Resources / Regulation / Surat Edaran Dirjen Pajak

Surat Edaran Dirjen Pajak – SE 06/PJ.43/1996

Sehubungan dengan banyaknya pertanyaan mengenai pelaksanaan pengenaan PPh Pasal 21 untuk para Pejabat Negara, Pegawai Negeri Sipil (PNS), anggota ABRI, dan para Pensiunan atas penghasilan yang dibebankan pada Keuangan Negara atau Keuangan Daerah, dengan ini diberikan penegasan lebih lanjut sebagai berikut :

  1. Yang dimaksud dengan Pejabat Negara adalah :

    1. Presiden dan Wakil Presiden;
    2. Ketua, Wakil Ketua, dan Anggota MPR;
    3. Ketua, Wakil Ketua, dan Anggota DPR, termasuk Ketua, Wakil Ketua, dan Anggota DPRD Tingkat I/II;
    4. Ketua, Wakil Ketua, dan Anggota BPK;
    5. Ketua, Wakil Ketua, Ketua Muda, dan Hakim Mahkamah Agung;
    6. Ketua, Wakil Ketua, dan Anggota DPA;
    7. Menteri dan Menteri Negara;
    8. Jaksa Agung;
    9. Gubernur dan Wakil Gubernur Kepala Daerah Tingkat I;
    10. Bupati dan Wakil Bupati Kepala Daerah Tingkat II;
    11. Walikotamadya dan Wakil Walikotamadya Tingkat II.
  2. Dalam pengertian Pensiunan termasuk janda atau duda dan/atau anak-anaknya.

  3. Penghitungan PPh Pasal 21 yang terutang untuk para Pejabat Negara, PNS, Anggota ABRI dan Para Pensiunan atas penghasilan yang dibebankan kepada Keuangan Negara atau Keuangan Daerah mengacu pada surat Direktur Jenderal Pajak yang ditujukan kepada Direktur Jenderal Anggaran Nomor S-55/PJ.43/1995 tanggal 23 Februari 1995 (foto copy terlampir) dengan memperhatikan Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-40/PJ.4/1995 tanggal 31 Juli 1995 perihal pemotongan PPh Pasal 21 atas pembayaran THT-Taspen (Seri PPh Pasal 21 No. 6) dan Nomor SE-45/PJ.43/1995 tanggal 2 Oktober 1995 perihal Pemotongan PPh Pasal 21 atas pembayaran THT-ASABRI (Seri PPh Pasal 21 No. 7).

  4. Sesuai dengan Surat Edaran Direktur Jenderal Anggaran Nomor SE-50/A/62/0495 tanggal 6 April 1995 (foto copy terlampir), uang sidang/paket harian bagi pejabat negara sebagaimana dimaksud dalam Keppres No. 12/1990, 13/1990, dan 14/1990 termasuk dalam pengertian tunjangan sebagaimana dimaksud dalam butir 1 huruf d Surat Direktur Jenderal Pajak No. S-55/PJ.43/1995 tanggal 23 Februari 1995.
    Perlakuan yang sama diberikan pula bagi uang sidang/paket harian yang dibayarkan kepada Ketua, Wakil Ketua, dan Anggota DPRD Tingkat I/II yang dibebankan kepada Keuangan Daerah/APBD Tingkat I/II.

  5. Perlu diketahui bahwa apabila seorang Pejabat Negara, PNS, Anggota ABRI atau Pensiunan menjabat pula sebagai Komisaris atau Anggota Dewan Pengawas pada BUMN/BUMD, maka atas jumlah bruto penghasilan berupa honorarium dan penghasilan lainnya yang diterima dari BUMN/BUMD tersebut dipotong PPh Pasal 21 oleh BUMN/BUMD sebagaimana dimaksud pada Pasal 11 huruf b Petunjuk Pemotongan PPh Pasal 21 dan PPh Pasal 26, yakni dengan menerapkan Tarif berdasarkan Pasal 17 Undang-undang No. 7 Tahun 1983 sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-undang Nomor 10 Tahun 1994. Pemotongan PPh Pasal 21 tersebut tidak bersifat final dan oleh karena itu Pejabat Negara, PNS, Anggota ABRI atau Pensiunan yang juga menjabat sebagai Komisaris atau Anggota Dewan Pengawas pada BUMN/BUMD wajib melaporkan honorarium, bonus, tantiem yang diterimanya dari BUMN/BUMD dan menggunggungkan penghasilan tersebut dengan penghasilan lainnya dalam mengisi SPT Tahunan PPh.

Demikian agar dapat dilaksanakan sebagaimana mestinya.

DIREKTUR JENDERAL PAJAK,

ttd

FUAD BAWAZIER

Reading: Surat Edaran Dirjen Pajak – SE 06/PJ.43/1996