Menimbang :
bahwa dalam rangka melaksanakan ketentuan Pasal 30 ayat (2) Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007, perlu menetapkan Peraturan Menteri Keuangan tentang Tata Cara Penyegelan Dalam Rangka Pemeriksaan Di Bidang Perpajakan;
Mengingat :
- Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1983 Nomor 49, Tambahan Lembaran Negara Republik IndonesiaNomor 3262)sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 85, Tambahan Lembaran Negara Republik IndonesiaNomor 4740);
- Keputusan Presiden Nomor 20/P Tahun 2005;
MEMUTUSKAN :
Menetapkan :
PERATURAN MENTERI KEUANGAN TENTANGTATA CARA PENYEGELAN DALAM RANGKA PEMERIKSAAN DI BIDANG PERPAJAKAN.
Pasal 1
Dalam Peraturan Menteri Keuangan ini, yang dimaksud dengan :
- Pemeriksaan adalah serangkaian kegiatan menghimpun dan mengolah data, dan/atau bukti yang dilaksanakan secara objektif dan profesional berdasarkan suatu standar Pemeriksaanuntuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan dan/atau untuk tujuan lain dalam rangka melaksanakan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.
- Pemeriksaan Lapangan adalah Pemeriksaan yang dilakukan di tempat kedudukan, tempat kegiatan usaha atau pekerjaan bebas, tempat tinggal Wajib Pajak, atau tempat lain yang ditentukan oleh Direktur Jenderal Pajak.
- Pemeriksa Pajak adalah Pegawai Negeri Sipil di lingkungan Direktorat Jenderal Pajak atau tenaga ahli yang ditunjuk oleh Direktur Jenderal Pajak yang diberi tugas, wewenang, dan tanggung jawab untuk melaksanakanpemeriksaan pajak.
- Penyegelan adalah tindakan menempelkan kertas segel dalam rangka Pemeriksaan pada tempat atau ruangan tertentu serta barang bergerak dan/atau tidak bergerak yang digunakan atau patut diduga digunakan sebagai tempat atau alat untuk menyimpan buku atau catatan, dokumen, termasuk data yang dikelola secara elektronik dan benda-benda lain, yang dapat memberi petunjuk tentang kegiatan usaha atau pekerjaan bebas Wajib Pajak yang diperiksa.
Pasal 2
Pemeriksa Pajak berwenang melakukan penyegelan untuk memperoleh atau mengamankan buku, catatan, dokumen data yang dikelola secara elektronik, dan benda-benda lain yang dapat memberi petunjuk tentang kegiatan usaha atau pekerjaan bebas Wajib Pajak yang diperiksa agar tidak dipindahkan, dihilangkan, dimusnahkan, diubah, dirusak, ditukar, atau dipalsukan.
Pasal 3
Penyegelan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 dilakukan apabila pada saat dilakukan Pemeriksaan lapangan :
- Wajib Pajak atau kuasanya tidak memberi kesempatan kepada Pemeriksa Pajak untuk memasuki tempat atau ruang serta barang bergerak dan/atau tidak bergerak, yang diduga atau patut diduga digunakan untuk menyimpan buku atau catatan, dokumen, termasuk hasil pengolahan data dari pembukuan yang dikelola secara elektronik atau secara program aplikasi on-line yang dapat memberi petunjuk tentang kegiatan usaha atau pekerjaan bebas Wajib Pajak;
- Wajib Pajak atau kuasanya menolak memberi bantuan guna kelancaran Pemeriksaan yang antara lain berupa tidak memberi kesempatan kepada Pemeriksa Pajak untuk mengakses data yang dikelola secara elektronik atau membuka barang bergerak dan/atau tidak bergerak;
- Wajib Pajak atau kuasanya tidak berada di tempat dan tidak ada pihak yang mempunyai kewenangan untuk bertindak selaku yang mewakili Wajib pajak, sehingga diperlukan upaya pengamanan Pemeriksaan sebelum Pemeriksaan ditunda; atau
- Wajib Pajak atau kuasanya tidak berada di tempat dan Pegawai Wajib Pajak yang mempunyai kewenangan untuk bertindak selaku yang mewakili Wajib Pajak menolak memberi bantuan guna kelancaran Pemeriksaan.
Pasal 4
(1) | Penyegelan sebagaimana dimaksud dalam pasal 2 dilakukan dengan menggunakan kertas segel. |
(2) | Penyegelan dilakukan oleh Pemeriksa Pajak yang berwenang dengan disaksikan oleh saksi. |
(3) | Dalam melaksanakan penyegelan, Pemeriksa Pajak Wajib membuat Berita Acara Penyegelan yang ditandatangani oleh Pemeriksa Pajak dan sanksi. |
(4) | Dalam hal saksi menolak menandatangani Berita Acara Penyegelan, Pemeriksa Pajak mencatat penolakan tersebut dalam Berita Acara Penyegelan dengan menyebutkan alasannya. |
(5) | Dalam melaksanakan penyegelan, Pemeriksa Pajak dapat meminta bantuan Kepolisian Negara atau Pemerintah Daerah setempat. |
Pasal 5
(1) | Pembukaan segel dilakukan apabila :
|
(2) | Pembukaan segel harus dilakukan oleh Pemeriksa Pajak dengan disaksikan oleh saksi. |
(3) | Apabila dipandang perlu dan dalam hal tertentu, pembukaan segel disaksikan oleh aparat Pemerintah Daerah setempat. |
(4) | Apabila kertas segel yang digunakan untuk melakukan penyegelan rusak, Pemeriksa Pajak segera membuat Berita Acara mengenai kerusakan tersebut dan melaporkan kepada polisi |
(5) | Dalam melaksanakan pembukaan kertas segel, Pemeriksa Pajak wajib membuat Berita Acara Pembukaan Kertas Segel yang ditandatangani oleh Pemeriksa Pajak dan saksi. |
(6) | Dalam hal saksi menolak menandatangani Berita Acara Pembukaan Kertas Segel, Pemeriksa Pajak mencatat Penolakan tersebut dalam Berita Acara Pembukaan Kertas Segel dengan menyebutkan alasannya. |
Pasal 6
(1) | Apabila setelah jangka waktu 6 (enam) hari sejak tanggal penyegelan atau jangka waktu lain dengan mempertimbangkan tujuan penyegelan, Wajib Pajak yang diperiksa atau kuasanya tetap tidak memberi izin kepada Pemeriksa Pajak untuk membuka atau memasuki tempat atau ruangan, Wajib Pajak wajib menandatangani surat pernyataan penolakan Pemeriksaan dan pemeriksa pajak mengusulkan Pemeriksaan menjadi Pemeriksaan Bukti Permulaan. |
(2) | dalam hal Wajib Pajak menolak menandatangani surat pernyataan penolakan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Pemeriksa Pajak membuat berita acara penolakan Pemeriksaan yang ditandatangani oleh Pemeriksa Pajak. |
Pasal 7
Ketentuan lebih lanjut tentang petunjuk teknis penyegelan, penetapan bentuk kertas segel, prosedur melakukan penyegelan, dan prosedur membuka segel, diatur dengan Peraturan Direktur Jenderal Pajak.
Pasal 8
Peraturan Menteri Keuangan ini mulai berlaku pada tanggal 1 Januari 2008.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Peraturan Menteri Keuangan ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.
Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 28 Desember 2007
MENTERI KEUANGAN,
ttd,-
SRI MULYANI INDRAWATI