Menimbang :
bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 65 dan Pasal 92 Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik Negara, maka perlu menetapkan Peraturan Pemerintah tentang Penggabungan, Peleburan, Pengambilalihan, dan perubahan Bentuk Badan Hukum Badan Usaha Milik Negara;
Mengingat :
- Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
- Undang-undang Nomor 1 Tahun 1995 tentang Perseroan Terbatas (Lembaran Negara Tahun 1995 Nomor 13, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3587);
- Undang-undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara (Lembaran Negara Tahun 2003 Nomor 47, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4286);
- Undang-undang Nomor 19 Tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 70, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4297);
MEMUTUSKAN :
Menetapkan :
PERATURAN PEMERINTAH TENTANG PENGGABUNGAN, PELEBURAN, PENGAMBILALIHAN, DAN PERUBAHAN BENTUK BADAN HUKUM BADAN USAHA MILIK NEGARA.
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan :
- Badan Usaha Milik Negara, yang selanjutnya disebut BUMN, adalah badan usaha yang seluruh atau sebagian besar modalnya dimiliki oleh negara melalui penyertaan secara langsung yang berasal dan kekayaan negara yang dipisahkan.
- Perusahaan Perseroan, yang selanjutnya disebut Persero, adalah BUMN yang berbentuk perseroan terbatas yang modalnya terbagi dalam saham yang seluruh atau paling sedikit 51 (lima puluh satu persen) sahamnya dimiliki oleh negara yang tujuan utamanya mengejar keuntungan.
- Perusahaan Umum, yang selanjutnya disebut Perum, adalah BUMN yang seluruh modalnya dimiliki oleh negara dan tidak terbagi atas saham, yang bertujuan untuk kemanfaatan umum berupa penyediaan barang dan/atau jasa yang bermutu tinggi dan sekaligus mengejar keuntungan berdasarkan prinsip pengelolaan perusahaan.
- Penggabungan adalah perbuatan hukum yang dilakukan oleh satu BUMN atau lebih untuk menggabungkan diri dengan BUMN lain yang telah ada dan selanjutnya BUMN yang menggabungkan diri menjadi bubar.
- Peleburan adalah perbuatan hukum yang dilakukan oleh dua BUMN atau lebih untuk meleburkan diri dengan cara membentuk satu BUMN baru dan masing-masing BUMN yang meleburkan diri menjadi bubar.
- Pengambilalihan adalah perbuatan hukum yang dilakukan oleh BUMN untuk mengambil alih baik sebagian besar maupun seluruh saham BUMN atau perseroan terbatas yang dapat mengakibatkan beralihnya pengendalian terhadap BUMN atau perseroan terbatas tersebut.
- Perubahan Bentuk Badan Hukum BUMN adalah perubahan bentuk Perum menjadi Persero atau sebaliknya.
- Menteri adalah menteri yang ditunjuk dan/atau diberi kuasa untuk mewakili Pemerintah selaku rapat umum pemegang saham (RUPS) dalam hal seluruh modal Persero dimiliki oleh negara dan sebagai pemegang saham pada Persero dalam hal sebagian modal Persero dimiliki oleh negara, serta sebagai pemilik modal pada Perum dengan memperhatikan peraturan perundang-undangan.
- Menteri Teknis adalah menteri yang mempunyai kewenangan mengatur kebijakan sektor tempat BUMN melakukan kegiatan usaha.
Pasal 2
Maksud dan tujuan Penggabungan, Peleburan dan Pengambilalihan BUMN adalah untuk :
- meningkatkan efisiensi, transparansi dan profesionalisme guna menyehatkan BUMN;
- meningkatkan kinerja dan nilai BUMN;
- memberikan manfaat yang optimal kepada negara berupa dividen dan pajak; dan
- menghasilkan produk dan layanan dengan kualitas dan harga yang kompetitif kepada konsumen.
BAB II
SYARAT-SYARAT PENGGABUNGAN, PELEBURAN DAN PENGAMBILALIHAN BUMN
Pasal 3
Penggabungan dan Peleburan sebagaimana diatur dalam Peraturan Pemerintah ini dapat dilakukan tanpa mengadakan likuidasi terlebih dahulu.
Pasal 4
Penggabungan, Peleburan dan Pengambilalihan BUMN ditetapkan dengan peraturan pemerintah.
Pasal 5
Penggabungan, Peleburan dan Pengambilalihan BUMN sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 dilakukan dengan ketentuan sebagai berikut :
- Penggabungan yang dilakukan antara Perum dengan Perum lainnya, atau Persero dengan Persero lainnya;
- Peleburan yang dilakukan antara Perum dengan Perum lainnya, atau Persero dengan Persero lainnya; atau
- Pengambilalihan yang dilakukan Perum terhadap Persero, Perum terhadap perseroan terbatas, Persero terhadap Persero lainnya, atau Persero terhadap perseroan terbatas.
Pasal 6
Penggabungan, Peleburan dan Pengambilalihan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 hanya dapat dilakukan dengan persetujuan RUPS untuk Persero dan Menteri untuk Perum.
Pasal 7
(1) | Penggabungan, Peleburan dan Pengambilalihan BUMN sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 dilakukan dengan memperhatikan : |
a. | kepentingan Persero dan/atau Perum yang bersangkutan, pemegang saham minoritas dan karyawan Persero dan/atau Perum yang bersangkutan; |
b. | asas persaingan usaha yang sehat dan asas kepentingan masyarakat. |
(2) | Penggabungan, Peleburan dan Pengambilalihan BUMN harus pula memperhatikan kepentingan kreditor. |
Pasal 8
Dalam rangka Penggabungan, Peleburan dan Pengambilalihan BUMN sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5, bagi Persero berlaku ketentuan dan prinsip-prinsip yang berlaku bagi perseroan terbatas sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-undangan di bidang perseroan terbatas.
BAB III
TATA CARA PENGGABUNGAN, PELEBURAN DAN PENGAMBILALIHAN BUMN
Bagian Pertama
Umum
Pasal 9
(1) |
Penggabungan, Peleburan dan Pengambilalihan BUMN diusulkan oleh Menteri kepada Presiden disertai dengan dasar pertimbangan setelah dikaji bersama dengan Menteri Keuangan. |
(2) |
Pengkajian terhadap rencana Penggabungan, Peleburan dan Pengambilalihan BUMN sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dapat mengikutsertakan Menteri Teknis dan/atau menteri lain dan/atau pimpinan instansi lain yang dipandang perlu, dan/atau menggunakan konsultan independen. |
(3) |
Dalam hal inisiatif rencana Penggabungan, Peleburan dan Pengambilalihan BUMN sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berasal dan Menteri Teknis, maka usulan disampaikan kepada Menteri, untuk selanjutnya dilakukan pengkajian di bawah koordinasi Menteri. |
Pasal 10
Penggabungan, Peleburan dan Pengambilalihan BUMN dilaksanakan oleh Menteri setelah diterbitkannya peraturan pemerintah mengenai Penggabungan, Peleburan dan Pengambilalihan BUMN yang bersangkutan.
Bagian Kedua
Tata Cara Penggabungan dan Peleburan Persero dengan Persero serta Pengambilalihan Persero atau Perseroan Terbatas oleh Persero
Pasal 11
(1) | Tata cara Penggabungan dan Peleburan Persero dengan Persero dilakukan sesuai dengan peraturan perundang-undangan di bidang perseroan terbatas. |
(2) |
Tata cara Pengambilalihan Persero atau Perseroan Terbatas oleh Persero dilakukan sesuai dengan peraturan perundang-undangan dibidang perseroan terbatas. |
Bagian Ketiga
Tata Cara Penggabungan Perum dengan Perum
Pasal 12
(1) | Direksi Perum yang akan melakukan Penggabungan menyusun Rancangan Penggabungan. | |||||||||||||||||||
(2) |
Rancangan Penggabungan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sekurang-kurangnya memuat: | |||||||||||||||||||
|
Pasal 13
Dalam hal Perum yang akan melakukan Penggabungan memiliki anak perusahaan, Rancangan Penggabungan memuat pula neraca konsolidasi Perum tersebut serta neraca proforma dan Perum hasil Penggabungan.
Pasal 14
Selain memuat hal-hal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 dan Pasal 13, Rancangan Penggabungan harus memuat penegasan dan Perum yang akan menerima Penggabungan mengenai penerimaan peralihan segala hak dan kewajiban dan Perum yang akan menggabungkan diri.
Pasal 15
Rancangan Penggabungan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ditandatangani oleh Direksi dan Dewan Pengawas Perum yang akan melakukan penggabungan.
Pasal 16
(1) |
Ringkasan atas Rancangan Penggabungan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 wajib diumumkan oleh Direksi Perum yang akan melakukan penggabungan paling sedikit dalam 1 (satu) surat kabar dan diumumkan secara tertulis kepada karyawan Perum yang akan melakukan Penggabungan paling lambat 7 (tujuh) hari setelah Rancangan Penggabungan ditandatangani. |
(2) |
Pengumuman sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memuat pula pemberitahuan bahwa pihak yang berkepentingan dapat memperoleh Rancangan Penggabungan di kantor pusat Perum terhitung sejak tanggal pengumuman. |
Pasal 17
(1) |
Kreditor dapat mengajukan keberatan kepada Direksi Perum yang akan melakukan penggabungan paling lambat 14 (empat belas) hari setelah pengumuman sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16. |
(2) |
Apabila dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) kreditor tidak mengajukan keberatan, maka kreditor dianggap menyetujui Penggabungan. |
(3) | Keberatan kreditor sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan oleh Direksi kepada Menteri guna mendapat penyelesaian. |
(4) | Selama penyelesaian sebagaimana dimaksud pada ayat (3) belum tercapai, maka Penggabungan tidak dapat dilaksanakan. |
Pasal 18
(1) |
Rancangan Penggabungan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 wajib disampaikan kepada Menteri untuk mendapatkan persetujuan paling lambat 30 (tiga puluh) hari sejak tanggal pengumuman sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16. |
(2) |
Persetujuan Menteri terhadap Rancangan Penggabungan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan apabila Rancangan Penggabungan telah sesuai dengan hasil pengkajian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 dan tidak ada keberatan dan kreditor atau keberatan kreditor telah diselesaikan. |
(3) |
Persetujuan Menteri sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan paling lambat 30 (tiga puluh) hari sejak Rancangan Penggabungan diterima oleh Menteri. |
Pasal 19
(1) |
Dalam hal Menteri menyetujui Rancangan Penggabungan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18, maka Menteri mengusulkan rancangan peraturan pemerintah mengenai Penggabungan Perum kepada Presiden paling lambat 14 (empat belas) hari terhitung sejak tanggal persetujuan Rancangan Penggabungan oleh Menteri. |
(2) |
Dalam hal Penggabungan Perum mengakibatkan terjadinya perubahan anggaran dasar, rancangan peraturan pemerintah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memuat pula anggaran dasar Perum yang menerima Penggabungan. |
Pasal 20
(1) | Penggabungan mulai berlaku sejak tanggal berlakunya peraturan pemerintah mengenai Penggabungan Perum. |
(2) |
Terhitung sejak berlakunya Penggabungan Perum sebagaimana dimaksud pada ayat (1), maka segala kekayaan, hak dan kewajiban Perum yang menggabungkan diri beralih karena hukum kepada Perum yang menerima Penggabungan. |
Pasal 21
Direksi Perum yang menerima Penggabungan wajib mendaftarkan Penggabungan sesuai dengan peraturan perundang-undangan di bidang wajib daftar perusahaan.
Pasal 22
Perum yang menggabungkan diri bubar terhitung sejak berlakunya Penggabungan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20.
Pasal 23
(1) |
Sejak tanggal persetujuan Rancangan Penggabungan oleh Menteri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18, Direksi Perum yang menggabungkan diri dilarang melakukan perbuatan hukum kecuali diperlukan dalam rangka pelaksanaan Penggabungan. |
(2) |
Pelanggaran terhadap ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan tanggung jawab Direksi Perum yang bersangkutan. |
Bagian Keempat
Tata Cara Peleburan Perum dengan Perum
Pasal 24
Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12, Pasal 13, Pasal 15, Pasal 16, Pasal 17, Pasal 18, Pasal 20, Pasal 22 dan Pasal 23 berlaku pula untuk perbuatan hukum Peleburan Perum dengan Perum.
Pasal 25
Selain memuat hal-hal yang terdapat dalam Pasal 12 dan Pasal 13 juncto Pasal 24, Rancangan Peleburan Perum dengan Perum harus memuat penegasan bahwa segala kekayaan, hak dan kewajiban Perum yang akan meleburkan diri dialihkan menjadi hak dan kewajiban Perum hasil Peleburan.
Pasal 26
(1) |
Dalam hal Menteri menyetujui rancangan Peleburan, maka Menteri mengusulkan rancangan peraturan pemerintah mengenai Peleburan Perum kepada Presiden paling lambat 14 (empat belas) hari terhitung sejak tanggal persetujuan rancangan Peleburan oleh Menteri. |
(2) |
Rancangan peraturan pemerintah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sekurang-kurangnya memuat: |
|
Pasal 27
Direksi Perum hasil Peleburan wajib mendaftarkan Peleburan sesuai dengan peraturan perundang-undangan di bidang wajib daftar perusahaan.
Bagian Kelima
Tata Cara Pengambilalihan Persero atau Perseroan Terbatas oleh Perum
Pasal 28
Tata cara Pengambilalihan Persero atau Perseroan Terbatas oleh Perum dilakukan sesuai dengan tata cara Pengambilalihan perseroan terbatas yang diatur dalam peraturan perundang-undangan di bidang perseroan terbatas.
BAB V
PERUBAHAN BENTUK BADAN HUKUM BUMN
Bagian Pertama
Umum
Pasal 29
Perubahan Bentuk Badan Hukum BUMN ditetapkan dengan peraturan pemerintah.
Pasal 30
(1) | Perubahan Bentuk Badan Hukum BUMN sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Pemerintah ini dilakukan tanpa mengadakan likuidasi. |
(2) |
Dengan adanya Perubahan Bentuk Badan Hukum BUMN, maka segala kekayaan, hak dan kewajiban BUMN yang diubah bentuk badan hukumnya, menjadi kekayaan, hak dan kewajiban BUMN hasil perubahan bentuk badan hukum. |
Pasal 31
(1) |
Perubahan bentuk badan hukum Perum menjadi Persero mulai berlaku sejak tanggal pengesahan anggaran dasar Persero hasil perubahan bentuk badan hukum oleh pihak yang berwenang. |
(2) |
Perubahan bentuk badan hukum Persero menjadi Perum mulai berlaku sejak tanggal berlakunya peraturan pemerintah tentang pendirian Perum hasil perubahan bentuk badan hukum. |
Pasal 32
(1) | Neraca penutup BUMN yang diubah bentuk badan hukumnya diaudit oleh auditor eksternal yang ditunjuk oleh Menteri. |
(2) |
Neraca pembukaan BUMN hasil perubahan bentuk badan hukum disahkan oleh Menteri. |
Bagian Kedua
Tata Cara Perubahan Bentuk Badan Hukum BUMN
Pasal 33
(1) |
Perubahan Bentuk Badan Hukum BUMN diusulkan oleh Menteri kepada Presiden disertai dengan dasar pertimbangan setelah dikaji bersama dengan Menteri Keuangan. |
(2) |
Pengkajian terhadap rencana Perubahan Bentuk Badan Hukum BUMN sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat mengikutsertakan Menteri Teknis dan/atau menteri lain dan/atau pimpinan instansi lain yang dipandang perlu dan/atau menggunakan konsultan independen. |
(3) |
Dalam hal inisiatif Perubahan Bentuk Badan Hukum BUMN sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berasal dan Menteri Teknis, maka inisiatif tersebut disampaikan oleh Menteri Teknis kepada Menteri untuk selanjutnya dilakukan pengkajian di bawah koordinasi Menteri. |
Pasal 34
(1) | Perubahan bentuk badan hukum Persero menjadi Perum dilakukan berdasarkan keputusan RUPS. |
(2) |
Perubahan bentuk badan hukum Perum menjadi Persero dilakukan berdasarkan keputusan Menteri. |
Pasal 35
(1) | Direksi BUMN yang akan melakukan perubahan bentuk badan hukum menyusun rancangan perubahan bentuk badan hukum. | |||||||||||||||||||
(2) |
Rancangan perubahan bentuk badan hukum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sekurang- kurangnya memuat : | |||||||||||||||||||
|
Pasal 36
Dalam hal BUMN yang akan melakukan perubahan bentuk badan hukum memiliki anak perusahaan, rancangan perubahan bentuk badan hukum memuat pula neraca konsolidasi BUMN tersebut serta neraca proforma dan BUMN hasil perubahan bentuk badan hukum.
Pasal 37
Rancangan perubahan bentuk badan hukum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35 ditandatangani oleh Direksi dan Komisaris/Dewan Pengawas BUMN yang akan melakukan perubahan bentuk badan hukum.
Pasal 38
(1) |
Ringkasan atas rancangan perubahan bentuk badan hukum BUMN sebagaimana dimaksud dalam Pasal 37 wajib diumumkan oleh Direksi BUMN yang akan melakukan perubahan bentuk badan hukum paling sedikit dalam 1 (satu) surat kabar dan diumumkan secara tertulis kepada karyawan paling lambat 7 (tujuh) hari setelah Rancangan perubahan bentuk badan hukum BUMN ditandatangani. |
(2) |
Pengumuman sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memuat juga pemberitahuan bahwa pihak yang berkepentingan dapat memperoleh Rancangan Perubahan Bentuk Badan Hukum BUMN di kantor pusat BUMN yang bersangkutan terhitung sejak tanggal pengumuman. |
Pasal 39
(1) |
Kreditor dapat mengajukan keberatan kepada Direksi BUMN yang akan melakukan perubahan bentuk badan hukumnya paling lambat 14 (empat belas) hari setelah pengumuman sebagaimana dimaksud dalam Pasal 38. |
(2) |
Apabila dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) kreditor tidak mengajukan keberatan, maka kreditor dianggap menyetujui Perubahan Bentuk Badan Hukum BUMN. |
(3) | Keberatan kreditor sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan oleh Direksi kepada RUPS/ Menteri guna mendapat penyelesaian. |
(4) | Selama penyelesaian sebagaimana dimaksud pada ayat (3) belum tercapai, maka Perubahan Bentuk Badan Hukum BUMN tidak dapat dilaksanakan. |
Pasal 40
(1) |
Dalam hal perubahan bentuk badan hukum Perum menjadi Persero, rancangan Perubahan Bentuk Badan Hukum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 37 wajib disampaikan kepada Menteri untuk mendapatkan persetujuan paling lambat 30 (tiga puluh) hari sejak tanggal pengumuman sebagaimana dimaksud dalam Pasal 38. |
(2) |
Persetujuan Menteri sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan apabila Rancangan tersebut telah sesuai dengan hasil pengkajian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35 dan tidak ada keberatan dan kreditor atau keberatan kreditor telah diselesaikan. |
(3) |
Persetujuan Menteri sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan paling lambat 30 (tiga puluh) hari sejak rancangan perubahan bentuk badan hukum diterima oleh Menteri. |
Pasal 41
(1) |
Dalam hal perubahan bentuk badan hukum Persero menjadi Perum, rancangan Perubahan Bentuk Badan Hukum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 37 wajib dimintakan persetujuan RUPS. |
(2) |
RUPS sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan paling lambat 30 (tiga puluh) hari sejak tanggal pengumuman sebagaimana dimaksud dalam Pasal 38. |
(3) |
Persetujuan RUPS sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan apabila Rancangan tersebut telah sesuai dengan hasil pengkajian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 33 dan tidak ada keberatan dan kreditor atau keberatan kreditor telah diselesaikan. |
(4) |
Dalam hal perubahan bentuk badan hukum Persero yang tidak seluruh sahamnya dimiliki oleh Negara, disamping memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (3), persetujuan RUPS diberikan setelah diperoleh kesepakatan mengenai penyelesaian hak-hak pemegang saham minoritas atau hak-hak pemegang saham minoritas telah diselesaikan. |
(5) |
Panggilan RUPS sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib disampaikan oleh Direksi kepada pemegang saham paling lambat 14 (empat belas) hari sebelum pelaksanaan RUPS sebagaimana dimaksud pada ayat (2). |
Pasal 42
Menteri wajib menyampaikan rancangan peraturan pemerintah mengenai Perubahan Bentuk Badan Hukum BUMN kepada Presiden paling lambat 30 (tiga puluh) hari sejak Rancangan Perubahan Bentuk Badan Hukum ditetapkan oleh RUPS/Menteri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 40 dan Pasal 41.
Pasal 43
(1) |
Setelah berlakunya peraturan pemerintah mengenai perubahan bentuk badan hukum Perum menjadi Persero, pelaksanaan perubahan bentuk badan hukum tersebut dilakukan sesuai dengan mekanisme pendirian perseroan terbatas sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-undangan di bidang perseroan terbatas. |
(2) |
Setelah berlakunya peraturan pemerintah mengenai perubahan bentuk badan hukum Persero menjadi Perum, Direksi Perum, hasil perubahan bentuk badan hukum dalam waktu selambat-lambatnya 30 (tiga puluh) hari sejak berlakunya peraturan pemerintah tersebut, wajib : |
|
BAB VI
KETENTUAN LAIN-LAIN
Pasal 44
Direksi Perum hasil Penggabungan atau Peleburan wajib mengumumkan hasil Penggabungan atau Peleburan paling sedikit dalam 1 (satu) surat kabar paling lambat 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak tanggal berlakunya Penggabungan atau Peleburan.
Pasal 45
(1) |
Dalam melaksanakan tugasnya dalam rangka Penggabungan, Peleburan, Pengambilalihan, dan Perubahan Bentuk Badan Hukum, Direksi bertindak untuk kepentingan perusahaan. |
(2) |
Dalam hal terjadi benturan kepentingan antara perusahaan dengan Direksi, maka Direksi wajib mengungkapkan hal tersebut dalam usulan Rancangan Penggabungan, Peleburan, Pengambilalihan dan Perubahan Bentuk Badan Hukum. |
(3) | Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berlaku pula bagi Komisaris dan Dewan Pengawas Perum. |
Pasal 46
Penggabungan, Peleburan dan Pengambilalihan Persero terbuka dilaksanakan dengan memperhatikan peraturan perundang-undangan di bidang pasar modal.
BAB VII
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 47
Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Pemerintah ini dengan penempatannya dalam Lembanan Negara Republik Indonesia.
Ditetapkan di Jakarta
Pada tanggal 25 Oktober 2005
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
ttd.
DR. H. SUSILO BAMBANG YUDHOYONO
Diundangkan di Jakarta
Pada tanggal 25 Oktober 2005
MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA,
REPUBLIK INDONESIA,
ttd.
HAMID AWALUDIN
LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2005 NOMOR 115
PENJELASAN ATAS
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 43 TAHUN 2005
TENTANG
PENGGABUNGAN, PELEBURAN, PENGAMBILALIHAN DAN PERUBAHAN BENTUK BADAN HUKUM BADAN USAHA MILIK NEGARA
UMUM
Dalam sistem perekonomian nasional, BUMN ikut berperan menghasilkan barang dan jasa yang diperlukan dalam rangka mewujudkan sebesar-besarya kemakmuran rakyat. Peran BUMN dirasakan semakin penting sebagai pelopor atau perintis dalam sektor-sektor usaha yang belum diminati oleh swasta. Disamping itu, BUMN juga mempunyai peran strategis sebagai pelaksana pelayanan publik, penyeimbang kekuatan-kekuatan swasta besar dan turut membantu pengembangan usaha kecil dan koperasi. BUMN juga merupakan salah satu sumber penerimaan negara yang signifikan dalam bentuk berbagai jenis pajak, dividen dan hasil privatisasi.
Mengingat peran strategis BUMN, maka perlu diupayakan penciptaan iklim yang sehat dan efisien, sehingga terbuka kesempatan yang cukup leluasa bagi BUMN untuk tumbuh dan berkembang secara lebih dinamis sesuai dengan perkembangan dunia usaha.
Upaya penciptaan iklim yang sehat dan efisien bagi BUMN harus tetap mengacu pada asas pembangunan ekonomi nasional sebagaimana diamanatkan dalam Pasal 33 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
Upaya penciptaan iklim yang sehat dan efisien, antara lain dapat dilakukan melalui restrukturisasi BUMN berupa tindakan Penggabungan (merger), Peleburan (konsolidasi), Pengambilalihan (akuisisi) BUMN, dengan tetap memperhatikan kepentingan perusahaan, pemegang saham/pemilik modal, karyawan, dan masyarakat termasuk pihak ketiga yang berkepentingan.
Dengan melakukan Penggabungan, Peleburan dan Pengambilalihan, diharapkan BUMN dapat meningkatkan efisiensi, transparansi dan profesionalisme sehingga menjadi BUMN yang sehat, meningkatkan kinerja dan nilai perusahaan, memberikan manfaat yang optimal kepada negara berupa deviden, pajak, penyerapan tenaga kerja, dan produk serta layanan yang kompetitif kepada konsumen.
Selanjutnya dengan memperhatikan titik berat tujuan usaha BUMN dapat dilakukan Perubahan Bentuk Badan Hukum BUMN, baik dari Perum menjadi Persero maupun sebaliknya.
Sebagaimana kita ketahui bahwa masalah Penggabungan, Peleburan, Pengambilalihan perseroan terbatas telah diatur dalam Undang-undang Nomor 1 Tahun 1995 tentang Perseroan Terbatas dan peraturan pelaksanaannya. Dikaitkan dengan Undang-undang Nomor 19 Tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik Negara yang menundukkan BUMN berbentuk Persero terhadap ketentuan yang berlaku bagi perseroan terbatas pada umumnya, maka dalam Peraturan Pemerintah ini, Penggabungan, Peleburan dan Pengambilalihan Persero dilaksanakan berdasarkan peraturan perundang-undangan di bidang perseroan terbatas.
Berdasarkan pertimbangan-pertimbangan tersebut diatas dan dalam nangka pelaksanaan Undang-undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara dan Undang-undang Nomor 19 Tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik Negara, maka dipandang perlu untuk menetapkan Peraturan Pemerintah tentang Penggabungan, Peleburan, Pengambilalihan dan Perubahan Bentuk Badan Hukum Badan Usaha Milik Negara.
Dalam Peraturan Pemerintah ini pengaturan lebih rinci dilakukan terhadap proses Penggabungan, Peleburan, dan Pengambilalihan yang terkait dengan Perum. Walaupun demikian, proses Penggabungan, Peleburan dan Pengambilalihan Perum yang diatur dalam Peraturan Pemerintah ini mengacu pada prinsip-prinsip yang berlaku bagi Penggabungan, Peleburan dan Pengambilalihan perseroan terbatas.
Adapun materi yang diatur dalam Peraturan Pemerintah ini meliputi persyaratan, tata cara, pembuatan Rancangan Penggabungan, Peleburan, Pengambilalihan, Perubahan Bentuk Badan Hukum BUMN, kewajiban mengumumkan, memberitahukan kepada karyawan, hal-hal yang harus dimuat dalam Rancangan Penggabungan, Peleburan, dan Perubahan Bentuk Badan Hukum BUMN, keberatan terhadap rencana Penggabungan dan Pengambilalihan serta Perubahan Bentuk Badan Hukum BUMN.
Dengan ditetapkannya Peraturan Pemerintah ini, diharapkan tercipta suatu pedoman bagi setiap orang yang terlibat dalam pengurusan dan pengawasan BUMN serta pihak lainnya dalam hal Penggabungan, Peleburan, Pengambilalihan dan Perubahan Bentuk Badan Hukum BUMN.
PASAL DEMI PASAL
Pasal 1 s.d. Pasal 3
Cukup jelas.
Pasal 4
Dalam Peraturan Pemerintah ini tidak mengatur mengenai Penggabungan, Peleburan dan Pengambilalihan antara BUMN dengan perusahaan selain BUMN, namun demikian, jika hal tersebut terjadi dan menyebabkan terjadinya perubahan jumlah dan komposisi serta penyertaan modal negara, maka harus ditetapkan dengan peraturan pemerintah.
Pasal 5
Huruf a dan b
Dalam hal Penggabungan atau Peleburan dilakukan antara Perum dan Persero, maka salah satu badan hukum BUMN tersebut harus diubah bentuknya terlebih dahulu, sehingga bentuk badan hukum BUMN yang akan melakukan Penggabungan atau Peleburan menjadi sama.
Huruf c
Dalam hal Pengambilalihan dilakukan oleh Perum atau Persero terhadap Perum, maka Perum yang diambilalih harus diubah terlebih dahulu bentuk badan hukumnya menjadi Persero. Hal ini sesuai dengan ketentuan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik Negara yang mengatur bahwa hanya negara yang boleh memiliki Perum. Setelah Perum diubah, proses Pengambilalihannya dilakukan sesuai dengan mekanisme Pengambilalihan Persero.
Pasal 6
Cukup jelas.
Pasal 7
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan memperhatikan “asas persaingan usaha yang sehat” adalah agar Penggabungan, Peleburan dan Pengambilalihan BUMN dilakukan dengan menghindari terjadinya/kemungkinan terjadinya monopoli, oligopoli, atau monopsoni dalam berbagai bentuk yang merugikan masyarakat.
Ayat (2)
Ketentuan ini merupakan pelaksanaan dan prinsip-prinsip hukum perjanjian. Kreditor dalam hal ini adalah kreditor SUMN yang akan melakukan Penggabungan atau Peleburan atau yang akan mengambilalih atau diambilalih.
Pasal 8
Yang dimaksud dengan “peraturan perundang-undangan di bidang perseroan terbatas” adalah Undang-undang Nomor 1 Tahun 1995 tentang Perseroan Terbatas dan peraturan pelaksanaannya.
Pasal 9
Ayat (1) dan ayat (2)
Pertimbangan yang disampaikan oleh Menteri kepada Presiden, antara lain meliputi penjelasan mengenai penyelesaian keberatan kreditor terhadap rencana Penggabungan, Peleburan dan Pengambilalihan BUMN, apabila ada.
Pengkajian bersama dengan Menteri Keuangan dilakukan mengingat tindakan-tindakan tersebut dapat mengakibatkan perubahan terhadap struktur penyertaan modal negara. Sedangkan keterlibatan Menteri Teknis dan/atau menteri lain dan/atau pimpinan instansi lain sehubungan dengan kebijakan sektoral pada bidang usaha BUMN, kewajiban pelayanan umum (public service obligation), dan karena peraturan perundang-undangan.
Ayat (3)
Dalam hal usulan rencana Penggabungan, Peleburan dan Pengambilalihan BUMN dilakukan atas inisiatif Menteri Teknis, maka Menteri mengikutsertakan Menteri Teknis yang bersangkutan dalam pengkajian sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
Pasal 10 dan Pasal 11
Cukup jelas
Pasal 12
Yang dimaksud dengan “neraca proforma” dalam Peraturan Pemerintah ini adalah sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1998 tentang Penggabungan, Peleburan, dan Pengambilalihan Perseroan Terbatas.
Pasal 13 dan Pasal 14
Cukup jelas.
Pasal 15
Penandatanganan yang dimaksudkan dalam pasal ini dilakukan oleh seluruh anggota Direksi dan anggota Dewan Pengawas dengan memperhatikan korum sebagaimana korum rapat. Jika ada anggota Direksi dan/atau anggota Dewan Pengawas yang tidak menandatangani Rancangan Penggabungan, maka harus disebutkan alasannya dalam Rancangan Penggabungan tersebut.
Pasal 16
Dalam pengumuman dicantumkan pula hak kreditor untuk menyampaikan keberatan sesuai dengan Pasal 17 Peraturan Pemerintah Yang dimaksud dengan “surat kabar” dalam Peraturan Pemerintah ini adalah surat kabar harian berbahasa Indonesia yang mempunyai peredaran nasional.
Yang dimaksud dengan “hari” dalam Peraturan Pemerintah ini adalah hari kerja.
Pasal 17
Ayat (1) s.d. Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Pengertian “penyelesaian” dalam hal ini tidak harus berarti pembayaran kembali piutang seketika, tetapi dapat juga berupa kesepakatan tentang penyelesaian keberatan kreditor.
Pasal 18
Pemberian jangka waktu yang cukup tersebut diperlukan untuk memberikan kesempatan kepada pihak-pihak yang berkepentingan, termasuk karyawan, dalam memberikan tanggapan atau keberatan terhadap Rancangan Penggabungan tersebut.
Pasal 19 dan Pasal 20
Cukup jelas.
Pasal 21
Yang dimaksud dengan “daftar perusahaan” adalah daftar sebagaimana dimaksud dalam Undang- undang Nomor 3 Tahun 1982 tentang Wajib Daftar Perusahaan.
Pasal 22
Cukup jelas.
Pasal 23
Ayat (1)
Ketentuan ini dimaksudkan untuk menghindari perbuatan-perbuatan hukum Direksi yang menggabungkan diri yang secara substansial mengubah Rancangan Penggabungan yang telah disetujui oleh Menteri dan diketahui oleh kreditor. Namun demikian, perbuatan-perbuatan hukum yang sifatnya rutin dan penting bagi kelangsungan kegiatan operasional Perum yang menggabungkan diri, dan pelayanan publik tetap dapat dilaksanakan sepanjang diatur dalam Rancangan Penggabungan.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Pasal 24 s.d. Pasal 29
Cukup jelas.
Pasal 30
Perubahan Bentuk Badan Hukum BUMN pada dasarnya merupakan transformasi yang hanya mengakibatkan perubahan bentuk badan hukum tanpa mengakibatkan terjadinya perubahan subjek hukum (subjek hukum tetap sama). Oleh karena itu, secara hukum segala hak dan kewajiban yang melekat pada BUMN sebelum terjadi perubahan bentuk, tetap melekat pada BUMN yang bersangkutan setelah terjadinya perubahan bentuk.
Pasal 31
Yang dimaksud dengan “pihak yang berwenang” adalah Menteri Kehakiman sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang Nomor 1 Tahun 1995 tentang Perseroan Terbatas.
Pasal 32
Cukup jelas.
Pasal 33
Ayat (1) dan (2)
Pengkajian bersama dengan Menteri Keuangan dilakukan mengingat tindakan-tindakan tersebut dapat mengakibatkan perubahan terhadap struktur penyertaan modal negara. Sedangkan keterlibatan Menteri Teknis dan/atau pimpinan instansi lain sehubungan dengan kebijakan sektoral pada bidang usaha BUMN, peraturan perundangan dan kewajiban pelayanan umum (public service obligation).
Ayat (3)
Dalam hal usulan Perubahan Bentuk Badan Hukum BUMN dilakukan atas inisiatif Menteri Teknis, maka Menteri mengikutsertakan Menteri Teknis yang bersangkutan dalam pengkajian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) Pasal ini.
Pasal 34 s.d. Pasal 37
Cukup jelas.
Pasal 38
Dalam pengumuman dicantumkan pula hak kreditor untuk menyampaikan keberatan sesuai dengan Pasal 37 Peraturan Pemerintah ini.
Pasal 39
Cukup jelas.
Pasal 40
Pemberian jangka waktu yang cukup tersebut diperlukan untuk memberikan kesempatan kepada pihak-pihak yang berkepentingan, termasuk karyawan, dalam Memberikan tanggapan atau keberatan terhadap Rancangan Perubahan Bentuk Badan Hukum tersebut.
Pasal 41
Cukup jelas.
Pasal 42
Dengan pengaturan seperti ini, dikaitkan dengan ketentuan Pasal 33, Pasal 34, Pasal 35, Pasal 36, dan Pasal 37 Peraturan Pemerintah ini maka urutan langkah-langkah Perubahan Bentuk Badan Hukum BUMN adalah pengkajian, penyusunan rancangan perubahanbentuk badan hukum, pengumuman, persetujuan RUPS/Menteri, dan kemudian diusulkan kepada Presiden disertai rancangan peraturan perintah.
Pasal 43 s.d. Pasal 47
Cukup jelas.
TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4554