Menimbang :
bahwa sebagai pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 12 Tahun 2001 tentang Impor dan atau Penyerahan Barang Kena Pajak Tertentu Yang Bersifat Strategis Yang Dibebaskan Dari Pengenaan Pajak Pertambahan Nilai, perlu menetapkan Keputusan Menteri Keuangan tentang Pelaksanaan dan Penatausahaan Pajak Pertambahan Nilai Yang Dibebaskan atas Impor dan atau Perolehan Barang Kena Pajak Tertentu Yang Bersifat Strategis;
Mengingat :
- Undang-undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum Dan Tata Cara Perpajakan (LN RI Tahun 1983 No.49, TLN No.3262) sebagaimana telah beberapa kali diubah, terakhir dengan Undang-undang Nomor 16 Tahun 2000 (LN RI Tahun 2000 No.126, TLN RI No. 3984);
- Undang-undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah (LN RI Tahun 1983 No.51, TLN No.3264) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-undang Nomor 18 Tahun 2000 (LN RI Tahun 2000 No.128, TLN RI No.3986);
- Peraturan Pemerintah Nomor 143 Tahun 2000 tentang Pelaksanaan Undang-undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah Sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-undang Nomor 18 Tahun 2000 (LN RI Tahun 2000 No.259, TLN RI No.4061);
- Peraturan Pemerintah Nomor 12 Tahun 2001 tentang Impor dan atau Penyerahan Barang Kena Pajak Tertentu Yang Bersifat Strategis Yang Dibebaskan dari Pengenaan Pajak Pertambahan Nilai (LN RI Tahun 2001 No.24,TLN RI No.4083);
- Keputusan Presiden No. 234/M Tahun 2000;
MEMUTUSKAN :
Menetapkan:
KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN TENTANG PELAKSANAAN PAJAK PERTAMBAHAN NILAI YANG DIBEBASKAN ATAS IMPOR DAN ATAU PENYERAHAN BARANG KENA PAJAK TERTENTU YANG BERSIFAT STRATEGIS.
Pasal 1
Dalam Keputusan Menteri Keuangan ini yang dimaksud dengan:
-
Barang Kena Pajak Tertentu yang bersifat strategis adalah:
- barang modal berupa mesin dan peralatan pabrik yang diperlukan secara langsung dalam proses menghasilkan Barang Kena Pajak, baik dalam keadaan terpasang maupun terlepas, tidak termasuk suku cadang;
- makanan ternak, unggas, dan ikan, dan atau bahan baku untuk pembuatan makanan ternak, unggas, dan ikan;
- barang basil pertanian yang dipetik langsung, diambil langsung atau disadap langsung dari sumbernya termasuk hasil pemrosesannya yang dilakukan dengan cara tertentu yang diserahkan oleh petani atau kelompok petani;
- bibit dan atau benih dan barang pertanian, perkebunan, kehutanan, peternakan, penangkaran atau perikanan;
- bahan baku perak dalam bentuk butiran (granule) dan atau perak dalam bentuk batangan;
- bahan baku berupa kertas uang dan logam uang yang dipergunakan oleh Bank Indonesia dan atau Perum Peruri untuk pembuatan uang kertas rupiah dan uang logam rupiah;
- air bersih yang dialirkan melalui pipa atau dialirkan dengan cara lain baik oleh Perusahaan Air Minum milik Pemerintah maupun Swasta; dan
- listrik, kecuali untuk perumahan dengan daya di atas 6600 Watt.
-
Barang basil pertanian adalah barang yang dihasilkan dari kegiatan usaha di bidang:
- pertanian;
- perkebunan;
- kehutanan;
- peternakan;
- perburuan atau penangkapan maupun penangkaran;
- perikanan baik dari penangkapan atau budidaya.
-
Pemrosesan barang hasil pertanian yang dilakukan dengan cara tertentu adalah:
- direndam, dikupas, disucihamakan, dipisahkan dari kulit atau biji atau pelepah, dipecah/digiling, disayat, dibelah, dikeringkan, diperam, dicuci, dirajang, digaruk, disisir direbus, dibekukan, dan atau dikemas dengan cara sangat sederhana untuk tujuan melindungi barang yang bersangkutan, untuk hasil usaha di bidang pertanian atau perkebunan.
- ditebang, dipangkas cabang dan rantingnya, dikupas kulit dari batangnya dan dipotong menjadi kayu bulat atau gelondongan, untuk hasil usaha di bidang kehutanan.
- dengan cara apapun sebelum dipotong atau disembelih, untuk hasil usaha di bidang peternakan atau penangkaran.
- dengan cara apapun sebelum dikuliti, untuk hasil usaha di bidang perburuan atau penangkapan.
- didinginkan/dibekukan, digarami, dikeringkan/diasap, direbus, dan atau dikemas dengan cara sangat sederhana untuk tujuan melindungi barang yang bersangkutan, untuk hasil usaha di bidang perikanan.
-
Petani adalah orang yang melakukan kegiatan usaha di bidang pertanian, perkebunan, kehutanan, peternakan, perburuan atau penangkapan, penangkaran, penangkapan atau budidaya perikanan.
Pasal 2
(1) |
Mesin dan peralatan pabrik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 angka 1 huruf a adalah yang digunakan secara langsung dalam proses menghasilkan Barang Kena Pajak, oleh Pengusaha Kena Pajak yang menghasilkan Barang Kena Pajak tersebut. |
(2) |
Peralatan pabrik sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) adalah peralatan yang tidak terpisahkan dan merupakan satu kesatuan untuk mengoperasikan pabrik. |
Pasal 3
(1) |
Hasil dari kegiatan usaha di bidang pertanian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 angka 2 huruf a meliput : |
|
|
(2) |
Hasil dari kegiatan usaha di bidang perkebunan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 angka 2 huruf b meliputi : |
|
|
(3) |
Hasil dari kegiatan usaha di bidang kehutanan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 angka 2 huruf c meliputi: |
|
|
(4) |
Hasil dari kegiatan usaha di bidang peternakan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 angka 2 huruf d meliputi : |
|
|
(5) |
Hasil dari kegiatan usaha di bidang perburuan, penangkapan, dan penangkaran sebagaimana di maksud dalam Pasal 1 angka 2 huruf e meliputi: |
|
|
(6) |
Hasil dari kegiatan usaha di bidang perikanan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 angka 2 huruf f adalah kegiatan usaha di bidang perikanan laut dan perikanan darat meliputi: |
|
Pasal 4
(1) |
Atas impor dan atau penyerahan Barang Kena Pajak Tertentu yang bersifat strategis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 angka 1 huruf a, b, d, e, dan f dibebaskan dari pengenaan Pajak Pertambahan Nilai. |
(2) |
Atas penyerahan Barang Kena Pajak Tertentu yang bersifat strategis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 angka 1 huruf c, g, dan h dibebaskan dari pengenaan Pajak Pertambahan Nilai. |
Pasal 5
(1) |
Untuk memperoleh fasilitas pembebasan Pajak Pertambahan Nilai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4, khusus bagi Pengusaha Kena Pajak yang mengimpor dan atau menerima penyerahan Barang Kena Pajak tertentu yang bersifat strategis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 angka 1 huruf a, diwajibkan mempunyai Surat Keterangan Bebas Pajak Pertambahan Nilai yang dikeluarkan oleh Dirjen Pajak. |
(2) |
Orang atau badan atau Bank Indonesia atau Perum Peruri yang melakukan impor dan atau menerima penyerahan Barang Kena Pajak Tertentu yang bersifat strategis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 angka 1 huruf b, huruf d, huruf e dan huruf f, dan penyerahan Barang Kena Pajak Tertentu yang bersifat strategis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 angka 1 huruf c, huruf g, dan huruf h tidak diwajibkan mempunyai Surat Keterangan Bebas Pajak Pertambahan Nilai yang dikeluarkan oleh Dirjen Pajak. |
(3) |
Permohonan untuk memperoleh Surat Keterangan Bebas Pajak Pertambahan Nilai sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diajukan kepada Dirjen Pajak dengan melampirkan dokumen impor dan atau dokumen pembelian yang bersangkutan. |
(4) |
Atas impor Barang Kena Pajak Tertentu yang bersifat strategis yang dibebaskan dari pengenaan Pajak Pertambahan Nilai tidak diperlukan Surat Setoran Pajak. |
(5) |
Pemberitahuan Impor Barang (PIB) atas impor Barang Kena Pajak Tertentu sebagaimana dimaksud dalam ayat (4) diberikan cap “Dibebaskan berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 12 Tahun 2001” oleh Direktorat Jenderal Bea dan Cukai. |
(6) |
Atas permohonan surat Keterangan Bebas Pajak Pertambahan Nilai, Dirjen Pajak memberikan keputusan dalam jangka waktu 5 (lima) hari kerja setelah surat permohonan diterima lengkap. |
Pasal 6
(1) |
Terhadap : |
|
|
(2) | Perusahaan Listrik yang : |
harus dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak. |
Pasal 7
Pajak Masukan atas impor dan atau atas perolehan Barang Kena Pajak dan atau Jasa Kena Pajak yang digunakan untuk menghasilkan Barang Kena Pajak Tertentu yang bersifat strategis yang atas penyerahannya dibebaskan dari pengenaan Pajak Pertambahan Nilai, tidak dapat dikreditkan.
Pasal 8
(1) |
Pajak Pertambahan Nilai yang terutang pada saat impor dan atau pada saat perolehan Barang Kena Pajak Tertentu yang bersifat strategis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 angka 1 huruf a dan huruf f harus disetor ke kas negara apabila: |
|
|
(2) |
Pajak Pertambahan Nilai yang terutang sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) harus disetorkan ke kas negara dalam jangka waktu 1 (satu) bulan sejak Barang Kena Pajak tersebut dipindahtangankan atau digunakan tidak sesuai dengan tujuan semula, dengan ditambah sanksi administrasi berupa bunga sebesar 2 % (dua persen) sebulan untuk selama-lamanya 24 (dua puluh empat) bulan, dihitung mulai saat terutangnya Pajak Pertambahan Nilai yang dibebaskan, sampai dengan dilakukannya penyetoran. |
(3) |
Kepada Pengusaha Kena Pajak yang tidak memenuhi kewajiban sebagaimana dimaksud dalam ayat (2), Dirjen Pajak dapat menerbitkan Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar sebesar Pajak Pertambahan Nilai yang dibebaskan ditambah sanksi administrasi berupa bunga 2% (dua persen) sebulan untuk selama-lamanya 24 (dua puluh empat) bulan, dihitung mulai saat terutangnya Pajak Pertambahan Nilai yang dibebaskan sampai dengan diterbitkannya Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar. |
Pasal 9
(1) |
Pajak Pertambahan Nilai terutang yang telah dipungut atas impor dan atau penyerahan Barang Kena Pajak Tertentu yang bersifat strategis yang dilakukan pada atau setelah tanggal 1 Januari 2001 sampai dengan ditetapkannya Peraturan Pemerintah Nomor 12 Tahun 2001, harus disetorkan ke kas negara sesuai ketentuan yang berlaku. |
(2) |
Pajak Pertambahan Nilai terutang yang telah dipungut sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dapat dimintakan pengembalian oleh importir atau pembeli, sepanjang belum dikreditkan, dengan mengajukan permohonan pengembalian kepada Dirjen Pajak. |
(3) |
Permohonan pengembalian sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) diajukan kepada Direktur Jenderal Pajak dengan melampirkan bukti-bukti pendukung. |
Pasal 10
Ketentuan yang diperlukan dalam rangka pelaksanaan Keputusan Menteri Keuangan ini diatur lebih lanjut dengan Keputusan Dirjen Pajak dan Keputusan Dirjen Bea dan Cukai sesuai dengan bidangnya masing-masing, baik secara bersama-sama ataupun secara sendiri-sendiri.
Pasal 11
Keputusan Menteri Keuangan ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan dan mempunyai daya laku surut sejak tanggal 1 Januari 2001.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Keputusan Menteri Keuangan ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.
Ditetapkan diJakarta
pada tanggal 2 April 2001
MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
ttd.
PRIJADI PRAPTOSUHARDJO