Menimbang :
- bahwa berdasarkan Undang-undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang Dan Jasa Dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 11 Tahun 1994 Atas impor barang dan atau bahan untuk diolah, dirakit, atau dipasang pada barang lain dengan tujuan untuk diekspor, Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah Tidak dipungut;
- bahwa berdasarkan Undang-undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan atas impor barang dan atau bahan untuk diolah, dirakit, atau dipasang pada barang lain dengan tujuan untuk diekspor dapat diberikan pembebasan dan atau pengembalian bea masuk;
- bahwa berdasarkan Undang-undang Nomor 11 Tahun 1995 tentang Cukai, cukai tidak dipungut atas Barang Kena Cukai yang diekspor;
- bahwa untuk meningkatkan ekspor non migas dipandang perlu menyederhanakan tata cara pemberian fasilitas berupa pembebasan dan atau pengembalian Bea Masuk, serta Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah tidak dipungut melalui Bapeksta Keuangan;
- bahwa terhadap pemberian fasilitas melalui Bapeksta Keuangan perlu dilaksanakan pengawasan;
Mengingat :
- Undang-undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum Dan Tata Cara Perpajakan (Lembaran Negara Tahun 1983 Nomor 49, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3262) sebagaimana telah diubah oleh Undang-undang Nomor 9 Tahun 1994 (Lembaran Negara Tahun 1994 Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3566);
- Undang-undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang Dan Jasa Dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah (Lembaran Negara Tahun 1983 Nomor 51, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3264) sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 11 Tahun 1994 (Lembaran Negara Tahun 1994 Nomor 61, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3568);
- Undang-undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan (Lembaran Negara Tahun 1995 Nomor 75, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3612);
- Undang-undang Nomor 11 Tahun 1995 tentang Cukai (Lembaran Negara Tahun 1995 Nomor 76, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3613);
- Peraturan Pemerintah Nomor 33 Tahun 1996 tentang Tempat Penimbunan Berikat (Lembaran Negara Tahun 1996 Nomor 50, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3638);
- Keputusan Presiden Nomor 96/M Tahun 1993 sebagaimana beberapa kali diubah terakhir dengan Keputusan Presiden Nomor 150/M Tahun 1997;
- Keputusan Menteri Keuangan Nomor : 1231/KMK.01/1988 tentang Organisasi Dan Tata Kerja Badan Pelayanan Kemudahan Ekspor Dan Pengolahan Data Keuangan;
MEMUTUSKAN :
Menetapkan :
KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA TENTANG PEMBEBASAN DAN PENGEMBALIAN BEA MASUK DAN ATAU CUKAI SERTA PAJAK PERTAMBAHAN NILAI DAN PAJAK PENJUALAN ATAS BARANG MEWAH TIDAK DIPUNGUT ATAS IMPOR BARANG DAN ATAU BAHAN UNTUK DIOLAH, DIRAKIT ATAU DIPASANG PADA BARANG LAIN DENGAN TUJUAN UNTUK DIEKSPOR DAN PENGAWASANNYA
BAB I
U M U M
Pasal 1
Dalam Keputusan ini yang dimaksud dengan :
- Impor adalah kegiatan memasukkan barang ke dalam daerah pabean.
- Ekspor adalah kegiatan mengeluarkan barang dari daerah pabean.
- Pembebasan adalah pembebasan Bea Masuk (BM) dan atau Cukai atas impor barang dan atau bahan untuk diolah, dirakit, atau dipasang pada barang lain dengan tujuan untuk diekspor seluruhnya.
- Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah (PPn BM) Tidak Dipungut adalah fasilitas tidak dipungut PPN dan PPn BM atas impor barang dan atau bahan untuk diolah, dirakit, atau dipasang pada barang lain dengan tujuan untuk diekspor.
- Pengembalian adalah pengembalian BM dan atau Cukai yang telah dibayar atas impor barang dan atau bahan untuk diolah, dirakit, atau dipasang pada barang lain yang telah diekspor.
- Pejabat Bea dan Cukai adalah pegawai Direktorat Jenderal Bea dan Cukai yang ditunjuk dalam jabatan tertentu untuk melaksanakan tugas tertentu.
- BAPEKSTA Keuangan adalah Badan Pelayanan Kemudahan Ekspor dan Pengolahan Data Keuangan yang mempunyai tugas untuk memberikan pelayanan kemudahan ekspor.
- Tempat penimbunan Berikat (TPB) adalah bangunan, tempat, atau kawasan yang memenuhi persyaratan tertentu di dalam daerah pabean yang digunakan untuk menimbun, mengolah, memamerkan, dan/atau menyediakan barang untuk dijual dengan mendapatkan perlakuan khusus dibidang kepabeanan, Cukai, dan perpajakan yang dapat berbentuk Kawasan Berikat, Pergudangan Berikat, Entrepot untuk Tujuan Pameran, atau Toko Bebas Bea.
- Kawasan Berikat adalah suatu bangunan, tempat, atau kawasan dengan batas-batas tertentu yang didalamnya dilakukan kegiatan usaha industri pengolahan barang dan bahan, kegiatan rancang bangun, perekayasaan, penyortiran, pemeriksaan awal, pemeriksaan akhir, dan pengepakan atas barang dan bahan asal impor atau barang dan bahan dari dalam Daerah Pabean Indonesia lainnya, yang hasilnya terutama untuk tujuan ekspor.
Pasal 2
(1) | Terhadap barang dan atau bahan asal impor untuk diolah, dirakit, dan atau dipasang pada barang lain dengan tujuan untuk diekspor dapat diberikan fasilitas pembebasan dan PPN dan PPn BM tidak dipungut. |
(2) | Terhadap barang dan atau bahan asal impor untuk diolah, dirakit, dan atau dipasang pada barang lain yang telah dibayar BM dan atau Cukainya dan telah diekspor dapat diberikan pengembalian. |
(3) | Terhadap barang hasil olahan yang bahan bakunya berasal dari impor yang diserahkan ke Kawasan Berikat dapat diberikan pembebasan, PPN dan PPn BM tidak dipungut dan pengembalian. |
(4) | Terhadap hasil produksi sampingan, sisa hasil produksi, barang jadi yang rusak dan bahan rusak yang bahan bakunya dari impor dapat dijual ke dalam daerah pabean Indonesia lainnya dengan membayar BM dan/atau Cukai serta PPN dan PPn BM. |
Pasal 3
(1) | Pembelian fasilitas pembebasan, dan PPN dan PPn BM tidak dipungut sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2, dilaksanakan oleh Kepala Bapeksta Keuangan atau Kepala Kantor Pelayanan Kemudahan Ekspor Regional (KPKER) atas nama Menteri Keuangan. |
(2) | Pemberian fasilitas Pengembalian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 dilaksanakan oleh Kepala Bapeksta Keuangan atas nama Menteri Keuangan. |
(3) | Dikecualikan dari ayat (1) pasal ini adalah pemberian pembebasan dan PPN dan PPn BM tidak dipungut di Tempat Penimbunan Berikat. |
Pasal 4
(1) | Untuk mendapatkan fasilitas pembebasan, PPN dan PPn BM tidak dipungut atau pengembalian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2, Perusahaan wajib memiliki Nomor Induk Perusahaan (NIPER) yang diterbitkan Bapeksta Keuangan. |
(2) | Untuk mendapatkan NIPER, Perusahaan mengajukan Data Induk Perusahaan (DIPER) kepada Bapeksta Keuangan dengan menggunakan formulir DIPER sebagaimana contoh dalam Lampiran I. |
(3) | Berdasarkan pengajuan DIPER, Bapeksta Keuangan melakukan penelitian administratif dan penelitian lapangan terhadap kebenaran data sebagaimana dimaksud pada ayat (2). |
(4) | Terhadap hasil penelitian administrasi dan lapangan sebagaimana dimaksud dalam ayat (3) dibuat Berita Acara. |
(5) | Persetujuan atau penolakan terhadap permohonan NIPER diberikan dalam jangka waktu selambat-lambatnya 3 (tiga) hari terhitung sejak tanggal Berita Acara. |
(6) | Apabila dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan berturut-turut terhitung sejak NIPER diterbitkan perusahaan tidak melakukan kegiatan yang berkaitan dengan pemberian fasilitas, NIPER dicabut. |
(7) | Terhadap perusahaan yang telah disetujui permohonan NIPERnya, wajib memasang papan nama dengan tulisan : |
NAMA PERUSAHAAN | : PT……penerima fasilitas Bapeksta Keuangan |
NIPER NOMOR | : ………….. |
BAB II
PEMBEBASAN DAN PPN DAN PPn BM TIDAK DIPUNGUT
Pasal 5
Untuk memperoleh fasilitas pembebasan dan PPN dan PPn BM tidak dipungut sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 2 harus memenuhi persyaratan sebagai berikut :
1. | mengajukan permohonan kepada Kepala Bapeksta Keuangan di Jakarta atau Kepala KPKER yang telah ditentukan. |
2. | diajukan oleh produsen yang mengimpor barang atau bahan dan mengeskpor hasil produksinya atau produsen yang menyerahkan hasil produksinya ke Kawasan Berikat untuk diolah, dirakit atau dipasang pada barang lain. |
3. | terhadap barang dan atau bahan yang di impor untuk diolah, dirakit, atau dipasang pada barang lain harus diekspor seluruhnya (100%). |
Pasal 6
Permohonan diajukan dengan ketentuan sbb :
- menyampaikan surat permohonan dengan menggunakan Formulir A1 sebagaimana contoh dalam Lampiran II.
- melampirkan Daftar Keterkaitan antara barang dan atau bahan asal impor dengan hasil produksi yang diekspor atau yang diserahkan ke Kawasan Berikat dengan menggunakan Formulir A2 sebagaimana contoh dalam Lampiran III.
Pasal 7
Permohonan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 diproses untuk disetujui atau ditolak dalam jangka waktu 14 (empat belas) hari kerja terhitung sejak permohonan diterima secara lengkap dan benar.
Pasal 8
Dalam hal permohonan disetujui, pemohon wajib :
- menyerahkan jaminan berupa Jaminan Bank, Customs Bond atau Surat Sanggup Bayar (SSB) kepada Bapeksta Keuangan sebesar BM dan atau Cukai, PPN dan PPn BM yang terutang sebelum pengeluaran barang dilakukan.
- menyimpan dan memelihara dokumen, buku-buku dan laporan yang berkaitan dengan kegiatan impor dan ekspor sekurang-kurangnya 10 (sepuluh) tahun.
- menyampaikan Laporan Ekspor (LE) ke Bapeksta Keuangan sekurang-kurangnya 6 (enam) bulan sekali :
a.
bagi produsen yang langsung mengekspor hasil produksinya menggunakan formulir A3 dan A4 sebagaimana contoh terlampir dalam Lampiran IV dan V.
Disertai dokumen impor :
1)
copy PIB/PIBT yang telah diberikan persetujuan keluar oleh Pejabat Bea dan Cukai
2)
copy Surat Tanda Terima Jaminan di Bapeksta Keuangan/KPKER, dan
Dokumen Ekspor :
1)
LPS-E asli;
2)
copy PEB/PEBT yang telah mendapat persetujuan muat oleh Pejabat Bea dan Cukai;
3)
copy B/L atau AWB atau dokumen pengangkutan lain yang disamakan.
b.
bagi produsen yang menyerahkan hasil produksinya ke Kawasan Berikat untuk diolah lebih lanjut menggunakan formulir A7 dan A8 sebagaimana contoh dalam Lampiran VI dan VII.
Disertai dokumen impor :
1)
copy PIB/PIBT yang telah diberikan persetujuan keluar oleh Pejabat Bea dan Cukai.
2)
copy Surat Tanda Terima Jaminan di Bapeksta Keuangan/KPKER; dan
Dokumen penyerahan :
1)
bukti penyerahan barang ke Kawasan Berikat yang telah disahkan oleh Direktorat Jenderal Bea dan Cukai;
2)
bukti kontrak penjualan ke perusahaan pengolahan di Kawasan Berikat.
Pasal 9
Jaminan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 dikembalikan selambat-lambatnya 14 (empat belas) hari kerja setelah LE disetujui.
Pasal 10
(1) | Realisasi ekspor harus terlaksana dalam jangka waktu12 (dua belas) bulan terhitung sejak tanggal pengimporan, kecuali terhadap perusahaan yang memiliki masa produksi lebih dari 12 (dua belas) bulan dapat diberikan pengecualian oleh Kepala Bapeksta Keuangan atas nama Menteri Keuangan. |
(2) | Penyerahan ke Kawasan Berikat harus dilaksanakan dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan sejak tanggal pengimporan sampai dengan tanggal pemasukan barang ke Kawasan Berikat. |
(3) | Apabila ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan (2) tidak terpenuhi, BM, Cukai, PPN dan PPn BM yang terhutang atas impornya wajib dibayar. |
(4) | Kewajiban sebagaimana dimaksud pada ayat (3) atas BM, Cukai, PPN dan PPn BM yang terhutang, ditambah bunga 2% (dua persen) dari pungutan yang seharusnya dibayar setiap bulan selama-lamanya 24 (dua puluh empat) bulan :
|
(5) | PPN atas impor sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dapat dikreditkan atas ekspor atau penyerah-an dalam negeri atas barang dimaksud. |
BAB III
PENGEMBALIAN
Pasal 11
Pengembalian dapat diberikan kepada :
- produsen yang mengekspor sendiri hasil produksinya (Produsen Eksportir);
- produsen yang menyerahkan hasil produksinya ke Kawasan Berikat;
- produsen yang hasil produksinya diekspor oleh eksportir dengan menggunakan Surat Pernyataan Pelepasan Hak (SPPH) kepada produsen sebagaimana contoh dalam Lampiran VIII dan atau Lampiran VIII B.
Pasal 12
Untuk memperoleh pengembalian sebagaimana dimaksud dalam pasal 2 harus memenuhi :
1. barang telah diekspor :
- telah diperiksa Surveyor yang ditunjuk oleh pemerintah;
- tanggal Laporan Pemeriksaan Suveyor – Ekspor (LPS-E) tidak melebihi 12 (dua belas) bulan terhitung sejak tanggal B/L atau AWB atau dokumen pengangkutan lain yang disamakan, sampai dengan tanggal permohonan diterima Bapeksta Keuangan.
- impor telah dilakukan selama-lamanya 24 (dua puluh empat) bulan sebelum pengapalan barang ekspor.
2. barang yang dimasukkan ke Kawasan Berikat :.
- telah diperiksa oleh Pejabat Bea dan Cukai.
- tanggal nota pemeriksaan Pejabat Bea dan Cukai tidak melebihi 12 (dua belas) bulan terhitung sejak tanggal pemeriksaan sampai dengan tanggal permohonan diterima Bapeksta Keuangan.
Pasal 13
(1) |
Permohonan pengembalian diajukan kepada Kepala Bapeksta Keuangan di Jakarta atau Kepala KPKER yang telah ditentukan. |
(2) |
Permohonan diajukan dengan menggunakan formulir B sebagaimana contoh dalam Lampiran IX, dengan melampirkan : |
1. |
daftar keterkaitan antara barang dan atau bahan asal impor dengan barang yang diekspor atau diserahkan ke Kawasan Berikat dengan menggunakan formulir B3 sebagaimana contoh dalam Lampiran X. |
2. |
dokumen impor berupa : |
a. |
copy PIB/PIBT yang telah diberikan persetujuan keluar oleh Pejabat Bea dan Cukai; |
b. |
SSBC asli lembar ke 3. |
3. |
dokumen ekspor berupa : |
a. |
copy PEB/PEBT yang telah mendapat persetujuan muat oleh Pejabat Bea dan Cukai. |
b. |
LPS-E. |
c. |
copy BL/Airway Bill atau dokumen pengangkutan lain yang disamakan. |
4. |
dokumen penyerahan barang ke Kawasan Berikat : |
a. bukti penyerahan barang ke Kawasan Berikat. |
Pasal 14
Permohonan diproses untuk disetujui atau ditolak dalam jangka waktu 14 (empat belas) hari kerja terhitung
sejak permohonan diterima secara lengkap dan benar.
Pasal 15
Dalam hal permohonan disetujui, pemohon wajib menyimpan dan memelihara dokumen, buku-buku dan catatan secara rinci sehubungan dengan fasilitas pengembalian yang diterimanya selama 10 (sepuluh) tahun pada tempat usahanya.
BAB IV
PENGAWASAN
Pasal 16
(1) | Pengawasan terhadap pemberian fasilitas Bapeksta Keuangan oleh Direktorat Jenderal Bea dan Cukai dan atau Direktorat Jenderal Pajak baik bersama-sama maupun sendiri-sendiri dengan cara audit terhadap perusahaan penerima fasilitas. |
(2) | Bapeksta Keuangan melakukan pengawasan administratif atas fasilitas yang dikelolanya terbatas pada data-data yang berada di Bapeksta Keuangan. |
(3) | Pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak termasuk pemeriksaan pembukuan, catatan-catatan dan perhitungan persediaan barang di perusahaan penerima fasilitas. |
(4) | Berdasarkan pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), apabila ditentukan perusahaan penerima fasilitas yang perlu dilakukan pemeriksaan dan atau post audit, Bapeksta Keuangan mengusulkan kepada Direktorat Jenderal Bea dan Cukai atau Direktorat Jenderal Pajak agar penerima fasilitas dimaksud dilakukan pemeriksaan atau post audit. |
Pasal 17
Pelaksanaan audit di bidang kepabeanan, cukai atau perpajakan dapat dilakukan sewaktu-waktu sesuai ketentuan yang berlaku tentang pelaksanaan audit di bidang Kepabeanan dan cukai dan atau perpajakan.
Pasal 18
(1) | Direktorat Jenderal Bea dan Cukai dan atau Direktorat Jenderal Pajak memberitahukan perusahaan yang akan di audit kepada Bapeksta Keuangan. |
(2) | Bapeksta Keuangan berkewajiban menyediakan semua data yang diperlukan kepada Direktorat Jenderal Bea dan Cukai dan atau Direktorat Jenderal Pajak guna kepentingan pelaksanaan audit. |
Pasal 19
(1) | Hasil audit yang dilaksanakan oleh Direktorat Jenderal Bea dan Cukai dan atau Direktorat Jenderal Pajak disampaikan kepada Bapeksta Keuangan untuk ditindak lanjuti. |
(2) | Bapeksta Keuangan wajib menyampaikan hasil tindak lanjut selambat-lambatnya 3 (tiga) bulan terhitung sejak tanggal Laporan Hasil Audit (LHA) diterima sebagaimana dimaksud pada ayat (1) kepada Direktorat Jenderal Bea dan Cukai dan atau Direktorat Jenderal Pajak. |
BAB V
KETENTUAN LAIN-LAIN
Pasal 20
(1) | Atas hasil produksi yang bahan bakunya mendapat fasilitas dari Bapeksta Keuangan yang seharusnya diekspor atau harus ada di perusahaan apabila diserahkan di dalam negeri atau tidak dapat di pertanggungjawabkan, penerima fasilitas wajib : |
1. |
membayar BM dan Cukai yang terhutang ditambah denda 100% (seratus persen) dari seluruh jumlah pungutan yang seharusnya dibayar. |
2. |
memungut PPN dan PPn BM sesuai ketentuan perpajakan yang berlaku. |
(2) | Tata cara pembayaran BM, Cukai, dan denda serta pemungutan PPN dan PPn BM sebagaimana diatur dalam ayat (1) ditetapkan bersama oleh Direktur Jenderal Bea dan Cukai, Direktur Jenderal Pajak dan Kepala Bapeksta Keuangan. |
Pasal 21
(1) | Hasil produksi sampingan, sisa hasil produksi, barang jadi yang rusak dan bahan baku yang rusak yang bahan bakunya berasal dari impor yang dijual di dalam negeri dikenakan BM sebesar 5% (lima persen) dari harga jual, Cukai sesuai dengan ketentuan tarif yang berlaku serta PPN/PPn BM sesuai dengan tarif yang berlaku dikalikan dengan harga jualnya. |
(2) | Terhadap barang-barang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sebelum dijual di dalam negeri dilakukan pemeriksaan oleh Direktorat Jenderal Bea dan Cukai. |
(3) | Hasil produksi sampingan, sisa hasil produksi, barang jadi yang rusak dan bahan baku yang rusak yang bahan bakunya berasal dari impor yang seharusnya ada di perusahaan, kecuali telah diselesaikan sesuai dengan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan tidak dapat dipertanggung- jawabkan selain dikenakan BM, Cukai, PPN dan PPn BM, dikenakan juga denda 100% (seratus persen) dari pungutan yang seharusnya dibayar. |
Pasal 22
(1) | Terhadap barang ekspor yang pernah memperoleh fasilitas Bapeksta Keuangan yang kembali, pada waktu pemasukannya wajib diserahkan jaminan sebesar pungutan BM, PPN dan PPn BM dengan harga dan tarif barang jadi disertai bukti ekspor berupa PEB/PEBT dan LPS-E kepada Kepala Kantor Inspeksi Direktorat Jenderal Bea dan Cukai tempat pemasukan. |
(2) | Barang ekspor yang kembali sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) yang tidak dapat diekspor kembali dalam jangka waktu 6 (enam) bulan dipungut BM, Cukai, PPN serta PPn BM yang terhitung pada waktu impor bahan dan atau barang. |
Pasal 23
(1) | Hasil produksi sampingan, sisa hasil produksi, barang jadi yang rusak dan bahan baku yang rusak dapat dimusnahkan. |
(2) | Hasil produksi sampingan, sisa hasil produksi, barang jadi yang rusak dan bahan baku yang rusak yang dimusnahkan tidak dilakukan penagihan BM dan atau Cukai, PPN dan PPn BM. |
(3) | Permohonan pemusnahan diajukan kepada Kepala Kantor Inspeksi Direktorat Jenderal Bea dan Cukai yang mengawasi wilayah pemohon. |
(4) | Hasil pemusnahan dituangkan dalam Berita Acara Pemusnahan. |
Pasal 24
Atas pembayaran sebagaimana dimaksud Pasal 21 ayat (1) dan pemusnahan sebagaimana dimaksud Pasal 23 ayat (4) dipertanggungjawabkan dengan formulir A5 dan A6 kepada bapeksta Keuangan sebagaimana contoh dalam Lampiran XI dan XII.
Pasal 25
(1) | Apabila hasil pemeriksaan menunjukkan adanya kelebihan pembebasan dan atau kelebihan pengembalian, maka atas kelebihan tersebut harus dikembalikan tambahan bunga 2% (dua persen) setiap bulan selama-lamanya 24 (dua puluh empat) bulan terhitung sejak :
|
(2) | Apabila kelebihan pembebasan atau pengembalian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memenuhi unsur-unsur pidana, dikenai sanksi pidana sesuai ketentuan yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 dan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1995. |
BAB VI
PENUTUP
Pasal 26
Ketentuan teknis yang diperlakukan bagi pelaksanaan keputusan ini diatur lebih lanjut oleh Direktur Jenderal Bea dan Cukai, Direktur Jenderal Pajak dan Kepala Bapeksta Keuangan baik secara bersama-sama maupun sendiri-sendiri dengan berlandaskan Undang-undang Perpajakan, Undang-undang Kepabeanan dan Undang-undang Cukai.
Pasal 27
Dengan berlakunya keputusan ini :
- dinyatakan tidak berlaku lagi :
- Keputusan Menteri Keuangan Nomor 323/KMK.01/1986 tentang Besarnya Biaya Administrasi.
- Keputusan Menteri Keuangan Nomor 267/KMK.01/1987 tentang Tata Cara Pembayaran Bea Masuk, Bea Masuk Tambahan dan Pajak Pertambahan Nilai Atas Impor Untuk Penjualan Dalam Negeri Atas Barang dan Bahan Asal Impor atau Hasil Produksinya Dalam Rangka Pelaksanaan Paket Kebijaksanaan 6 Mei 1987.
- Keputusan Menteri Keuangan Nomor 852/KMK.01/1987 tentang Pengaturan Pemasukan Kembali Barang Ekspor Asal Indonesia.
- Keputusan Menteri Keuangan Nomor 849/KMK.01/1987 tentang Pembebasan/Pengembalian Bea Masuk/Bea Atas Pemasukan Masuk Tambahan Serta Penangguhan Pajak Pertambahan Nilai Atas Pemasukan Dan Pengeluaran Barang Dari Dan Kawasan Berikat.
- Keputusan Menteri Keuangan Nomor 554/KMK.01/1992 tentang Tidak Dipungut Pembayaran Pajak Pertambahan Nilai Barang Dan Jasa Dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah Atas Barang Dan Bahan Asal Impor Yang Dipergunakan Dalam Pembuatan Komoditi Ekspor.
- Keputusan Menteri Keuangan Nomor 856/KMK.01/1993 tentang Tata Cara Penyampaian Laporan Ekspor Terhadap Barang Dan Bahan Asal Impor Yang Dipergunakan Dalam Pembuatan Barang Ekspor Dan Formulir Permohonan.
- Keputusan Menteri Keuangan Nomor 162/KMK.01/1995 tentang Pertukaran Informasi Dalam Rangka Pengawasan Fasilitas Oleh Bapeksta Keuangan.
- Keputusan Menteri Keuangan Nomor 1261/KMK.01/1995 tentang Pengaturan Pembebanan Pungutan Impor Bentukan Acuan Tertentu Serta Wadah/Tahang/Kemasan Untuk Barang Yang Berkaitan Dengan Ekspor Bapeksta Keuangan.
- semua tagihan BM sebagai akibat pemberian fasilitas Bapeksta Keuangan yang diterbitkan oleh Kepala Keuangan Bapeksta Keuangan atau pejabat yang ditunjuknya sebelum berlakunya keputusan ini, termasuk yang ditentukan setelah berlakunya keputusan ini, dilakukan penagihan berdasarkan Keputusan Menteri Keuangan ini.
- semua keputusan pembebasan BM yang diterbitkan oleh Kepala Bapeksta Keuangan atau pejabat yang ditunjuknya yang masih berlaku, tetap berlaku sampai dengan berakhirnya masa laku keputusan dimaksud.
Pasal 28
Keputusan ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Keputusan ini dengan menempatkannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.
Ditetapkan di Jakarta
Pada tanggal 1 Desember 1997
MENTERI KEUANGAN,
ttd
MAR’IE MUHAMMAD