Resources / Regulation / Surat Edaran Dirjen Pajak

Surat Edaran Dirjen Pajak – SE 01/PJ.7/2002

Pemeriksaan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPn BM) dapat dilakukan dalam rangka pemeriksaan lengkap (semua jenis pajak) atau pemeriksaan sederhana untuk suatu jenis pajak (PPN dan PPn BM).

  • Pemeriksaan Sederhana PPN dan PPn BM dilakukan dengan Surat Perintah Pemeriksaan Pajak (SP3) yang diterbitkan oleh Kepala Kantor Pelayanan Pajak (KPP) yang bersangkutan.
  • Dalam hal tertentu pemeriksaan PPn dan PPn BM dapat dilakukan oleh Unit Pelaksanaan Pemeriksaan Pajak (UP3) lengkap, dan dapat dikembangkan menjadi pemeriksaan lengkap (seluruh jenis pajak).
  • Dalam melaksanakan Pemerikasaan Sederhana PPn dan PPn BM, Pemeriksa Pajak harus memenuhi ketentuan sebagai berikut:
    4.1 Memiliki Tanda Pengenal sebagai Pemeriksa yang dilengkapi dengan SP3
    4.2 Melaksanakan pemeriksaan pajak sesuai dengan prosedur-prosedur dan teknik-teknik pemeriksaan yang lazim
    4.3 Pemeriksaan dilakukan pada jam kerja dan apabila dipandang perlu dapat dilanjutkan di luar jam kerja.
    4.4 Pemeriksaan harus memeriksa buku-buku, catatan dan dokumen termasuk data elektronik baik finansial, nonfinansial maupun korespondensi lainnya yang menjadi dasar atau pendukung pembukuan yang berhubungan dengan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas Pengusaha Kena Pajak (PKP) untuk masa pajak yang diperiksa.
    4.5 Untuk setiap kegiatan pemeriksaan harus dibuat Kertas Kerja Pemeriksaan (KKP).
    4.6 KKP adalah dasar untuk membuat Laporan Pemeriksaan Pajak (LPP).
    4.7 Hasil temuan pemeriksaan sederhana harus diberitahukan kepada Wajib Pajak (PKP), sebagai bahan untuk pembahasan akhir.
    4.8 Setiap Laporan Pemeriksaan Pajak harus dibuat sesuai dengan ketentuan yang dapat ditindaklanjuti dengan Nota Penghitungan Pajak sebagai dasar penerbitan surat ketetapan pajak. Dalam hal ditemukan adanya indikasi tindak pidana dibidang perpajakan, pemeriksa harus mengusulkan ke Kanwil atasannya untuk dilakukan pemeriksaan Bukti Permulaan.
    4.9 Pemeriksaan dilarang memberitahukan kepada pihak lain yang tidak berhak segala sesuatu yang diketahui atau diberitahukan kepada oleh Wajib Pajak dalam rangka pemeriksaan.
    1. Jangka waktu penyelesaian pemeriksaan pajak untuk:
      1. Pemeriksaan Sederhana Kantor adalah 4 (empat) minggu terhitung sejak saat surat Panggilan dikirimkan kepada Wajib Pajak (PKP);
      2. Pemeriksaan Sederhana Lapangan adalah 1 (satu) bulan terhitung sejak saat Surat Pemberitahuan Pemeriksaan Pajak disampaikan kepada Wajib Pajak (PKP).
      3. Pemeriksaan PPN oleh UP3 Lengkap adalah 2 (dua) bulan terhitung sejak saat Surat Pemberitahuan Pemeriksaan Pajak disampaikan kepada Wajib Pajak (PKP).
    1. Apabila karena sesuatu alasan tertentu pemeriksaan tidak dapat diselesaikan dalam jangka waktu telah ditentukan sebagaimana dimaksud pada butir 5 di atas, jangka waktu penyelesaian pemeriksaan dapat diperpanjang dalam ketentuan:
      1. Pemeriksaan Sederhana Kantor dapat diperpanjang dari 4 (empat ) minggu menjadi paling lama 6 (enam) minggu;
      2. Pemeriksaan Sederhana Lapangan dapat diperpanjang dari 1 (satu) bulan menjadi paling lama menjadi 2 (dua) bulan;
      3. Pemeriksaan PPN oleh UP3 Lengkap dapat diperpanjang dari 2 (dua) bulan menjadi paling lama 6 (enam) bulan.

    Dalam hal pemeriksaan berkembang menjadi pemeriksaan seluruh jenis pajak, jangka waktu pemeriksaan sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

    1. Perpanjangan jangka waktu penyelesaian pemeriksaan harus diberitahukan kepada Kepala Kantor Wilayah DJP atasannya paling lambat 3 (tiga) hari sebelum berakhirnya batas waktu penyelesaian pemeriksaan untuk Pemeriksaan Sederhana Kantor dan 1 (satu) minggu untuk Pemeriksaan Lapangan.

    2. Wajib Pajak yang sudah mendapatkan fasilitas Pengembalian Pendahuluan Pajak untuk SPT Masa PPN dapat dilakukan pemeriksaan apabila terdapat data baru, data yang semula belum terungkap atau berdasarkan pertimbangan Direktur Jenderal Pajak.

    3. Dalam melakukan pemeriksaan, pemeriksa harus waspada atas beberapa tipe pelanggaran pajak yang dilakukan Wajib Pajak (PKP) terhadap PPN dan PPn BM, antara lain:
      1. Alamat/tempat kedudukan Wajib Pajak (PKP), alamat pengurus palsu, tidak jelas, tidak sesuai dengan pengukuhan atau sering pindah alamat.
      2. Kegiatan Wajib Pajak (PKP) tidak ada, tidak jelas, atau tidak sesuai dengan pengukuhan.
      3. Wajib Pajak melakukan kegiatan sebagai PKP tetapi bukan/tidak/belum dikukuhkan sebagai PKP.
      4. Merendahkan/tidak melaporkan Pajak Kelurahan atas BKP/JKP misalnya dengan cara:

        (1)

        Merendahkan/tidak melaporkan hasil penyerahan BKP/JKP secara lengkap.

        (2)

        Melaporkan ekspor yang sebenarnya adalah penjualan lokal.

        (3)

        Tidak memungut/menyetor PPN Keluaran atas penyerahan barang dan jasa yang sebenarnya terutang PPN.

        (4)

        Menunda pelaporan Pajak Keluaran.

        (5)

        Merendahkan harga yang tercantum dalam faktur pajak dari harga penyerahan yang sebenarnya.

        (6)

        Menggunakan rekening piutang pemegang saham sebagai penerimaan dari penjualan.

        (7)

        Membuat retur penjualan fiktif.

        (8)

        Tidak melaporkan pemakaian sendiri dan pemberian cuma-cuma atas BKP/JKP.

        (9)

        Melakukan ekspor fiktif (nama, alamat, NPWP dan nilai barang fiktif).

        (10)

        Tidak menunjukkan/meminjamkan seluruh Rekening Koran yang menampung seluruh hasil penjualan BKP/JKP.

      1. Meninggikan Pajak Masukan dengan cara:

        (1)

        Meninggikan harga pembelian impor maupun lokal.

        (2)

        Mengkreditkan Pajak Masukan dari pembelian barang-barang yang tidak mempunyai hubungan langsung dengan kegiatan usaha dan faktur pajak masukan lainnya sebagaimana dimasuk Pasal 9 ayat 8 Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2000.

        (3)

        Meninggikan harga yang tercantum dalam faktur pajak dari harga beli yang sebenarnya.

        (4)

        Melaporkan pembelian barang dari non-PKP menjadi pembelian dari PKP atau dengan cara mendapatkan faktur pajak masukan yang tidak dilakukan dalam transaksi perolehan BKP/JKP.

        (5)

        Mengkreditkan Pajak Masukan yang masa pajaknya tidak sama sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (9) Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2000.

        (6)

        Mengkreditkan faktur pajak Masukan lebih dari satu kali.

        (7)

        Mengkreditkan faktur pajak bermasalah, misalnya dalam usaha ekspor-impor dan perdagangan.

        (8)

        Mengkreditkan faktur pajak dari Pengusaha yang tidak dikukuhkan sebagai PKP.

        (9)

        Mengkreditkan Pajak Masukan atas barang-barang modal di mana Pajak Masukan dimaksud (pada sisi lain) juga diperhitungkan sebagai salah satu komponen harga perolehan (cost) harta yang disusutkan dan/atau mengkreditkan Pajak Masukan dimana Pajak Masukan dimaksud juga diperhitungkan sebagai salah satu komponen biaya (expenses) yang dibebankan pada periode terjadinya.

        (10)

        Mencatat pembelian dari Pengusaha bukan PKP dan atas pembelian tersebut faktur Pajak Masukannya bermasalah.

        (11)

        Tidak melaporkan nota retur pembelian dalam SPT Masa PPN.

        (12)

        Melakukan penyerahan barang impor ilegal dengan memungut PPN, dan mengkreditkan faktur Pajak Masukan bermasalah.

        (13)

        Mencari faktur Pajak Keluaran dari PKP penjualan (misalnya sektor perdagangan) atas transaksi yang dilakukan yang seharusnya tidak terutang PPN.

        (14)

        Mengkreditkan PPN impor yang dilakukan oleh Importir atas barang indent yang hanya mendapatkan fee seolah-olah barang impor tersebut milik importir sendiri.

      1. Melakukan kesalahan akuntansi atau rekayasa pembukuan.
      2. Mengkreditkan Pajak Masukan dari PKP fiktif atau Pengusaha Penerbit Faktur Pajak bermasalah.
      3. Mencermati faktur Pajak Masukan yang cacat.
    1. Sesuai dengan hakekat PPN yaitu pajak atas nilai tambah, selama pengusaha masih membukukan adanya nilai tambah, pengembalian pajak hanya dapat terjadi dalam beberapa hal seperti:

      (1) Penjualan ekspor;
      (2) Penyerahan Kepada Pengusaha di Kawasan Berikat;
      (3) Pengusaha menghasilkan BKP dan atau JKP yang atas penyerahannya mendapat fasilitas PPN yang terutang tidak dipungut;
      (4) Penyerahan kepada Pemungut PPN;
      (5) Penumpukan Persediaan;
      (6) Perusahaan pada masa awal operasi;

    II. PERSIAPAN PEMERIKSAAN

    1. Mempelajari berkas PKP dan berkas data yang ada di KPP.

    2. Melakukan analisis terhadap SPT Masa PPN dengan Setoran Masa PPh Badan, PPh Pasal 21, untuk mendapatkan gambaran kegiatan perusahaan dan kewajaran setoran masa PPh Badan, dan indikasi adanya penyimpangan di dalam penerbitan faktur pajak.

    3. Melakukan konfirmasi atas kebenaran Faktur Pajak Masukan sebagai berikut:

      3.1 untuk Pajak Masukan yang dilaporkan pada SPT Masa PPN sebelum Masa Pajak Januari 2000 dengan Dasar Pengenaan Pajak Rp. 20 juta lebih.
      3.2 untuk Pajak Masukan yang dilaporkan Pada SPT Masa PPN Masa Pajak Januari 2000 dan seterusnya menggunakan konfirmasi Faktur Pajak dengan aplikasi Sistem Informasi Perpajakan.
      3.3 bila dianggap perlu dapat dilakukan konfirmasi kepada pihak ketiga.
    1. Melakukan konfirmasi atas kebenaran Surat Setoran Pajak (SSP) PPN dan PPn BM sesuai dengan ketentuan sebagai mana yang dimaksud dalam Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor: SE-13/PJ.7/1997 tanggal 24 Desember 1997 dalam hal SSP lembar ke-2 tidak dijumpai dalam berkas Wajib Pajak.

    2. Waspadai jawaban konfirmasi yang menyatakan jawaban “tidak ada” berubah menjadi “ada”.

    3. Membuat jadwal persiapan, pelaksanaan dan penyelesaian pemeriksaan.

    III. PELAKSANAAN PEMERIKSAAN

    1. Pelaksanaan pemeriksaan Sederhana Kantor di KPP

      1.1 Memanggil Wajib Pajak dengan Surat Panggilan.
      1.2 Menjelaskan maksud dan tujuan pemeriksaan.
      1.3 Meminjam buku-buku, catatan-catatan dan dokumen-dokumen yang diperlukan, yang dapat berupa foto copy (di legalisir) maupun data elektronik.
      1.4 Melaksanakan pemeriksaan sesuai dengan ketentuan.
    1. Pelaksanaan pemeriksaan di tempat Wajib Pajak

      2.1 Memperlihatkan Tanda Pengenal sebagai Pemeriksa.
      2.2 Memperlihatkan SP3.
      2.3 Menyampaikan Surat Pemberitahuan tentang Pemeriksaan Pajak Kepada Wajib Pajak (PKP) yang diperiksa.
      2.4 Menjelaskan maksud dan tujuan pemeriksaan.
      2.5 Menjamin buku-buku, catatan-catatan dan dokumen-dokumen yang diperlukan, yang dapat berupa fotokopi (di legalisir) maupun data elektronik.
      2.6 Melaksanakan pemeriksaan sesuai dengan ketentuan.
    1. Prosedur Pemeriksaan
      Prosedur pemeriksaan dibawah ini adalah prosedur pemeriksaan yang perlu dilaksanakan dalam setiap pelaksanaan Pemeriksaan Sederhana PPN dan PPN BM.

      3.1 Prosedur Pemeriksaan Pembelian

      1. Lakukan analisis mengenai arus barang, arus uang, dan arus utang dagang.
      2. Lakukan pengecekan atas kebenaran transaksi pembelian:
        1. pelajari kebijaksanaan dan prosedur mengenai pembelian, retur pembelian dan sebagainya,
        2. dalam hal transaksi pembelian dilakukan dengan pihak-pihak yang mempunyai hubungan istimewa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2) Undang-undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-undang Nomor 18 Tahun 2000 (untuk selanjutnya disebut Undang-undang PPN), periksa dasar penetapan harga belinya dan volume transaksi selama masa yang di periksa.
      1. Lakukan pengujian atas transaksi pembelian :
        1. bandingkan faktur pembelian mengenai kuantumnya, harga satuan, dengan dokumen pendukungnya, antara lain:

      a) Laporan Penerimaan Barang
      b) Bukti Pengiriman untuk pengembalian barang yang diretur
      c) Faktur Pajak yang bersangkutan
      d) Nota Retur yang bersangkutan
      e) Surat jalan barang
      f) Pesanan pembelian
      g) Dokumen non finansial yang terkait
      h) Dokumen pelunasan/ pembayaran

        1. teliti syarat-syarat pembelian yang mengikat dengan pembebanan biaya-biaya dan pembayaran yang terkait;
        2. teliti kebenaran jumlah pada faktur pembelian dan debet nota, termasuk penghitungan PPN-nya serta cocokan dengan faktur pajaknya;
        3. trasir pencatatan untuk transaksi pembelian dan retur pembelian ke buku Kas/Bank, pembelian, retur pembelian, dan buku atau kartu utang dagang.
      1. Teliti pembelian yang sudah dibukukan dalam Buku Pembelian/Buku Kas/Bank tetapi barangnya belum diterima.
      2. Dalam hal transaksi impor teliti dokumen impor misalnya PIB, L/C, B/L, Price List, SSP PPN Impor, PPh Pasal 22 dan Debet Nota dari Bank, Invoice, biaya-biaya bongkar muat dan atau dokumen-dokumen jasa EMKL/EMKU untuk menguji kebenaran pengkreditan Pajak Masukan dari transaksi impor.
      3.2 Prosedur Pemeriksaan Penjualan

      1. Lakukan pengujian kaitan antara Dasar Pengenaan Pajak (DPP) PPN yang dilaporkan dalam SPT Masa PPN dengan Buku Penjualan, Buku Retur Penjualan, Nota Retur, Buku Piutang Dagang, Buku Kas/Bank dan buku penerimaan uang muka dengan menggunakan metode pengujian arus uang, arus piutang dagang dan pengujian arus barang.
      2. Dalam hal transaksi penjualan dilakukan dengan pihak-pihak yang mempunyai hubungan istimewa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2) Undang-undang PPN, periksa dasar penetapan harga jualnya dan tentukan kewajarannya.
      3. Lakukan penelaahan analitis peredaran usaha dengan menggunakan metode:
        a) pengujian harga satuan
        b) pengujian kewajaran peredaran dengan menggunakan pendekatan kapasitas produksi dan rendemen
        c) pengujian perputaran persediaan
        d) pengujian margin sebagai indikator nilai tambah
        e) pengujian trend atau siklikal apabila ada pelonjakan peredaran dan penerbitan faktur pajak.
      4. Yakinkan bahwa peredaran usaha selama masa yang diperiksa telah dicatat secara lengkap dan benar berdasarkan bukti-bukti yang dapat dipertanggungjawabkan dengan mempelajari kontrak-kontrak atau perjanjian-perjanjian, surat-menyurat yang berkenaan dengan kebijakan dan prosedur mengenai penjualan, retur penjualan, potongan penjualan, pemberian kredit, dan sebagainya.
      5. Periksa retur penjualan ke bukti pengembalian barang, tanda terima barang, nota retur, dan pencatatannya kedalam buku atau kartu piutang dagang/buku ataukartu persediaan.
      6. Periksa potongan penjualan dengan bukti-bukti pendukungnya (bukti intern/ekstern), dan catat pemberian potongan yang tidak sesuai dengan kebijaksanaan pemberian potongan yang telah ditentukan.
      7. Jika dipandang perlu, untuk transaksi penjualan yang signifikan dilakukan konfirmasi dengan pihak pembeli (jika Wajib Pajak tersebut diperiksa oleh tim lain lakukan konfirmasi dengan tim lain tersebut)
      8. Periksa faktur penjualan atau debet nota berdasarkan nomor urutnya untuk melihat ada tidaknya penjualan yang tidak dilaporkan/faktur pajak.
      9. Dalam hal transaksi ekspor teliti dokumen ekspor misalnya PEB, L/C, B/L, Price List, Packing List, Dokumen Surveyor, Surat Sertifikasi dari Deperindag/Dep. Kehutanan, Nota Kredit dari Bank atau Bukti Pembayaran lainnya, Invoice, Kontrak Penjualan, Kuota, biaya muat dan atau dokumen-dokumen jasa EMKL/EMKU untuk menguji kebenaran transaksi ekspor.
      3.3 Prosedur Pemeriksaan Persediaan

      1. Lakukan penelitian jumlah fisik bahan baku/penolong, barang dalam proses dan barang jadi pada saat dilakukan pemeriksaan dan cocokan dengan kartu persediaan.
      2. Lakukan rekonsiliasi persediaan sejak saat pemeriksaan sampai dengan akhir masa pajak yang diperiksa untuk mengetahui saldo akhir masa yang diperiksa.
      3. Dalam hal barang jadi disimpan pada pihak ketiga (barang konsinyasi) yang benar-benar merupakan penyerahan kena pajak, lakukan konfirmasi atas barang tersebut.
      4. Bandingkan antara hasil penghitungan persediaan dan catatan persediaan digudang serta catatan persediaan bagian akuntansi.
      5. Tentukan jumlah dalam unit bahan baku/penolong yang dipergunakan pada masa yang diperiksa misalnya dengan pendekatan : saldo awal + pembelian – pemakaian sendiri – saldo akhir = pemakaian untuk produksi.
      6. Tentukan jumlah dalam unit barang jadi yang dijual pada masa yang diperiksa, misalnya dengan pendekatan : saldo awal + hasil produksi (pembelian) – pemakaian sendiri – pemberian cuma-cuma – saldo akhir = penjualan.
      3.4 Prosedur Pemeriksaan Produksi

      1. Kenali jenis, macam dan satuan barang yang diproduksi.
      2. Kenali bahan baku/penolong yang digunakan untuk proses produksi.
      3. Periksa proses produksi, kapasitas produksi dan standar konversi/formula/resep.
      4. Dapatkan angka-angka rendemen untuk setiap jenis dan macam barang yang diproduksi.
      5. Lakukan evaluasi kewajaran jumlah produksi yang dilaporkan dengan membandingakan pada perhitungan produksi sesuai rendemen dan pemakaian bahan baku/penolong dan kapasitas produksinya.
      6. Periksa hasil produksi perusahaan yang diberikan secara cuma-cuma dan atau dipakai sendiri dan teliti perhitungan PPN atas penyerahan tersebut.
      3.5 Teknik Pemeriksaan Pajak Keluaran, Pajak Masukan dan PPn Barang Mewah dapat dilihat pada Lampiran 1.
      3.6 Penerapan prosedur pemeriksaan sebagaimana yang dimaksud dalam angka 3.1 – 3.5 di atas dilakukan menurut keperluan, dan luas serta kedalamannya disesuaikan dengan kondisi yang dihadapi menurut keadaan dan jangka waktu penyelesaian pemeriksaan.

    IV. PELAPORAN

    1. Hasil Pemeriksaan dituangkan dalam Laporan Pemeriksaan Pajak.

    2. Laporan pemeriksaan Pajak dilsusun dengan sistematika sebagai berikut:

    I. Umum
    II. Pelaksanaan Pemeriksaan
    III. Hasil Pemeriksaan
    IV.Kesimpulan dan Usul Pemeriksa

    1. LPP harus dilengkapi dengan lampiran-lampiran sebagai berikut:

      1. SP3
      2. Daftar Perhitungan PPN untuk seluruh masa pajak yang diperiksa
      3. Daftar Surat Setoran Pajak
      4. Surat Pemberitahuan Hasil Pemeriksaan
      5. Surat Persetujuan Hasil Pemeriksaan/Berita Acara Hasil Pemeriksaan
      6. Lain-lain
    1. Hasil Pemeriksaan diberitahukan secara tertulis kapada Wajib Pajak (PKP).

    2. Apabila Wajib Pajak (PKP) menyetujui seluruh hasil pemeriksaan, maka Wajib Pajak (PKP) diminta untuk menandatangani Lembaran Pernyataan Persetujuan Wajib Pajak dan menyampaikannya kepada Pemeriksa paling lambat 3 (tiga) hari sejak Surat Pemberitahuan Hasil Pemeriksaan diterima. Namun, apabila Wajib Pajak (PKP) tidak menyetujui sebagian atau seluruh hasil pemeriksaan, Wajib Pajak (PKP) dapat memberikan tanggapan secara tertulis atas pemberitahuan hasil pemeriksaan tersebut dan menyampaikannya kepada Pemeriksa dalam batas waktu paling lambat 3 (tiga) hari sejak Surat Pemberitahuan Hasil Pemeriksaan diterima. Tanggapan atas hasil pemeriksaan dari Wajib Pajak (PKP) tersebut disampaikan kepada Pemeriksa sebelum dilakukan Pembahasan Akhir Hasil Pemeriksaan.

    3. Dalam hal Wajib Pajak tidak menyetujui sebagian atau seluruh hasil pemeriksaan maka tanggapan atas hasil pemeriksaan dari Wajib Pajak (PKP) harus ditindaklanjuti dengan Pembahasan Akhir (closing conference) dengan Wajib Pajak (PKP) dalam batas waktu paling lambat 3 (tiga) hari sejak diterimanya tanggapan tersebut.

    4. Khusus untuk Pemeriksaan Sederhana Kantor dalam rangka meningkatkan efisiensi pemeriksaan Pembahasan Akhir Hasil Pemeriksaan dapat dipercepat.

    5. Kesimpulan Pembahasan Akhir atas Hasil Pemeriksaan dituangkan dalam Berita Acara Hasil Pemeriksaan yang ditandatangani oleh Pemeriksa dan Wajib Pajak (PKP).

    6. Apabila Wajib Pajak (PKP) menolak untuk menandatangani Berita Acara Hasil Pemeriksaan, maka Tim Pemeriksa membuat Berita Acara Penolakan Penandatanganan Berita Acara Hasil Pemeriksaan.

    7. Apabila Wajib Pajak (PKP) tidak memberikan tanggapan atas Pemberitahuan Hasil Pemeriksaan dalam jangka waktu yang telah ditentukan, maka kepada Wajib Pajak (PKP) dikirim Surat Panggilan untuk menandatangani Berita Acara Hasil Pemeriksaan.

    8. Apabila dalam batas waktu yang telah ditentukan dalam Surat Panggilan Wajib Pajak (PKP) tetap tidak hadir, maka Tim Pemeriksa harus membuat dan menandatangani Berita Acara Ketidakhadiran Wajib Pajak (PKP).

    9. Laporan Pemeriksaan Pajak digunakan untuk pembuatan Nota Penghitungan Pajak dan sebagai dasar penerbitan surat ketetapan pajak dapat dilihat pada Lampiran 2.

    V. PETUNJUK ADANYA TINDAK PIDANA

    Apabila dalam pemeriksaan ditemukan adanya indikasi Wajib Pajak (PKP) melakukan kegiatan sebagaimana tercantum pada Romawi I angka 9 a, b, c, d, e, f, g, dan h yang berakibat merugikan negara, maka dibuat laporan sumier sesuai dengan angka I nomor 4.8.

    Demikian untuk diketahui dan dilaksanakan sebaik baiknya.

    DIREKTUR JENDERAL

    ttd

    HADI POERNOMO

    Reading: Surat Edaran Dirjen Pajak – SE 01/PJ.7/2002