Menimbang :
- bahwa dalam rangka melaksanakan ketentuan Pasal 13 ayat (4) Undang-undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-undang Nomor 18 Tahun 2000;
- bahwa dalam rangka memberikan kemudahan dan kepastian hukum kepada Pengusaha Kena Pajak dalam membuat Faktur Pajak;
- bahwa dalam rangka mengoptimalkan kegunaan sistem faktur pajak yang dianut dalam Undang-undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-undang Nomor 18 Tahun 2000, dengan dukungan teknologi informasi;
- bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a sampai dengan huruf c perlu menetapkan Peraturan Direktur Jenderal Pajak tentang Saat Pembuatan, Bentuk, Ukuran, Pengadaan, Tata Cara Penyampaian, dan Tata Cara Pembetulan Faktur Pajak Standar;
Mengingat :
- Undang-undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1983 Nomor 49, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3262) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-undang Nomor 16 Tahun 2000 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 126, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3984);
- Undang-undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1983 Nomor 51, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3264) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-undang Nomor 18 Tahun 2000 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 128, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3986);
- Peraturan Pemerintah Nomor 143 Tahun 2000 tentang Pelaksanaan Undang-undang Nomor 8 Tahun 1983 Tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-undang Nomor 18 Tahun 2000 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 259, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4061) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2002 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2002 Nomor 49, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4199);
MEMUTUSKAN :
Menetapkan :
PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK TENTANG SAAT PEMBUATAN, BENTUK, UKURAN, PENGADAAN, TATA CARA PENYAMPAIAN, DAN TATA CARA PEMBETULAN FAKTUR PAJAK STANDAR
Pasal 1
Dalam Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini yang dimaksud dengan:
- Pajak adalah Pajak Pertambahan Nilai, atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah.
- Faktur Pajak adalah bukti pungutan Pajak yang dibuat oleh Pengusaha Kena Pajak atas penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak.
- Faktur Pajak Standar adalah Faktur Pajak yang paling sedikit memuat keterangan tentang :
- Nama, alamat, Nomor Pokok Wajib Pajak yang menyerahkan Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak;
- Nama, alamat, Nomor Pokok Wajib Pajak pembeli Barang Kena Pajak atau penerima Jasa Kena Pajak;
- Jenis barang atau jasa, jumlah Harga Jual atau Penggantian, dan potongan harga;
- Pajak Pertambahan Nilai yang dipungut;
- Pajak Penjualan atas Barang Mewah yang dipungut;
- Kode, Nomor Seri, dan tanggal pembuatan Faktur Pajak; dan
- Nama, jabatan, dan tanda tangan yang berhak menandatangani Faktur Pajak.
- Faktur Pajak Gabungan adalah Faktur Pajak Standar untuk semua penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau penyerahan Jasa Kena Pajak yang terjadi selama 1 (satu) bulan takwim kepada pembeli Barang Kena Pajak atau penerima Jasa Kena Pajak yang sama.
Pasal 2
(1) | Faktur Pajak Standar harus dibuat paling lambat: |
|
|
(2) | Faktur Pajak Gabungan harus dibuat paling lambat: |
|
Pasal 3
(1) |
Bentuk dan ukuran formulir Faktur Pajak Standar disesuaikan dengan kepentingan Pengusaha Kena Pajak dan dalam hal diperlukan dapat ditambahkan keterangan lain selain keterangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (5) Undang-undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-undang Nomor 18 Tahun 2000. |
(2) |
Bentuk dan ukuran formulir Faktur Pajak Standar sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dibuat sebagaimana contoh pada Lampiran IA dan Lampiran IB Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini. |
Pasal 4
(1) | Pengadaan formulir Faktur Pajak Standar dilakukan oleh Pengusaha Kena Pajak. |
(2) | Faktur Pajak Standar paling sedikit dibuat dalam rangkap 2 (dua) yang peruntukannya masing-masing sebagai berikut : |
|
|
(3) | Dalam hal Faktur Pajak Standar dibuat lebih dari yang ditetapkan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), maka harus dinyatakan secara jelas peruntukannya dalam lembar Faktur Pajak Standar yang bersangkutan. |
Pasal 5
(1) |
Keterangan dalam Faktur Pajak Standar harus diisi secara lengkap, jelas, dan benar, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 angka 3, serta ditandatangani oleh pejabat/kuasa yang ditunjuk oleh Pengusaha Kena Pajak untuk menandatanganinya. |
(2) |
Faktur Pajak Standar yang tidak diisi secara lengkap, jelas, benar, dan/atau tidak ditandatangani sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan Faktur Pajak Cacat yaitu Faktur Pajak yang tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (5) Undang-undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-undang Nomor 18 Tahun 2000. |
(3) |
Pajak Pertambahan Nilai yang tercantum dalam Faktur Pajak Cacat sebagaimana dimaksud pada ayat (2) merupakan Pajak Masukan yang tidak dapat dikreditkan oleh Pengusaha Kena Pajak. |
(4) |
Tata cara pengisian keterangan pada Faktur Pajak Standar adalah sebagaimana diatur dalam Lampiran II Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini. |
Pasal 6
(1) |
Pengusaha Kena Pajak harus menerbitkan Faktur Pajak Standar dengan menggunakan Kode dan Nomor Seri Faktur Pajak sebagaimana ditetapkan pada Lampiran III Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini. |
(2) |
Kode Faktur Pajak Standar sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri dari : |
|
|
(3) |
Nomor Seri Faktur Pajak Standar sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri dari : |
|
Pasal 7
(1) | Penggunaan Kode Cabang pada Kode Faktur Pajak Standar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (2) huruf c adalah sebagai berikut : | ||||
|
|||||
(2) | Pengusaha Kena Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a wajib menyampaikan pemberitahuan secara tertulis atas Kode Cabang yang digunakan beserta keterangan dari Kode Cabang tersebut kepada Kepala Kantor Pelayanan Pajak tempat pemusatan pajak terutang dilakukan paling lambat sebelum Faktur Pajak Standar diterbitkan, dengan menggunakan formulir sebagaimana ditetapkan dalam Lampiran IVA Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini. | ||||
(3) | Pengusaha Kena Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dapat melakukan penambahan dan/atau pengurangan terhadap Kantor-kantor Cabang-nya. | ||||
(4) | Atas penambahan Kantor Cabang sebagaimana dimaksud pada ayat (3) Pengusaha Kena Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a harus melakukan penambahan Kode Cabang pada Kode Faktur Pajak Standar. | ||||
(5) | Atas pengurangan Kantor Cabang sebagaimana dimaksud pada ayat (3), Pengusaha Kena Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a harus menghentikan penggunaan Kode Cabang pada Kode Faktur Pajak Standar atas Kantor Cabang tersebut. | ||||
(6) | Pengusaha Kena Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a tidak diperbolehkan mengubah peruntukan Kode Cabang yang telah digunakan atau menggunakan Kode Cabang yang sudah dihentikan penggunaannya. | ||||
(7) | Pengusaha Kena Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a wajib menyampaikan pemberitahuan secara tertulis atas penambahan dan/atau penghentian penggunaan Kode Cabang pada Kode Faktur Pajak Standar sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dan ayat (5) kepada Kepala Kantor Pelayanan Pajak tempat pemusatan pajak terutang dilakukan paling lambat sebelum Faktur Pajak Standar diterbitkan dan/atau 1 (satu) bulan sesudah pengurangan Kantor Cabang, dengan menggunakan formulir sebagaimana ditetapkan dalam Lampiran IVB Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini. | ||||
(8) | Dalam hal : | ||||
|
Pasal 8
(1) |
Nomor Urut pada Nomor Seri Faktur Pajak Standar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (3) huruf b dan tanggal Faktur Pajak Standar harus dibuat secara berurutan, tanpa perlu dibedakan antara Kode Transaksi, Kode Status Faktur Pajak Standar dan mata uang yang digunakan. |
(2) |
Penerbitan Faktur Pajak Standar dimulai dari Nomor Urut 1 (satu) pada setiap awal tahun takwim mulai bulan Januari, kecuali bagi Pengusaha Kena Pajak yang baru dikukuhkan, Nomor Urut 1 (satu) dimulai sejak Masa Pajak Pengusaha Kena Pajak tersebut dikukuhkan. |
(3) |
Dalam hal Faktur Pajak Standar diterbitkan oleh Pengusaha Kena Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (1) huruf a, maka Nomor Urut 1 (satu) dimulai pada setiap awal tahun takwim mulai bulan Januari pada masing-masing Kantor Pusat dan Kantor-kantor Cabangnya kecuali bagi Kantor Cabang yang baru dikukuhkan, Nomor Urut 1 (satu) dimulai sejak Masa Pajak Pengusaha Kena Pajak tersebut dikukuhkan. |
(4) |
Dalam hal sebelum bulan Januari awal tahun takwim berikutnya, Nomor Urut pada Faktur Pajak Standar yang digunakan oleh Pengusaha Kena Pajak telah mencapai Nomor Urut 99999999 (sembilan puluh sembilan juta sembilan ratus sembilan puluh sembilan ribu sembilan ratus sembilan puluh sembilan), maka Pengusaha Kena Pajak harus menerbitkan Faktur Pajak Standar yang Nomor Urut-nya dimulai lagi dari Nomor Urut 1 (satu). |
(5) |
Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) berlaku pula bagi Pengusaha Kena Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (1) huruf a yang Nomor Urut pada Faktur Pajak Standar-nya di Kantor Pusat atau di Kantor-Kantor Cabangnya telah mencapai Nomor Urut 99999999 (sembilan puluh sembilan juta sembilan ratus sembilan puluh sembilan ribu sembilan ratus sembilan puluh sembilan). |
(6) |
Pengusaha Kena Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dan ayat (5) wajib menyampaikan pemberitahuan secara tertulis kepada Kepala Kantor Pelayanan Pajak tempat Pengusaha Kena Pajak dikukuhkan atau tempat pemusatan pajak terutang dilakukan, paling lambat pada saat Faktur Pajak Standar dengan Nomor Urut 1 (satu) tersebut diterbitkan, dengan menggunakan formulir sebagaimana ditetapkan dalam Lampiran V Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini. |
(7) |
Pengusaha Kena Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dan ayat (5) harus menerbitkan Faktur Pajak Standar dengan Nomor Urut dimulai dari Nomor Urut 1 (satu) pada awal tahun takwim berikutnya sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3). |
(8) |
Dalam hal Pengusaha Kena Pajak pada awal tahun takwim bulan Januari atau bagi Pengusaha Kena Pajak yang baru dikukuhkan pada Masa Pajak Pengusaha Kena Pajak tersebut dikukuhkan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), menerbitkan Faktur Pajak Standar tidak dimulai dari Nomor Urut 1 (satu), maka Faktur Pajak Standar yang diterbitkan merupakan Faktur Pajak Cacat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (2). |
(9) |
Ketentuan pada ayat (8) berlaku pula bagi Pengusaha Kena Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (3). |
(10) |
Dalam hal sebelum Masa Pajak Januari tahun berikutnya Pengusaha Kena Pajak menerbitkan Faktur Pajak Standar mulai dari Nomor Urut 1 (satu) sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dan ayat (5), namun Pengusaha Kena Pajak tidak atau terlambat menyampaikan pemberitahuan kepada Kepala Kantor Pelayanan Pajak tempat Pengusaha Kena Pajak dikukuhkan atau tempat pemusatan pajak terutang dilakukan, maka Faktur Pajak Standar yang diterbitkan sampai dengan Masa Pajak Desember atau sampai dengan diterimanya pemberitahuan, merupakan Faktur Pajak Cacat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (2). |
Pasal 9
(1) |
Pengusaha Kena Pajak wajib menyampaikan pemberitahuan secara tertulis nama pejabat yang berhak menandatangani Faktur Pajak Standar disertai dengan contoh tandatangannya kepada Kepala Kantor Pelayanan Pajak paling lambat pada saat pejabat yang berhak menandatangani mulai menandatangani Faktur Pajak Standar dengan menggunakan formulir sebagaimana ditetapkan dalam Lampiran VIA Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini. |
(2) |
Pengusaha Kena Pajak dapat menunjuk lebih dari 1 (satu) orang Pejabat untuk menandatangani Faktur Pajak Standar sebagaimana dimaksud pada ayat (1). |
(3) |
Dalam hal Pengusaha Kena Pajak Orang Pribadi yang tidak memiliki struktur organisasi, memberikan kuasa kepada pihak lain untuk menandatangani Faktur Pajak Standar, maka Pengusaha Kena Pajak tersebut wajib menyampaikan pemberitahuan secara tertulis nama kuasa yang berhak menandatangani Faktur Pajak Standar disertai dengan contoh tandatangannya kepada Kepala Kantor Pelayanan Pajak paling lambat pada saat pihak yang diberi kuasa mulai menandatangani Faktur Pajak Standar, dengan menggunakan formulir sebagaimana ditetapkan dalam Lampiran VIA Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini, dan menyertakan Surat Kuasa Khusus dengan menggunakan formulir sebagaimana ditetapkan dalam Lampiran VII Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini. |
(4) |
Dalam hal terjadi perubahan pejabat atau kuasa yang berhak menandatangani Faktur Pajak Standar sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (3), maka Pengusaha Kena Pajak wajib menyampaikan pemberitahuan secara tertulis atas perubahan tersebut kepada Kepala Kantor Pelayanan Pajak paling lambat pada saat pejabat atau kuasa pengganti mulai menandatangani Faktur Pajak Standar, dengan menggunakan formulir sebagaimana ditetapkan dalam Lampiran VIB Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini. |
(5) |
Dalam hal Pengusaha Kena Pajak melakukan pemusatan tempat pajak terutang, maka pejabat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) termasuk pula pejabat di tempat-tempat kegiatan usaha yang dipusatkan, yang ditunjuk oleh Kantor Pusat untuk menandatangani Faktur Pajak Standar yang diterbitkan oleh tempat pemusatan pajak terutang yang dicetak di tempat-tempat kegiatan usaha masing-masing. |
(6) |
Dalam hal Pengusaha Kena Pajak tidak atau terlambat menyampaikan pemberitahuan kepada Kepala Kantor Pelayanan Pajak tempat Pengusaha Kena Pajak dikukuhkan atau tempat pemusatan pajak terutang dilakukan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (3) dan ayat (4), maka Faktur Pajak Standar yang diterbitkan sampai dengan diterimanya pemberitahuan, merupakan Faktur Pajak Cacat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (2). |
Pasal 10
Faktur Penjualan yang memuat keterangan sesuai dengan keterangan dalam Faktur Pajak Standar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 angka 3, dan pengisiannya sesuai dengan tata cara pengisian keterangan pada Faktur Pajak Standar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (4), dipersamakan dengan Faktur Pajak Standar.
Pasal 11
(1) |
Atas Faktur Pajak Standar yang cacat, rusak, salah dalam pengisian, atau salah dalam penulisan, sehingga tidak memuat keterangan yang lengkap, jelas dan benar, Pengusaha Kena Pajak yang menerbitkan Faktur Pajak Standar tersebut dapat menerbitkan Faktur Pajak Standar Pengganti yang tata caranya diatur dalam Lampiran VIII huruf A Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini. |
(2) |
Atas Faktur Pajak Standar yang hilang, baik Pengusaha Kena Pajak yang menerbitkan maupun pihak yang menerima Faktur Pajak Standar tersebut dapat membuat copy dari arsip Faktur Pajak Standar yang tata caranya diatur dalam Lampiran VIII huruf B Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini. |
(3) |
Dalam hal terdapat pembatalan transaksi penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau penyerahan Jasa Kena Pajak yang Faktur Pajak Standar-nya telah diterbitkan, maka Pengusaha Kena Pajak yang menerbitkan Faktur Pajak Standar harus melakukan pembatalan Faktur Pajak Standar yang tata caranya diatur dalam Lampiran VIII huruf C Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini. |
Pasal 12
(1) |
Penerbitan Faktur Pajak Standar Pengganti sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (1) atau pembatalan Faktur Pajak Standar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (3), hanya dapat dilakukan paling lambat 2 (dua) tahun sejak Faktur Pajak Standar yang diganti atau dibatalkan tersebut diterbitkan, sepanjang terhadap Surat Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan Nilai dimana Faktur Pajak Standar yang diganti atau dibatalkan tersebut dilaporkan, belum dilakukan pemeriksaan dan atas Pajak Pertambahan Nilai yang tercantum dalam Faktur Pajak Standar tersebut belum dibebankan sebagai biaya. |
(2) |
Pengusaha Kena Pajak yang melakukan penerbitan Faktur Pajak Standar Pengganti dan/atau pembatalan Faktur Pajak Standar harus melakukan pembetulan terhadap Surat Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan Nilai pada Masa Pajak dimana Faktur Pajak Standar yang diganti atau dibatalkan tersebut dilaporkan. |
(3) |
Pembeli Barang Kena Pajak dan/atau Penerima Jasa Kena Pajak yang telah melakukan pengkreditan Pajak Masukan atas Pajak Pertambahan Nilai pada Faktur Pajak Standar yang diganti atau dibatalkan oleh Pengusaha Kena Pajak Penjual, harus melakukan pembetulan Surat Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan Nilai pada Masa Pajak dimana Faktur Pajak Standar yang diganti atau dibatalkan tersebut dilaporkan, sepanjang terhadap Surat Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan Nilai dimana Faktur Pajak Standar yang diganti atau dibatalkan tersebut dilaporkan belum dilakukan pemeriksaan. |
Pasal 13
(1) |
Faktur Pajak Standar yang diterbitkan setelah melewati jangka waktu 3 (tiga) bulan sejak saat Faktur Pajak Standar seharusnya dibuat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2, adalah bukan merupakan Faktur Pajak Standar. |
(2) |
Pengusaha Kena Pajak yang menerbitkan Faktur Pajak Standar sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dianggap tidak menerbitkan Faktur Pajak Standar. |
Pasal 14
(1) | Pengusaha Kena Pajak dikenakan sanksi sesuai dengan Pasal 14 ayat (4) Undang-undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-undang Nomor 16 Tahun 2000 dalam hal : |
|
|
(2) | Pengusaha Kena Pajak yang menerima Faktur Pajak Standar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (1) tidak dapat mengkreditkan Pajak Pertambahan Nilai yang tercantum di dalamnya. |
Pasal 15
(1) | Atas penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak yang dilakukan sebelum berlakunya Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini, namun Faktur Pajak Standar-nya belum diterbitkan, maka Faktur Pajak Standar harus diterbitkan dengan menggunakan Kode dan Nomor Seri sebagaimana ditetapkan dalam Lampiran III Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini. |
(2) | Atas perolehan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak yang Faktur Pajak Standar-nya diterbitkan sebelum berlakunya Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini yang masih menggunakan Kode dan Nomor Seri Faktur Pajak yang lama, namun Faktur Pajak Standar-nya diterima dan/atau dilaporkan oleh Pengusaha Kena Pajak Pembeli setelah berlakunya Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini, maka Pajak Pertambahan Nilai yang tercantum pada Faktur Pajak Standar tetap dapat dikreditkan dengan Pajak Keluaran sepanjang memenuhi ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan. |
(3) | Penerbitan Faktur Pajak Standar Pengganti atas Faktur Pajak Standar yang telah diterbitkan sebelum Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini berlaku, menggunakan Kode dan Nomor Seri Faktur Pajak Standar yang ditetapkan dalam Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini. |
(4) | Bagi Pengusaha Kena Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (1) huruf b yang melakukan pemusatan tempat pajak terutang yang keputusan pemusatannya diberikan sebelum Peraturan Direktur Jenderal ini berlaku, namun : |
|
|
maka pengisian Kode Cabang pada Kode Faktur Pajak Standar dilakukan sama dengan pengisian Kode Cabang pada Kode Faktur Pajak Standar yang dilakukan oleh Pengusaha Kena Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (1) huruf a, sampai dengan berakhirnya masa berlaku pemusatan sepanjang sesuai dengan ketentuan yang mengatur mengenai pemusatan tempat pajak terutang. | |
(5) | Untuk pertama kali sejak berlakunya Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini, Pengusaha Kena Pajak wajib menyampaikan pemberitahuan secara tertulis Kode Cabang pada Kode Faktur Pajak Standar yang akan digunakan dan nama pejabat atau kuasa yang ditunjuk untuk menandatangani Faktur Pajak Standar disertai dengan contoh tandatangannya kepada Kepala Kantor Pelayanan Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1) dan ayat (3), paling lambat pada tanggal 20 Januari 2007. |
(6) | Dalam hal sampai dengan berakhirnya jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (5), Pengusaha Kena Pajak tidak atau terlambat menyampaikan pemberitahuan penggunaan Kode Cabang dan/atau pejabat atau kuasa yang ditunjuk untuk menandatangani Faktur Pajak Standar kepada Kepala Kantor Pelayanan Pajak, maka Faktur Pajak Standar yang diterbitkan sampai dengan diterimanya pemberitahuan, merupakan Faktur Pajak Cacat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (2). |
Pasal 16
(1) | Pada saat Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini mulai berlaku : |
|
|
dinyatakan tidak berlaku. | |
(2) | Ketentuan-ketentuan lain yang mengatur tentang Faktur Pajak Standar sepanjang tidak bertentangan dengan Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini, dinyatakan tetap berlaku. |
Pasal 17
Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini mulai berlaku untuk penerbitan Faktur Pajak mulai Masa Pajak Januari 2007.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.
Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 31 Oktober 2006
DIREKTUR JENDERAL PAJAK,
ttd.
DARMIN NASUTION
NIP 130605098