Menimbang :
Bahwa dalam rangka untuk lebih memberikan kemudahan bagi Wajib Pajak dan dalam rangka melaksanakan ketentuan Pasal 10 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 1985 tentang Bea Meterai, perlu menetapkan Keputusan Menteri Keuangan tentang Pelunasan Bea Meterai Dengan Cara Pemateraian Kemudian.
Mengingat :
- Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara perpajakan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1983 Nomor 49, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3262) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2000 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 126, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3984);
- Undang-Undang Nomor 13 Tahun 1985 tentang Bea Meterai (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1985 Nomor 69, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3313);
- Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2000 tentang Perubahan Tarif Bea Meterai dan Besarnya Batas Pengenaan Harga Nominal Yang Dikenakan Bea Meterai (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 51, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3950);
- Keputusan Presiden Nomor 228/M Tahun 2001;
MEMUTUSKAN :
Menetapkan :
KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN TENTANG PELUNASAN BEA METERAI DENGAN CARA PEMETERAIAN KEMUDIAN.
Pasal 1
Pemeteraian kemudian dilakukan atas:
- Dokumen yang semula tidak terutang Bea Meterai namun akan digunakan sebagai alat pembuktian di muka pengadilan.
- Dokumen yang Bea Meterainya tidak atau kurang dilunasi sebagaimana mestinya.
- Dokumen yang dibuat di luar negeri yang akan digunakan di Indonesia.
Pasal 2
(1) |
Pemateraian kemudian wajib dilakukan oleh pemegang dokumen-dokumen sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 dengan menggunakan: |
|
|
(2) |
Pemateraian kemudian dengan menggunakan Materai Tempel atau Surat Setoran Pajak harus disahkan oleh Pejabat Pos. |
(3) |
Lembar kesatu dan lembar ketiga Surat Setoran Pajak yang digunakan untuk pemateraian kemudian sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) harus di lampiri dengan daftar dokumen yang dimateraikan kemudian dan daftar dokumen tsb. merupakan lampiran dari lembar kesatu dan lembar ketiga Surat Setoran Pajak yang tak terpisahkan. |
(4) |
Pengesahan atas pemateraian kemudian sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) dapat dilakukan setelah pemegang dokumen membayar denda sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4. |
Pasal 3
Besarnya Bea Materai yang harus dilunasi dengan cara pemeteraian kemudian adalah :
- Atas dokumen yang semula tidak terutang Bea Materai namun akan digunakan sebagai alat pembuktian di muka pengadilan adalah sebesar Bea Meterai yang terutang sesuai dengan peraturan yang berlaku pada saat pemateraian kemudian dilakukan;
- Atas dokumen yang tidak atau kurang dilunasi sebagaimana mestinya adalah sebesar Bea Materai yang terutang;
- Atas dokumen yang dibuat di luar negeri yang akan digunakan di Indonesia adalah sebesar Bea Materai yang terutang sesuai dengan peraturan yang berlaku pada saat pemateraian kemudian dilakukan.
Pasal 4
(1) |
Pemegang dokumen yang Bea Meterainya tidak atau kurang dilunasi sebagaimana mestinya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 huruf b wajib membayar denda sebesar 200% (dua ratus persen) dari Bea Materai yang tidak atau kurang dilunasi. |
(2) |
Dalam hal pemateraian kemudian atas dokumen yang dibuat di luar negeri yang akan digunakan di Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 huruf c baru dilakukan setelah dokumen digunakan, pemegang dokumen wajib membayar denda sebesar 200% (dua ratus persen) dari Bea Materai yang terutang. |
(3) |
Denda sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2) dilunasi dengan menggunakan Surat Setoran Pajak. |
Pasal 5
Ketentuan yang diperlukan dalam rangka pelaksanaan Keputusan Menteri Keuangan ini diatur lebih lanjut dengan Keputusan Direktur Jenderal Pajak.
Pasal 6
Keputusan Menteri Keuangan ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Keputusan Menteri Keuangan ini dengan penempatannya dalam Berita Negara RepublikIndonesia.
Ditetapkan di Jakarta pada
tanggal 19 November 2002
MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA,
ttd.
BOEDIONO