Resources / Regulation / Keputusan Menteri Keuangan

Keputusan Menteri Keuangan – 200/KMK.04/2000

Menimbang :

bahwa dengan telah ditetapkannya Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2000 tentang Perlakuan Perpajakan Di Kawasan Pengembangan Ekonomi Terpadu, dipandang perlu untuk mengatur ketentuan pelaksanaan lebih lanjut dengan Keputusan Menteri Keuangan;

Mengingat :

  1. Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (Lembaran Negara Tahun 1983 Nomor 49, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3262) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1994 (Lembaran Negara Tahun 1994 Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3566);
  2. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan (Lembaran Negara Tahun 1983 Nomor 50, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3263) sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1994 (Lembaran Negara Tahun 1994 Nomor 60, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3567);
  3. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (Lembaran Negara Tahun 1983 Nomor 51, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3264) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1994 (Lembaran Negara Tahun 1994 Nomor 61, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3568);
  4. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan (Lembaran Negara Tahun 1995 Nomor 75, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3612);
  5. Peraturan Pemerintah Nomor 34 Tahun 1994 tentang Fasilitas Perpajakan atas Penanaman Modal di Bidang-bidang Usaha Tertentu dan atau di Daerah-daerah Tertentu;
  6. Peraturan Pemerintah Nomor 50 Tahun 1994 tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1994 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1994 Nomor 79, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3581) sebagaimana telah diubah terakhir dengan Peraturan Pemerintah Nomor 59 Tahun 1999 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 113, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3733);
  7. Peraturan Pemerintah Nomor 33 Tahun 1996 tentang Tempat Penimbunan Berikat (Lembaran Negara Tahun 1996 Nomor 50, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3638) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 1997 (Lembaran Negara Tahun 1997 Nomor 90, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3717);
  8. Peraturan Pemerintah Nomor 20 Tahun 2000 Tentang Perlakuan Perpajakan Di Kawasan Pengembangan Ekonomi Terpadu (Lembaran Negara Tahun 2000 Nomor 45, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3949);

MEMUTUSKAN :

Menetapkan :

KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA TENTANG PERLAKUAN PERPAJAKAN DAN KEPABEANAN DI KAWASAN PENGEMBANGAN EKONOMI TERPADU.

Pasal 1

(1) Kepada Pengusaha yang melakukan kegiatan usaha dan berdomisili di dalam Kawasan Pengembangan Ekonomi Terpadu, untuk selanjutnya disebut KAPET, diberikan fasilitas Pajak Penghasilan berupa :
  1. Pilihan untuk menerapkan penyusutan dan atau amortisasi yang dipercepat, sebagai berikut :
    Kelompok Harta Masa Manfaat Menjadi Tarif Penyusutan dan Amortisasi
    Berdasarkan Metode
    Garis Lurus Saldo Menurun
    I Bukan Bangunan atau Harta Tak Berwujud
    Kelompok I
    Kelompok II
    Kelompok III
    Kelompok IV
    2 th
    4 th
    8 th
    10 th
    50 %
    25 %
    12,5 %
    10 %
    100 %
    50 %
    25 %
    20 %
    II Bangunan
    Permanen
    Tidak Permanen
    10 th
    5 th
    10 %
    20 %

  2. Kompensasi kerugian fiskal, mulai tahun pajak berikutnya berturut-turut sampai paling lama 10 (sepuluh) tahun;
  3. Pajak Penghasilan Pasal 26 atas Dividen sebesar 10 %.
(2) Kepada Pengusaha yang melakukan kegiatan usaha sebagai Penyelenggara Kawasan Berikat untuk selanjutnya disebut PKB/Pengusaha di Kawasan Berikat untuk selanjutnya disebut PDKB di dalam wilayah KAPET dapat diberikan pembebasan PPh Pasal 22 impor atas :
  1. impor barang modal atau peralatan untuk pembangunan/konstruksi/perluasan Kawasan Berikat dan peralatan perkantoran yang semata-mata dipakai oleh PKB;
  2. impor barang modal dan peralatan pabrik yang berhubungan langsung dengan kegiatan produksi PDKB yang semata-mata dipakai di PDKB;
  3. impor barang dan atau bahan untuk diolah di PDKB.

Pasal 2

(1) Kepada PDKB di dalam wilayah KAPET dapat diberikan fasilitas perpajakan berupa Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah tidak dipungut atas :
  1. impor barang modal atau peralatan lain yang berhubungan langsung dengan kegiatan produksi PDKB yang semata-mata dipakai di PDKB;
  2. impor barang dan atau bahan untuk diolah di PDKB;
  3. pemasukan Barang Kena Pajak dari Daerah Pabean Indonesia Lainnya, untuk selanjutnya disebut DPIL, ke PDKB untuk diolah lebih lanjut;
  4. pengiriman barang hasil produksi PDKB ke PDKB lainnya untuk diolah lebih lanjut;
  5. pengeluaran barang dan atau bahan dari PDKB ke Perusahaan industri di DPIL atau PDKB lainnya dalam rangka subkontrak;
  6. penyerahan kembali Barang Kena Pajak hasil pekerjaan subkontrak oleh Pengusaha Kena Pajak di DPIL atau PDKB lainnya kepada Pengusaha Kena Pajak PDKB asal;
  7. peminjaman mesin dan atau peralatan pabrik dalam rangka subkontrak dari PDKB kepada perusahaan industri di DPIL, atau PDKB lainnya dan pengembaliannya ke PDKB asal.
(2)

Kepada Pengusaha yang melakukan kegiatan usaha sebagai PKB di dalam wilayah KAPET dapat diberikan fasilitas berupa PPN dan PPnBM tidak dipungut atas impor barang modal atau peralatan untuk pembangunan/konstruksi/perluasan Kawasan Berikat dan peralatan perkantoran yang semata-mata dipakai oleh PKB yang bersangkutan.

Pasal 3

(1) Kepada Pengusaha yang melakukan kegiatan usaha sebagai PKB/PKB merangkap PDKB di dalam wilayah KAPET diberikan fasilitas Kepabeanan berupa penangguhan Bea Masuk atas impor :
  1. barang modal atau peralatan untuk pembangunan/konstruksi/perluasan Kawasan Berikat dan peralatan perkantoran yang semata-mata dipakai oleh PKB;
  2. barang modal dan peralatan pabrik yang berhubungan langsung dengan kegiatan produksi PDKB yang semata-mata dipakai di PDKB; serta;
  3. barang dan atau bahan untuk diolah di PDKB.
(2) Kepada Pengusaha industri dan Pengusaha industri jasa tertentu sebagaimana tersebut dalam lampiran Keputusan Menteri ini yang melakukan kegiatan usaha dalam rangka pembangunan/pengembangan industri/industri jasa di dalam wilayah KAPET tetapi berada di luar Kawasan Berikat diberikan fasilitas yang meliputi :
  1. keringanan Bea Masuk atas impor mesin yang terkait langsung dengan kegiatan industri/industri jasa sehingga tarif akhir Bea Masuknya menjadi 5 % (lima persen);
  2. dalam hal tarif Bea Masuk atas mesin sebagaimana dimaksud huruf (a) yang tercantum dalam Buku Tarif Bea Masuk Indonesia (BTBMI) 5 % (lima persen) atau kurang, maka yang berlaku adalah tarif Bea Masuk dalam BTBMI;
  3. keringanan Bea Masuk sebagaimana dimaksud huruf a diberikan untuk jangka waktu pengimporan selama 2 (dua) tahun terhitung sejak tanggal keputusan keringanan Bea Masuk.
(3)

Atas impor suku cadang dan komponen dari mesin sebagaimana dimaksud dalam ayat (2), tidak diberikan keringanan Bea Masuk.

(4) Kepada Pengusaha industri yang telah mendapatkan keringanan Bea Masuk sebagaimana dimaksud dalam ayat (2), kecuali Pengusaha Industri Jasa, diberikan fasilitas yang meliputi :
  1. dalam rangka pembangunan industri diberikan keringanan Bea Masuk atas impor barang dan bahan untuk keperluan produksi 4 (empat) tahun sesuai kapasitas terpasang sehingga tarif akhir Bea Masuknya menjadi 5 % (lima persen) dengan jangka waktu pengimporan selama 4 (empat) tahun terhitung sejak tanggal keputusan keringanan Bea Masuk atas barang dan bahan;
  2. dalam rangka pengembangan industri diberikan keringanan Bea Masuk atas impor barang dan bahan untuk keperluan tambahan produksi 4 (empat) tahun sesuai kapasitas terpasang sehingga tarif akhir Bea Masuknya menjadi 5 % (lima persen), apabila pengembangan menambah kapasitas sekurang-kurangnya 30 % (tiga puluh persen) dari besarnya kapasitas terpasang dengan jangka waktu pengimporan selama 4 (empat) tahun terhitung sejak tanggal keputusan keringanan Bea Masuk atas barang dan bahan;
  3. dalam hal tarif Bea Masuk atas barang dan bahan sebagaimana dimaksud huruf (a) dan (b) yang tercantum dalam BTBMI 5 % (lima persen) atau kurang, maka yang berlaku adalah tarif Bea Masuk dalam BTBMI.
(5) Permohonan untuk memperoleh penangguhan dan/atau keringanan Bea Masuk sebagaimana dimaksud pada ayat (1), (2), dan (4) disampaikan kepada Direktur Jenderal Bea dan Cukai atau pejabat yang ditunjuknya dengan disertai :
  1. Surat Penunjukan Pelaksana Proyek dari Badan Pengelola KAPET;
  2. Daftar Barang Impor yang telah diketahui oleh Badan Pengelola KAPET.
(6)

Dalam hal permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) telah memenuhi persyaratan, Direktur Jenderal Bea dan Cukai atau Pejabat yang ditunjuknya atas nama Menteri Keuangan memberikan Keputusan penangguhan dan atau keringanan Bea Masuk dengan dilampiri daftar mesin dan atau barang dan bahan, serta penunjukan pelabuhan bongkar.

Pasal 4

(1)

Permohonan fasilitas sebagaimana dimaksud Pasal 1 dan Pasal 2 diajukan perusahaan yang bersangkutan kepada Direktur Jenderal Pajak dengan disertai :

  1. Surat Penunjukan Pelaksana Proyek dari Badan Pengelola KAPET;
  2. Surat Keterangan Persetujuan Berusaha di Kawasan Berikat dari Penyelenggara Kawasan Berikat, khusus untuk PDKB;
  3. Daftar Barang yang dibeli/diperoleh yang telah diketahui oleh Badan Pengelola KAPET.
(2)

Atas permohonan tersebut Direktur Jenderal Pajak menerbitkan Surat Keputusan.

(3)

Surat Keterangan PPN dan PPnBM Tidak Dipungut disampaikan kepada Direktur Jenderal Bea dan Cukai untuk dilaksanakan.

(4)

Setelah menerima Surat Keterangan PPN dan PPnBM Tidak Dipungut dari Direktur Jenderal Pajak sebagaimana dimaksud ayat (3), Direktur Jenderal Bea dan Cukai membubuhkan cap “PPN dan PPnBM Tidak Dipungut eks Peraturan Pemerintah Nomor 20 Tahun 2000 Tentang Perlakuan Perpajakan Di Kawasan Pengembangan Ekonomi Terpadu” dengan mencantumkan tanggal dan nomor Surat Keterangan Direktur Jenderal Pajak tentang PPN dan PPnBM Tidak Dipungut pada dokumen Pemberitahuan Impor Barang (PIB) dan formulir Bukti Pungutan Pajak dan Impor.

(5)

Tindasan Surat Keputusan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) disampaikan kepada Badan Pengelola KAPET, instansi lain yang terkait, dan Menteri Negara Penanaman Modal dan Pembinaan BUMN/Ketua Badan Koordinasi Penanaman Modal dalam hal pemohon adalah perusahaan dalam rangka PMA/PMDN.

Pasal 5

(1)

Dalam hal terjadi penyalahgunaan peruntukan barang-barang yang diberikan fasilitas perpajakan dan kepabeanan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1, Pasal 2 dan Pasal 3, fasilitas yang diberikan tersebut dinyatakan batal, dan terhadap perusahaan yang bersangkutan diwajibkan membayar kembali Pajak Penghasilan, Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah dan Bea Masuk beserta sanksi administrasi sesuai dengan perundang-undangan yang berlaku.

(2)

Dalam hal barang yang mendapatkan fasilitas keringanan Bea Masuk sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (2) dan (4), apabila pada saat pengimporannya tidak memenuhi ketentuan tentang jumlah, jenis, spesifikasi teknis yang tercantum dalam daftar barang, dipungut Bea Masuk dan pungutan impor lainnya.

Pasal 6

Direktur Jenderal Pajak dan Direktur Jenderal Bea dan Cukai melakukan pengawasan fungsional dan melakukan post audit atas pemberian fasilitas berdasarkan Keputusan ini, sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku.

Pasal 7

Ketentuan teknis yang diperlukan dalam rangka pelaksanaan Keputusan ini diatur lebih lanjut oleh Direktur Jenderal Pajak dan Direktur Jenderal Bea dan Cukai, baik secara bersama-sama maupun sendiri-sendiri sesuai dengan bidang tugas masing-masing.

Pasal 8

(1)

Dengan berlakunya Keputusan ini maka bagi Pengusaha yang telah memperoleh Ijin Operasional dan Penunjukan Pelaksanaan Proyek dari Badan Pengelola KAPET yang bersangkutan sebelum tanggal 7 April 2000, tetap berlaku fasilitas Pajak Penghasilan dan Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah sebagaimana dimaksud dalam Keputusan Presiden Nomor 89 Tahun 1996 sebagaimana telah diubah dengan Keputusan Presiden Nomor 9 Tahun 1998.

(2)

Pengusaha yang telah memperoleh fasilitas pembebasan Bea Masuk atas impor mesin, barang dan bahan berdasarkan Keputusan Menteri Keuangan tentang Perlakuan Perpajakan dan Kepabeanan di KAPET yang lama dan belum merealisir seluruh impornya, dapat tetap menggunakan Keputusan pemberian pembebasan Bea Masuk tersebut hingga berakhirnya masa berlaku Keputusan yang bersangkutan, dengan ketentuan tidak dapat diperpanjang dan atau diubah.

Pasal 9

Dengan berlakunya Keputusan ini maka sepanjang mengenai ketentuan yang berkaitan dengan fasilitas Pajak Penghasilan dan fasilitas Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah serta fasilitas Kepabeanan yang diatur dalam :

  1. Keputusan Menteri Keuangan Nomor 97/KMK.04/1998 tanggal 26 Februari 1998 tentang Perlakuan Perpajakan dan Pembebasan Bea Masuk untuk Kawasan Pengembangan Ekonomi Terpadu Biak sebagaimana diubah dengan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 588/KMK.01/1998 tanggal 30 Desember 1998;

  2. Keputusan Menteri Keuangan Nomor 35/KMK.05/1999 tanggal 1 Februari 1999 tentang Perlakuan Perpajakan dan Pembebasan Bea Masuk untuk Kawasan Pengembangan Ekonomi Terpadu Batulicin;

  3. Keputusan Menteri Keuangan Nomor 36/KMK.04/1999 tanggal 1 Februari 1999 tentang Perlakuan Perpajakan dan Pembebasan Bea Masuk untuk Kawasan Pengembangan Ekonomi Terpadu Samarinda, Sanga-Sanga, Muara Jawa dan Balikpapan;

  4. Keputusan Menteri Keuangan Nomor 37/KMK.04/1999 tanggal 1 Februari 1999 tentang Perlakuan Perpajakan dan Pembebasan Bea Masuk untuk Kawasan Pengembangan Ekonomi Terpadu Sangau;

  5. Keputusan Menteri Keuangan Nomor 38/KMK.04/1999 tanggal 1 Februari 1999 tentang Perlakuan Perpajakan dan Pembebasan Bea Masuk untuk Kawasan Pengembangan Ekonomi Terpadu Manado-Bitung;

  6. Keputusan Menteri Keuangan Nomor 39/KMK.04/1999 tanggal 1 Februari 1999 tentang Perlakuan Perpajakan dan Pembebasan Bea Masuk untuk Kawasan Pengembangan Ekonomi Terpadu Mbay;

  7. Keputusan Menteri Keuangan Nomor 41/KMK.04/1999 tanggal 1 Februari 1999 tentang Perlakuan Perpajakan dan Pembebasan Bea Masuk untuk Kawasan Pengembangan Ekonomi Terpadu Buton, Kolaka dan Kendari;

  8. Keputusan Menteri Keuangan Nomor 42/KMK.01/1999 tanggal 1 Februari 1999 tentang Perlakuan Perpajakan dan Pembebasan Bea Masuk untuk Kawasan Pengembangan Ekonomi Terpadu Batui;

  9. Keputusan Menteri Keuangan Nomor 43/KMK.04/1999 tanggal 1 Februari 1999 tentang Perlakuan Perpajakan dan Pembebasan Bea Masuk untuk Kawasan Pengembangan Ekonomi Terpadu Daerah Aliran Sungai Kahayan, Kapuas dan Barito;

  10. Keputusan Menteri Keuangan Nomor 44/KMK.04/1999 tanggal 1 Februari 1999 tentang Perlakuan Perpajakan dan Pembebasan Bea Masuk untuk Kawasan Pengembangan Ekonomi Terpadu Sabang;

  11. Keputusan Menteri Keuangan Nomor 45/KMK.04/1999 tanggal 1 Februari 1999 tentang Perlakuan Perpajakan dan Pembebasan Bea Masuk untuk Kawasan Pengembangan Ekonomi Terpadu Seram;

  12. Keputusan Menteri Keuangan Nomor 46/KMK.04/1999 tanggal 1 Februari 1999 tentang Perlakuan Perpajakan dan Pembebasan Bea Masuk untuk Kawasan Pengembangan Ekonomi Terpadu Bima;

  13. Keputusan Menteri Keuangan Nomor 47/KMK.04/1999 tanggal 1 Februari 1999 tentang Perlakuan Perpajakan dan Pembebasan Bea Masuk untuk Kawasan Pengembangan Ekonomi Terpadu Pare-Pare;

  14. Keputusan Menteri Keuangan Nomor 205/KMK.04/1999 tanggal 14 Juni 1999 tentang Perlakuan Perpajakan dan Kepabeanan untuk Kawasan Pengembangan Ekonomi Terpadu Pulau Natuna;

  15. Keputusan Menteri Keuangan Nomor 130/KMK.05/2000 tanggal 12 April 2000 tentang Perubahan Keputusan Menteri Keuangan Nomor : 97/KMK.04/1998, Nomor : 35/KMK.05/1999, Nomor : 36/KMK.04/1999, Nomor : 37/KMK.04/1999, Nomor : 38/KMK.04/1999, Nomor : 39/KMK.04/1999, Nomor : 40/KMK.04/1999, Nomor : 41/KMK.04/1999, Nomor : 42/KMK.01/1999, Nomor : 43/KMK.04/1999, Nomor : 44/KMK.04/1999, Nomor : 45/KMK.04/1999, Nomor : 46/KMK.04/1999, Nomor : 47/KMK.04/1999, Dan Nomor : 205/KMK.04/1999, tentang Perlakuan Perpajakan dan Kepabeanan Untuk Kawasan Pengembangan Ekonomi Terpadu;
    dinyatakan tidak berlaku.

Pasal 10

Keputusan ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan.

Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Keputusan ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.

Ditetapkan diJakarta
pada tanggal6 Juni 2000
MENTERI KEUANGAN

ttd

BAMBANG SUDIBYO

Reading: Keputusan Menteri Keuangan – 200/KMK.04/2000