan Cukai dengan tembusan Kantor Wilayah dan Direktur Pencegahan dan Penyidikan. |
(3) | Apabila jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak dipenuhi, terhadap perusahaan tersebut dilakukan pemblokiran. |
(4) | Perusahaan yang diblokir sebagaimana dimaksud dalam ayat (3), sementara mengurus Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP); Nomor Angka Pengenal Eksportir (APE); Nomor Angka Pengenal Importir/Nomor Angka Pengenal Importir Terbatas (API/APIT) yang baru, dapat mengajukan permohonan pencabutan pemblokiran. |
(5) | Pencabutan pemblokiran sebagaimana dimaksud dalam ayat (4) diberik an oleh Direktur Jenderal atau Direktur Pencegahan dan Penyidikan atau Kepala Kantor Wilayah untuk masa paling lama enam puluh hari kerja. |
(6) | Apabila jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (5) tidak dipenuhi, terhadap perusahaan tersebut dilakukan pemblokiran. |
BAB X
PENATAUSAHAAN
Pasal 13
(1) | Penatausahaan terhadap data-data perusahaan yang diblokir dilakukan oleh : a. Kasubdit Intelijen pada Kantor Pusat Direktorat Jenderal Bea dan Cukai b. Kepala Bidang Pencegahan dan Penyidikan pada Kantor Wilayah c. Kepala Seksi Manifest dan Informasi pada Kantor Pelayanan |
(2) | Penatausahaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi Nama; alamat; NPWP perusahaan; Nomor dan Tanggal Surat Pemblokiran; alasan pemblokiran; Nomor dan Tanggal Surat Pencabutan Pemblokiran; PPST; Pembatalan PPST dan Catatan berkenaan dengan pemblokiran/pencabutan pemblokiran. |
BAB XI
KETENTUAN LAIN
Pasal 14
(1) | Dalam hal sistem komputer pada Kantor Pusat Direktorat Jenderal Bea dan Cukai dan/atau Kantor Wilayah Bea dan Cukai sudah menggunakan sistem on-line dengan kantor-kantor Pelayanan Bea dan Cukai, baik pemblokiran perusahaan maupun pencabutan pemblokiran dapat dilakukan secara langsung melalui komputer pada kantor-kantor tersebut, dengan tetap menerbitkan surat pemblokiran atau pencabutan pemblokiran secara tertulis. |
(2) | Pemblokiran terhadap perusahaan yang dikeluarkan oleh Direktur Jenderal atau Direktur Pencegahan dan Penyidikan berlaku secara nasional. |
(3) | Untuk pengamanan hak-hak negara, Direktur Pencegahan dan Penyidikan tanpa diminta oleh Kepala kantor Pelayanan Bea dan Cukai maupun Kepala Kantor Wilayah Bea dan Cukai yang mengeluarkan pemblokiran dapat melakukan pemblokiran secara nasional setelah menerima pemberitahuan pemblokiran dari Kepala Kantor Pelayanan Bea dan Cukai dan/atau Kepala Kantor Wilayah yang bersangkutan. |
BAB XII
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 15
(1) Perusahaan yang telah dicabut dari pemblokiran dapat diusulkan untuk diaudit.
(2) Perusahaan yang telah diblokir sebelum ditetapkan Keputusan ini, dianggap diblokir berdasarkan Keputusan ini.
Pasal 16
Keputusan ini berlaku sejak tanggal ditetapkan.
Ditetapkan di jakarta
Pada tanggal 07 Februari 2001
DIREKTUR JENDERAL,
ttd.
DR. PERMANA AGUNG D, MSc.
Nip. 060044475