Resources / Regulation / Surat Edaran Dirjen Pajak

Surat Edaran Dirjen Pajak – SE 06/PJ.7/2006

Dalam rangka memberikan petunjuk pelaksanaan pemeriksaan sehubungan dengan diterbitkannya Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak nomor SE-08/PJ.53/2006 tentang Jangka Waktu Penyelesaian dan Tata Cara Pengembalian Kelebihan Pembayaran Pajak Pertambahan Nilai, atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah maka dipandang perlu mengatur kebijakan pemeriksaan sebagai berikut:

  1. UMUM
    1. Dalam setiap pemeriksaan atas Surat Pemberitahuan (SPT) Masa Pajak Pertambahan Nilai (PPN) Lebih Bayar, Pemeriksa harus melakukan analisis risiko.
    2. Analisis risiko adalah proses penilaian risiko ketidakbenaran SPT Masa PPN untuk menentukan Pengusaha Kena Pajak (PKP) dalam kategori risiko rendah, menengah, atau tinggi.
    3. Analisis risiko sebagaimana dimaksud pada angka 2 dilakukan dengan mengacu pada Peraturan Direktur Jenderal Pajak nomor PER-124/PJ/2006 tanggal 22 Agustus 2006 tentang Pelaksanaan Analisis Risiko Dalam Rangka Pemeriksaan Atas Surat Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan Nilai Lebih Bayar.
    4. Hasil analisis risiko digunakan sebagai dasar penentuan ruang lingkup pemeriksaan berikutnya, atau ruang lingkup dan jangka waktu penyelesaian permohonan pengembalian kelebihan pembayaran PPN, atau PPN dan PPn BM pemeriksaan berikutnya.
    5. Ruang lingkup pemeriksaan atas SPT Masa PPN pada prinsipnya dilakukan melalui Pemeriksaan Sederhana Lapangan (PSL). Namun demikian, dapat juga dilakukan melalui Pemeriksaan Sederhana Kantor (PSK) atau Pemeriksaan Lengkap (PL).
    6. Pemeriksaan Lengkap sebagaimana dimaksud pada angka 5 dapat dilakukan atas satu jenis pajak atau seluruh jenis pajak.
    7. Penentuan ruang lingkup pemeriksaan diatur sebagai berikut:
      1. PKP yang melakukan kegiatan tertentu
      2. 1) Pemeriksaan dilakukan melalui PSL, atas:
        a) SPT Masa PPN Lebih Bayar yang disampaikan oleh PKP yang melakukan kegiatan tertentu yang memiliki risiko rendah yakni:
        (1) Produsen;
        (2) Perusahaan terbuka; atau
        (3) Perusahaan yang pemegang saham mayoritasnya adalah Pemerintah Pusat atau Daerah.
        b) SPT Masa PPN Lebih Bayar yang disampaikan oleh PKP yang melakukan kegiatan tertentu selain yang dimaksud pada huruf a) atau yang berdasarkan pemeriksaan sebelumnya tidak diketahui risikonya.
        2) Pemeriksaan dapat dilakukan melalui PSK, atas:
        a) SPT Masa PPN Lebih Bayar yang disampaikan oleh PKP yang melakukan kegiatan tertentu sebagaimana dimaksud pada angka 1) huruf a) butir (2) atau butir (3), apabila berdasarkan pemeriksaan sebelumnya diketahui memiliki risiko rendah.
        b) SPT Masa PPN Lebih Bayar yang disampaikan oleh PKP yang melakukan kegiatan tertentu yang terdaftar pada KPP Wajib Pajak Besar yang laporan keuangannya diaudit oleh Akuntan Publik dengan pendapat wajar tanpa pengecualian, apabila berdasarkan pemeriksaan sebelumnya diketahui memiliki risiko rendah.
        3) Pemeriksaan dilakukan melalui PL, atas:
        a) SPT Masa PPN Lebih Bayar yang disampaikan oleh PKP yang melakukan kegiatan tertentu yang berdasarkan pemeriksaan sebelumnya diketahui memiliki risiko tinggi;
        b) SPT Masa PPN Lebih Bayar yang disampaikan oleh PKP yang melakukan kegiatan tertentu yang pemeriksaannya meliputi seluruh jenis pajak berdasarkan satu LP2.
      3. PKP selain yang melakukan kegiatan tertentu
      4. 1) Atas SPT Masa PPN Lebih Bayar yang disampaikan oleh Perusahaan Terbuka atau Perusahaan yang pemegang saham mayoritasnya adalah Pemerintah Pusat/Daerah atau PKP yang terdaftar pada KPP Wajib Pajak Besar yang laporan keuangannya diaudit oleh Akuntan Publik dengan pendapat wajar tanpa pengecualian, dan berdasarkan pemeriksaan sebelumnya diketahui memiliki risiko rendah, pemeriksaannya dapat dilakukan melalui PSK.
        2) Atas SPT Masa PPN Lebih Bayar yang disampaikan oleh PKP selain sebagaimana dimaksud pada angka 1) atau yang disampaikan oleh PKP sebagaimana dimaksud pada angka 1) yang berdasarkan pemeriksaan sebelumnya diketahui memiliki risiko menengah, atau yang berdasarkan pemeriksaan sebelumnya tidak diketahui risikonya, pemeriksaannya dilakukan melalui PSL.
        3) Atas SPT Masa PPN Lebih Bayar yang disampaikan oleh PKP yang berdasarkan pemeriksaan sebelumnya diketahui memiliki risiko tinggi atau yang pemeriksaannya meliputi seluruh jenis pajak berdasarkan satu LP2, pemeriksaannya dilakukan melalui PL.
    8. Dalam melakukan pemeriksaan, selain memenuhi prosedur pemeriksaan yang diatur dalam Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak ini, Pemeriksa juga harus memenuhi petunjuk pelaksanaan pemeriksaan pajak sebagaimana diatur dalam Peraturan Direktur Jenderal Pajak nomor PER-123/PJ/2006 tanggal 15 Agustus 2006 tentang Petunjuk Pelaksanaan Pemeriksaan Lapangan dan Peraturan Direktur Jenderal Pajak nomor KEP-142/PJ./2005 tanggal 31 Agustus 2005 tentang Petunjuk Pelaksanaan Pemeriksaan Kantor.
    9. Sesuai dengan hakikat PPN yaitu pajak atas nilai tambah, selama PKP membukukan adanya nilai tambah, kelebihan pembayaran pajak dapat terjadi antara lain dalam hal:
      1. Penjualan ekspor;
      2. Penyerahan kepada pengusaha di kawasan berikat;
      3. Penyerahan Barang Kena Pajak (BKP) yang PPN nya tidak dipungut;
      4. Penyerahan kepada Pemungut PPN;
      5. Penumpukan Persediaan;
      6. Perusahaan pada masa awal operasi.
    10. Dalam melakukan pemeriksaan atas SPT Masa PPN Lebih Bayar, pemeriksa harus waspada terhadap beberapa indikasi pelanggaran yang dilakukan PKP, antara lain:
      1. Alamat PKP tidak jelas atau tidak sesuai dengan pengukuhan atau sering pindah;
      2. Satu alamat PKP digunakan secara bersama-sama oleh lebih dari satu PKP;
      3. Kegiatan PKP tidak ada atau tidak sesuai dengan pengukuhan;
      4. Wajib Pajak melakukan kegiatan sebagai PKP tetapi tidak/belum dikukuhkan sebagai PKP;
      5. PKP merendahkan/tidak melaporkan Pajak Keluaran, misalnya dengan cara:
      6. 1) Tidak melaporkan seluruh penyerahan BKP/Jasa Kena Pajak (JKP);
        2) Melaporkan penjualan lokal sebagai ekspor;
        3) Melakukan ekspor fiktif;
        4) Tidak memungut PPN Keluaran yang sebenarnya terutang PPN;
        5) Menunda pelaporan Pajak Keluaran;
        6) Merendahkan harga yang tercantum dalam faktur pajak dari harga penyerahan yang sebenarnya;
        7) Menggunakan rekening piutang pemegang saham sebagai penerimaan dari penjualan;
        8) Membuat retur penjualan fiktif;
        9) Tidak melaporkan pemakaian sendiri atau pemberian cuma-cuma;
        10) Tidak memperlihatkan/meminjamkan seluruh Rekening Koran yang menampung seluruh hasil penjualan BKP/JKP;
        11) Menerbitkan Faktur Pajak bermasalah yang dilakukan oleh importir atas dasar inden.
      7. PKP meninggikan Pajak Masukan dengan cara:
      8. 1) Meninggikan harga pembelian impor maupun lokal;
        2) Melaporkan pembelian barang dari non-PKP menjadi pembelian dari PKP atau dengan cara mendapatkan faktur pajak masukan yang tidak dilakukan dalam transaksi perolehan BKP/JKP;
        3) Melaporkan pembelian dari PKP maupun non-PKP yang atas pembelian tersebut Faktur Pajak Masukannya bermasalah;
        4) Tidak melaporkan Nota Retur dalam SPT Masa PPN;
        5) Mengkreditkan Pajak Masukan sebagaimana dimaksud pada Pasal 9 ayat (8) Undang-undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai atas Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-undang Nomor 18 Tahun 2000 (untuk selanjutnya disebut UU PPN);
        6) Mengkreditkan secara berulang-ulang Pajak Masukan yang masa pajaknya tidak sama sebagaimana dimaksud pada Pasal 9 ayat (9) UU PPN;
        7) Mengkreditkan Pajak Masukan yang tidak sesuai dengan dokumen pendukung perolehan barang dan/atau pembayarannya;
        8) Mengkreditkan Pajak Masukan yang transaksi perolehan BKP/JKP-nya tidak ada;
        9) Mengkreditkan faktur pajak masukan lebih dari satu kali;
        10) Mengkreditkan faktur pajak bermasalah;
        11) Mengkreditkan Pajak Masukan atas barang-barang modal yang diperhitungkan juga sebagai salah satu komponen harga perolehan (cost harta yang disusutkan dan/atau diperhitungkan juga sebagai salah satu komponen biaya (expense) yang dibebankan pada periode terjadinya.
      9. Jawaban konfirmasi yang sebelumnya menyatakan jawaban “tidak ada” berubah menjadi “ada”;
      10. Hasil konfirmasi PEB dan/atau PIB di intranet DJP menunjukkan data yang tidak sesuai dengan nilai ekspor dan/atau impor yang dilaporkan pada SPT Masa PPN Lebih Bayar;
      11. Hasil konfirmasi Faktur Pajak di program PK-PM pada intranet DJP menunjukkan data PM tidak sama dengan PK lawan transaksi;
      12. PKP melakukan transaksi dengan PKP yang menerbitkan Faktur Pajak bermasalah sebagaimana tercantum pada SE-27/PJ.52/2002 dan perubahannya;
      13. PKP yang non efektif (NE) atau PKP yang melaporkan SPT Masa PPN Nihil, kemudian melaporkan atau melakukan pembetulan SPT Masa PPN yang jumlah penyerahannya meningkat cepat dan signifikan;
      14. PKP yang tidak menyampaikan SPT Tahunan PPh WP Badan atau WP Orang Pribadi dan/atau PPh Pasal 21;
      15. PKP tidak menyerahkan sebagian atau seluruh bukti-bukti atau dokumen yang diminta oleh Pemeriksa pada saat pemeriksaan, dalam jangka waktu yang ditentukan;
      16. PKP yang melakukan penyerahan BKP ke bukan Kawasan Berikat namun dilaporkan dengan menggunakan Formulir BC.4.0 (Pemberitahuan Pemasukan Barang Asal Daerah Pabean Ke Kawasan Berikat);
      17. PKP melakukan kegiatan usaha perdagangan dan melakukan penyerahan Barang Kena Pajak yang sangat beragam sehingga tidak diketahui dengan pasti core business Wajib Pajak tersebut.
  2. PERSIAPAN PEMERIKSAAN
    Persiapan pemeriksaan dilakukan sebelum pelaksanaan pemeriksaan dimulai, yaitu sebelum Surat Pemberitahuan Pemeriksaan Pajak disampaikan kepada PKP (untuk PL atau PSL) atau sebelum Surat Panggilan Pemeriksaan dikirimkan kepada PKP (untuk PSK).
    1. Dalam setiap persiapan pemeriksaan, Pemeriksa diwajibkan melakukan hal-hal sebagai berikut:
      1. Mempelajari berkas PKP dan berkas data yang ada di KPP.
      2. Melakukan konfirmasi melalui intranet Direktorat Jenderal Pajak (DJP), sebagai berikut:
      3. 1) Lakukan konfirmasi Faktur Pajak Masukan melalui Program PK-PM pada intranet DJP. Dalam hal konfirmasi Faktur Pajak Masukan melalui Program PK-PM pada intranet DJP tidak dapat dilakukan maka lakukan konfirmasi secara manual ke Kantor Pelayanan Pajak (KPP) terkait;
        2) Lakukan konfirmasi PEB dan/atau PIB melalui intranet DJP dalam hal PKP melakukan ekspor dan/atau impor;
        3) Lakukan konfirmasi Surat Setoran Pajak (SSP)/ Surat Setoran Pabean, Cukai dan Pajak (SSPCP) lembar ke-1 dengan Sistem Monitoring Pelaporan Pembayaran Pajak (MP3).
      4. Melakukan analisis perbandingan terhadap SPT Tahunan PPh untuk 2 tahun terakhir, dan terhadap SPT Masa PPN untuk masa 6 bulan terakhir.
      5. Membuat program pemeriksaan, sesuai dengan ruang lingkup pemeriksaan.
      6. Dalam hal pemeriksaan atas SPT Masa PPN Lebih Bayar yang diajukan restitusinya, lakukan pengecekan jenis dan jumlah dokumen-dokumen yang disampaikan dalam permohonan pengembalian PPN, atau PPN dan PPn BM apakah sudah sesuai dengan Lembar Checklist Bukti/Dokumen Kelengkapan Permohonan Pengembalian PPN, atau PPN dan PPn BM yang dibuat oleh PKP.
    2. Apabila dipandang perlu, Pemeriksa dapat melakukan kegiatan persiapan pemeriksaan lainnya untuk memperoleh hal-hal yang perlu diprioritaskan dalam pelaksanaan pemeriksaan.
  3. PELAKSANAAN PEMERIKSAAN
    Prosedur pelaksanaan pemeriksaan di bawah ini adalah titik-titik strategis pemeriksaan yang dilakukan dalam setiap pelaksanaan pemeriksaan atas SPT Masa PPN Lebih Bayar sesuai dengan fokus, kedalaman dan ruang lingkup pemeriksaan. Pemeriksa perlu melaksanakan teknik-teknik pemeriksaan lain yang dipandang perlu untuk meyakini kebenaran penyerahan BKP/JKP, perolehan BKP/JKP dan kredit pajak yang dilaporkan PKP dalam SPT Masa PPN.
    1. Prosedur Pemeriksaan Kegiatan / Operasi PKP
      1. Pastikan bahwa alamat/tempat kedudukan Wajib Pajak (PKP) sesuai dengan pengukuhan, antara lain dengan cara:
      2. 1) membandingkan alamat pada SPT Masa PPN dengan alamat yang tercantum dalam Surat Pengukuhan PKP;
        2) memastikan apakah tempat kedudukan tersebut statusnya sewa atau milik sendiri.
      3. Pastikan kegiatan Wajib Pajak (PKP) sesuai dengan pengukuhan, antara lain dengan cara:
      4. 1) melakukan pengecekan ke lapangan untuk melihat kegiatan usaha PKP (adanya gudang penyimpanan, lokasi usaha, jumlah pegawai);
        2) membandingkan SPT Tahunan PPh Orang Pribadi/Badan dan SPT Tahunan PPh 21 dengan SPT Masa PPN.
    2. Prosedur Pemeriksaan Penyerahan BKP dan/atau JKP
      1. Pastikan bahwa Faktur Pajak Keluaran yang sah (termasuk dokumen tertentu yang dipersamakan dengan Faktur Pajak) sebagai bukti pemungutan PPN bagi PKP penjual adalah Faktur Pajak Keluaran lembar ke-2 yang di samping memenuhi persyaratan formal juga memenuhi persyaratan material sebagai berikut:
        1)

        Jenis dan jumlah (kuantum) BKP/JKP yang tercantum dalam Faktur Pajak tersebut harus cocok dengan jenis dan kuantum BKP/JKP yang benar-benar diserahkan sebagai akibat dari transaksi yang berkenaan.

        2)

        Harga jual BKP/JKP dan besarnya PPN yang tercantum dalam Faktur Pajak tersebut harus benar-benar cocok dengan jumlah uang yang diterima atau jumlah piutang yang timbul sebagai akibat dari transaksi yang berkenaan.

      2. Untuk meyakini hal sebagaimana tersebut pada huruf a angka 1) di atas, lakukan pengujian kaitan atas dokumen penjualan antara lain dengan cara:
        1) Pelajari kebijakan dan prosedur penjualan:
        a) Identifikasi bagian dan nama pegawai yang terlibat dalam prosedur penjualan;
        b) Identifikasi pencatatan yang diselenggarakan oleh bagian yang terlibat dalam prosedur penjualan;
        c) Identifikasi dokumen yang terkait dengan prosedur penjualan.
        2) Pengujian atas transaksi penjualan dengan cara, antara lain:
        a) Pinjam dokumen-dokumen penjualan dari petugas yang terlibat dalam prosedur penjualan.
        b) Dalam hal ekspor
        (1)

        Lakukan konfirmasi B/L atau airway bill ke perusahaan pelayaran atau penerbangan dengan menggunakan formulir sebagaimana terdapat pada Lampiran 1.
        Hal-hal yang perlu diperhatikan sebelum melakukan konfirmasi B/L adalah:

        B/L yang dikonfirmasi adalah B/L yang berasal dari maskapai pelayaran (ocean B/L atau master B/L), bukan dari freight forwarder (house B/L).
        B/L yang dikonfirmasi adalah B/L dengan klausula “shipped on board/on board/laden on vessel” yang diberikan tanggal dan ditandatangani oleh maskapai pelayaran atau agennya, bukan dengan klausula “received for shipment’.
        (2)

        Bandingkan nama dan alamat importir, jenis, kuantum, harga satuan dan nomor peti kemas (container) yang tercantum dalam PEB dengan dokumen pendukungnya, antara lain:

        Kontrak penjualan yang telah ditandatangani oleh pihak eksportir maupun importir;
        Faktur Penjualan atau Commercial Invoice;
        Persetujuan Ekspor;
        B/L yang berasal dari maskapai pelayaran dengan klausula shipped on board/on board/laden on vessel atau airway bill;
        L/C yang telah dilegalisasi oleh Bank penerima L/C, dalam hal ekspor dengan L/C;
        Shipping Instruction;
        Polis Asuransi apabila BKP yang diekspor diasuransikan oleh eksportir;
        Sertifikasi dari instansi tertentu sepanjang diwajibkan;
        Dokumen yang terkait biaya ekspor antara lain biaya gudang, biaya packing, transportasi, penimbunan, biaya bongkar muat dari Unit Terminal Peti Kemas.
        (3)

        Dalam hal ekspor dengan L/C, lakukan uji silang (cross check) antara klausul yang tercantum dalam L/C dengan dokumen atau informasi lain seperti B/L, informasi tentang termin pembayaran, informasi tentang last shipping date.

        c)

        Dalam hal penyerahan yang tidak dipungut (ke kawasan berikat) Lakukan konfirmasi ke Kantor Pelayanan Bea dan Cukai (KPBC) terkait untuk meyakini keabsahan formulir BC.4.0 dan/atau untuk memastikan apakah pembeli merupakan Pengusaha Dalam Kawasan Berikat (PDKB), dengan menggunakan formulir sebagaimana terdapat pada Lampiran 2.

        d) Dalam hal penyerahan kepada Pemungut PPN
        (1) Lakukan konfirmasi atas keabsahan Surat Setoran Pajak (SSP) PPN dan/atau PPn BM atas Pajak Keluaran yang dipungut oleh Pemungut PPN.
        (2) Bandingkan nama dan alamat pembeli, jenis, kuantum dan harga satuan yang tercantum dalam Faktur Pajak Keluaran dengan dokumen pendukungnya, antara lain:
        – Kontrak kerja
        – Surat Perintah Kerja
        – Surat Setoran Pajak
        e) Dalam hal penyerahan kepada pihak lain yang bukan pemungut PPN, bandingkan nama dan alamat pembeli, jenis, kuantum dan harga satuan yang tercantum dalam Faktur Pajak Keluaran dengan dokumen pendukungnya, antara lain:
        (1) Pesanan Penjualan,
        (2) Surat jalan yang telah ditandatangani oleh pembeli,
        (3) Laporan Pengeluaran Barang,
        (4) Faktur Penjualan (invoice),
        (5) Catatan pada bagian yang terlibat dalam prosedur penjualan.
      3. Untuk meyakini hal sebagaimana tersebut pada huruf a angka 2) di atas, lakukan pengujian kaitan atas dokumen penerimaan uang dengan cara, antara lain:
        1) Pelajari kebijakan dan prosedur penerimaan uang:
        a) Identifikasi bagian dan nama pegawai yang terlibat dalam prosedur penerimaan uang.
        b) Identifikasi pencatatan yang diselenggarakan oleh bagian yang terlibat dengan prosedur penerimaan uang.
        c) Identifikasi dokumen yang terkait dengan prosedur penerimaan uang.
        2) Pengujian pencatatan penerimaan uang dengan cara, antara lain:
        a)

        Pinjam dokumen-dokumen penerimaan uang seperti nota kredit dari bank, bukti transfer, bonggol kuitansi dari petugas-petugas yang terlibat langsung dalam prosedur penjualan.

        b)

        Bandingkan nama dan alamat pembeli, jumlah uang (harga jual+PPN) yang tercantum dalam Faktur Pajak Keluaran dengan dokumen terkait, antara lain:

        – bonggol kuitansi,
        – nota kredit dari bank,
        – nota penjualan wesel ekspor atau fotokopi bukti transfer;
        – buku penerimaan bank/kas yang dibuat pegawai bagian keuangan/kasir,
        – fotokopi bukti transfer,
        – rekening koran.

        Apabila dalam suatu transaksi penjualan/pembelian tidak terjadi settlement (tidak terdapat penerimaan/pembayaran uang/setara uang), misalnya transaksi ekspor impor dengan perusahaan afiliasi, sehingga pengujian arus uang tidak mungkin dilakukan, maka pengujian kaitan atas dokumen penjualan/pembelian harus dilakukan lebih mendalam.

    3. Prosedur Pemeriksaan Persediaan
      1. Lakukan penelitian jumlah fisik bahan baku/penolong, barang dalam proses dan barang jadi saat dilakukan pemeriksaan dan cocokkan dengan kartu persediaan.
      2. Lakukan rekonsiliasi persediaan sejak saat pemeriksaan sampai dengan akhir masa pajak yang diperiksa untuk mengetahui saldo akhir masa yang diperiksa.
      3. Dalam hal barang jadi disimpan pada pihak ketiga (barang konsinyasi) yang benar-benar merupakan penyerahan kena pajak, lakukan konfirmasi atas barang tersebut.
      4. Bandingkan antara hasil penghitungan persediaan dan catatan persediaan di gudang serta catatan persediaan bagian akuntansi.
      5. Tentukan jumlah dalam unit bahan baku/penolong yang dipergunakan pada masa yang diperiksa misalnya dengan pendekatan: saldo awal + pembelian – pemakaian sendiri – saldo akhir = pemakaian untuk produksi.
      6. Tentukan jumlah dalam unit barang jadi yang dijual pada masa yang diperiksa, misalnya dengan pendekatan: saldo awal + hasil produksi (pembelian) – pemakaian sendiri – pemberian cuma-cuma – saldo akhir = penjualan.
    4. Prosedur Pemeriksaan Produksi
      1. Kenali jenis, macam dan satuan barang yang diproduksi.
      2. Kenali bahan baku/penolong yang digunakan untuk proses produksi.
      3. Periksa proses produksi, kapasitas produksi dan standar konversi/formula/resep.
      4. Dapatkan angka-angka rendemen untuk setiap jenis dan macam barang yang diproduksi.
      5. Lakukan evaluasi kewajaran jumlah produksi yang dilaporkan dengan membandingkannya pada perhitungan produksi sesuai rendemen dan pemakaian bahan baku/penolong dan kapasitas produksinya.
      6. Periksa hasil produksi perusahaan yang diberikan secara cuma-cuma dan/atau dipakai sendiri dan teliti penghitungan PPN atas penyerahan tersebut.
    5. Prosedur Pemeriksaan Pembelian dan Kredit Pajak
      1. Lakukan konfirmasi Surat Setoran Pajak (SSP)/ Surat Setoran Pabean, Cukai dan Pajak (SSPCP) lembar ke-1 kepada unit/instansi terkait dalam hal SSP lembar ke-2 tidak dijumpai dalam berkas Wajib Pajak, apabila konfirmasi melalui Sistem MP3 tidak dapat dilakukan.
      2. Dalam hal Pajak atas Impor dipungut oleh Direktorat Jenderal Bea dan Cukai, lakukan konfirmasi atas keabsahan Bukti Pemungutan Pajak atas Impor atau Bukti Pembayaran Pabean Cukai dan Pajak Dalam Rangka Impor ke KPBC terkait.
      3. Pastikan bahwa Faktur Pajak Masukan yang dikreditkan bukan berasal dari Penerbit Faktur Pajak bermasalah. Untuk memastikan hal tersebut Pemeriksa perlu melakukan pengecekan daftar Wajib Pajak yang menerbitkan faktur pajak bermasalah sesuai dengan Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak nomor SE-27/PJ.52/2003 tentang Daftar Dan Sanksi Atas Wajib Pajak Yang Diduga Menerbitkan Faktur Pajak Tidak San dan perubahannya.
      4. Pastikan bahwa Faktur Pajak Masukan yang sah sebagai bukti pemungutan PPN bagi PKP pembeli adalah Faktur Pajak Masukan asli yang memenuhi persyaratan formal sesuai ketentuan Pasal 13 ayat (5) UU PPN.
      5. Pastikan bahwa Faktur Pajak Masukan yang sah sebagai bukti pemungutan PPN bagi PKP pembeli adalah Faktur Pajak Masukan asli yang memenuhi persyaratan material antara lain:
        1)

        Jenis dan jumlah (kuantum) BKP/JKP yang tercantum dalam Faktur Pajak tersebut harus cocok dengan jenis dan kuantum BKP/JKP yang benar-benar diserahkan sebagai akibat dari transaksi yang berkenaan,

        2)

        Harga jual BKP/JKP dan besarnya PPN yang tercantum dalam Faktur Pajak tersebut harus cocok dengan jumlah uang yang dikeluarkan atau jumlah utang yang timbul sebagai akibat dari transaksi yang berkenaan.

      6. Untuk meyakini hal sebagaimana dimaksud pada huruf e angka 1) di atas, lakukan pengujian arus dokumen barang, antara lain dengan cara:
      7. 1) Pelajari kebijakan dan prosedur pembelian dan retur pembelian antara lain:
        a) Identifikasi bagian dan nama pegawai yang terlibat dalam prosedur pembelian,
        b) Identifikasi pencatatan yang diselenggarakan oleh bagian yang terlibat dalam prosedur pembelian,
        c) Identifikasi dokumen yang terkait dengan prosedur pembelian.
        2) Lakukan pengujian atas transaksi pembelian dengan cara, antara lain:
        a) Pinjam dokumen-dokumen pembelian dari petugas-petugas yang terlibat langsung dalam prosedur pembelian.
        b) Bandingkan nama dan alamat penjual, jenis, kuantum, harga satuan yang tercantum dalam faktur pajak masukan dengan dokumen pendukungnya, antara lain:
        (1) Pesanan Pembelian,
        (2) Surat Jalan,
        (3) Laporan Penerimaan Barang,
        (4) Faktur Pembelian,
        (5) Pencatatan pada bagian yang terlibat dalam prosedur pembelian,
        (6) Dokumen non financial yang terkait.
        c) Teliti syarat-syarat pembelian yang mengikat dengan pembebanan biaya-biaya dan pembayaran yang terkait.
        d) Teliti kebenaran jumlah pada faktur pembelian dan debet nota, termasuk penghitungan PPN-nya serta cocokkan dengan faktur pajaknya.
        e) Dalam hal transaksi pembelian dilakukan dengan pihak-pihak yang mempunyai hubungan istimewa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2) UU PPN, periksa dasar penetapan harga belinya dan volume transaksi selama masa yang diperiksa.
      8. Untuk meyakini hal sebagaimana dimaksud pada huruf e angka 2) di atas, lakukan pengujian arus uang, antara lain dengan cara:
      9. 1) Pelajari kebijakan dan prosedur pembayaran, antara lain:
        a) Identifikasi bagian dan nama pegawai yang memegang buku cek;
        b) Identifikasi pencatatan yang diselenggarakan oleh bagian yang terlibat dalam prosedur pembayaran;
        c) Identifikasi dokumen yang terkait dengan prosedur pembayaran.
        2) Lakukan pengujian atas transaksi pembayaran dengan cara, antara lain:
        a) Meminjam dokumen-dokumen pembayaran dari petugas-petugas yang terlibat dalam prosedur pembelian.
        b) Membandingkan nama dan alamat penjual, jumlah uang (harga jual+PPN) yang tercantum dalam faktur pajak masukan dengan dokumen terkait, antara lain:
        (1) bonggol cek/bilyet giro,
        (2) buku bank yang dibuat pegawai bagian keuangan/kasir,
        (3) rekening koran.
        c) Bandingkan nomor cek/bilyet giro pada rekening koran dengan nomor cek/bilyet giro pada bonggol cek/bilyet giro.
        d) Dalam hal transaksi impor, bandingkan kesesuaian data (nama importir/indentor, NPWP importir/indentor, barang yang diimpor) pada dokumen-dokumen impor misalnya PIB, L/C, B/L, Packing List, SSP PPN Impor, PPh Pasal 22 dan Nota Debet dari Bank, Bukti Pemungutan Pajak atas Impor atau Bukti Pembayaran Pabean Cukai dan Pajak Dalam Rangka Impor, Invoice, Laporan Pemeriksaan Surveyor (LPS) sepanjang termasuk dalam kategori wajib LPS, biaya bongkar muat dan/atau dokumen-dokumen jasa EMKL/EMKU untuk menguji kebenaran pengkreditan Pajak Masukan dari transaksi impor dengan memperhatikan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 539/KMK.04/1990 tanggal 14 Mei 1990 tentang Pajak Penghasilan Pasal 22, Pajak Pertambahan Nilai dan/atau Pajak Penjualan atas Barang Mewah untuk Kegiatan Usaha di Bidang Impor Atas Dasar Inden.
  4. PROSEDUR KONFIRMASI
    1. Setiap Pemeriksa wajib melakukan prosedur konfirmasi, baik yang dilakukan pada waktu persiapan pemeriksaan (melalui intranet DJP) maupun pada waktu pelaksanaan pemeriksaan (kepada pihak ketiga).
    2. Konfirmasi sebagaimana dimaksud pada butir 1 merupakan salah satu prosedur pemeriksaan yang harus dilakukan untuk memperoleh simpulan pemeriksaan. Dengan demikian konfirmasi tersebut bukan merupakan satu-satunya prosedur pemeriksaan yang digunakan untuk meyakini kebenaran pajak keluaran dan/atau kredit pajak yang dilaporkan PKP sehingga Pemeriksa harus melakukan prosedur pemeriksaan lainnya untuk meyakini kebenaran pajak keluaran dan/atau kredit pajak yang dilaporkan tersebut.
    3. Konfirmasi melalui Intranet DJP
      1. Konfirmasi atas Faktur Pajak Masukan, SSP dan/atau SSPCP, serta PEB dan/atau PIB merupakan salah satu prosedur pemeriksaan yang wajib dilakukan namun bukan merupakan satu-satunya alat uji yang dipakai untuk meyakini bahwa transaksi tersebut benar adanya baik secara formal maupun material;
      2. Dalam hal data faktur pajak masukan/keluaran, SSP/SSPCP dan/atau ekspor/impor tidak tersedia pada intranet, pajak keluaran dan/atau kredit pajak tetap dapat diakui kebenarannya apabila Pemeriksa dapat meyakini kebenaran pajak keluaran dan/atau kredit pajak tersebut berdasarkan prosedur pemeriksaan lain yang dilakukan. Demikian juga sebaliknya, dalam hal faktur pajak masukan/keluaran, SSP/SSPCP dan/atau ekspor/impor tersedia dan/atau sesuai dengan data yang dilaporkan pada SPT Masa PPN, namun apabila berdasarkan pengujian pemeriksaan lain yang dilakukan, Pemeriksa tidak dapat meyakini kebenaran transaksi tersebut maka pajak keluaran dan/atau kredit pajak dapat tidak diakui kebenarannya.
    4. Konfirmasi kepada Pihak Ketiga
      1. Konfirmasi B/L atau airway bill, Pengusaha Dalam Kawasan Berikat (PDKB), Formulir BC.4.0, atau SSP/SSPCP lembar ke-1 harus dilakukan Pemeriksa secara langsung kepada pihak ketiga terkait, bukan melalui PKP atau kuasanya;
      2. Konfirmasi sebagaimana dimaksud pada huruf a merupakan salah satu prosedur pemeriksaan yang wajib dilakukan namun bukan merupakan satu-satunya alat uji yang dipakai untuk meyakini bahwa transaksi tersebut benar adanya baik secara formal maupun material;
      3. Dalam hal jawaban konfirmasi menyatakan “tidak ada” atau belum diperoleh dari pihak ketiga sampai dengan waktu yang telah ditentukan dan tidak memungkinkannya Pemeriksa menunggu jawaban konfirmasi mengingat jangka waktu pengembalian kelebihan pembayaran pajak maka pajak keluaran dan/atau kredit pajak tetap dapat diakui kebenarannya apabila Pemeriksa dapat meyakininya berdasarkan prosedur pemeriksaan lain yang dilakukan. Demikian juga sebaliknya, dalam hal jawaban konfirmasi menyatakan “ada” namun apabila berdasarkan pengujian pemeriksaan lain yang dilakukan, Pemeriksa tidak dapat meyakini kebenaran transaksi tersebut maka pajak keluaran dan/atau kredit pajak dapat tidak diakui kebenarannya.
  5. PELAPORAN
    1. Bentuk dan format Laporan Pemeriksaan Pajak (LPP) dibuat sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
    2. Lembar Analisis Risiko sebagaimana terdapat pada Lampiran 3 harus dilampirkan pada LPP.
    3. Hasil analisis risiko dan rekomendasi ruang lingkup pemeriksaan berikutnya sebagaimana terdapat pada Lampiran 4, harus dilampirkan pada LPP dan disampaikan kepada Kepala KPP terkait.
    4. Simpulan risiko berupa risiko rendah, menengah atau tinggi harus direkam pada Sistem Informasi Manajemen Pemeriksaan Pajak (SIMPP) bersamaan dengan perekaman hasil pemeriksaan.
    5. Bukti-bukti dan/atau dokumen-dokumen yang merupakan syarat kelengkapan permohonan pengembalian kelebihan pembayaran PPN, atau PPN dan PPn BM yang diterima sampai dengan saat berakhirnya jangka waktu 1 (satu) bulan sejak saat permohonan diterima harus dituangkan dalam LPP.
    6. Dalam hal pemeriksaan atas SPT Masa PPN Lebih Bayar Kompensasi ditingkatkan ke Pemeriksaan Bukti Permulaan maka pemeriksaan diselesaikan dengan membuat LPP tanpa usul penerbitan surat ketetapan pajak.
  6. KETENTUAN LAIN
    1. Dalam hal Wajib Pajak mengajukan permohonan pengembalian kelebihan pembayaran PPN, atau PPN dan PPn BM:
      1. Daftar nominatif wajib pajak yang akan diperiksa dibuat setiap awal minggu setelah permohonan Wajib Pajak diterima di Kantor Pelayanan Pajak (KPP);
      2. Pemeriksa harus memperhatikan jangka waktu penyelesaian permohonan pengembalian kelebihan pembayaran PPN, atau PPN dan PPn BM sebagaimana diatur dalam Peraturan Direktur Jenderal Pajak nomor PER-122/PJ/2006 tanggal 15 Agustus 2006 tentang Jangka Waktu Penyelesaian dan Tata Cara Pengembalian Kelebihan Pembayaran Pajak Pertambahan Nilai, atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah.
      3. Apabila permohonan pengembalian kelebihan pembayaran PPN, atau PPN dan PPn BM meliputi kelebihan pembayaran akibat kompensasi masa pajak sebelumnya yang belum dilakukan pemeriksaan maka Surat Perintah Pemeriksaan Pajak (SP3) yang diterbitkan termasuk untuk masa pajak dilakukannya kompensasi tersebut.
    2. Dalam hal Wajib Pajak mengajukan kompensasi atas kelebihan pembayaran PPN , atau PPN dan PPn BM:
      1. Pemeriksaan atas SPT Masa PPN Lebih Bayar tetap dilaksanakan;
      2. Apabila pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada huruf a di atas tidak memungkinkan dilaksanakan untuk setiap masa pajak maka pemeriksaan harus dilakukan minimal untuk masa pajak terakhir dalam tahun buku Wajib Pajak.
    3. Apabila SP3 sudah diterbitkan dan pemeriksaannya dilakukan oleh Unit Pelaksana Pemeriksaan Pajak (UPS) selain KPP namun bukti-bukti atau dokumen-dokumen yang merupakan syarat kelengkapan permohonan pengembalian kelebihan pembayaran PPN, atau PPN dan PPn BM tidak dipenuhi sampai dengan saat berakhirnya jangka waktu 1 (satu) bulan sejak saat permohonan diterima maka Kepala UPS yang bersangkutan harus memberitahukan kepada Kepala KPP tempat PKP terdaftar segera setelah jangka waktu 1 (satu) bulan sejak saat permohonan diterima tersebut berakhir dengan menggunakan formulir sebagaimana terdapat pada Lampiran 5, sebagai dasar bagi Kepala KPP untuk memberitahukan pemrosesan berdasarkan data atau dokumen yang ada/diterima kepada PKP dimaksud.
    4. Dalam hal bukti-bukti atau dokumen-dokumen yang merupakan syarat kelengkapan permohonan pengembalian kelebihan pembayaran PPN, atau PPN dan PPn BM disusulkan setelah lewat jangka waktu 1 (satu) bulan sejak saat permohonan diterima berakhir maka bukti-bukti atau dokumen-dokumen yang disusulkan tersebut merupakan data yang tidak diperhitungkan pada saat pemeriksaan.
    5. Apabila atas SPT Masa PPN Lebih Bayar yang diajukan restitusinya sedang dilakukan pemeriksaan oleh suatu Tim Pemeriksa dan pada saat yang bersamaan juga dilakukan pemeriksaan yang menyangkut kewajiban perpajakan lainnya oleh Tim Pemeriksa yang berbeda maka pemeriksaan atas SPT Masa PPN Lebih Bayar yang diajukan restitusinya tersebut tetap diselesaikan oleh Tim Pemeriksa yang telah ditunjuk.
    6. Apabila dalam proses pemeriksaan atas SPT PPN Lebih Bayar diperoleh temuan yang menunjukkan bahwa Wajib Pajak adalah penerbit Faktur Pajak bermasalah maka pemeriksaan tersebut segera ditindaklanjuti dengan pemeriksaan Bukti Permulaan, kecuali dalam hal pemeriksaan dilakukan atas permohonan pengembalian kelebihan pembayaran PPN, atau PPN dan PPn BM.
  7. MASA TRANSISI
    Terhadap SP3 yang diterbitkan dalam rangka pemeriksaan atas SPT Masa PPN Lebih Bayar yang sampai dengan diterbitkannya surat edaran ini belum diselesaikan, Pemeriksa harus menggunakan prosedur pemeriksaan yang diatur dalam Surat Edaran ini.

Demikian surat edaran ini disampaikan untuk diketahui dan dilaksanakan dengan penuh tanggung jawab.

Ditetapkan di Jakarta
Pada tanggal 22 Agustus 2006
Direktur Jenderal

ttd

Darmin Nasution
NIP 130605098

Reading: Surat Edaran Dirjen Pajak – SE 06/PJ.7/2006