Beberapa Kepala Inspeksi Pajak telah mengajukan pertanyaan kepada saya mengenai masalah yang berkenaan dengan “Rahasia Jabatan” dalam hubungannya dengan permintaan pemeriksa yang sedang melakukan pemeriksaan di kantornya maupun permintaan pihak ketiga lainnya untuk bermacam-macam tujuan. Untuk menghindari kemungkinan pertanyaan itu, maka sekalipun pernah kami penjelasan dengan Surat Edaran, saya masih memandang perlu untuk memberi penggarisan umum lagi sebagai berikut :
-
Pada dasarnya “Rahasia Jabatan” yang diatur didalam Undang-undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan pasal 34 supaya dipegang teguh.
-
Undang-undang Nomor 6 Tahun 1983 sendiri, untuk hal-hal yang sifatnya sangat terbatas masih memberikan kemungkinan kepada pejabat (yang dibebani rahasia jabatan) untuk memberikan keterangan/bukti-bukti perpajakan kepada pihak lain yaitu dalam hal :
2.1. Yang berkenaan dengan pengamanan Keuangan Negara (pasal 34 ayat 3); kepada pejabat pemeriksa yang ditugaskan untuk itu dapat diperlihatkan bukti-bukti perpajakan atau keterangan-keterangan yang menurut sifatnya sebenarnya terikat pada rahasia jabatan, asal dipenuhi syarat-syarat : – Ada perintah tertulis dari Menteri Keuangan kepada pejabat yang dibebani rahasia jabatan untuk memberikan keterangan/bukti perpajakan dimaksud. – Perintah tersebut memuat nama dari wajib pajak yang dikehendaki keterangannya dan nama dari pemeriksa. 2.2. Untuk kepentingan peradilan (pasal 34 ayat 5) di Pengadilan dalam perkara pidana;
kepada pejabat (yang dibebani rahasia jabatan) dimungkinkan juga untuk memberikan keterangan/bukti perpajakan, asalkan ada izin tertulis dari Menteri Keuangan. Perlu ditambahkan bahwa izin Menteri Keuangan dimaksud dapat dimintakan oleh hakim Ketua Persidangan (sesuai Pasal 180 KUHP) dengan memuat nama tersangka, keterangan yang diminta, dan kaitan antara perkara pidana yang bersangkutan dengan keterangan yang diminta.
Sehingga dengan demikian permintaan keterangan/bukti perpajakan dari aparat penyidik (seperti polisi/Jaksa), dapat disalurkan melalui pasal 34 ayat 5 tersebut. -
Mengingat tidak ada lagi pasal-pasal dalam Undang-undang tersebut yang dapat memberikan peluang pengecualian, maka haruslah ditafsirkan bahwa pembuat Undang-undang memang menghendaki bahwa administrasi Perpajakan tidak akan dipakai untuk tujuan-tujuan lain kecuali untuk keperluan pemungutan pajak.
Diharapkan penggarisan umum ini dapat menjadi pegangan para Kepala Inspeksi Pajak untuk dapat memberikan jawaban dan/atau penjelasan kepada pejabat pemeriksa.
DIREKTUR JENDERAL PAJAK
ttd
SALAMUN A.T.