Sehubungan dengan banyaknya pertanyaan yang timbul mengenai penerapan PPh Pasal 21 atas pekerjaan borongan, seperti yang banyak dijumpai pada perkebunan-perkebunan, bersama ini diberikan penjelasan sebagai berikut :
- Penghasilan dari pekerjaan borongan yang diterima perseorangan yang melakukan pekerjaan semata-mata atas pelaksanaan pekerjaan borongan saja (tanpa bahan atau material) dengan menggunakan tenaga kerja lain, maka pemotongan PPh Pasal 21 atas Wajib Pajak yang melaksanakan pekerjaan borongan itu dilakukan atas jumlah yang dihitung dengan mengurangkan atas upah borongan bruto yang diterima dengan upah yang dibayarkan kepada semua tenaga kerja yang dipergunakan.
- Besarnya upah tenaga kerja tersebut dihitung berdasarkan upah sebenarnya yang dibayarkan.
- Atas penghasilan seperti dimaksud pada butir 1 di atas diterapkan tarif berdasarkan Pasal 17 Undang-undang Pajak Penghasilan 1984.
- Dalam hal besarnya upah yang dibayarkan kepada tenaga kerja lainnya tersebut ada yang melebihi Rp.8.000,- per hari, maka atas jumlah di atas Rp.8.000,- tersebut dipotong juga PPh Pasal 21 dengan tarif 15%.
- Yang berkewajiban menghitung, memotong dan membayar PPh Pasal 21 menurut Surat Edaran adalah orang pribadi atau badan yang memberikan pekerjaan borongan kecuali orang pribadi yang melakukan pekerjaan borongan itu telah terdaftar sebagai pemotong pajak : dari PPh Pasal 21. Dalam hal orang pribadi tersebut telah terdaftar sebagai pemotong pajak, maka PPh Pasal 21 dari tenaga kerja lainnya wajib dihitung, dipotong dan dibayar oleh orang pribadi yang melakukan pekerjaan borongan.
A.n. DIREKTUR JENDERAL PAJAK
DIREKTUR PAJAK LANGSUNG
ttd
Drs. MANSURY