Menimbang :
- bahwa peningkatan pelayanan kepada masyarakat dalam rangka pemberian fasilitas pembebasan bea masuk merupakan tuntutan yang utama bagi upaya memacu pembangunan industri di dalam negeri;
- bahwa peningkatan pelayanan pemberian fasilitas pembebasan bea masuk, harus tetap memperhatikan hak dan kepentingan negara, oleh karena itu dipandang perlu mengatur lebih lanjut tata cara pemberian fasilitas pembebasan bea masuk berdasarkan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 135/KMK.05/2000 tanggal 1 Mei 2000 dalam Keputusan Direktur Jenderal Bea dan Cukai.
Mengingat :
- Undang-undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan (Lembaran Negara Tahun 1995 Nomor 75, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3612);
- Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 135/KMK.05/2000 tanggal 1 Mei 2000 tentang Keringanan Bea Masuk atas Impor Mesin, Barang dan Bahan Dalam Rangka Pembangunan/Pengembangan Industri/Industri Jasa;
- Surat Menteri Perindustrian dan Perdagangan RI Nomor 1196/MPP/7/1997 tanggal 15 Juli 1997 tentang Penunjukan PT SUCOFINDO untuk melaksanakan verifikasi atas Daftar Induk/Daftar Kebutuhan Mesin, Barang dan Bahan Dalam Rangka Pembangunan Industri/Industri Jasa oleh Perusahaan Non PMA/PMDN;
- Surat Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor S-388/MK.01/1997 tanggal 30 Juli 1997 tentang Penunjukan Surveyor untuk verifikasi Masterlist.
MEMUTUSKAN :
Menetapkan :
KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI TENTANG TATA CARA PEMBERIAN KERINGANAN BEA MASUK ATAS IMPOR MESIN, BARANG DAN BAHAN OLEH INDUSTRI / INDUSTRI JASA YANG MELAKUKAN PEMBANGUNAN / PENGEMBANGAN BERDASARKAN KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 135/KMK.05/2000 TANGGAL 1 MEI 2000.
Pasal 1
(1) | Dalam Keputusan ini yang dimaksud dengan :
|
Pasal 2
(1) | Atas impor mesin dalam rangka pembangunan/pengembangan industri/industri jasa diberikan keringanan Bea Masuk sehingga tarif akhir Bea Masuknya menjadi 5% (lima persen). |
(2) | Dalam hal tarif Bea Masuk yang tercantum dalam Buku Tarif Bea Masuk Indonesia (BTBMI) 5% atau kurang maka yang berlaku adalah tarif Bea Masuk dalam BTBMI. |
(3) | Keringanan Bea Masuk tersebut ayat 1 diberikan untuk jangka waktu pengimporan selama 1 (satu) tahun terhitung sejak tanggal Keputusan keringanan Bea Masuk, yang dapat diperpanjang 1 (satu) kali untuk paling lama 1 (satu) tahun. |
Pasal 3
(1) | Terhadap industri yang telah mendapat keringanan Bea Masuk sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 kecuali industri jasa, dalam rangka pembangunan dapat diberikan keringanan bea masuk atas impor barang dan bahan untuk keperluan produksi 2 (dua) tahun sesuai kapasitas terpasang, sehingga tarif akhir Bea Masuknya menjadi 5% (lima persen) dengan jangka waktu pengimporan selama 2 (dua) tahun terhitung sejak tanggal keputusan keringanan Bea Masuk atas barang dan bahan; |
(2) | Terhadap industri yang telah mendapat keringanan Bea Masuk sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 kecuali industri jasa, dalam rangka pengembangan dapat diberikan keringanan Bea Masuk atas barang dan bahan untuk keperluan tambahan produksi 2 (dua) tahun sehingga tarif akhir Bea Masuknya menjadi 5 % (lima persen), apabila pengembangan menambah kapasitas sekurang-kurangnya 30% (tiga puluh persen) dari besarnya kapasitas terpasang dengan jangka waktu pengimporan selama 2 (dua) tahun terhitung sejak tanggal keputusan keringanan Bea Masuk atas barang dan bahan; |
(3) | Terhadap industri yang melakukan pembangunan/pengembangan dengan menggunakan mesin produksi buatan dalam negeri dapat diberikan keringanan Bea Masuk atas impor barang dan bahan sebagaimana dimaksud dalam ayat 1 dan 2 untuk keperluan produksi/keperluan tambahan produksi 4 (empat) tahun, dengan jangka waktu pengimporan selama 4 (empat) tahun terhitung sejak tanggal keputusan keringanan Bea Masuk atas barang dan bahan. |
(4) | Dalam hal tarif Bea Masuk yang tecantum dalam BTBMI 5% (lima persen) atau kurang maka yang berlaku adalah tarif Bea Masuk dalam BTBMI. |
Pasal 4
(1) | Kebutuhan mesin, barang dan bahan dalam rangka pembangunan industri, dan tambahan kebutuhan barang dan bahan dalam rangka pengembangan industri,diverifikasi oleh departemen/instansi terkait yaitu : a) Badan Penanaman Modal dan Pembinaan BUMN bagi perusahaan PMA/PMDN; b) Depperindag atau instansi terkait lainnya bagi perusahaan Non PMA/PMDN; |
(2) | Dalam melaksanakan verifikasi sebagaimana dimaksud pada ayat 1, khusus dalam rangka pembangunan, departemen / instansi terkait menggunakan surveyor yang ditunjuk Pemerintah yaitu PT (Persero) SUCOFINDO. |
Pasal 5
Terhadap impor mesin dalam rangka pembangunan/pengembangan industri/industri jasa dalam keadaan bukan baru harus disertai dengan sertifikat dari surveyor yang menyatakan bahwa mesin tersebut masih baik dan bukan scrap atau besi tua.
Pasal 6
(1) | Fasilitas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 tidak berlaku untuk industri perakitan kendaraan bermotor, kecuali industri komponen kendaraan bermotor; |
(2) | Industri/industri jasa yang telah mendapatkan fasilitas pembebasan/keringanan Bea Masuk berdasarkan ketentuan lain, tidak dapat menggunakan fasilitas keringanan berdasarkan keputusan ini. |
Pasal 7
(1) | Permohonan untuk mendapatkan fasilitas sebagaimana dimaksud dalam pasal 2 dan pasal 3 diajukan kepada :
|
||||
(2) | Tata cara pengajuan permohonan tersebut pada ayat 1 huruf b) dijelaskan pada Lampiran I (Pembangunan Industri) dan Lampiran II (Pengembangan Industri) Surat Keputusan ini. |
Pasal 8
Pemberian fasilitas keringanan Bea Masuk dimaksud dalam pasal 2 dan 3, sepanjang yang menyangkut pasal 7 ayat (1) huruh b) dituangkan dalam suatu Keputusan Menteri Keuangan yang ditandatangani oleh Direktur Jenderal Bea dan Cukai u.b. Direktur Fasilitas Kepabeanan atau Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Bea dan Cukai atas nama Menteri Keuangan.
Pasal 9
(1) | Keputusan Menteri Keuangan dimaksud dalam pasal 8 berlaku untuk :
|
||||
(2) | Jangka waktu pengimporan tersebut pada ayat (1) dapat diperpanjang dengan batas waktu sebagaimana tersebut pada pasal 2 ayat (3) dan pasal 3 ayat (1), ayat (2) dan ayat (3). |
Pasal 10
Industri/industri jasa yang mendapatkan fasilitas keringanan bea masuk diwajibkan untuk :
a. | Menyelenggarakan pembukuan pengimporan mesin dan atau barang dan bahan untuk keperluan audit di bidang kepabeanan; |
b. | Menyimpan dan memelihara pembukuan, dokumen dan catatan-catatan lainnya sehubungan dengan pemberian keringanan Bea Masuk untuk sekurang-kurangnya 10 (sepuluh) tahun terhitung sejak realisasi impor pada tempat usahanya. |
c. | Menyampaikan laporan tentang realisasi impor mesin dan atau barang dan bahan yang mendapat keringanan Bea Masuk tersebut kepada Direktur Jenderal Bea dan Cukai u.p. Direktur Verifikasi dan Audit, dan juga kepada Badan Penanaman Modal dan pembinaaan BUMN khusus bagi industri PMA/PMDN. |
Pasal 11
Atas barang yang mendapatkan fasilitas keringanan Bea Masuk sebagaimana tersebut pada pasal 2 dan atau pasal 3, pada saat pengimporannya tidak memenuhi ketentuan tentang jumlah, jenis, spesifikasi teknis yang tercantum dalam daftar barang dipungut Bea Masuk dan pungutan impor lainnya dengan tidak dikenakan denda.
Pasal 12
(1) | Atas mesin, barang dan bahan yang telah mendapatkan fasilitas keringanan Bea Masuk, hanya dapat digunakan untuk kepentingan industri yang bersangkutan. |
(2) | Penyalahgunaan mesin, barang dan bahan tersebut pada ayat (1), mengakibatkan batalnya fasilitas keringanan Bea Masuk yang diberikan atas barang tersebut sehingga Bea Masuk yang terhutang harus dibayar dan dikenakan sanksi administrasi berupa denda 100% dari kekurangan Bea Masuk. |
Pasal 13
(1) | Untuk pengamanan hak-hak keuangan negara dan menjamin dipenuhinya ketentuan-ketentuan kepabeanan dan cukai yang berlaku, Direktorat Jenderal Bea dan Cukai melakukan audit atas pembukuan, catatan, dan dokumen perusahaan yang berkaitan dengan pemasukan dan penggunaan mesin, barang dan barang. |
(2) | Berdasarkan hasil audit sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), pengusaha bertanggung jawab atas pelunasan Bea Masuk yang terutang dan sanksi administrasi berupa denda. |
Pasal 14
Perusahaan yang telah memperoleh fasilitas pembebasan Bea Masuk atas impor mesin, barang dan bahan berdasarkan ketentuan lama dan belum merealisir seluruh impornya dapat tetap menggunakan Surat Keputusan pemberian fasilitas pabean berdasarkan ketentuan lama hingga berakhirnya masa berlaku Surat Keputusan yang bersangkutan, dengan ketentuan tidak dapat diperpanjang dan/atau diubah.
Pasal 15
Dengan diberlakukannya Surat Keputusan ini, Surat Keputusan Direktur Jenderal Bea dan Cukai Nomor : KEP-01/BC/1999 dan Nomor : KEP-02/BC/1999 tanggal 04 Januari 1999, dinyatakan tidak berlaku.
Pasal 16
Keputusan Direktur Jenderal Bea dan Cukai ini mempunyai daya laku surut sejak tanggal 1 Mei 2000.
SALINAN Keputusan Direktur Jenderal Bea dan Cukai ini disampaikan kepada :
1. Menteri Keuangan;
2. Menteri Perindustrian dan Perdagangan;
3. Menteri Negara Investasi/Kepala BPM dan Pembinaan BUMN;
4. Menteri Pertanian;
5. Menteri Kesehatan;
6. Menteri Pertambangan dan Energi;
7. Menteri Kehutanan dan Perkebunan;
8. Menteri Pendidikan Nasional;
9. Menteri Perhubungan;
10. Menteri Negara Pekerjaan Umum;
11. Menteri Pariwisata, Seni dan Budaya;
12. Menteri Koperasi, Pengusaha Kecil dan Menengah;
13. Menteri Negara Riset dan Teknologi/Kepala BPPT;
14. Kepala Kantor Wilayah I s.d. XII DJBC;
15. Kepala Kantor Pelayanan Bea dan Cukai di seluruh Indonesia;
16. Ketua Kamar Dagang dan Industri Indonesia ( KADIN );
17. Ketua Gabungan Importir Nasional Seluruh Indonesia (GINSI);
18. Ketua Gabungan Pengusaha Ekspor Indonesia (GPEI);
19. Direktur Utama PT (Persero) SUCOFINDO.
Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 9 Juni 2000
DIREKTUR JENDERAL,
ttd.
R.B. PERMANA AGUNG D.
NIP 060044475