Bersama ini disampaikan :
- Peraturan Pemerintah Nomor 3 Tahun 1994 tentang Pembayaran Pajak Penghasilan dalam Tahun Berjalan atas Penghasilan dari Pengalihan Hak atas Tanah atau Tanah dan Bangunan;
- Keputusan Menteri Keuangan Nomor : 85/KMK.04/1994 tanggal 22 Maret 1994 tentang Tata Cara Pembayaran, Penyetoran dan Pelaporan Pajak Penghasilan yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak dan Tata Cara penyampaian Laporan PPAT dan Bendaharawan atau Pejabat yang melakukan Pembayaran Sehubungan dengan Pengalihan Hak atas Tanah atau Tanah dan Bangunan.
Untuk kelancaran pelaksanaan ketentuan-ketentuan tersebut, dengan ini diberikan petunjuk sebagai berikut :
- Pengalihan hak
Sesuai dengan ketentuan Pasal 1 ayat (2) Peraturan Pemerintah Nomor 3 Tahun 1994, pengalihan hak atas tanah atau tanah dan bangunan yaitu pengalihan hak atas tanah atau tanah dan bangunan :- antara Wajib Pajak dengan Wajib Pajak lainnya berupa penjualan, tukar-menukar atau cara lain yang disepakati;
- antara Wajib Pajak dengan Pemerintah berupa :
b.1. penjualan, tukar-menukar atau cara lain yang disepakati secara sukarela, yang oleh Pemerintah digunakan selain untuk pelaksanaan pembangunan untuk kepentingan umum; b.2. pelepasan atau penyerahan hak atas tanah atau tanah dan bangunan kepada Pemerintah untuk pelaksanaan pembangunan untuk kepentingan umum. Bentuk pembayaran adalah berupa ganti rugi sesuai dengan ketentuan dalam Keputusan Presiden Nomor 55 Tahun 1993. - Pajak Penghasilan atas penghasilan dari pengalihan hak atas tanah atau tanah dan bangunan yang wajib dibayar dalam tahun berjalan.
- Atas penghasilan yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak Perseorangan atau Badan dari pengalihan hak atas tanah atau tanah dan bangunan diluar kegiatan usaha pokoknya, PPh yang terhutang wajib dibayar dalam tahun berjalan, kecuali yang ditegaskan dalam butir 3.
-
Agar kewajiban pembayaran PPh yang terhutang dilakukan dengan baik, maka pemenuhan kewajiban tersebut dikaitkan dengan penandatanganan akte pengalihan hak oleh PPAT atau dengan pembayaran oleh Bendaharawan atau Pejabat yang berwenang melakukan pembayaran atas pengalihan hak dimaksud, yaitu :
b.1. PPAT tidak diperkenankan menandatangani akte pengalihan hak atas tanah atau tanah dan bangunan sebelum kepadanya dibuktikan bahwa PPh yang terhutang telah dibayar oleh Wajib Pajak yang mengalihkan haknya;
b.2. Bendaharawan/Pejabat memungut dan menyetorkan PPh yang terhutang sebelum melakukan pembayaran. -
PPh yang telah dilunasi digolongkan sebagai pembayaran PPh Pasal 25 sehingga dapat dikreditkan dalam SPT Tahunan PPh Wajib Pajak yang mengalihkan haknya untuk tahun pajak yang bersangkutan.
- Pajak Penghasilan atas penghasilan dari pengalihan hak atas tanah atau tanah dan bangunan yang tidak wajib dibayar dalam tahun berjalan.
- Pajak Penghasilan atas penghasilan dari pengalihan hak atas tanah atau tanah dan bangunan tidak wajib dibayar dalam tahun berjalan apabila :
- Selain ketentuan sebagaimana diuraikan pada huruf a di atas, maka atas pengalihan hak atas tanah atau tanah dan bangunan yang dilakukan berdasarkan:
b.1. hibah atau bantuan yang tidak ada hubungannya dengan usaha atau pekerjaan dari pihak yang bersangkutan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (3) huruf a UU PPh 1984; b.2. warisan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (3) huruf b UU PPh 1984, tidak termasuk sebagai objek PPh sehingga tidak terutang PPh. Kepala KPP wajib meneliti bahwa hibah, bantuan atau warisan tersebut bukan merupakan suatu upaya untuk menghindari kewajiban pembayaran PPh dalam tahun berjalan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 3 Tahun 1994. -
Wajib Pajak yang memenuhi syarat sebagaimana dimaksud dalam huruf b, dapat memperoleh Surat Keterangan Bebas (SKB) pembayaran PPh dalam tahun berjalan dari Kantor Pelayanan Pajak yang wewenangnya meliputi wilayah tempat tinggal atau tempat kedudukan Wajib Pajak yang bersangkutan. Bentuk SKB tersebut sesuai dengan contoh formulir dalam Lampiran I Surat Edaran ini.
a.1. penghasilan tersebut diterima atau diperoleh Wajib Pajak Perseorangan dari pengalihan hak atas tanah atau tanah dan bangunan yang jumlah brutonya secara keseluruhan (tidak dipecah-pecah) kurang dari Rp.60.000.000,- (enam puluh juta rupiah) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 3 Tahun 1994; a.2. penghasilan tersebut diterima atau diperoleh Wajib Pajak Perseorangan dari pelepasan atau Penyerahan hak kepada Pemerintah yang akan digunakan untuk pelaksanaan pembangunan untuk kepentingan umum yang pembangunannya memerlukan persyaratan khusus sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2) Peraturan Pemerintah Nomor 3 Tahun 1994, yaitu untuk membangun :
– jalan umum;
– saluran pembuangan air;
– bendungan dan bangunan pengairan lainnya;
– saluran irigasi;
– pelabuhan laut;
– bandar udara;
– fasilitas keselamatan umum seperti tanggul penanggulangan bahaya banjir, lahar dan lain-lain, dan
– fasilitas ABRI.Pembebasan dari kewajiban melunasi pembayaran PPh dalam tahun berjalan bagi Wajib yang bersangkutan berlaku dengan sendirinya tanpa memerlukan Surat Keterangan Bebas (SKB) PPh sebagaimana dimaksud dalam huruf c.
-
Besarnya PPh yang wajib dibayar dalam tahun berjalan Besarnya PPh atas penghasilan yang diterima atau diperoleh dari pengalihan hak atas tanah atau tanah dan bangunan sebagaimana tersebut pada butir 2, dihitung sebesar 3% (tiga persen) dari jumlah bruto.
- Pengertian jumlah bruto
Yang dimaksud dengan jumlah bruto :- Apabila pengalihan hak dilakukan dengan Wajib Pajak lain yaitu nilai tertinggi antara nilai berdasarkan akte pengalihan hak dengan Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) menurut SPPT PBB tahun pajak saat pengalihan hak tersebut dilakukan, atau kalau belum ada maka dipakai NJOP menurut SPPT PBB tahun pajak sebelumnya. Dalam hal tanah atau tanah dan bangunan tersebut belum terdaftar, maka dipakai nilai jual menurut surat keterangan yang diterbitkan Kepala Kantor Pelayanan PBB setempat;
- Apabila pengalihan hak tersebut dilakukan kepada Pemerintah, yaitu nilai berdasarkan keputusan Pejabat atau Panitia yang berwenang.
- Tata cara pembayaran PPh yang terutang
- Pengalihan hak yang dilakukan dengan akte yang dibuat Pejabat Pembuat Akte Tanah (PPAT)
- Pengalihan hak kepada Pemerintah.
a.1. PPh yang terutang yaitu sebesar 3% (tiga persen) dari jumlah bruto, wajib dibayar oleh Wajib Pajak yang mengalihkan hak dengan Surat Setoran Pajak (SSP) ke bank persepsi atau Kantor Pos dan Giro, sebelum akte pengalihan hak tersebut ditandatangani oleh PPAT. a.2. Dalam SSP dicantumkan nama, alamat dan NPWP (kalau belum ada dengan menggunakan NPWP 0.000.000.0.xxx, dan xxx adalah kode KPP tempat Wajib Pajak yang mengalihkan hak bertempat tinggal atau berkedudukan) dari Wajib Pajak yang mengalihkan hak tersebut.
a.3. PPAT baru diperkenankan menandatangani akte setelah terbukti bahwa Wajib Pajak tersebut telah melunasi PPh yang terutang dengan menyerahkan photo copy SSP pelunasan PPh yang terutang sebagaimana dimaksud dalam huruf a.1. dan menunjukkan asli SSP yang bersangkutan atau menyerahkan lembar ke-2 SKB pembayaran PPh dalam tahun berjalan sebagaimana dimaksud dalam butir 3 huruf c kecuali bagi Wajib Pajak yang mendapat pembebasan dari kewajiban membayar PPh dalam tahun berjalan yang berlaku dengan sendirinya sebagaimana ditegaskan dalam butir 3 huruf a.
a.4. PPAT wajib melampirkan photo copy SSP atau lembar ke-2 SKB pembayaran PPh dalam tahun berjalan pada akte pengalihan hak atas tanah atau tanah dan bangunan berkenaan kecuali bagi Wajib Pajak yang mendapat pembebasan dari kewajiban membayar PPh dalam tahun berjalan yang berlaku dengan sendirinya sebagaimana ditegaskan dalam butir 3 huruf a.
a.5. SSP lembar ketiga wajib disampaikan oleh Wajib Pajak tersebut kepada Kantor Pelayanan Pajak tempat Wajib Pajak terdaftar atau yang wewenangnya meliputi wilayah tempat Wajib Pajak bertempat tinggal atau berkedudukan, selambat-lambatnya tanggal 20 bulan berikutnya setelah bulan dilakukan pengalihan hak.
b.1. Pelunasan PPh yang terutang atas penghasilan yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak dari pengalihan hak atas tanah atau tanah dan bangunan kepada Pemerintah sebagaimana dimaksud dalam butir 1 huruf b yang dibayar dengan dana yang berasal dari APBN atau APBD,dilakukan melalui Bendaharawan atau Pejabat yang melakukan pembayaran. b.2. Bendaharawan atau pejabat yang dimaksud terlebih dahulu memungut dan menyetorkan PPh yang terutang sebesar 3% (tiga persen) dari jumlah bruto atas nama Wajib Pajak yang bersangkutan dengan menggunakan SSP ke bank persepsi atau Kantor Pos dan Giro, sebelum pembayaran kepada Wajib Pajak dilaksanakan. Dalam hal pengalihan hak kepada Pemerintah tersebut dilakukan dengan akte Notaris atau PPAT maka yang wajib memungut dan menyetor PPh yang terhutang sebesar 3% dari jumlah bruto pengalihan hak adalah Bendaharawan/ Pejabat yang ditunjuk yang melakukan pembayaran.
b.3. Dalam SSP dicantumkan nama, alamat dan NPWP (kalau belum ada dengan menggunakan NPWP 0.000.000.0.xxx, dan xxx adalah kode KPP tempat WP bertempat tinggal atau berkedudukan) dari Wajib Pajak yang mengalihkan hak tersebut.
b.4. Bendaharawan atau Pejabat yang ditunjuk menyerahkan SSP yang telah diberi tanggal/tanda tangan dan nama terang petugas bank persepsi atau Kantor Pos dan Giro kepada Wajib Pajak, kecuali lembar kelima SSP tersebut disimpan oleh Bendaharawan atau Pejabat yang bersangkutan.
b.5. Bendaharawan atau pejabat yang ditunjuk wajib melampirkan photo copy SSP atau lembar ke-2 SKB pembayaran PPh dalam tahun berjalan pada surat keputusan mengenai pengalihan hak atas tanah atau tanah dan bangunan kepada Pemerintah kecuali bagi Wajib Pajak yang mendapat pembebasan dari kewajiban membayar PPh dalam tahun berjalan yang berlaku dengan sendirinya sebagaimana ditegaskan dalam butir 3 huruf a.
b.6. Lembar ketiga SSP segera disampaikan oleh Wajib Pajak yang bersangkutan ke Kantor Pelayanan Pajak tempat Wajib Pajak terdaftar atau yang wewenangnya meliputi wilayah tempat Wajib Pajak bertempat tinggal atau kedudukan, selambat-lambatnya tanggal 20 bulan berikutnya setelah bulan dilakukannya pengalihan hak.
- Pengkreditan PPh yang telah dibayar
- Sesuai dengan ketentuan Pasal 7 Peraturan Pemerintah Nomor 3 Tahun 1994, pembayaran PPh atas penghasilan dari pengalihan hak atas tanah atau tanah dan bangunan digolongkan sebagai pembayaran PPh Pasal 25 untuk tahun pajak yang bersangkutan. Dengan demikian maka penghasilan sehubungan dengan pengalihan hak tersebut wajib dilaporkan dalam SPT Tahunan PPh dan dihitung sesuai dengan ketentuan yang berlaku, dan pelunasan PPh yang terutang tersebut dikreditkan dengan PPh yang terutang dalam tahun pajak yang bersangkutan.
-
Atas penghasilan yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak Perseorangan dari pengalihan hak atas tanah atau tanah dan bangunan yang tidak wajib dilunasi PPh-nya dalam tahun berjalan tersebut pada butir 3 huruf a, wajib dilaporkan oleh Wajib Pajak dalam SPT Tahunan PPh tahun pajak yang bersangkutan.
- Laporan PPAT dan Bendaharawan/Pejabat
- Sesuai dengan ketentuan Pasal 4 ayat (3) dan Pasal 5 ayat (4) Peraturan Pemerintah Nomor 3 Tahun 1994 dan sebagaimana diatur lebih lanjut dalam Pasal 3 dan Pasal 4 Keputusan Menteri Keuangan Nomor : 85/KMK.04/1994, PPAT dan Bendaharawan /Pejabat wajib menyampaikan laporan bulanan kepada Kepala Kantor Pelayanan Pajak.
-
Sambil menunggu bentuk laporan PPAT yang akan disempurnakan bersama-sama dengan Badan Pertanahan Nasional maka untuk sementara dipergunakan bentuk laporan PPAT yang ditetapkan dengan Surat Edaran Bersama Direktur Jenderal Pajak dan Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor :
640 – 2455
SE-34/PJ.6/1992
tanggal 31 Juli 1992 dengan menambahkan kolom tanggal dan besarnya PPh yang disetor sesuai dengan SSP. - Laporan Bendaharawan/Pejabat dimaksud dilakukan dengan menggunakan formulir sebagaimana dimaksud dalam lampiran II Surat Edaran ini.
-
Laporan pembayaran PPh yang disampaikan Wajib Pajak dan laporan pengalihan hak oleh PPAT dan atau Bendaharawan/Pejabat yang melakukan pembayaran yang disampaikan kepada Kepala Kantor Pelayanan Pajak, berguna sebagai data.
-
Apabila ditemukan bahwa PPh yang terutang belum dilunasi oleh Wajib Pajak tetapi PPAT ternyata telah menandatangani akte pengalihan hak, maka kepada Wajib Pajak yang bersangkutan agar dikeluarkan Surat tagihan Pajak (STP) dan Kepala Kantor Pelayanan Pajak agar segera melaporkan PPAT yang bersangkutan kepada Kepala Kantor Badan Pertanahan setempat, Kakanwil DJP dan Direktur Jenderal Pajak.
-
Apabila ditemukan bahwa PPh yang terutang belum disetorkan oleh Bendaharawan/Pejabat yang bersangkutan, maka Kepala Kantor Pelayanan Pajak agar segera melaporkan kepada atasan Bendaharawan/Pejabat yang bersangkutan dan Kepala Perwakilan BPKP setempat dengan tindasan kepada Kakanwil DJP dan Direktur Jenderal Pajak.
- Ketentuan-ketentuan dalam peraturan/Surat Edaran sebelumnya.
- Dengan ditetapkannya Peraturan Pemerintah Nomor 3 Tahun 1994, maka ketentuan Pasal 20 Peraturan Pemerintah Nomor 42 Tahun 1985 tidak diterapkan sepanjang mengenai kewajiban pembayaran PPh dalam tahun berjalan atas penghasilan yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak Perseorangan dari pengalihan hak atas tanah atau tanah dan bangunan.
-
Dengan berlakunya Peraturan Pemerintah Nomor 3 Tahun 1994, maka terhitung mulai tanggal berlakunya Surat Edaran ini, bagi Wajib Pajak yang dalam rangka kegiatan usahanya menerima pembayaran ganti rugi pengalihan hak atas tanah atau tanah dan bangunan yang dananya berasal dari APBN/APBD, tidak dipungut PPh Pasal 22 sebagaimana dimaksud dalam Keputusan Menteri Keuangan Nomor : 382/KMK.04/1989 tanggal 20 April 1989.
-
Dengan berlakunya Surat Edaran ini, maka penegasan dalam butir 2 Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor : SE-17/PJ.41/1993 tanggal 31 Agustus 1993 tentang Pemanfaatan data PPAT bagi Wajib Pajak yang belum menyampaikan SPT PPh (Seri Pemanfaatan data 22), dinyatakan tidak berlaku lagi.
- Pelaksanaan dan Lain-lain
- untuk menghindari kesulitan dalam pelaksanaannya maka petunjuk dalam Surat Edaran ini diterapkan atas pengalihan hak atas tanah atau tanah dan bangunan berdasarkan akta pengalihan hak atau keputusan pejabat yang berwenang mulai tanggal 1 Juni 1994.
-
Kepala Kantor Pelayanan Pajak agar menyampaikan Surat Edaran ini kepada Notaris, PPAT ( PPAT, Notaris PPAT dan Camat ) dan Bendaharawan/Pejabat yang bersangkutan di wilayah masing-masing.
-
Dapat ditambahkan, dalam hal pengalihan hak atas tanah atau tanah dan bangunan tersebut dilakukan kepada perusahaan yang usaha pokoknya bergerak dalam bidang tanah atau tanah dan bangunan, maka penandatanganan akte pengalihan hak hanya dapat dilakukan setelah pihak yang mengalihkan menunjukkan bukti setoran PPh sebesar 3% (tiga persen) dari harga pengalihan, kecuali PPh yang terhutang tidak wajib dilunasi dalam tahun berjalan sebagaimana ditegaskan dalam butir 3 di atas.
Demikian untuk dilaksanakan dengan sebaik-baiknya.
DIREKTUR JENDERAL PAJAK,
ttd
FUAD BAWAZIER